"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Kamis, 31 Januari 2013

BAKTI TA’AT KEPADA KEDUA ORANGTUA DAN MENGHUBUNGI SANAK KERABAT (7)

Anas r.a berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w : Siapa ingin dilapangkan rizqinya, dan ditunda umurnya (ajalnya) hendaknya menghubungi famili. (HR. Buchary dan Muslim).

Ditunda ajal, ialah diberi berkat dalam umurnya, sehingga bekasnya sangat besar dan luas sekali.
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 299.

URUSAN JENAZAH (14)

Dari Ali r.a., ia berkata ; Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : “Janganlah kamu berlebih-lebihan dengan kain kafan, karena ia itu akan cepat rusak”. Diriwayatkan oleh Abu Daud.
----------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Janaiz,  halaman 199.

SEORANG LAKI-LAKI DARI PENDUDUK SURGA

Anas bin Malik berkata : “Ketika Kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah saw, beliau berkata : “Akan muncul sekarang ini kepada kamu seorang laki-laki dari penduduk surga.”
Setelah itu muncullah seorang laki-laki dari kaum Anshar (penduduk asli Madinah) yang pada jenggotnya masih terdapat tetesan air dan bekas berwudhu. Dia membawa sandalnya dengan tangan kirinya. Pada hari berikutnya, Nabi saw juga mengatakan hal yang sama dan muncul pula laki-laki tersebut. Kemudian pada hari yang ketiga terjadi pula hal yang sama. Ketika Nabi saw telah pergi Abdullah bin Umar mengikuti laki laki yang disebut sebagai penduduk surga oleh Rasulullah saw tersebut. Kemudian, Ibnu Umar berkata keadanya: “Wahai Saudara, sungguh pada saat ini, aku sedang bertengkar dengan ayah di rumah dan aku sudah bersumpah untuk tidak bertamu dengannya selama tiga hari. Jika kamu mengizinkan, bolehkah aku menginap di rumahmu selama tiga hari tersebut. Laki-laki itu menjawab : “Baik.”
Setelah itu Ibnu Umar menginap di rumah orang tersebut Akan tetapi, dia tidak pernah melihat laki-laki tersebut melaksanakan shalat tahajjud/ witir sama sekali. Hanya saja apabila bangun dari tidurnya, ia berdzikir dan bertakbir hingga sholat shubuh. Abdullah bin Umar berkata : “Aku hanya mendengarkannya mengatakan kata-kata yang baik.”
Setelah berlalu tiga hari tiga malam dan hanya, melihat amal yang sedikit, aku hampir saja ingin meremehkan amal ibadahnya yang sedikit. Aku berkata kepadanya : “Wahai saudara, sebenarnya aku tidak sedang bertengkar dengan ayahku, akan tetapi aku mendengar Rasulullah saw telah bersabda : “Akan muncul sekarang ini kepada kamu seorang laki-laki dari penduduk surga.” Yang muncul adalah kamu, hal ini terjadi sebanyak tiga kali. Oleh karenia itu aku penasaran ingin melihat amalmu, sehingga aku menginap di rumahmu ini untuk melihat amalmu agar aku dapat mengikuti amal-amalmu. Akan tetapi, aku tidak pernah melihatmu melakukan amal-amal yang besar. Apa amalmu sehingga Rasulullah menyatakan bahwa kamu adalah dari penduduk surga.” Dia menjawab : “Aku tidak melakukan amal yang lain selain dari yang kamu lihat saja. Akan tetapi, ketika aku akan pulang, dia memanggil dan berkata : “Aku tidak melakukan amal yang lain selain dari yang kamu lihat saja, tetapi aku tidak pernah melakukan perbuatan merugikan kepada siapa pun dari kaum Muslimin dan aku tidak pernah menyimpan rasa dengki sedikitpun kepada siapa saja atas segala nikmat yang mereka dapat dari Allah.” Abdullah berkata : “Jadi inilah yang menyebabkan kamu mencapai derajat itu.”  (Musnad Ahmad, 3 : 166, Syarhussunnah, oleh : al-Bughawy, 6 : 3429)
----------------------------------------------
MEMPERTAJAM KEPEKAAN SPIRITUAL, Majdi Muhammad Asy-Syahawy, Bina Wawasan Press, Jakarta 2001, halaman 275-277.

Rabu, 30 Januari 2013

BAKTI TA’AT KEPADA KEDUA ORANGTUA DAN MENGHUBUNGI SANAK KERABAT (6)

Abu Hurairah r.a berkata : Seorang bertanya : Ya Rasullullah, saya ada mempunyai famili, saya hubungi mereka dan mereka tetap memboikot padaku, dan saya baik pada mereka, mereka membalas busuk kepadaku, saya sabar terhadap mereka, dan mereka tetap mengganggu padaku. Bersabda Nabi : Kalau benar sebagaimana katamu itu, maka seolah-olah kau menetapkan kepada mereka abu, dan selalu kau mendapatkan bantuan dari Allah, selama kau tetap sedemikian. (HR. Muslim)
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 298.

URUSAN JENAZAH (13)

Dari Jabir r.a., ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda; “Apabila seseorang di antara kamu mengkafani saudaranya, hendaklah ia baguskan kafannya”, Diriwayatkan oleh Muslim.

Dan daripadanya r.a., ia berkata; : “Adalah Rasulullah s.a.w. mempersatukan dua orang yang terbunuh dalam perang Uhud dalam satu kain, kemudian beliau bertanya : “Siapakah di antaranya yang paling hafal Qur’an?”; kemudian beliau dahulukan orang itu dalam lahad, dan mereka tidak memandikan dan tidak men-sholatkannya”. Diriwayatkan oleh Bukhary.
--------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Janaiz,  halaman 198-199.

SUARA-SUARA YANG MAU MENYERANG MEN GHADAPI MUSUH

Salah seorang di antara mereka ada yang berkata : “Saya tidak ingin melihat Quraisy kembali ke tengah-tengah golongannya lalu mengatakan : Kami telah mengepung Muhammad di dalam benteng dan kubu-kubu Yathrib. Ini akan membuat Quraisy lebih berani. Mereka sekarang sudah menginjak-injak daun palm kita. Kalau tidak kita usir mereka dari kebun kita, kebun kita tidak akan dapat ditanami lagi. Orang-orang Quraisy yang sudah tinggal selama setahun dapat mengumpulkan orang, dapat menarik orang-orang Arab, dari badwinya sampai kepada Ahabisynya. Kemudian, dengan membawa kuda dan mengendarai unta, mereka kini telah sampai ke halaman kita. Mereka akan mengurung kita di dalam rumah kita sendiri? Di dalam benteng kita sendiri? Lalu mereka pulang kembali dengan kekayaan tanpa mengalami luka sama sekali. Kalau kita turuti, mereka akan lebih berani. Mereka akan menyerang kita dan menaklukkan daerah-daerah kita. Kota kita akan berada di bawah pengawasan mereka. Kemudian jalan kita pun akan mereka potong.”
Selanjutnya penganjur-penganjur yang menghendaki supaya keluar menyongsong musuh masing-masing telah berbicara berturut-turut. Mereka semua mengatakan, bahwa bila Tuhan memberikan kemenangan kepada mereka atas musuh itu, itulah yang mereka harapkan, dan itu pula kebenaran yang telah dijanjikan Tuhan kepada Rasul-Nya. Kalaupun mereka mengalami kekalahan dan mati syahid pula, mereka akan mendapat surga.

SUARA KEBERANIAN DAN KEPAHLAWANAN
Kata-kata yang menanamkan semangat keberanian dan mati syahid ini, sangat menggetarkan hati mereka. Jiwa mereka tergugah semua untuk sama-sama menempuh arus ini, untuk berbicara dengan nada yang sama. Waktu itu, bagi orang-orang yang kini sedang berhadap-hadapan dengan Muhammad, orang-orang yang hatinya sudah penuh dengan iman kepada Allah dan Rasul-Nya, kepada Quran dan Hari Kemudian, yang tampak di hadapan mereka hanyalah wajah kemenangan terhadap musuh agresor itu. Pedang-pedang mereka akan mencerai-beraikan musuh itu, akan membuat mereka centang-perenang, dan rampasan perang akan mereka kuasai. Lukisan surga adalah bagi mereka yang terbunuh di jalan agama. Di tempat itu akan terdapat segala yang menyenangkan hati dan mata, akan bertemu dengan kekasih yang juga sudah turut berperang dan mati syahid.
“Ucapan yang sia-sia tidak mereka dengar di tempat itu, juga tidak yang akan membawa dosa. Yang ada hanyalah ucapan “Damai! Damai!” (QS 56 : 25-26)
“Mudah-mudahan Tuhan memberikan kemenangan kepada kita, atau sebaiknya kita mati syahid.” kata Khaithama Abu Sa’d bin Khaithama. “Dalam perang Badr saya telah meleset. Saya sangat mendambakannya sekali, sehingga begitu besarnya kedambaan saya sampai saya bersama anak saya turut ambil bagian dalam pertempuran itu. Tapi kiranya dia yang beruntung; ia telah gugur, mati syahid. Semalam saya bermimpi bertemu dengan anak saya, dan dia berkata : Susullah kami, kita bertemu dalam surga. Sudah saya terima apa yang dijanjikan Tuhan kepada saya. Ya Rasulullah, sungguh rindu saya akan menemuinya dalam surga. Saya sudah tua, tulang sudah rapuh. Saya ingin bertemu Tuhan.”

SUARA-SUARA YANG MAU MENYERANG LEBIH BANYAK

Setelah jelas sekali suara terbanyak ada pada pihak yang mau menyerang dan menghadapi musuh di luar kota, Muhammad berkata kepada mereka : “Saya kuatir kamu akan kalah.”
Tetapi mereka ingin berangkat juga. Tak ada jalan lain ia pun menyerah kepada pendapat mereka. Cara musyawarah ini sudah menjadi undang-undang dalam kehidupannya. Dalam sesuatu masalah ia tidak mau bertindak sendiri, kecuali yang sudah diwahyukan Tuhan kepadanya.
Hari itu hari Jum’at. Nabi memimpin sholat jamaah, dan kepada mereka diberitahukan, bahwa atas ketabahan hati mereka mereka akan beroleh kemenangan. Lalu dimintanya mereka bersiap menghadapi musuh.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 290-292.

Selasa, 29 Januari 2013

ADAB BERSIN

BERSIN ITU NIKMAT
Salah satu bentuk nikmat yang banyak dari kita tidak menyadari, terlebih menyebut dan mengingatnya adalah bersin. Dalam sebuah hadits baginda Nabi bersabda :
“Sesungguhnya Allah mencintai bersin dan membenci menguap. Jika salah seorang dari kalian bersin lalu memuji Allah (dengan mengucapkan Alhamdulillah), maka wajib bagi setiap muslim yang mendengarnya untuk mendoakannya.” (HR. Al-Bukhari dari sahabat Abu Hurairah)
Demikianlah, bersin merupakan nikmat dari-Nya yang wajib bagi kita untuk mensyukurinya. Bersin merupakan suatu keadaan yang menunjukkan semangat dan ringannya badan, sehingga kita dapati seseorang yang bersin merasakan tubuhnya segar dan ringan serta tumbuh semangat untuk beribadah. Inilah sebab mengapa Allah mencintai bersin dan inilah pula yang menunjukkan bahwa bersin merupakan nikmat yang memang pantas untuk disyukuri. Oleh karenanya, disebutkan dalam hadits di atas bahwa bagi orang yang bersin hendaknya bersyukur dengan cara menghaturkan pujian kepada Dzat yang memberinya (Allah). Namun tentu bersin yang dimaksud bukan bersin karena sakit pilek dan semisalnya. (Lihat Fathul Bari)
Islam telah menganjurkan kepada pemeluknya segala hal yang bisa mendatangkan kebaikan dan memperingatkan dari segala hal yang bisa mendatangkan kejelekan. Termasuk dalam hal bersin, syariat ini telah membimbing kita dengan beberapa adab yang sangat bermanfaat bagi diri orang yang bersin ataupun orang lain. Oleh karena itu, pada edisi kali ini kami akan membahas tentang adab-adab tersebut dengan harapan ketika kita bersin mempunyai nilai lebih di sisi Allah S.W.T.

ADAB DALAM BERSIN
Dalam permasalahan ini akan dijelaskan tentang 2 hal; adab bagi orang yang bersin dan adab bagi orang yang mendengar orang lain bersin.
 
ADAB BAGI ORANG YANG BERSIN
Di antara adabnya adalah :
a. Hendaknya memuji Allah setelah bersin dengan mengucapkan, “Alhamdulillah”. 
Rasulullah , bersabda : “Jika salah seorang dari kalian bersin maka ucapkanlah Alhamdulillah (segala puji bagi Allah).” (HR. Al-Bukhari)
Adapun bagi orang yang bersendawa maka tidak disyariatkan untuk mengucapkan Alhamdulillah karena tidak ada bimbingan dari Nabi perihal mengucapkan hamdalah ketika bersendawa. (Lihat Fathu Dzil Jalali wal Ikram)
Jumhur ulama berpendapat bahwa pengucapan hamdalah ketika bersin hukumnya sunnah, bahkan Imam an-Nawawi dalam al-Adzkar menyebutkan para ulama telah bersepakat bahwa hukumnya mustahab. (Lihat Fathu Dzil Jalali wal Ikram, al-Adzkar, Fathul Bari, dan ‘Aunul Ma’bud)
 
b. Menutup mulut dengan telapak tangan atau yang lainnya semisal sapu tangan. 
Sahabat Abu Hurairah bercerita, “Dahulu Rasulullah s.a.w. ketika bersin meletakkan tangan atau pakaian beliau pada mulut dan merendahkan suara bersinnya.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

Disebutkan oleh para ulama hikmah dan adab yang kedua ini;
— Mencegah tersebarnya penyakit yang keluar bersamaan dengan bersinnya seseorang.
— Mencegah terjadinya hal-hal yang mengurangi kenyamanan orang lain yang melihatnya karena terkadang keluar sesuatu yang kotor ketika bersin.

Namun yang perlu kita perhatikan pula jangan sampai seseorang ketika bersin menutup rapat hidungnya sehingga menyebabkan terhalangnya udara untuk keluar. Maka bukan seperti ini yang dimaksud, karena yang demikian bisa menimbulkan mudharat (efek negatif) bagi orang tersebut. (Lihat Syarah Riyadhus Shalihin ibn Utsaimin)

c. Merendahkan suara bersinnya, sebagaimana tersebutkan dalam hadits Abu Hurairah di atas.

ADAB BAGI YANG MENDENGAR ORANG LAIN BERSIN
Di antara adabnya adalah ;
a. Hendaknya dia mendoakan dengan mengucapkan “YARKHAMUKALLAH”. 
Rasulullah bersabda : “Jika salah seorang di antara kalian bersin maka ucapkanlah “ALHAMDULILLAH” dan temannya yang mendengar hendaknya mendoakan dengan mengucapkan “YARKHAMUKALLAH” (semoga Allah merahmatimu). Jika temannya mengucapkan doa tersebut maka hendaknya di mendoakannya dengan mengucapkan  “YAHDIIKUMULLAH WA YUSHLIKH BALAKUM” (semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu).” (HR. al-Bukhari)

Dari hadits di atas, dapat kita simpulkan bahwa bagi orang yang bersin namun tidak mengucapkan Alhamdulillah, maka tidak ada keharusan bagi orang yang mendengar untuk mendoakannya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Anas bin Malik dia berkata, “Ada 2 orang yang bersin di hadapan Nabi s.a.w. Beliau kemudian mendoakan salah satu dari mereka namun tidak mendoakan yang lainnya. Kemudian orang yang tidak didoakan bertanya kepada beliau, “Si fulan bersin lalu engkau mendoakannya sementara aku bersin engkau tidak, mendoakanku?” Beliau menjawab, “Orang ini memuji Allah (mengucapkan hamdalah) sementara engkau tidak memuji Allah.”
Dari hadits di atas dapat disimpulkan pula bahwa ketika orang yang bersin didoakan dengan “YARKHAMUKALLAH” (semoga Allah merahmatimu), maka hendaknya membalas dengan mengucapkan doa “YAHDIIKUMULLAH WA YUSHLIKH BALAKUM” “Semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu.”

Di samping tidak adanya keharusan untuk mendoakan orang yang bersin karena tidak mengucapkan hamdalah, ada pula keadaan yang juga tidak perlu untuk mengucapkan doa tersebut. Seperti ketika ada seseorang bersin sampai 3 kali secara berturut-turut, karena yang demikian ini menunjukkan bahwa dia sedang menderita pilek.
Berdasarkan sabda Rasulullah : “Doakan saudaramu (yang bersin dan mengucapkan hamdalah) sebanyak 3 kali. Adapun selebihnya maka itu adalah sakit pilek.” (HR. Abu Dawud dari sahabat Abu Hurairah r.a.)
Maka jika kondisinya seperti ini hendaknya kita mendoakan kesembuhan bagi orang tersebut.
Demikian pula ketika sedang berlangsungnya khutbah Jumat, maka tidak boleh bagi seseorang untuk mengucapkan doa bagi orang yang bersin karena yang demikian termasuk dalam larangan berbicara ketika khutbah sedang berlangsung. Rasulullah bersabda : “Jika engkau berkata kepada temanmu pada hari jumat ‘Diam’ sementara khotib sedang berkhutbah maka sungguh engkau telah berbuat sia-sia.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Ketika khutbah sedang berlangsung, hendaknya orang yang bersin mengucapkan hamdalah dengan suara yang lirih, cukup dirinya sendiri yang mendengamya. (Lihat Fatwa Lajnah Daimah, Fatawa ibn Baz, Fatawa ibn Utsaimin)
 
b. Hendaknya mengeraskan suara dengan wajar ketika mengucapkan doa bagi orang yang bersin agar bisa didengar oleh orang tersebut sehingga dia bisa membalas doa tersebut. Demikian pula bagi orang yang bersin agar mengeraskan suara ketika mengucapkan hamdalah agar orang yang mendengar bisa mendoakannya. (Lihat Syarah Riyadhus Shalihin ibn Utsaimin)

c. Jika ada orang yang bersin namun tidak mengucapkan hamdalah karena tidak tahu hukumnya, maka tidak mengapa bagi kita untuk mengajarinya agar mengucapkan hamdalah lalu kita pun mendoakannya. (Lihat Fathu Dzil Jalali wal Ikram)

BERSIN KETIKA SEDANG MELAKSANAKAN SHALAT
Diperbolehkan bagi yang bersin ketika shalat untuk mengucapkan hamdalah. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim dan yang lainnya. Sebuah kisah dari sahabat Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulami, dia pernah menuturkan kisahnya bersama Nabi, “Ketika aku sedang melaksanakan shalat bersama nabi, aku mendengar ada seseorang yang bersin maka aku mengucapkan doa baginya “YARKHAMUKALLAH”. Orang-orang yang ikut melaksanakan shalat waktu itu tiba-tiba memandang kepadaku dengan tajam. Aku berkata, “Ibuku kehilangan diriku, ada apa dengan kalian? Mereka kemudian memukulkan tangan ke paha mereka (memberi isyarat agar aku diam), maka aku pun diam. Tatkala Rasulullah telah menyelesaikan shalat, ayah dan ibuku sebagai tebusanku, belum pernah sama sekali aku melihat ada seorang guru yang mengajarkan ilmu lebih baik dari beliau. Demi Allah, beliau tidak membentakku, tidak memukulku dan tidak mencelaku. Beliau bersabda, “Sesungguhnya shalat ini tidak pantas diucapakan di dalamnya sesuatu dan ucapan manusia. Hanyalah shalat itu berisi tasbih, takbir dan bacaan Al-Qur’an.” HR. Muslim dan Abu Dawud.

Dalam hadits mi tidak disebutkan adanya pengingkaran dari nabi , kepada orang yang bersin yang mengucapkan hamdalah ketika sedang melaksanakan shalat. Tentunya, sahabat Mu’awiyah tidaklah mengucapkan doa tersebut kecuali setelah mendengar ada seseorang yang bersin kemudian mengucapkan hamdalah dalam shalat tersebut. Namun yang perlu diperhatikan hendaknya bagi yang bersin tersebut untuk merendahkan suara / pelan-pelan ketika mengucapkan hamdalah, cukup dirinya sendiri yang mendengar. (Lihat Fatawa ibn Utsaimin, Syarah Shahih Muslim, Fathul Bari). Dan hadits ini pula, kita bisa memetik pelajaran
  • Bagi orang yang bersin di dalam shalat boleh mengucapkan hamdalah.
  • Bagi yang mendengar tidak boleh mendoakannya.
  • Bagi orang yang bersin dan mengucapkan hamdalah ketika di dalam shalat lalu ternyata ada yang mendoakannya, maka tidak boleh baginya untuk membalas dengan mendoakan orang tersebut. 
(Lihat Ma’alimus Sunan al-Khattabi)
-----------------------------------------------------------
Buletin AL-ILMU, Ustadz Abdullah Imam, Edisi No. 32/ VIII/ X/ 1433H

URUSAN JENAZAH (12)

Dari Ibnu ‘Abbas ra., bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda : “Pakailah baju-baju kalian yang putih, karena ia adalah baju kalian yang terbaik, dan kafanilah mayat-mayat kalian dengan kain putih itu”. Diriwayatkan oleh Imam yang Lima (Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Nasa’i), kecuali Nasa’i dan disahkan oleh Tirmidzi
---------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Janaiz,  halaman 198.

BAKTI TA’AT KEPADA KEDUA ORANGTUA DAN MENGHUBUNGI SANAK KERABAT (5)

Abu Hurairah r.a. Dari Nabi s.a.w bersabda : Sungguh kecewa, sungguh kecewa dan hina, sungguh kecewa, siapa yang mendapatkan kedua ayah bundanya atau salah satunya sampai tua, kemudian ia tidak dapat masuk sorga. (HR. Muslim).

Hadits ini seolah-olah menggambarkan bagaimana mudahnya seorang akan masuk sorga, asalkan ia masih berbakti kepada keduanya dan mendapat do’a dan keridlo’an orang tuanya yang merasa puas kepadanya.
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 298.

Senin, 28 Januari 2013

NABI BERUNDING DAN SUARA-SUARA YANG MAU BERTAHAN DI MEDINAH

Keesokan harinya orang-orang terkemuka dari kalangan Muslimin dan mereka yang pura-pura Islam — atau orang-orang munafik seperti disebutkan waktu itu dan seperti dilukiskan pula oleh Quran — oleh Nabi diminta berkumpul; lalu mereka sama-sama bermusyawarah, bagaimana seharusnya menghadapi musuh Nabi ‘alaihis-salam berpendapat akan tetap bertahan dalam kota dan membiarkan Quraisy di luar kota. Apabila mereka mencoba menyerbu masuk kota maka penduduk kota ini akan lebih mampu menangkis dan mengalahkan mereka. Abdullah bin Ubay bin Salul mendukung pendapat Nabi itu dengan mengatakan :
“Rasulullah, biasanya kami bertempur di tempat ini, kaum wanita dan anak-anak sebagai benteng kami lengkapi dengan batu. Kota kami sudah terjalin dengan bangunan sehingga ia merupakan benteng dari segenap penjuru. Apabila musuh sudah muncul, maka wanita-wanita dan anak-anak melempari mereka dengan batu. Kami sendiri menghadapi mereka di jalan-jalan dengan pedang. Rasulullah, kota kami ini masih belum pernah diterobos orang. Setiap ada musuh menyerbu kami ke kota ini kami selalu dapat menguasainya, dan setiap kami menyerbu musuh keluar, maka selalu kami yang dikuasai. Biarkanlah mereka itu. Rasulullah, ikutlah pendapat saya dalam hal ini. Saya mewarisi pendapat demikian ini dari pemuka-pemuka dan ahli-ahli pikir golongan kami
Apa yang dikatakan oleh Abdullah bin Uhay itu adalah merupakan pendapat terbesar sahabat-sahabat Rasulullah — baik Muhajirin ataupun Anshar, mereka sependapat dengan Rasul a.s. Akan tetapi pemuda-pemuda yang bersemangat yang belum mengalami perang Badr — juga orang-orang yang sudah pernah ikut dan mendapat kemenangan di hati yang penuh iman, bahwa tak ada sesuatu kekuatan yang dapat mengalahkan mereka — lebih suka berangkat keluar menghadapi musuh di tempat mereka berada. Mereka kuatir akan disangka segan keluar dan mau bertahan di Medinah karena takut menghadapi musuh. Seterusnya apabila mereka ini di pinggiran dan di dekat kota akan lebih kuat dari musuh. Ketika dulu mereka di Badr penduduk tidak mengenal mereka samasekali.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 289-290.

BAKTI TA’AT KEPADA KEDUA ORANGTUA DAN MENGHUBUNGI SANAK KERABAT (4)

Abu Hurairah r.a berkata: Datanglah seorang kepada Nabi s.a.w dan bertanya : Siapakah yang berhak aku layani dengan sebaik-baiknya ? Jawab Nabi : Ibumu. Kemudian siapa? Jawab Nabi : Ibumu. Kemudian siapa? Jawab Nabi : Ibumu. Lalu siapa lagi ? Jawab Nabi : Ayahmu. (HR. Buchary dan Muslim).

Dalam lain riwayat: Siapakah yang lebih berhak aku layani? Jawab Nabi : Ibumu, kemudian Ibumu, lalu ayahmu. Setelah itu yang dekat dan dekat kepadamu.
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 297-298.

URUSAN JENAZAH (11)

Dari Ibnu Umar r.a., ia berkata ; Tatkala Abdullah bin Ubay mati, anaknya datang kepada Rasulullah s.a.w., ia berkata : “Berikanlah baju engkau pada saya, untuk dijadikan kafan buat bapak saya”. Maka Rasulullah memberikannya. Muttafaq ‘alaih.
--------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Janaiz,  halaman 198.

Minggu, 27 Januari 2013

SEBUAH SITUS CANDI DITEMUKAN PADA AREAL PERSAWAHAN

OBYEK WISATA. TravelNusa (Traveler Nusantara). Pada tanggal 20 Januari 2013, TravelNusa (Traveler Nusantara) berkesempatan mengunjungi Situs Candi Kayen di Dusun Miyono (Mbuloh), Desa Kayen, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati Jawa Tengah; yang jarak tempuhnya dari Semarang ke Kayen Pati kurang lebih 72,9 km.
Sesampainya di lokasi TravelNusa (Traveler Nusantara) bisa menyaksikan beberapa temuan Benda Cagar Budaya (BCB) yaitu di antaranya struktur bata yang masih intact, arca  serta beberapa artefak dari logam dan keramik yang telah dilakukan ekskavasinya oleh tim Balai Arkeologi Yogyakarta pada tanggal 4 Mei 2011 lalu.
Secara astronomis Situs Kayen terletak pada 1110 00’ 17,0” BT   060 54’ 31.8”  LS  berada di dataran alluvial yang cukup datar dan Pegunungan Kendeng di Selatannya. Kondisi lingkungan Situs Kayen cukup subur dengan didukung keberadaan Sungai Sombron  yang berhulu di Pegunungan kendeng dan bermuara di Sungai Tanjang.
Penemuan Situs Kayen ini sudah dijumpai pada bulan Agustus 2010, ketika penduduk setempat berniat membangun mushola di sebelah barat makam Ki Gede Miyono menemukan bata-bata kuna yang berukuran besar. Pembangunan mushola ini bertujuan diperuntukkan tempat ibadah bagi para peziarah makam Ki Gede Miyono. Oleh penduduk setempat, beberapa bata kuna tersebut dimanfaatkan untuk membangun Makam Ki Gede Miyono. 
Situs Candi Batu Bata Kayen
Kemudian pada tanggal 6 Juli 2012, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah mengikuti kegiatan lanjutan penelitian Situs Candi Kayen, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta. Berdasarkan informasi yang didapatkan saat pembuatan pondasi teras masjid Pepunden di sudut barat daya, pada permukaan kotak tampak rangkaian barisan batu yang membujur utara selatan. Oleh karena itu dilakukan ekskavasi di 6 kotak di batas tanah wakaf. Setelah selesainya kegiatan penelitian, tim penelitian, unsur pemerintah Desa Kayen, dan Pengurus Makam Ki Gede Miyono memutuskan untuk tidak mengurug kembali kotak ekskavasi. Pembukaan kotak ekskavasi bertujuan untuk dapat ditampilkan kepada masyarakat Pati dan masyarakat umum, karena beberapa nilai penting yang dikandungnya.
Terkait pengamanan temuan. Oleh karena itu diputuskan untuk membuat pagar yang dipasang mengelilingi seluruh area temuan. Sementara temuan lepas yang diangkat untuk sementara saat ini disimpan di dalam masjid Pepunden, sebelah penemuan situs.
Terkait konservasi bahan struktur bangunan serta keamanan dari pengaruh alam oleh timbunan tanah, pengaruh langsung baik oleh hujan maupun panas matahari. Maka dilakukan tindakan pelestarian berupa pemberian atap pelindung yang disesuaikan dengan kaidah arkeologi. 
Untuk informasi selengkapnya baca di Arkeologi Jawa dan Purbakala Jawa Tengah atau bisa lihat beberapa foto-fotonya di Hura-hura.

‘UTSMAN BIN ‘AFFAN

KELAHIRANNYA
Dilahirkan di Makkah pada tahun 576 M. Enam tahun lebih muda dari Rasulullah s.a.w. Nama bapanya ‘Affan bin Ash bin Umayyah, satu keturunan dengan Rasulullah pada kakeknya ‘Abdimanaf, suku ‘Umayyah. Beliau seorang saudagar yang kaya-raya, dermawan dan sosiawan, disegani dan dihormati oleh kaumnya. Beliau termasuk salah seorang Islam angkatan pertama, salah seorang dari dasajana (sepuluh orang) yang telah terjamin masuk sorga.
Waktu kaum musyrikin mengganas menggangu kaum Muslimin, beliau hijrah ke negeri Habsyi bersama keluarganya.
DILANTIK
Sudah tiga hari Khalifah ‘Umar meninggal. Orang-orang berkumpul di Mesjid. Di antaranya hadir para Shahabat besar yang ditunjuk oleh ‘Umar duduk dalam Panitia Pemilihan. Rapat dipimpin oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf, yang pada waktu itu ia memakai sorban wasiat pemberian Nabi dengan pedang di pinggang. Setelah ‘Abdurrahman naik mimbar, antara lain berkata : “Saya harap supaya kalian dapat memilih Ketua sebagai Kepala Negara. Saya yakin, bahwa kalian akan memilih dua orang Shahabat ini : ”’Ali atau ‘Utsman”.
Lalu ‘Abdurrahman mempersilakan ‘Ali tampil ke muka. Sambil dijabatnya tangan ‘Ali, ‘Abdurrahman berkata : “Bersediakah Saudara berbai’at setia kepadaku, dengan berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah Nabi, mengikuti jejak Abubakar dan Umarr ?“ Tidak” jawab ‘Ali, kecuali menurut tenaga kesanggupanku”. Lalu dilepasnya tangan ‘Ali. Kemudian ‘Utsman dipersilakan maju. Sambil dijabat tangan ‘Utsman, ‘Abdurrahman berkata : ”Maukah Saudara berbai’at kepadaku, untuk tetap berpegang kepada Kitabullah dan Sunnah Nabi, menuruti jejak langkah Abubakar dan ‘Umar ?“
”Utsman menyatakan kesediaannya.
Abdurrahman menengadah ke atas, seraya katanya :
”Ya Tuhan, sebagaimana Kau dengar tadi, maka dengan ini aku serahkan tanggung jawabku kepada Utsman”.
Waktu rakyat berjejal-jejal membai’at ‘Utsman, ‘Abdurrahman duduk di atas mimbar sebagaimana dulu Nabi duduk ditingkatan atas. Sedang ‘Utsman duduk tingkatan bawah.
Setelah selesai pembai’atan Khalifah ‘Utsmanpun naik ke atas mimbar berpidato.
”Saudara-saudara sekalian! Lebih dahulu saya memanjatkan puja dan puji kepada Allah s.w.t. Kemudian marilah kita bersama-sama bertaqwa kepada Allah. Sebagaimana Tuhan telah memberitahu kepada kita bahwa hidup di dunia ini adalah foya-foya, bermewah-mewah dan saling memperbanyak harta dan anak. Negara yang paling indah di dunia ini, Negara yang rakyatnya mematuhi perintah Tuhan menjauhi larangannya. Saya telah diserahi tanggung-jawab yang amat berat. Maka saya mohon pertolongan kepada Allah agar diberi kesediaan dan kesanggupan. Sebab hanya Dialah satu-satunya yang bisa memberi taufiq untuk melakukan yang baik. Karena Dialah tempat aku mohon taufiq. Kepada-Nyalah aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku kembali.

KEDERMAWANAN
Beliau seorang saudagar besar, kaya raya, tetapi Sangat dermawan dan sosiawan. Perang Tabuk memerlukan anggaran belanja yang besar. Untuk keperluan ini, Utsman mendermakan 1000 ekor unta, 70 ekor kuda dan 10.000 dirham.
Di Madinah hanya ada satu-satunya mata-air, buat minum, kepunyaan seorang Yahudi. Air ini dijualnya kepada umum dengan harga satu mud gandum dengan satu qirbah air. Mata-air ini dibelinya oleh ‘Utsman dengan harga 20.000 dirham, lalu diwakafkannya, untuk keperluan umum.
Pada masa Khalifah ‘Utsman tanah Arab ditimpa kelaparan hebat kebetulan datanglah barang-barang impor ‘Utsman dari Sirya berupa gandum dan minyak, yang diangkut oleh 1000 ekor unta.
Beberapa pedagang datang kepada ‘Utsman hendak membeli. “Berapa tuan-tuan berani beli ?“, tanya ‘Utsman.
“Kami berani menambah 100% dari pokok”.
“Tetapi Tuhan berani menambah 10 ganda (1000%)”.
“Maukah tuan-tuan menambah sejumlah itu ?“
“Tidak mungkin”.
“Jika demikian, baiklah akan saya dermakan saja semua kepada rakyat yang sedang kelaparan”.

KERAMAH-TAMAHANNYA
Ibnu ‘Asakir :
“Sekali saya melihat ‘Utsman sedang tidur di mesjid, berbantalkan bajunya. Kemudian datang seseorang, duduk di dekatnya. Tiada lama datang lagi seorang, dan seorang lagi. Demikianlah, duduklah beberapa orang di dekatnya, seolah-olah beliau seperti biasa saja. Ada orang bertanya kepada Hasan : ”Siapa orang yang suka bergadang malam-malam itu di masjid?”
”Menurut penglihatan saya orang itu adalah ‘Utsman bin ‘Affan”. Waktu itu beliau sebagai Kepala Negara, tetapi suka bergadang dan sholat malam di masjid, sehingga bekas batu-batu kerikil nampak pada dahinya. Kata orang : Itulah dia Amirul mu’minin kita. Bila beliau hendak sholat malam, beliau mengambil air wudlu sendiri. Ada yang berkata : “Mengapa tidak tuan suruh orang lain saja mengambilkan air?”
“Biarlah”, jawab beliau, “waktu malam buat mereka beristirahat.

FITNAH
Ibnu Saba, demikian nama seorang bangsa Yahudi yang pura-pura masuk Islam, bukan benar-benar hendak menganut ajaran-ajaran Islam sebagaimana mestinya. Tetapi dengan maksud untuk mengacau dan menggulingkan Pemerintahan Islam. Ia tidak suka melihat perkembangan-perkembangan yang telah dicapai oleh ummat Islam. Ia pura-pura membela ‘Ali. Dipropagandakannya bahwa ‘Ali adalah orang wasiat Nabi yang seharusnya dialah yang berhak menjadi Khalifah. Tetapi haknya itu telah dirampas oleh orang-orang yang gila kedudukan. Dianjurkannya supaya Muslimin berjuang mengembalikan hak tersebut kepada yang berhak.
Anjuran ini mendapat sambutan dari beberapa golongan ummat Islam. Tetapi dia diusir oleh Sa’id bin Waqqash dari Irak. Ia lari ke Sirya, dari Sirya ia diusir oleh Mu’awiah. Ia lari ke Mesir. Di sini ia mendapat sambutan yang semakin lama semakin kuat kedudukannya.
Di samping itu tmbul pula suatu cita-cita Hidup Baru yang dipelopori oleh seorang Sosialis Islam Radikal, yaitu Shahabat Abu Dzar Alghaffari. Tetapi bukan maksud Abu Dzar hendak menggulingkan Pemerintahan ‘Utsman tetapi sebaliknya malah ia sangat setia kepada Khalifah ‘Utsman. Sungguhpun ia ada di pihak oposisi, namun kritiknya secara sehat dan jujur. Hanya kenyataannya yang tidak disetujuinya : karena banyak penjabat-penjabat tinggi terutama di Sirya yang hidup mewah dan mendadak kaya raya, samasekali mereka tidak memperhatikan nasib rakyat.
Sekalipun orang Islam yang kaya raya itu pada membayar Zakat, namun oleh Abu Dzar dianggapnya belum cukup. Tetapi disamping itu, orang harus berusaha meringankan penderitaan orang terlantar dan membelanjakan hartanya untuk kepentingan-kepentingan umum di jalan Allah. Sekali Mu’awiyah ingin mengujinya. Dikirimnya uang 10.000 Dirham. Keesokan harinya uang itu diminta kembali, dengan salah alamat. Tetapi seterimanya uang itu sudah habis dibagi-bagikan oleh Abu Dzar kepada rakyat terutama kepada orang-orang miskin melarat.
Pengaruh Abu Dzar ini digunakan oleh Ibn Saba sebagai alat senjata yang ampuh untuk menggulingkan Pemerintahan ‘Utsman. Selain daripada golongan Abu Dzar, ada lagi beberapa golongan oposisi yang menentang siasat ‘Utsman dalam memecat beberapa pejabat baru dari familinya sendiri. Di antaranya ada beberapa orang Shababat Nabi seperti : Thalhah, Zubair, ’Ali dan Sa’ad, sehingga suasana Madinah semakin tegang adanya.

W A F A T
Demikianlah fitnah yang di tiup-tiupkan oleh Ibn Saba semakin meluas dan meresap dalam hati Akhirnya timbullah gerakan rahasia di bawah tanah. Dengan serentak Komplotan-komplotan pemberontak dari Bashrah, Kufah dan Mesir datang menuju Medinah pada waktu yang telah ditentukan, rupanya telah direncanakan lebih dulu. Mereka menuntut pemecatan para pejabat-pejabat tinggi terutama para Gubernur di daerah masing-masing. Atau kalau Khalifah tidak mau memecat mereka, supaya sendiri meletakkan jabatan, dan digantinya oleh yang lain.
Tuntutan mereka itu, diterima baik oleh Khalifah, yaitu dipecatnya beberapa pejabat tinggi sebagaimana mereka kehendaki. Dan Muhammad bin Abu Bakar diangkatnya menggantikan Gubernur Mesir sebagaimana usul mereka. Surat pengangkatanpun telah dibuat oleh ‘Utsman. Merekapun pulanglah bersama-sama Gubernurnya yang baru. Dalam perjalanan pulang, mereka bertemu dengan seorang sahaya ‘Utsman.
Sahaya ini diperiksa oleh mereka. Kedapatanlah satu surat yang dialamatkan kepada ‘Abdullah bin Sarah, Gubernur Mesir. Surat itu dicap dengan stempel Khalifah, yang bunyinya sebagai berikut : “Jika Muhammad bin Abu Bakar beserta kawan-kawannya telah tiba kembali di Mesir, tangkaplah mereka itu dan bunuhlah semua”.
Mereka pulang lägi ke Medinah Surat itu diperlihatkannya kepada Khalifah ‘Utsman, Khalifah bersumpah. Beliau tidak merasa sekali-kali menulis surat itu, atau menyuruh sahayanya. Beliau tidak tahu menahu tentang soal surat itu.
“Tidak mungkin jawab mereka. Masakan engkau tidak tahu sedangkan cap itu stempelmu sendiri, unta itu, untamu sendiri dan orang itu sahayamu sendiri”. Kaum pemberontak mengancam, supaya beliau meletakkan jabatan, atau menyerahkan si penulis surat itu kepada mereka.
Tetapi oleh karena Khalifah tidak merasa menulis, atau menyuruh, maka beliau tidak mengerti siapa sebenarnya yang berkhianat, atau itu hanya tipu muslihat kaum pemberontak saja? Lalu rumah ‘Utsman dikepung oleh kaum pemberontak.
Dilarangnya orang membawa air atau minuman ke Khalifah. Beberapa orang Shahabat datang akan turut melindungi jiwa beliau; tetapi ‘Utsman menolak. Kemudian kaum pemberontak menaiki rumah ”Utsma, waktu itu ‘Utsman sedang duduk bersila membaca Qur’an. Mereka masuk dalam kamar ’Utsman, lalu dibunuhnya ‘dengan kejam.

JASA DAN USAHANYA
Masa Pemerintahn Utsman, selain daripada tambah meluasnya daerah kekuasaan Islam, sebagai peluasan daerah di masa ‘Umar, adalah ‘Utsman sebagai pencipta pèrtama dalam sejarah Islam, yang menciptakan suatu Armada laut yang besar. Dengan demikian semakin kuat kedudukan ummat Islam di darat dan di laut.
Atas jasanya, beliau telah meresmikan ejaan bacaan Qur’an yang disusunnya menurut Qur’an Pusaka yang disimpan di rumah isteri Nabi. Dari Qur’an Pusaka kepada Zaid bin Tsabit, ‘Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ’Ash dan ‘Abdurrahman bin Harits, agar ditulis beberapa naskhah, yang kemudian dikirimkan ke Makkah, Damascus, Kufah dan Mesir.
Sampai sekarang Qur’an yang kita baca itu, adalah menurut teks Mushhaf ‘Utsman.

KATANYA YANG BERMUTU
  1. (Orang) lebih mudah tha’at kepada Pemerintah daripada tha’at kepada Qur’an.
  2. Memberi hadiah (suap) kepada pejabat yang sudah bebas tugas, sama halnya dengan memberi hadiah kepadanya sewaktu masih bertugas.
  3. Kamu sekalian lebih membütuhkan pemimpin yang banyak kerja, daripada pemimpin yang banyak bicara.
  4. Negará yang paling indah di dunia ini, ialah negara yang rakyatnya patuh kepada Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.
  5. Saya lebih suka mati dulu sebelum terjadi pertumpahan darah, daripada saya harus mati seudah terjadiriya pertumpahan darah antara kita sama kita.
----------------------------------------------
Empat Besar Sahabat-sahabat Rasulullah dan Imam Madzhab, M. Said, Penerbit PT. Alma’arif Bandung, cetakan ke-IV, halaman 46-54

BAKTI TA’AT KEPADA KEDUA ORANGTUA DAN MENGHUBUNGI SANAK KERABAT (3)

Abu Hurairah r.a. berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Sesungguhnya Allah telah menjadikan machluk, dan ketika telah selesai bangkitlah rahim (tali persaudaraan) dan berkata : Di sinilah tempat berlindung kepada-Mu dari pemboikotan (putus hubungan)? Jawab Allah : Ya. Apakah kau belum puas bahwa Aku akan menghubungi orang yang menghubungi kau, dan memutus orang yang memutus hubungan kau?
Jawab Rahim : Baiklah. Firman Allah : Itulah bagianmu. Kemudian Nabi bersabda : Bacalah oleh kamu ayat : "FAHAL ASAITUM IN TAWALLAITUM AN TUFSIDU FIL ARDLI WA TUQATTHI’U ARHAMAKUM, ULAA’IKALLADZINA LA’ANAHUMULLAHU FA ASHOMMA HUM WA A’MA ABSHARAHUM." (Apakah sekiranya kamu berkuasa, lalu mengacau di bumi dan memutuskan hubungan sanak-saudara? Mereka yang demiklan telah dikutuk oleh Allah dan dipekakkan serta dibutakan mata mereka)
(HR. Buchary dan Muslim).
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 296-297.

URUSAN JENAZAH (10)

Dari Ummu ‘Athiyah r.a., ia berkata; Nabi s.a.w.masuk (ke tempat) kami, dan kami sedang memandikan (mayat) putri beliau, maka beliau bersabda : “Mandikanlah ia dengan air dan bidara tiga kali, atau lima kali, atau lebih banyak apabila kalian memandang perlu, dan yang terakhir dicampur kapur barus atau sedikit dari kapur barus”. Maka setelah kami selesai memandikan, kami memberitahukan kepada beliau, dan beliau memberikan kainnya kepada kami, sabdanya : “Bungkuslah badannya dengan kain itu”. Muttafaq ‘alaih. 
Dan dalam sebuah riwayat : “Mulailah membasuh anggota-anggota badannya yang kanan dan tempat-tempat wudlunya”. Dan pada sebuah lafadh riwayat Bukhary. “Dan kami pintalkan rambutnya jadi tiga pintalan, dan kami lepaskan (biarkan) tiga pintalan itu di belakangnya”.
-----------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Janaiz,  halaman 197.

Sabtu, 26 Januari 2013

PERSIAPAN QURAISY BERPERANG

Akhirnya pihak Quraisy berangkat dengan membawa kaum wanitanya juga, dipimpin oleh Hindun. Dialah orang paling panas hati ingin membalas dendam, karena dalam peristiwa Badr itu ayahnya, saudaranya dan orang-orang yang dicintainya telah mati terbunuh. Keberangkatan Ouraisy dengan tujuan Medinah yang disiapkan dari Dar’n- Nadwa itu terdiri dari tiga brigade. Brigade terbesar dipimpin oleh Talha bin Abi Talha terdiri dari 3000 orang. Kecuali 100 orang saja dari Thaqif (sebuah kabilah dari Ta’if) selebihnya semua dari Mekah, termasuk pemuka-pemuka. sekutu-sekutu serta golongan Alhabisynya. Perlengkapan dan senjata tidak sedikit yang mereka bawa, dengan 200 pasukan berkuda dan 3000 unta, di antaranya 700 orang berbaju besi.
Sesudah ada kata sepakat. sekarang sudah siap mereka akan berangkat. Sementara itu ’Abbas bin Abd’l-Muttalib, paman Nabi, yang juga berada di tengah-tengah mereka, dengan teliti dan saksama sekali memperhatikan semua kejadian itu. Di samping kesayangannya pada agama nenek moyangnya dan agama golongannya sendiri. juga Abbas mempunyai rasa solider dan sangat mengagumi Muhammad. Masih ingat ia perlakuannya yang begitu baik ketika perang Badr. Mungkin karena rasa kagum dan solidernya itu yang membuat dia ikut Muhammad menyaksikan Ikrar ‘Aqaba dan berbicara kepada Aus dan Khazraj bahwa kalau mereka tidak akan dapat mempertahankan kemenakannya itu seperti mempertahankan istri dan anak-anak mereka sendiri, biarkan sajalah keluarganya sendiri yang melindunginya, seperti yang sudah-sudah.
Hal inilah yang mendorongnya — tatkala diketahuinya keputusan Ouraisy akan berangkat dengan kekuatan yang begitu besar — sampai ia menulis surat menggambarkan segala tindakan, persiapan dan perlengkapan mereka itu. Surat itu diserahkannya kepada seseorang dari kabilah Ghifar supaya disampaikan kepada Nabi. Dan orang ini pun sampai di Medinah dalam tiga hari, dan surat itu pun diserahkan.

KEBERANGKATAN QURAISY KE MEDINAH
Dalam pada itu pasukan Quraisy pun sudah pula berangkat sampai di Abwa’. Ketika melalui makam Aminah binti Wahb, timbul rasa panas hati beberapa orang yang pendek pikiran. Terpikir oleh mereka akan membongkarnya. Tetapi pemuka-pemuka mereka menolak perbuatan demikian; supaya jangan kelak menjadi kebiasaan Arab.
“Jangan menyebut-nyebut soal ini”, kata mereka. “Kalau ini kita lakukan, Banu Bakr dan Banu Khuza’a akan membongkar juga kuburan mayat-mayat kita.”

UTUSAN ’ABBAS KEPADA NABI

Ouraisy meneruskan perjalanan sampai di ‘Aqiq, kemudian mereka berhenti di kaki gunung Uhud (Uhud, sebuah gunung, terletak sebelah utara Medinah), dalam jarak lima mil dari Medinah.
Orang dari Ghifar yang diutus oleh ‘Abbas bin Abd’l-Muttalib membawa surat ke Medinah itu telah sampai. Setelah diketahuinya berada di Ouba’, ia langsung pergi ke sana dan dijumpainya Muhammad di depan pintu mesjid sedang menunggang keledai. Diserahkannya surat itu kepadanya, yang kemudian dibacakan oleh Ubayy bin Ka’b. Muhammad minta isi surat itu supaya dirahasiakan, dan ia kembali ke Medinah langsung menemui Sa’d ibn’l-Rabi’ di rumahnya. Diceritakannya apa yang telah disampaikan ‘Abbas kepadanya itu dan juga dimintanya supaya hal itu dirahasiakan. Akan tetapi istri Sa’d yang sedang dalam rumah waktu itu mendengar juga percakapan mereka, dan dengan demikian sudah tentu tidak lagi hal itu menjadi rahasia.
Dua orang anak-anak Fudzala, yaitu Anas dan Mu’nis, oleh Muhammad ditugaskan menyelidiki keadaan Ouraisy. Menurut pengamatan mereka kemudian ternyata Quraisy sudah mendekati Medinah. Kuda dan unta mereka dilepaskan di padang rumput sekeliling Medinah. Di samping dua orang itu kemudian Muhammad mengutus lagi Hubab ibn’l-Mundhir bin’l-Jamuh. Setelah keadaan mereka itu disampaikan kepadanya seperti dikabarkan oleh ‘Abbas, Nabi a.s. jadi terkejut sekali. Ketika kemudian Salama bin Salama keluar, ia melihat barisan depan pasukan kuda Quraisy sudah mendekati Medinah, bahkan sudah hampir memasuki kota. Ia segera kembali dan apa yang dilihatnya itu disampaikannya kepada masyarakatnya. Sudah tentu pihak Aus dan Khazraj, begitu juga semua penduduk Medinah merasa kuatir sekali akan akibat serbuan ini, yang dalam sejarah perang, Qunaisy belum pernah mengadakan persiapan sebaik itu. Pemuka-pemuka Muslimin dan penduduk Medinah malam itu berjaga-jaga dengan senjata di mesjid guna menjaga keselamatan Nabi. Sepanjang malam itu seluruh kota dijaga ketat.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 287-289.

BAKTI TA’AT KEPADA KEDUA ORANGTUA DAN MENGHUBUNGI SANAK KERABAT (2)

Abu Hurairah r.a. berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Siapa yang percaya pada Allah dan hari kemudian hendaknya menghormati tamu. Dan siapa yang percaya pada Allah dan hari kemudian harus menghubungi sanak saudara (menjaga hubungan persaudaraan). Dan siapa yang percaya pada Allah dan hari kemudian harus berkata baik atau diam. (HR. Buchary dan Muslim)
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 296.

URUSAN JENAZAH (9)

Dari ‘Aisyah r.a., ia berkata ; “Tatkala mereka hendak memandikan (mayat) Rasulullah s.a.w. mereka berkata : “Demi Allah kami tidak tahu, apakah kami lucuti pakaian Rasulullah s.a.w.. seperti melucuti pakaian mayat yang lain atau tidak?” Alhadits diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud.

Dari ‘Aisyah r.a, ia berkata : “Rasulullah dikafani dengan tiga helai kain yang putih bersih dari kapas, tidak ada padanya baju dan serban”. Muttafáq’alaih.
---------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Janaiz,  halaman 197-198.

Jumat, 25 Januari 2013

MENGAPA KAMU BERLAKU ZUBUD DI DUNIA

Seorang laki-laki bertanya kepada Hasan Bashri : “Wahai imam, apakah penyebab (rahasia) dari sikap zuhudmu terhadap dunia”
Beliau menjawab : “Ada empat hal. Ketika aku sudah mengetahui bahwa rezekiku tidak akan diambil oleh orang lain tenanglah hatiku. Ketika aku telah mengetahui bahwa amalku tidak akan dikerjakan oleh orang lain, aku menyibukkan diriku dengannya. Ketika aku telah mengetahui bahwa Allah selalu mengawasi diriku, aku malu apabila Dia melihatku melakukan suatu maksiat. Ketika aku telah mengetahui bahwa maut sedang menungguku aku mempersiapkan bekal untuk menghadapi Tuhanku.”
----------------------------------------------
MEMPERTAJAM KEPEKAAN SPIRITUAL, Majdi Muhammad Asy-Syahawy, Bina Wawasan Press, Jakarta 2001, halaman 268.

BAKTI TA’AT KEPADA KEDUA ORANGTUA DAN MENGHUBUNGI SANAK KERABAT (1)

Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata : Saya bertanya pada Rasulullah s.a.w. : Apakah Amal perbuatan yang lebih disukai oleh Allah? Jawab Nabi : Berbakti pada kedua ayah bunda. Saya bertanya, kemudian apalagi? Jawabnya : Jihad (berjuang dalam jalan Allah/ untuk agama Allah). (HR. Buchary dan Muslim).

Abu Hurairah r.a berkata : Rasullullah s.a.w bersabda : Tidak dapat seorang anak membalas budi kebaikan ayahnya, kecuali jika mendapatkan ayahnya tertawan menjadi budak sahaya, kemudian dibeli/ ditebus dan dimerdekakannya. (HR. Muslim).
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 295-296.

URUSAN JENAZAH (8)

Dari Ibnu ‘Abbas r.a., bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda tentang orang yang meninggal lantaran jatuh dari kendaraannya : “Mandikanlah dengan air dan bidara, dan kafanilah dengan dua kainnya”. Muttafaq ‘alaih.

Kain itu adalah pakaian ihramnya, karena ia sedang melakukan ibadah haji.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Janaiz,  halaman 196.

Kamis, 24 Januari 2013

PERSIAPAN QURAISY DI MEKAH

SEJAK terjadinya perang Badr pihak Quraisy sudah tidak pernah tenang lagi. Juga peristiwa Sawiq tidak membawa keuntungan apa-apa buat mereka. Lebih-lebih karena kesatuan Zaid bin Haritha telah berhasil mengambil perdagangan mereka ketika mereka hendak pergi ke Syam melalui jalan Irak. Hal ini mengingatkan mereka pada korban-korban Badr dan menambah besar keinginan mereka hendak membalas dendam. Bagaimana Quraisy akan dapat melupakan peristiwa itu, sedang mereka adalah bangsawan-bangsawan dan pemimpin-pemimpin Mekah, pembesar-pembesar yang angkuh dan punya kedudukan terhormat? Bagaimana mereka akan dapat melupakannya, padahal wanita-wanita Mekah selalu ingat akan korban-korban yang terdiri dari anak, atau saudara bapak, suami atau teman sejawat? Mereka selalu berkabung selalu menangisi dan meratapi.
Demikianlah keadaannya. Orang-orang Quraisy sejak Abu Sufyan bin Harb datang membawa kafilahnya dari Syam. yang telah menyebabkan timbulnya perang Badr, begitu juga mereka yang selamat kembali dari Badr, telah menghentikan kafilah dagang itu di Dar’n-Nadwa. Pembesar-pembesar mereka yang terdiri dari Jubair bin Mut’im, Shafwan bin Umayya, ‘Ikrima bin Abi Jahl, Harith bin Hisyam, Huaitib bin Abd’l-’Uzza dan yang lain, telah mencapai kata sepakat, bahwa kafilah dagang itu akan dijual, keuntungannya akan disisihkan dan akan dipakai menyiapkan angkatan perang guna memerangi Muhammad, dengan memperbesar jumlah dan penlengkapannya. Selanjutnva tenaga kabilah-kabilah akan dikerahkan dan supaya ikut serta bersama-sama dengan Quraisy menuntut balas terhadap kaum Muslimin. Ikut pula dikerahkan di antaranya Abu ‘Azza penyair yang telah dimaafkan oleh Nabi dari antara tawanan perang Badr. Begitu juga kabilah Ahabisy (ialah suatu gabungan kabilah-kabilah dan suku-suku kecil, dengan al-Harith bin Abd Manaf bin Kinana sebagai pemukanya. Hubungan mereka dekat sekali dengan Quraisy) yang mau ikut mereka dikerahkan pula. Wanita-wanita pun mendesak akan ikut pergi berperang.
Mereka berunding lagi. Ada yang berpendapat supaya kaum wanita juga ikut serta.
Biar mereka bertugas merangsang kemarahan kamu, dan mengingatkan kamu kepada korban-korban Badr. Kita adalah masyarakat yang sudah bertekad mati, tidak akan pulang sebelum sempat melihat mangsa kita, atau kita sendiri mati untuk itu.”
“Saudara-saudara dari Quraisy,” kata yang lain lagi. “Melepaskan wanita-wanita kita kepada musuh, bukanlah suatu pendapat yang baik. Apabila kalian mengalami kekalahan, wanita-wanita kita pun akan tercemar.”
Sementara mereka sedang dalam perundingan itu tiba-tiba Hindun binti ’Utba istri Abu Sufyan berteriak kepada mereka yang menentang ikut sertanya kaum wanita itu : “Kamu yang selamat dari perang Badr kamu kembali kepada istrimu. Ya. Kita herangkat dan ikut menyaksikan peperangan. Jangan ada orang yang menyuruh kamu pulang, seperti gadis-gadis kita dulu dalam perjalanan ke Badr disuruh kembali ketika sudah sampai di Juhfa (Juhfa : sebuah tempat sepanjang jalan Medinah-Mekah. tiga atau empat hari perjalanan dari Mekah; juga merupakan tempat pertemuan orang-orang Mesin dan Syam). Kemudian orang-orang yang menjadi kesayangan kita waktu itu terbunuh, karena tak ada orang yang dapat memberi semangat kepada mereka.”
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 286-287.

HAK TETANGGA (6)

Abdullah bin Umar r.a. berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w. : Sebaik-baik teman di sisi Allah ialah yang terbaik kepada temannya, dan sebaik-baik tetangga disisi Allah ialah yang terbaik kepada tetangganya. (HR. Attirmidzy).
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 292.

URUSAN JENAZAH (7)

Dari Abu Hurairah r.a. dan Nabi s.a.w., beliau bersabda : “Ruh orang mukmin itu bergantung dengan hutangnya, sehingga dilunasi (dibayarkan orang)”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi dan ia menghasankannya.
----------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Janaiz,  halaman 196.

Rabu, 23 Januari 2013

IBLIS DASIM MENYUKAI PERCERAIAN

Jika Nabi Muhammad SAW dalam hadisnya mnegatakan bahwa perbuatan halal yang teramat dibenci Allah adalah cerai, bagi Iblis Dasim, perceraian merupakan sesuatu yang sangat disukainya. Mengapa demikian? Sebab ketika perceraian itu terjadi, Ia merasa semakin mudah menjerumuskan manusia menuju lembah kemaksiatan.
Untuk mewujudkan ambisinya , Iblis Dasim mencoba mempengaruhi suami istri untuk berbuat selingkuh. Biasanya ia menggoda istri-istri yang Sedang ditinggal kerja suaminya untuk berkhianat. Sedangkan bagi para suami, iblis ini akan mempengaruhi untuk melirik perempuan lain. Dan ketika suami itu telah berani melirik, iblis akan memberikan kesan bahwa perempuan tersebut lebih cantik dan menggairahkan daripada istrinya sendiri.

MERONGRONG KELUARGA
Trik lain yang dilakukan iblis Dasim ini adalah menghilangkan kehangatan rumah tangga dengan menuduh pasangannya telah berselingkuh. Iblis Dasim juga mencoba menghilangkan rasa saling memaafkan antara suami dan istri.
Iblis Dasim ini tidak akan berhenti mencoba merongrong kehangatan rumah tangga sebelum misinya tercapai. Setelah perceraian benar-benar terjadi, iblis menggunakan cara lain untuk menjerumuskan duda dan janda agar berlumur kemaksiatan.
Setidak-tidaknya orang yang sudah bercerai itu dapat dimanfaatkan oleh lblis Dasim untuk dijerumuskan ke dalam perbuatan hina, seperti zina dan sebagainya. Karena itu sudah tidak mempunyai tempat lagi untuk menyalurkan keinginannya secara halal sebagaimana hubungan suami istri.
Dari perselingkuhan itu, nantinya lahir bayi-bayi haram. Bayi tersebut nantinya akan tumbuh dalam keluarga yang berantakan karena tanpa didampingin oleh bimbingan sang ayah. Oleh karena itu, iblis Dasim sangat membenci rumah tangga yang rukun dan bahagia. Sampai kapan pun Iblis Dasim akan terus memporak-porandakan rumah tangga.
Karena itu, untuk mengantisipasi perceraian, agama Islam memberikan tuntunan kepada suami istri agar berpegang teguh pada Alquran dan hadis. Pernikahan dalam Islam merupakan ikatan suci yang menyatukan pria dan wanita dalam naungan Al-quran dan sunah dengan tujuan membentuk rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Bahkan Allah SWT menggambarkan hubungan suami istri dalam ikatan pernikahan seperti layaknya pakaian bagi satu sama lain. Dalam Al-Qur’an disebutkan “… mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka ….” (QS Al-Baqarah : 187)

LIBATKAN KELUARGA
Karena begitu agungnya pernikahan itu, pasangan suami istri harus berupaya menghindari jalan perceraian. Jika terdapat masalah serta hambatan dalam hubungan, mereka harus berupaya menyelesaikan segera perbedaan yang ada dan meminta bantuan dari saudara, teman, atau penasehat professional.
Jika terjadi percekcokan, libatkan keluarga dari masing-masing pihak. Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS An-Nisa : 35)
-----------------------------------------------------------------------------------
Tabloid Kisah Hikmah, 04-yun, Edisi 53 16-30 April 2009, halaman 26

HAK TETANGGA (5)

‘Aisjah bertanya : Ya Rasulullah, saya mempunyai dua tetangga, maka kepada yang manakah harus berhadiyah? Jawab Nabi s.a.w : Kepada yang lebih dekat kepadamu pintunya. (HR. Buchary).
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 292.

URUSAN JENAZAH (6)

Dari Aisyah r.a; “Bahwasanya Nabi s.a.w. setelah beliau wafat ditutup dengan kain genggang buatan Yaman”. Muttafaq ‘alaih.

Dan dari padanya pula; Bahwasanya Abubakar Siddiq r.a., mencium Nabi s.a.w. setelah beliau wafat”. Diriwayatkan oleh Bukhary.
----------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Janaiz,  halaman 196.

Selasa, 22 Januari 2013

PERKAWINAN MUHAMMAD DENGAN HAFSHA

Justru karena kebijaksanaan pimpinan inilah hubungan Muhammad dengan mereka itu makin erat. Dalam hubungan ini pula ia melangsungkan perkawinannya dengan Hafsha, putri Umar ibn’l-Khattab, seperti juga sebelum itu dengan Aisyah, putri Abu Bakr. Sebelum itu Hafsha adalah istri Khunais — termasuk orang yang mula-mula dalam Islam — yang sudah meninggal tujuh bulan lebih dulu sebelum perkawinannya dengan Muhammad. Dengan perkawinannya kepada Hafsha ini, kecintaan Umar ibn’I-Khattab kepadanya makin besar. Juga Fatimah, putrinya, dikawinkannya dengan sepupunya, Ali bin Abi Talib, orang yang sejak kecilnya sangat cinta dan ikhlas kepada Nabi. Oleh karena Ruqayya, putrinya. telah berpulang ke rahmatullah, maka sesudah itu Usman bin ’Affan, dikawinkannya kepada putrinya yang seorang lagi, Umm Kulthum
Dengan demikian, ia diperkuat lagi oleh pertalian keluarga semenda dengan Abu Bakr, Umar, Usman dan Ali. Ini merupakan gabungan empat orang kuat dalam Islam yang sekarang mendampinginya, bahkan yang terkuat. Dengan ini kekuatan dalam tubuh kaum Muslimin makin mendapat jaminan lagi. Di samping itu rampasan perang yang mereka peroleh dalam peperangan itu menambah pula keberanian mereka bertempur, yang juga merupakan gabungan antara berjuang di jalan Allah dan mendapat rampasan perang dari orang-orang musyrik.
Dalam pada itu, berita-berita serta segala persiapan Qunaisy selalu diukuti dengan saksama dan sangat teliti sekali. Pihak Quraisy sendiri memang sudah mengadakan persiapan hendak menuntut balas, dan membuka jalan perdagangannya ke Syam; supaya dari segi perdagangan dan segi keagamaannya kedudukan Mekah jangan sampai meluncur jatuh tidak lagi dapat mempertahankan diri.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 284-285.

HAK TETANGGA (4)

Abu Hurairah r.a berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Siapa yang percaya pada Allah dan hari kemudian, maka jangan mengganggu tetangganya, dan siapa yang percaya pada Allah dan hari kemudian, maka harus menghormat tamunya, Dan siapa yang percaya pada Allah dan hari kemudian maka harus berkata baik atau diam. (HR. Buchary dan Muslim).

Abu Syuraih Alchuza’i r.a. bahwa Nabi s.a.w. bersabda : Siapa yang percaya kepada Allah dan hari kemudian, hendaknya berbuat baik terhadap tetangganya. Dan siapa yang percaya kepada Allah dan hari kemudian harus menghormati tamunya. Dan siapa yang percaya kepada Allah dan hari kemudian, hendaknya berkata baik atau diam. (HR. Muslim).
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 291-292.

URUSAN JENAZAH (5)

Dari Ummu Salamah r.a., ia berkata ; Rasulullah s.a.w. telah masuk (ke tempat) Abu Salamah (yang telah meninggal) dan matanya terbuka, lalu Rasulullah menutupkannya, kemudian bersabda : “Sesungguhnya ruh apabila diambil, pandangannya itu mengikutinya. Maka keluarganya berteriak, dan Rasulullahs.a.w. bersabda : “Janganlah mengatakan untuk diri kamu kecuali kebaikan, karena Malaikat-Malaikat akan meng-amin-kan apa-apa yang kamu ucapkan”. Kemudian beliau berdo’a: “Ya Allah, ampunilah Abu Salamah, dan angkatlah derajatnya di kalangan orang-orang yang terpimpin, dan lapangkanlah baginya di dalam kubur, dan terangilah ia di dalamnya, dan berilah penggantinya dalam turunannya”. Diriwayatkan oleh Muslim.
-------------------------------------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Janaiz,  halaman 195-196.

Senin, 21 Januari 2013

HAK TETANGGA (3)

Abu Hurairah r.a. berkata : Rasulullah s.a.w bersabda : Janganlah menolak seorang tetangga pada tetangganya yang akan menancapkan kayu ditemboknya. Kemudian Abu Hurairah berkata : Mengapakah kamu mengabaikan keterangan ini, demi Allah saya akan memikulkan tanggung-jawab atas ajaran Nabi ini di atas bahumu. (HR. Buchary dan Muslim)
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 291.

SEBAB-SEBAB TIDAK TERKABULNYA DOA

Pada suatu malam Ibrahim bin Adham melewati sebuah pasar di Bashrah. Kemudian orang-orang berkumpul kepadanya dan bertanya : “Wahai Abu Ishaq, mengapa setiap kali kami berdoa, doa kami tidak pernah dikabulkan?” Dia menjawab : “Karena hati kalian sudah mati dengan sepuluh perkara.
Pertama. Kalian mengetahui Allah, tetapi kalian tidak memenuhi hak-Nya.
Kedua. Kalian mengaku bahwa kalian mencintai Rasulullah saw, tetapi beliau meninggalkan sunnah-sunnahnya.
Ketiga. Kalian membaca al-Qur’an, tetapi tidak mengamalkannya.
Keempat. Kalian memakan nikmat Allah, tetapi kalian tidak mensyukuri-Nya.
Kelima. Kalian mengatakan bahwa setan adalah musuh tetapi kalian tidak melawannya.
Keenam. Kalian mengatakan bahwa surga itu benar, tetapi kalian tidak berbuat untuk meraihnya.
Ketujuh. Kalian mengatakan bahwa neraka itu benar, tetapi kalian tidak lari darinya.
Kedelapan. Kalian mengatakan bahwa maut itu benar, tetapi kalian tidak bersiap-siap untuknya.
Kesembilan. Ketika kalian telah bangun dari tidur kalian hanya sibuk dengan aib-aib manusia. tetapi kalian melupakan aib kalian sendiri.
Kesepuluh. Kalian telah menguburkan orang-orang yang mati di antara kalian, tetapi kalian tidak pernah mengambil pelajaran darinya.
----------------------------------------------
MEMPERTAJAM KEPEKAAN SPIRITUAL, Majdi Muhammad Asy-Syahawy, Bina Wawasan Press, Jakarta 2001, halaman 267-268.

URUSAN JENAZAH (4)

Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah r.a., mereka berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Talkinkanlah (ajarkanlah) kepada orang yang hampir meninggal di antara kamu; “La ilaha ilallah”. Diriwayatkan oleh Muslim dan Imam yang Empat (Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Nasa’i)

“Mauta” itu mempunyai dua arti :
  • Orang-orang yang hampir mati (jama’ dari “ma-it”
  • Orang-orang mati (jama’ dari “mayat”). 
Tapi dalam hadits ini artinya orang yang hampir mati, karena ada keterangan lain (qarinah) seperti yang tersebut dalam riwayat Ibnu Hibban hadits itu ada sambungannya : “karena barangsiapa yang akhir perkataannya Ia ilaha ilallah pasti ia masuk surga”.
-------------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Janaiz,  halaman 194-195.

Minggu, 20 Januari 2013

HAK TETANGGA (2)

Abu Hurairah r.a berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Hai wanita muslimat, jangan merasa rendah kalau akan memberi hadiyah pada tetangga, walau sekedar kikil (ujung kaki) kambing. (HR. Buchary dan Muslim).

Karena hadiyah itu akan menimbulkan rasa kasih sayang antara satu pada yang lain, maka jangan sampai terhalang memberikan hadiyah itu, karena belum dapat memberi hadijah yang besar dan berharga, walau hanya kikil kambing sudah dapat diberikan sebagai hadiyah, singkatnya segala apa yang pantas untuk dimakan sendiri, boleh dihadiyahkan kepada tetangganya.
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 290-291.

QURAISY MENGAMBIL JALAN IRAK KE SYAM

Apa yang harus dilakukan Quraisy dengan perdagangannya itu setelah ternyata Muhammad kini menguasai jalan tersebut?
Hidupnya Mekah dari perdagangan. Apabila jalan ke arab itu tidak ada, maka ini adalah bahaya yang tidak akan pernah dialami oleh kota lain. Sekarang Muhammad akan membuat blokade atas jalan itu, dan posisinya akan dihancurkan dari jiwa orang Arab
Dalam hal ini Shafwan bin Umayya berkata di hadapan orang-orang Ouraisy :
“Perdagangan kita sekarang telah dirusak oleh Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Tidak tahu lagi kita apa yang harus kita perbuat terhadap pengikut-pengikutnya itu, sementara mereka tidak pula mau meninggalkan pantai. Dan orang-orang pantai pun sudah pula mengadakan perjanjian perdamaian dengan mereka dan golongan awamnya juga sudah jadi pengikutnya. Tidak tahu di mana kita harus tinggal. Kalau kita tinggal saja di tempat kita ini, berarti kita akan makan modal sendiri, dan ini tidak akan bisa bertahan. Hidup kita di Mekah ini hanya bergantung pada perdagangan; musim panas ke Syam dan musim dingin ke Abisinia.”
Aswad bin Abd’l-Muttalib menjawab :
“Jalan ke pantai sudah dibelokkan. Ambil sajalah jalan lrak.’
Lalu ditunjukkannya kepada mereka itu Furat bin Hayyan dan kabilah Banu Bakr bin Wa’il supaya menjadi penunjuk jalan.
Teman-teman Muhammad tidak pernah menginjakkan kakinya ke jalan Irak”, kata Furat. “Jalan ini merupakan dataran tinggi dan padang pasir.”
Tetapi Shafwan tidak takut padang pasir. Selama perjalanan itu dalam musim dingin tidak seberapa mereka membutuhkan air. Untuk itu Shafwan sudah menyediakan perak dan barang lain seharga 100.000 dirham. Ketika Quraisy sedang sibuk mengatur perjalanan yang akan membawa perdagangannya itu, Nu’aim bin Mas’ud al-Asyja’i sedang berada di Mekah. Ia pulang kembali ke Medinah. Apa yang dibicarakan dan diperbuat Quraisy itu meluncur juga dari lidahnya dan sampai kepada salah seorang dari kalangan Islam. Orang yang belakangan ini cepat-cepat menyampaikan berita itu kepada Muhammad. Waktu itu juga Nabi menugaskan Zaid bin Haritha dengan seratus orang pasukan berkendaraan. Mereka mencegat perdagangan itu di Qarda, (sebelah pangkalan air di Najd). Orang-orang Ouraisy itu lari dan kafilah dagangnya dikuasai Muslimin. Ini merupakan rampasan berharga yang pertama sekali dikuasai oleh kaum Muslimin.
Kemudian Zaid dan anak buahnya kembali. Setelah yang seperlima dipisahkan oleh Muhammad sisanya dibagikan kepada yang lain. Selanjytnya Furat bin Hayyan dibawa, dan untuk keselamatannya kepadanya ditanyakan untuk masuk Islam, dan ini pun diterimanya.
Sesudah semua ini adakah Muhammad lalu merasa puas bahwa keadaan sudah stabil? Atau sudah terpesona oleh hari itu saja, lalu melupakan hari esoknya? Ataukah juga sudah terbayang olehnya. bahwa ketakutan kabilah-kabilah dan diperolehnya rampasan dari Ouraisy sudah menunjukkan, bahwa perintah Allah dan perintah Rasul-Nya sudah dapat diamankan dan tak perlu lagi dikuatirkan? Ataukah kepercayaannya akan pertolongan Tuhan itu berarti ia boleh berbuat sesuka hati, karena sudah mengetahui bahwa segala persoalan keputusannya berada di tangan Tuhan? Tidak! Memang benar, segala persoalan keputusannya di tangan Tuhan. Tetapi orang tidak akan mendapat perubahan dalam hukum Tuhan itu. Tak ada jalan lagi orang akan memhantah adanya naluri yang sudah ditanamkan Tuhan dalam dirinya. Ouraisy sebagai pemimpin orang Arab, tidak mungkin mereka akan surut dari tindakan membalas dendam. Kafilah Shafwan bin Umayya yang sudah dikuasai itu pun akan menambah hasrat mereka hendak membalas dendam, akan bertambah keras kehendak mereka mengadakan serangan kembali.
Dengan siasatnya yang sehat serta pandangannya yang jauh hal semacam itu oleh Muhammad tidak akan terabaikan. Jadi sudah tentu ia harus menambah kecintaan kaum Muslimin kepadanya, dan mempererat. pertalian. Kendatipun Islam sudah memberikan kebulatan tekad kepada mereka dan membuat mereka seperti sebuah bangunan yang kokoh, satu sama lain saling memperkuat, namun kebijaksanaan pimpinan terhadap mereka itu akan lebih lagi menguatkan kerjasama dan tekad mereka.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 283-284.

URUSAN JENAZAH (3)

Dari Buraidah r.a., bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda : “Orang mukmin itu meninggal dengan keringat di dahinya”. Diriwayatkan oleh Iman yang Tiga (Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi) dan disahkan oleh Ibnu Hibban.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Janaiz,  halaman 194.

Sabtu, 19 Januari 2013

HAK TETANGGA (1)

Ibn Umar dan ‘Aisyah r.a. berkata keduanya : Bersabda Rasulullah s.aw. : Selalu Djibril berpesan-pesan padaku supaya baik terhadap tetangga, hingga saya mengira kalau-kalau akan diberi hak waris. (HR. Buchary dan Muslim).

Abu Dzarr r.a. berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w. : Hai Abu Dzarr, jika engkau memasak kuwah, maka perbanyaklah airnya, dan perhatikan tetanggamu. (HR. Muslim).

Dalam lain riwayat : Saya dipesan oleh sahabat karib saya (Nabi s.a.w.) : Jika engkau memasak kuwah perbanyaklah airnya, kemudian perhatikan tetangga-tetanggamu, maka berikan kepada mereka selayaknya.

Abu Hurairah r.a. berkata : Bersabda Nabi s.a.w. : Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman. Ditanya : Siapakah ya Rasulullah? Jawab Nabi : Ialah orang yang tidak aman tetangganya dari gangguannya. (HR. Bukhary dan Muslim).

Dalam riwayat Muslim : Tidak akan masuk sorga, siapa yang membuat tetangganya tidak aman dari gangguannya.
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 289-290.

PENGOBATAN ANEH

Seseorang bertanya kepada hamba yang saleh: “Aku mengadukan kepadamu penyakit terjauh dari Allah. Apakah obatnya?” Orang saleh tersebut berkata : “Wahai anakku, kamu harus menyediakan dahan-dahan keikhlasan, daun-daun kesabaran, dan perasaan tawadhu.” Kemudian letakkan semua itu di dalam periuk takwa, lalu tuangkanah ke dalamnya air takut (kepada Allah). Setelah itu nyalakanlah api kesedihan, lalu saringlah dengan penyaring muraqabah (sikap hati-hati dan mawas diri dari seorang hamba akan keabadian Allah dalam melihat perbuatan makhluk-Nya) kemudian tampunglah dengan telapak tangan keyakinan. Setelah itu minumlah dengan gelas istighfar (mohon ampun kepada Allah dari segala dosa dan noda) dan berkumur-kumurlah dengan wara’ (sifat menjauh dari segala maksiat dan syubhat). Jauhkanlah dirimu dari loba dan tamak, maka engkau akan sembuh dari penyakitmu dengan izin Allah.
----------------------------------------------
MEMPERTAJAM KEPEKAAN SPIRITUAL, Majdi Muhammad Asy-Syahawy, Bina Wawasan Press, Jakarta 2001, halaman 267.

URUSAN JENAZAH (2)

Dari Anas r.a., ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Janganlah seseorang di antara kamu mencita-citakan kematian lantaran mendapat kesusahan, andaikan haruspun bercita-cita hendaklah ia mengucapkan : “Ya Allah, berilah kami hidup, salama hidup itu baik bagi kami, dan matikanlah kami selama maut itu baik bagi kami”. Muttafaq ‘alaih.
--------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Janaiz,  halaman 194.

Jumat, 18 Januari 2013

AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR (4)

Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari neneknya r.a. berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Suruhlah anak-anak kamu sholat ketika mereka umur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkan sholat jika telah berumur sepuluh tahun. Dan pisahkan anak laki-laki dari anak perempuan dalam tempat tidur mereka. (HR. Abu Dawud).

Abu Tsaryah (Saburoh) bin Ma’bad Aldjuhany r.a. berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Ajarkan sholat pada anak jika berusia tujuh tahun, dan pukullah jika meniaggalkan sholat pada usia sepuluh tahun.
(HR. Abu Dawud dan Attirmidzy).

Dalam lain riwayat : Suruhlah anak sholat jika telah benusia tujuh tahun.
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 288.

KETAKUTAN ORANG ARAB TERHADAP KAUM MUSLIMIN

Peristiwa perang Badar itu telah menimbulkan rasa takut dalam hati kabilah-kabilah itu. Adakah mereka barangkali iri hati terhadap Medinah lalu akan menyerang kaum Muslimin, atau apa yang harus mereka lakukan?
Karena sudah ada berita yang sampai kepada Muhammad bahwa ada beberapa golongan dari Ghatafan dan Banu Sulaim yang bermaksud hendak menyerang kaum Muslimin, maka ia segera berangkat ke Qarqarat’l-Kudr guna memotong jalan mereka. Di tempat ini ia melihat jejak-jejak binatang ternak tapi tak seorang pun yang ada di padang itu. Disuruhnya beberapa orang sahabatnya naik ke atas wadi dan dia sendiri menunggu di bawah. Ia bertemu dengan seorang anak bernama Yasar. Dan pertanyaannya kepada anak itu ia mengetahui bahwa rombongan itu naik ke bagian atas mata air. Oleh kaum Muslimin ternak yang ada di tempat itu dikumpulkan dan dibagi-bagikan antara sesama mereka sesudah seperlimanya diambil oleh Muhammad, seperti ditentukan menurut nas Quran. Konon katanya barang rampasan itu sebanyak lima ratus ekor unta. Sesudah seperlima dipisahkan oleh Nabi, sisanya dibagikan. Setiap orang mendapat bagian dua ekor unta.
Juga sudah ada berita yang sampai kepada Muhammad, bahwa beberapa golongan dari Banu Tha’laha dan Banu Muharib di Dhu Amarr yang telah berkumpul. Mereka bersiap-siap akan melakukan serangan. Nabi a.s. segera berangkat dengan 450 orang Muslimin. Ia bertemu dengan salah seorang anggota kabilah Tha’laha ini, dan ketika ditanyainya tentang rombongan itu ditunjukkannya tempat mereka.
“Muhammad, kalau mereka mendengar keberangkatanmu ini, mereka lari ke puncak-puncak gunung,” kata orang itu. “Saya bersedia berjalan bersamamu dan menunjukkan tempat-tempat persembunyian mereka.”
Tetapi orang-orang yang iri hati itu tatkala mendengar bahwa Muhammad sudah berada dekat dari mereka, cepat-cepat mereka lari ke gunung-gunung.
Selanjutnya sampai pula berita, bahwa sebuah rombongan besar dari Banu Sulaim di Bahran sudah siap-siap akan menyerang. Pagi-pagi sekali ia segera berangkat dengan 300 orang, dan satu malam sebelum sampai di Bahran dijumpainya seorang laki-lakj dari kabilah Banu Sulaim. Ketika ditanyakan oleh Muhammad tentang mereka itu, dikatakannya bahwa mereka telah cerai-berai dan sudah kembali pulang.
Demikjan jugalah halnya dengan orang-orang Arab Badwi, mereka, serba ketakutan kepada Muhammad, gelisah akan nasib mereka sendiri Begitu terpikir oleh mereka hendak berkomplot terhadap Muhammad hendak berangkat memeranginya, tapi baru mendengar saja mereka, bahwa ia sudah berangkat hendak menghadapi mereka, hati mereka sudah kecut ketakutan.

KETAKUTAN YAHUDI
Pada waktu inilah pembunuhan terhadap Ka’b bin Asyraf itu terjadi, seperti yang sudah kita kemukakan di atas. Sejak itu orang-orang Yahudi merasa ketakutan. Mereka tinggal dalam lingkungannya sendiri, tak ada yang berani keluar. Mereka kuatir akan mengalami nasib seperti Kab. Lebih-lebih lagi ketakutan mereka, setelah Muhammad menghalalkan darah mereka sesudah peristiwa Banu Qainuqa yang sampai harus mengalami blokade itu.
Oleh karena itu mereka lalu datang menemui Muhammad mengadukan hal-ihwal mereka. Mereka mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Ka’b itu adalah pembunuhan gelap, dia tidak berdosa dan persoalannyapun tidak diberitahukan Tetapi jawabnya kepada mereka: Dia sangat mengganggu kami, mengejek kami dengan sajak. Sekiranya dia tetap saja seperti yang lain-lain yang sepaham dengan dia, tentu dia tidak akan mengalami bencana.
Setelali terjadi pembicaraan yang cukup lama dengan mereka, maka dimintanya mereka membuat sebuah penjanjian bersama dan supaya mereka dapat menghormati isi penjanjian itu. Tetapi orang-orang Yahudi merasa hina sendiri dan ketakutan, meskipun yang tersimpan daläm hati mereka terhadap Muhammad akan tampak juga akibatnya kelak.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 281-283.

URUSAN JENAZAH (1)

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata ; Rasulullah s.a.w. bersabda “Sering-seringlah mengingat pemutus ladzat, yaitu mati”. Diriwayatkan oleh Tirmidzi, Nasa’i dan disahkan oleh Ibnu Hibban.
-------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Janaiz,  halaman 194.

Kamis, 17 Januari 2013

HAID (6)

Dari ‘Aisyah ra., Tatkala kami sampai ke Sarif (suatu tempat jauhnya ± 10 mil ke Mekah dari jurusan Madinah), saya berhaid. Maka Nabi saw bersabda : “Lakukanlah segala yang di lakukan oleh yang berhaji, hanya tidak boleh berthawaf di Baitullah, sehingga engkau suci”.  Mutafaq ‘alaih dari hadits yang panjang


Dari Ummu Salamah ra., ia berkata ; “Adalah wanita-wanita yang nifas di zaman Nabi sa.w. duduk (tidak sholat) sehabis melahirkannya, empat puluh hari”.
Diriwayatkan oleh Imam yang Lima kecuali Nasa’i, dan lafadh ini dan Abu Daud. Dan pada satu lafadh yang lain dalam riwayatnya : “Dan Nabi s.a.w. tidak menyuruhnya mengqadla sholat semasa nifas, dan Hakim mengesahkannya.
--------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 58-59.

AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR (3)

Ibn Umar r.a. berkata : Saya telah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu akan ditanya tentang pimpinanmu terhadap rakyat. Presiden (seorang Pemuka) memimpin dan akan ditanya tentang pimpinannya (dan bertanggung-jawab terhadap rakyatnya). Orang laki-laki memimpin keluarganya dan bertanggung-jawab tentang pimpinannya. Isteri memimpin rumah tangga suaminya dan bertanggung-jawab atas pimpinannya. Pelayan (buruh) memimpin kekayaan majikan dan akan di- tanya tentang pemeliharaannya. Maka kamu sekalian sebagai pemimpin dan masing-masing bertanggung-jawab atas pimpinan dan rakyatnya. (HR. Buchary dan Muslim).
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 287-288.

ADUHAI SEKIRANYA KAUMKU MENGETAHUINYA

Ada seorang saleh yang terbiasa membaca sepuluh juz Al-Qur’an dalam semalam. Pada suatu malam, dia membaca surat Yaa Siin. Ketika membaca ayat :
”Kalau begitu, sesungguhnya aku pasti berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Yaa Siin : 24)
Rohnya terbang ke langit (meninggalkan dunia). Melihat kenyataan seperti in, semua sahahatnya terheran-heran melihatnya. Mereka berkata : “Laki-laki ini adalah orang saleh, mengapa dia menutup usianya dengan ayat tersebut?”
Setelah laki-laki itu dikuburkan, pada malam harinya seorang temannya yang saleh memimpikannya. Dalam mimpi ini dia bertanya : “Bagaimanakah keadaan kamu sekarang ini di hadapan Allah?” Laki-laki ini menjawab : “Ketika kamu selesai menguburkanku, kemudian kamu semua pergi dari kuburku datanglah dua malaikat yang bertanya kepadaku : “Siapakah Tuhanmu?” Aku menyempurnakan bacaan tersebut (pada surat Yaa Siin itu) maka aku membaca :
“Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu, maka dengarkanlah pengakuan keimananku.” (QS. Yaa Siin : 25)
Lalu malaikat tersebut berkata kepadanya :
”Dikatakan kepadanya: ”Masuklah kamu ke dalam surga.” (QS. Yaa Siin : 26)
Maka laki-laki itu berkata :
“Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui akan apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan.” (QS. Yaa Siin : 26-27)
----------------------------------------------
MEMPERTAJAM KEPEKAAN SPIRITUAL, Majdi Muhammad Asy-Syahawy, Bina Wawasan Press, Jakarta 2001, halaman 266-267.

Rabu, 16 Januari 2013

HAID (5)

Dari Ibnu ‘Abbas r.a., dari Rasulullah s.a.w. tentang laki-laki yang menyetubuhi istrinya dalam keadaan haid, beliau bersabda : “Ia musti bersidkah satu dinar atau setengah dinar”. Diriwayatkan oleh Imam yang Lima (Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah. Tirmidzi dan Nasa’i), dan disahkan oleh Hakim dan Ibnul Qatthan, tapi yang lain dari mereka berdua mentarjihkan mauqufnya

Dari Abu Said Alkhudniyi r.a., ia berkata Rasulullah s.a.w bersabda : “Bukanlah wanita itu apabila haid tidak sholat dan tidak sembuh”.
Muttafaq‘alaih dan hadiis panjang
---------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 57-58.

AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR (2)

Abu Hafesh (Umar) bin Abi Salamah, anak tiri Rasulullah s.a.w. berkata : Ketika saya masih kecil di bawah asuhan Nabi s.a.w. biasa waktu makan tangan saya berputar pada piring-piring, mangkok-mangkok, maka Rasulullah s.a.w. memperingatkan pada saya : Hai anak, bacalah Bismillah, dan makan dengan tangan kananmu, dan makanlah dari apa yang dekat padamu. Maka demikianlah seterusnya makan saya setelah itu. (HR. Buchary dan Muslim).
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 287.

EKSPEDISI SAWIQ

Karena itu, ia lalu mengumpulkan dua ratus orang — ada yang mengatakan empat puluh orang — dari penduduk bersama-sama dia. Apabila mereka sudah sampai di dekat Medinah, menjelang pagi mereka berangkat lagi ke sebuah daerah bernama ‘Uraidz. Di tempat ini mereka bertemu dengan seorang Anshar dan seorang teman sekerjaannya di kebun mereka sendiri. Kedua orang itu mereka bunuh dan dua buah rumah serta sebatang pohon kurma di Uraidz itu mereka bakar. Menurut Abu Sufyan, sumpahnya hendak memerangi Muhammad itu sudah terpenuhi. Sekarang ia kembali melarikan diri, takut akan dikejar oleh Nabi dan sahahat-sahahatnya
Muhammad minta beberapa orang sahabat. Dengan dipimpin sendiri mereka berangkat mengejarnya hingga di Qarqarat’l-Kudr. Abu Sufyan dan rombongannya makin kencang melarikan diri. Mereka makin ketakutan. Bahan makanan bawaan mereka yang terdiri dari Sawiq (sejenis tepung jelai atau gandum) mereka lemparkan, yang kemudian diambil oleh kaum Muslimin yang lalu di tempat tersebut.
Setelah melihat bahwa mereka itu terus melarikan diri, Muhammad dan sahabat-sahahatnya kemudian kembali ke Medinah. Larinya Abu Sufyan itu berbalik merupakan pukulan terhadap dirinya sendiri, sebab sebelum itu ia mengira bahwa Quraisy akan dapat mengangkat muka lagi sesudah terjadinya bencana yang pernah dialami di Badr itu.
Karena sawiq yang dibuang oleh Ouraisy itulah, maka ekspedisi ini dinamai “Ekspedisi Sawiq”.

TERANCAMNYA JALAN PANTAI KE SYAM

Berita tentang Muhammad ini kini tersebar luas di seluruh kalangan Arab. Kabilah-kabilah yang jauh-jauh tetap enak-enak di tempat mereka, sedikit sekali memperhatikan keadaan kaum Muslimin, yang sampai pada waktu itu — masih menjadi orang yang lemah, masih mencari perlindungan di Medinah — sekarang mereka telah dapat menahan Quraisy, dapat mengeluarkan Banu Qainuqa’, dapat membuat Abdullah bin Uhayy jadi ketakutan dan dapat mengusir Abu Sufyan. Mereka dapat memperlihat kan diri dengan suatu sikap yang tidak seperti biasa.
Sebaliknya, kabilah-kabilah yang berdekatan dengan Medinah mulai melihat apa yang akan mengancam nasib mereka dengan adanya kekuatan Muhammad dan sahahat-sahahatnya itu. Demikian juga adanya perimbangan kekuatan ini dengan kekuatan Quraisy di Mekah, suatu perimbangan yang akibat-akibatnya sangat mereka takutkan. Soalnya malah karena jalan pantai ke Syam adalah satu-satunya jalan rata yang sudah dikenal. Perdagangan Mekah melalui jalan ini dalam arti ekonomi membawa keuntungan yang berarti juga bagi kabilah-kabilah itu. Antara Muhammad dengan kabilah-kabilah yang ada di perbatasan pantai itu sudah ada perjanjian. Tetapi jalan ini sekarang terancam dan perjalanan musim panas pun terancam bahaya pula, yang mungkin kelak Quraisy akan terpaksa meninggalkan perbatasan pantai itu. Apa pula nasib yang akan menimpa kabilah-kabilah ini apabila perdagangan Quraisy nanti jadi terputus? Bagaimana orang dapat membayangkan mereka akan dapat menanggung kesulitan hidup di atas daerah yang alamnya memang begitu sulit dan tandus? Jadi sudah sepatutnya mereka memikirkan nasib mereka itu serta apa pula akibat yang mungkin akan menimpa karena situasi baru yang belum pernah mereka kenal sebelum Muhammad dan sahabat-sahahatnya itu hijrah ke Medinah, sebab sebelum kemenangan Muslimin di Badr kehidupan kabilah-kahilah itu belum pernah mengalami ancaman seperti yang mereka bayangkan sekarang.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 280-281.

Selasa, 15 Januari 2013

HAID (4)

Dari Anas r.a.; Bahwasanya kaum Yahudi apabila wanitanya haid di kalangan mereka, mereka tidak suka makan bersama-sama wanita itu, maka sabda Nabi s.a.w.; “Lakukanlah segala sesuatu, kecuali bersetubuh”. Diriwayatkan oleh Muslim.

Dari ‘Aisyah r.a., ia berkata ; “Pernah Rasulullah s.a.w. menyuruh saya berkain saja, lalu beliau merapatkan (menyentuh) badannya dengan badan saya, sedang saya sedang haid”. Muttafaq ’alaih.
--------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 57.

AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR (1)

Abu Hurairah r.a. berkata : Al-Hasan bin Ali (cucu Rasulullah) mengambil sebiji kurma dari sedekah, dan segera dimasukkan ke dalam mulutnya, maka Rasulullah bersabda : Akh, Akh (jijik) buanglah kurma itu, tidakkah kau ketahui bahwa kita tidak boleh makan sedekah. (HR. Buchary dan Muslim).

Dalam lain riwayat : Tidakkah kau ketahui bahwa tidak dihalalkan bagi kita (keluarga Nabi) makan sedekah. Ketelitian Rasulullah membiasakan anak yang masih kecil, dididik meninggalkan apa yang haram.
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 286-287.

MENCARI-CARI JALAN AGAR BISA IKUT PERAN FISABILILLAH

Apabila penyeru jihad telah mengumandangkan seruannya, Rasulullah s.a.w. hanya memintanya dari orang-orang yang mampu berperang dan siap dengan segala perlengkapan yang semestinya. Beliau tidak memerintahkan orang-orang yang tidak memenuhi persyaratan untuk pergi berperang. Rasulullah tidak mengizinkan orang-orang yang berkewajiban memelihara ibu bapaknya yang sudah tua atau menjaga keluarga dan para wanita mereka.
Sebelum mengizinkan untuk berangkat ke medan perang, Rasulullah memeriksa semua sahabatnya untuk mengetahui kadar kesiapan dan kelayakan mereka untuk berperang. Sering terjadi Rasulullah tidak mengizinkan sejumlah orang, sementara mereka sudah tergabung dalam barisan orang-orang yang siap untuk berangkat berperang. Hal itu kadangkala karena umur mereka yang belum cukup atau mereka tidak layak berperang.
Ketika mempersiapkan Perang Badar misalnya, terdapat anak-anak yang belum cukup umur yang tidak diizinkan berperang. Di antara mereka adalah Abdullah bin Umar bin Khattab, Usamah bin Zaid, Rafi bin Khudaij, al-Barra bin Azib, Usaid bin Zuhair, Zaid bin Arqam, Zaid bin Tsabit, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Sebagian mereka yang belum cukup syarat itu ada juga yang mencari-cari cara agar bisa ikut berperang. Bahkan, apabila mereka ditolak pada pemeriksaan pertama, mereka datang lagi dengan mengajukan penampilan berbeda, kadangkala dengan menukar pakaian mereka atau pakaian yang membuat mereka terlihat lebih tinggi atau lebih besar. Kadangkala, ada pula yang datang dengan keluarga mereka agar Nabi s.a.w. menerima permohonan mereka. Di antara mereka itu adalah Umair bin Abu Waqqash, yaitu adik kandung Sa’ad bin Abi Waqqash. Dia datang bersama kakaknya agar Nabi menerima permintaannya dengan bantuan kakaknya. Dia tidak memberi tahu Rasul tentang umurnya yang masih kecil dan badannya yang pendek. Kemudian Nabi s.a.w. menolak permintaannva. Setelah itu Umair datang sekali lagi kepada Nabi s.a.w. dengan cara menambah ikatan tangkai pedangnya sehingga ia kelihatan tinggi. Akan tetapi, dia tetap terlihat pendek. Kemudian karena tangisan dan raungannya, Nabi s.a.w. mengizinkannya pergi berperang sehingga meraih mati syahid.
Nabi tidak membolehkan siapa pun pergi kecuali orang-orang yang datang menghadap dengan membawa kendaraan kuda atau untanya bersamanya. Kemudian datanglah sekelompok orang yang meminta restu Nabi s.a.w. untuk pergi berperang sedangkan kendaraan mereka berada di luar kota Madinah dan mereka akan menyusul kendaraan tersebut. Beliau mengizinkan keberangkatan mereka karena menyaksikan cahaya mata mereka, beliau mengetahui tekad mereka untuk ikut berperang. Jiwa mereka bergelora untuk mendapatkan mati syahid dan semangat jihad mereka yang sangat tinggi.
Kemudian Nabi s.a.w. berangkat bersama para sahahatnya, kadangkala dua, tiga, empat, dan lima orang dan mereka bergantian untuk mengendarai satu unta. Nabi s.a.w. berganti-ganti dalam mengendarai unta dengan Ali bin Abu Thalib dan Murtsid bin Abu Murtsid.
Mereka menginginkan bisa berangkat berperang dan berkorban di jalan Allah. Mereka tidak mencari-cari alasan untuk tidak ikut, bahkan mereka mencari-cari alasan agar bisa berangkat ke jalan Allah.
Orang-orang yang tidak mendapatkan cara atau alasan untuk berangkat, akan menangis sehingga padang pasir hiruk pikuk oleh tangisan mereka dan pasir-pasir basah oleh tetesan air mata mereka. Bahkan, Allah juga telah menurunkan keterangan  tentang mereka dalam al-Qur’an. Di antara mereka ada juga yang memohon agar Nabi s.a.w. memberi mereka senjata dan kendaraan untuk bisa berangkat. Akan tetapi, ketika merek tidak mendapatkan apa-apa yang mereka minta, mereka memenuhi negeri dengan tangisan lalu mengikuti iringan pasukan Rasulullah s.a.w., bersama para sahabatnya dari jauh sehingga ada dua orang dari mereka bertemu dengan Ibnu Umair bin Ka’ab an-Nahdari yang tidak mengetahui mengapa mereka berada di tempat itu. Akhirnya dia memperlengkapi mereka dengan seekor unta dan senjata secukupnya. Kemudian mereka menyusul dan bergabung dengan barisan pasukan Nabi s.a.w.
Adapun tentang orang-orang yang benar-benar tidak memungkinkan untuk dapat berangkat, Allah telah menurunkan ayat al-Quran untuk menerangkan bahwa mereka diizinkan untuk tidak ikut.
“Dan tiada pula ada dosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata : “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu.” Lalu mereka kembali sedangkan mata mereka bercucuran air mata, karena kesedihan lantaran mereka tidak memperoleh apa-apa yang akan mereka nafkahkan.” (at-Taubah : 92)
----------------------------------------------
MEMPERTAJAM KEPEKAAN SPIRITUAL, Majdi Muhammad Asy-Syahawy, Bina Wawasan Press, Jakarta 2001, halaman 246-248.

Senin, 14 Januari 2013

HAID (3)

Dari ‘Aisyah r.a.; Bahwasanya Ummu Habibah binti Jahsyin mengadu kepada Rasulullah s.a.w. tentang darah, maka Rasulullah bersabda : “Berhentilah (dari sholat) selama haidmu menghalangimu, kemudian mandi”. Tapi Ummu Habibah suka mandi untuk tiap-tiap sholat”. Riwayat Muslim.

Dari Ummu Athiyah r.a. katanya; “Kami tidak menganggap air berwarna kekeruh-keruhan dan kekuning-kuningan yang keluar sesudah bersuci, sebagai darah kotoran (haid)”.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Abu Daud, sesuai dengan ucapannya.
--------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 56-57.