"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Sabtu, 31 Desember 2011

MASJID AT-TAUFIQ Srondol Wetan Semarang

Masjid At-Taufiq Srondol Wetan Semarang

MASJID AT-TAUFIQ
Jl Durian No 34 Srondol Wetan
Semarang

BANGSA YANG SUKA MENGHALANGI ORANG BERJALAN PADA KEBENARAN

Allah berfirman (Ali-Imran : 99)
”Katakanlah, “Hai ahli kitab, mengapa kamu membelokkan orang-orang yang telah beriman dari jalan Allah, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan ?“ Allah sekali-kali tidak lalai terhadap perbuatan-perbuatan kamu.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Said bin Aslam, Ia berkata, “Sya’as bin Qois, seorang Yahudi yang sangat permusuhan dan celaannya pada kaum muslimin, pada suatu hari lewat di depan beberapa orang sahabat Nabi yang sedang duduk bercakap-cakap, terdiri dari suku Aus dan Khazraj. Kedua suku ini tampak rukun setelah datang Islam pada mereka. Padahal di zaman Jahiliyah dahulu mereka saling bermusuhan. Melihat hal ini Sya’as merasa gusar dan beranggapan bahwa, kalau suku Aus dan Khazraj menjadi bersatu di negeri ini, bangsa Yahudi nantinya tidak akan memperoleh tempat untuk berdiam. Lalu iapun menyuruh seorang pemuda Yahudi yang berjalan bersamanya seraya diperintahkan kepadanya, “Datanglah ke tempat mereka itu. Duduklah bersama mereka, kemudian bangkitkanlah kepada mereka kenangan perang Ba’ats. Pemuda ini kemudian mendatangi mereka seraya mengucapkan beberapa bait syair yang mengingatkan pertumpahan darah itu. Maka terjadilah pertengkaran di antara kedua suku tersebut sehingga ada dua orang dari suku ini yang melompat ke depan dan saling mengatai, sehingga terlontarlah ucapan, “Demi Allah, kalau kalian bersedia, bolehlah kita mengulang kembali gejolak muda dahulu itu (maksudnya perang). Maka kedua suku ini terbakar oleh rasa marah dan menjawab, “Silakan, kami pun mau, Tunggulah di Harrah (satu tempat yang di luar Madinah). Lalu mereka keluarlah ke tempat tersebut dan orang banyak sudah bersiap-siap. Suku Aus lalu berkumpul. Begitu pula suku Khazraj, memenuhi panggilan yang menjadi tradisi pada zaman Jahillyah. Kejadian ini sampailah kepada Rasulullah saw. Kemudian beliau bersama dengan beberapa sahabat Muhajirin mendatangi mereka, kemudian mengingatkan, “Ingatlah kepada Allah Apakah kalian ini mengikuti ajakan Jahiliyah, padahal aku masih ada di tengah-tengah kalian, lagi pula kalian telah diberi hidayah oleh Allah ke jalan Islam dan dijadikannya manusia terhormat serta dilepaskan dari ikatan Jahiliyah, diselamatkannya dari kekafiran dan dipersatukan hati kalian. Karena itu patutkah kalian kembali lagi kepada kekufuran yang dahulu itu ?“.
Segeralah kedua golongan ini menyadari percikan api syetan dan tipu daya dari musuh mereka. Kernudian mereka lemparkan senjata yang ada ditangan mereka, dan mereka menangis seraya saling berpelukan antara suku Aus dan Khazraj. Kemudian mereka pun bubar, pergi bersama Rasulullah dengan perasaan penuh kepasrahan. Dengan demikian Allah memadamkan tipu daya musuh Allah yaitu Sya’as bin Qois, yang memercikkan api dendam kepada mereka.
Riwayat yang menjelaskan sebab turunnya ayat di atas dengan jelas menggambarkan betapa gigihnya bangsa Yahudi berusaha menghalangi manusia untuk berjalan kepada kebenaran.
Ayat di atas dengan keras memberikan teguran kepada bangsa Yahudi khususnya, dan ahli kitab umumnya. Kepada mereka ini Allah mengajukan pertanyaan, “Apa sebab kamu, wahai ahli kitab berupaya memalingkan orang-orang yang sudah beriman kepada Nabi Muhammad, yang sudah taat kepadanya, yang telah berbuat amal shaleh, berakhlaq luhur? Mengapa kamu mendustakan mereka dengan penuh rasa kekufuran dan kedurhakaan, kedengkian dan kesombongan? Mengapa pula kamu menimbulkan perasaan ragu dan bimbang yang bathil dengan penuh perasaan dengki serta tipu daya di tengah orang-orang Islam yang masih lemah imannya terhadap Nabi saw? Kamu, wahai Ahli Kitab melakukan tindakan-tindakan semacam itu terhadap orang-orang yang berjalan pada jalan kebenaran dan menjadi pemeluk agama Allah adalah dengan maksud menyesatkan dan memalingkan dari jalan yang benar. Padahal bukankah kamu telah mengetahui jauh sebelumnya perihal Muhammad yang telah diberitakan kedatangannya pada kitab-kitab suci serta kamu pun sudah tahu bukti kebenaran kenabiannya. Karena itu tentulah tidak patut bagi kamu terus menerus mengikuti jalan yang bathil dan sesat serta berusaha menyesatkan orang. Peringatan keras yang Allah tujukan kepada bangsa Yahudi sebagaimana tersebut dalam ayat ini membuktikan bahwa bangsa Yahudi tidak akan pernah lengah untuk mengatur segala macam cara untuk menyesatkan ummat manusia dan memalingkannya dari jalan yang benar.
--------
76 Karakter Yahudi dalam Al-Qur’an karya Syaikh Mustafa Al-Maraghi, penyusun Drs. M. Thalib, Penerbit CV. Pustaka Mantiq Solo, cetakan pertama April 1989, halaman 126 - 129

PERCERAIAN DALAM ISLAM

Sebagaimana para orientalis telah menuduh bahwa poligami merupakan bentuk pelecehan terhadap wanita muslimah dan menjadikan mereka sebagai pelampiasan syahwat dan nafsu hewaniyah bagi laki-laki, begitu pula mereka telah menuduh bahwa diperbolehkannya cerai di dalam Islam dan bahwa hak cerai di tangan laki-laki, hal ini dianggap sebagai tindakan kekerasan, penganiayaan dan penindasan yang ditujukan terhadap wanita.
Untuk itu sudah sepantasnya jika kami memberikan uraian singkat tentang perceraian di dalam Islam sebagai bantahan terhadap tuduhan batil tersebut dengan cara menjelaskan hikmah dibalik diperbolehkannya cerai serta maslahahnya terhadap kedua mempelai dalam kondisi tertentu.
Sesungguhnya Islam adalah dien yang realistis yang seluruh aturan-aturannya tegak di atas landasan bahwa pada diri manusia masih memiliki kecenderungan dan tabiat, memiliki kekurangan dan kelemahan serta memiliki nurani dan perasaan yang menyebabkan suatu ketika tertimpa keadaan yang mendesak dan membutuhkan suatu solusi.
Sedangkan Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat, Yang mengetahui urusan manusia apa-apa yang tidak mereka ketahui, tidak menghendaki ikatan suami istri justru menjadi belenggu dan penjara yang tiada jalan keluar dari kesulitan sekalipun kehidupan suami istri ibarat naar jahim karena buruknya prilaku salah satu di antara keduanya ataupun kedua-duanya.
Sayyid Quthb Rahimahullah berkata: “Dan Islam tidak tergesa-gesa memberikan peluang perceraian suatu ikatan suami istri pada awal terjadinya problem atau awal terjadinya perselisihan. Sesungguhnya Islam memperkokoh ikatan suami istri dengan kuat dan tidak melepaskannya kecuali setelah tidak memungkinkan untuk bersatu.
Allah menyeru kepada kaum laki-laki :
”Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa’ : 19).

Maka Islam menganjurkan mereka untuk menahan dan bersabar sekalipun dalam keadaan sudah tidak menyukainya, dan membuka rahasia yang tersembunyi bagi mereka “mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” Mereka tidak mengetahui bahwa pada diri istri yang tidak dia sukai bisa jadi ada kebaikannya dan bahwa Allah mengingatkan kepada mereka kebaikan tersebut, maka tidak boleh bagi mereka untuk melepaskannya jika masih memungkinkan untuk dipertahankan dan tidak menyampaikan kepadanya tentang apa yang menjadi ganjalan dalam hatinya, tidak memperdebatkannya dan menampakkan rasa ketidaksukaannya ataupun menyebarkan rahasianya.
Manakala persoalan cinta dan benci sudah sampai pada tingkatan nusyuz dan perginya istri dari rumah suami (karena marah), maka perceraian bukanlah jalan pertama yang disodorkan Islam. Akan tetapi dengan mencoba meluruskan mereka:
”Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakim dari keluarga laki-laki dan seorang hakim dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS An-Nisa’ : 35).
 
“Dan jika seorang wanita khawatir akan atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka).” (QS An-Nisa’ : 128).

Apabila persoalan tersebut tidak ada lagi jalan tengah maka berarti urusan tersebut sangat mendasar sehingga ada kesenjangan dalam kehidupan manakala keduanya tetap berdampingan sebagai suami istri, tidak akan ada kestabilan dalam hidupnya dan mempertahankan hubungan suami istri yang demikian ini hanyalah akan menambah kesengsaraan dan keputusasaan. Sehingga merupakan keputusan yang bijaksana dan tepat jika perceraian harus terjadi dan mengakhiri kehidupan suami istri tersebut.
Sudah seharusnya kami jelaskan di sini bahwa manusia tidak boleh menceraikan pada setiap waktu yang sesuka hatinya. Akan tetapi menurut sunnah, hendaknya talak terjadi tatkala istri dalam keadaan suci dan belum pernah dicampuri setelah itu. Penundaan diputusnya ikatan suami istri dalam beberapa waktu setelah terjadinya kemarahan dan tindakan yang menunjukkan rasa tidak suka tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada waktu-waktu tersebut kalau-kalau ada perubahan sikap dan Allah memperbaiki hubungan antara keduanya yang sedang berselisih sehingga tidak terjadi perceraian. Jika terpaksa terjadi perceraian, maka setelah itu ada masa 'iddah (masa menunggu) bagi wanita yang telah dicerai. Sehingga dalam waktu-waktu tersebut masih banyak kesempatan untuk kembali jika perasaan cinta kembali mengalir di hati dan ada harapan untuk menyambung tali yang putus dari ikatan suami istri.
Yang perlu diperhatikan pula bahwa Syari’at Islam adalah satu-satunya yang memiliki aturan untuk diperbolehkannya rujuk (kembalinya) suatu ikatan pernikahan setelah perceraian dan tidak ada hal itu dalam syari’at yang lain.
Ini semua menunjukkan keinginan Islam untuk mengembalikan ikatan suami istri di antara kedua mempelai dan juga untuk menjaga keluarga agar tidak terlantar dan bercerai berai, serta memperbaiki hubungan yang telah rusak antara sepasang suami istri berupa kasih sayang dan ketenangan.
Pelajaran yang dapat diambil tentang diperbolehkannya rujuk di dalam Islam hingga beberapa waktu adalah sebagai ujian bagi sepasang suami istri dan memberikan kesempatan untuk berfikir dan kembali rujuk karena kesalahan dan kealpaan yang telah dilakukan, juga agar keduanya menyesal dan bertaubat kemudian kembali membangun rumah tangga yang diliputi suasana cinta, kasih sayang, ketenangan dan kekeluargaan.
Dan jika problem yang terjadi tidak bisa diatasi sehingga kehidupan rumah tangga --sebagaimana yang kami katakan di depan-- laksana naar jahim sehingga sudah tidak lagi dapat dipertahankan maka harus dicari solusi yang real berdasarkan jaminan dan hak-hak yang telah ditetapkan dalam syari’at Islam dan hal itu tidak kami paparkan dalam kitab ini.
Ustadz Mahmud Syakir berkata: ”...Apabila kehidupan suami istri laksana naar jahim, tidak dapat dipertahankan lagi hubungan suami istri lantas bagaimanakah solusinya? Jawabnya : Kita melihat ada dua jalan yang di tempuh manusia, pertama adalah talak (perceraian), dan inilah cara yang dipilih oleh Islam. Yang kedua adalah dengan tetap mempertahankan ikatan suami istri secara formalnya sekalipun masing-masing tidak dapat saling berhubungan baik fisik maupun perasaannya, tidak ada pula rasa cinta dan kasih sayang bahkan tidak ada istilah berhias untuk suami, terlebih-lebih lagi keduanya memperturutkan hawa nafsunya ke dalam perkara yang haram sehingga terkadang sang suami menuruti kemauannya dengan cara hidup bersama teman wanitanya, sedangkan sang istri menutup mata terhadap apa yang terjadi tersebut, seolah-olah dia tidak mengetahui apa-apa. Demikian sebaliknya sang istri berselingkuh dengan teman laki-lakinya sedangkan sang suami membutakan matanya seolah-olah dia tidak melihat apa-apa, setelah itu mereka bertemu di rumah pada penghabisan malam setelah semalaman keduanya menyerahkan tubuhnya kepada orang yang dicintainya. Nah jalan yang kedua inilah yang banyak dipilih oleh masyarakat modern sekarang ini, mengekor terhadap kaum nasrani dan yahudi yang mengingkari adanya talak. Bagaimana mungkin hubungan suami istri akan menjadi harmonis jika dia berdampingan dengan orang lain yang dia benci dan tidak dia cintai? Tidak pula dia kuasa untuk melihatnya, lantas bagaimana keduanya akan bekerjasama dengan menyatukan perasaan dan wataknya?
Oleh karena itu di antara negara-negara nasrani dan negara-negara yang lainnya akhirnya mengambil kebijakan untuk memperbolehkan terjadinya perceraian sekalipun harus menyelisihi akidah yang mereka yakini dan aturannya berlaku di muka bumi, karena melihat dampak negatif dan tidak adanya kemaslahatan dalam kehidupan.
Majlis permusyawaratan Perancis telah sepakat untuk menetapkan undang-undang diperbolehkannya cerai antara suami istri setelah berpisah dua tahun apabila keduanya sepakat untuk cerai, dan lima tahun apabila yang menyetujui perceraian hanya satu pthak. Sedangkan di negeri India, telah ditetapkan pula oleh parlemen India pada tanggal 14 Oktober 1954 tentang diperbolehkannya cerai dan dilarang cerai bagi sebagian tokoh-tokoh agama Hindu.
Di negara Italia majlis tingkat tinggi di Italia telah menetapkan diperbolehkannya cerai pada tahun 1970 karena melihat dampak buruk yang ditimbulkan dengan adanya larangan cerai sehingga harus bertentangan dengan negara Vatikan dalam hal tersebut.
Begitulah, pernikahan dan perceraian di dalam Islam adalah bukti keadilan Islam terhadap wanita dan demi kemaslahatan Wanita pula, begitu pula keduanya merupakan wujud penghargaan terhadap hak asasi manusia dan mendudukkan pada fitrahnya Sebagai manusia, menjaga kemuliaannya sehingga pastilah akan datang suatu hari --dengan kekuatan Allah-- yang menyeru kepada manusia yang tinggal di seluruh permukaan bumi untuk berhukum dengan syari’at Allah yang tidak ada di dalamnya kebatilan haik di depan ataupun di belakangnya yang diturunkan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Sebagai penutup dan pembahasan yang ringkas tentang talak di dalam Islam ini kami kutipkan uraian yang bagus dari da’i yang masyhur Sayyid Quthb Rahimahullah
”Dan jurang yang dalam di alam ini, Islam mengangkat martabat wanita dan dalam kaitannya dengan hubungan suami istri Islam memuliakan wanita sedemikian tinggi, suci dan mulia. Islam telah mengangkat wanita baik martabat, penghargaan, hak-hak dan jaminan. . . tatkala dia lahir dia tidak dikubur (sebagaimana kebiasaan jahiliyah sebelum datangnya Islam) dan tidak pula dihinakan. Ketika dewasa dia dilamar dan tidak berhak dia dinikahkan kecuali atas persetujuan darinya baik ketika dia sudah menjadi janda ataupun masih gadis. Sebagai seorang istri dia memiliki hak untuk dijaga yang dijamin oleh syari’at. Dan jelaslah dirinya memiliki hak-hak yang telah dirinci dalam syari’at Islam.
Islam mensyari’atkan itu semua bukan karena wanita tersebut berada di jazirah Arab atau di suatu tempat di alam ini yang di sana dia merasa tidak ridha, bukan pula karena perasaan laki-laki merasa tersiksa dengan menelantarkan para wanita, bukan karena di sana tinggal menjadi satu antara wanita Arab atau non Arab, bukan karena wanita telah masuk menjadi anggota majlis permusyawaratan (semacam MPR) dan bukan pula karena manusia-manusia di muka bumi bersepakat untuk merubah kondisi... akan tetapi semata-mata karena itu adalah syari’at dari langit untuk bumi..”
Masih adakah alasan setelah penjelasan tersebut bagi orang-orang yang suka ngomel dan menuduh untuk mengecap bahwa hukum tentang talak di dalam Islam adalah tindakan kekerasan dan penghinaan terhadap wanita??!!..
Masih adakah setelah itu keraguan pada diri mereka yang mengekor pada tuduhan para orientalis??!!..
Akan tetapi kenyataannya sebagaimana yang digambarkan oleh Allah :
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah : “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).” Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (Al-Baqarah : 120).
---------
MENGENAL SHAHABIAH NABI S.A.W., Mahmud Mahdi Al-Istambuli dan Musthafa Abu Nashr Asy-Syalabi, Penerbit At-Tibyan Solo, cetakan kedua, Januari 2002, halaman 358 - 364

Selasa, 27 Desember 2011

ROMANTIS

Dan sebuah benda bergemuruh itu mengantarkanku menuju sebuah bangunan menyerupai istana dengan sebuah pintu besar. Aku pun diturunkan agak jauh dari pintu istana dan orang-orang disekitar tempatku turun memberikan ruang bagiku untuk maju menuju pintu itu. Dan didepan pintu telah berdiri seseorang dengan tinggi sedang, bahunya yang gagah, rambutnya panjang menyentuh ujung telinga dan wajahnya kemerah-merahan dengan senyumnya yang hangat menyambutku.
Lelaki itu berkata sambil menjabat tanganku : ”Assalamu’alaikum wahai putra "SD", aku Rasulullah Muhammad saw, Silahkan masuk kedalam Ibu Bapakmu telah menunggumu”
”Wa’alaikum salam Ya Rasulullah Muhammad saw, bolehkah aku memeluk engkau ya Rasulullah?”, jawabku.
Dan beliaupun memelukku erat sambil berkata : ”Suara gemuruh yang mengantarmu kemari adalah masjid tempatmu berjamaah wajib ketika adzan dikumandangkan dimana saja kamu berada, dan yang memberi ruang bagimu jalan menuju tempatku berdiri adalah orang-orang yang menerima sedekahmu, mereka yang kamu beri makan tanpa mereka meminta padamu, anak-anak yatim yang kamu santuni, dan orang-orang yang kamu lepaskan kesulitan hidupnya. Dan aku menyampaikan salam dari kedua orang tuamu ucapan terimakasih telah mengatasnamakan sedekah mereka dari rejeki yang Allah amanahkan kepadamu. Maka masuklah kamu dengan rasa syukur kedalam barisan dibelakangku.”

#Subhanallah, ampuni dosa-dosaku dan rahmati aku serta berharap romantisme bertemu Rasulullah ini kelak aku alami. Amin.

BANGSA YANG KEDZALIMANNYA MEMPERSULIT HATINYA MELIHAT KEBENARAN

Allah berfirman (QS. Ali-Imran 86 - 87)
“Bagaimana Allah akan memimpin suatu kaum yang kafir sesudah beriman, padahal mereka telah mengakui kerasulan (Muhammad) adalah benar dan telah datang bukti-bukti kepada mereka. Allah tidak memimpin orang-orang yang dzalim.” (86)
”Kepada mereka itu balasannya adalah sungguh-sungguh laknat dari Allah, dan malaikat serta seluruh manusia.” (87)

Abdullah bin Khumaid dan lain-lain meriwayatkan dari Al-Hasan bahwa Ahli Kitab dari kaum Yahudi dan Nasrani mengetahui sifat-sifat Muhammad saw dalam Kitab Suci mereka dan mereka mengakui serta bersaksi bahwa beliau adalah Rasul yang benar. Tetapi ketika Rasul ini bangkit dari luar golongan mereka, mereka dengki kepada bangsa Arab atas kejadian ini. Karena itu mereka mengingkarinya dan kafir kepadanya, padahal dulu mereka mengakuinya. Hal ini disebabkan kedengkiannya kepada bangsa Arab, ketika ternyata bahwa orang yang dibangkitkan menjadi Rasul ini bukan dari golongan mereka.
Bangsa Yahudi punya kesaksian bahwa kerasulan Muhammad adalah benar. Sebagaimana termuat dalam berita-berita gembira dari para Nabi Bani Israel. Mereka sangat menginginkan untuk menjadi pemimpinnya di saat Nabi yang dijanjikan ini datang. Tetapi setelah mereka menyaksikan bahwa bukti dan tanda-tanda kebenaran dari seorang Nabi yang dijanjikan itu adalah Muhammad yang berasal dari bangsa Arab ini, dengan tiba-tiba mereka menjadi kafir dan mengingkarinya.
Perbuatan orang Yahudi mengingkari bukti kebenaran yang melekat pada diri Muhammad sebagai Nabi yang dijanjikan adalah perbuatan dzalim. Karena mereka menyimpang dari jalan yang benar, menolak pemikiran yang rasional di dalam menghadapi bukti-bukti kenabian yang ada pada diri Muhammad saw.
Bangsa Yahudi dinyatakan jauh dari kemungkinan untuk mendapat hidayah dari Allah karena mereka telah menolak sunatullah yang berlaku pada hamba-Nya. Salah satu sunnatullah di dalam memberi hidayah kepada manusia untuk dapat mengetahui kebenaran ialah dengan mengetengahkan dalil dan bukti-bukti, sehingga rintangan yang menghalangi kebenaran dapat dilenyapkan. Sedangkan bukti-bukti dan dalil-dalil yang diberikan kepada bangsa Yahudi untuk mengenal diri Nabi Muhammad telah diutarakan jauh sebelum beliau dilahirkan dan dibawa oleh para Nabi Bani Israel sendiri.
Penolakan Bangsa Yahudi terhadap kerasulan Nabi Muhammad menyebabkan memperoleh laknat Allah, para malaikat dan segenap ummat manusia. Sebab dengan adanya manusia mengetahui kedzaliman bangsa Yahudi di dalam memperlakukan kebenaran sehingga mereka menjadi bangsa yang penuh kebingungan dan kerusakan mental, maka serta-merta membuat manusia lain melaknat mereka. Adalah menjadi fitrah manusia bersikap marah terhadap orang yang berlaku dzalim terhadap kebenaran.
Perilaku manusia semacam Bangsa Yahudi ini bagaimana mungkin dapat memperoleh hidayah dari Allah, padahal mereka menjadi kafir terhadap hal-hal yang tadinya telah mereka imani dan berjanji untuk mentaatinya sesuai dengan keterangan yang disampaikan oleh para Nabi mereka di dalam Kitab-Kitab Suci mereka. Dengan demikian penolakan bangsa Yahudi untuk beriman kepada Nabi Muhammad dan mengikuti ajaran-ajaran yang beliau bawa adalah karena kedzaliman mereka. Kedzaliman ini menutup hati nurani mereka untuk melihat atau membenarkan kebenaran.
--------
76 Karakter Yahudi dalam Al-Qur’an
karya Syaikh Mustafa Al-Maraghi, penyusun Drs. M. Thalib, Penerbit CV. Pustaka Mantiq Solo, cetakan pertama April 1989, halaman 123 - 126

MASJID AL HIDAYAH Jl. KH Sirajudin Semarang

Masjid Al Hidayah Tembalang Semarang
MASJID AL HIDAYAH
Jl. K.H. Sirajudin No. 38
Tembalang Semarang

Minggu, 25 Desember 2011

BANGSA YANG INGIN MEMBUAT AGAMA LAIN SEBAGAI TANDINGAN AGAMA ISLAM

Allah berfirman : QS. Ali Imran : 83 – 85
”Apakah mereka mencari agama selain dari agama Allah, padahal hanyalah kepada-Nya segala yang di langit dan di bumi berserah diri, baik dengan suka hati atau terpaksa dan kepada-Nya mereka di kembalikan.” (83)
Katakanlah . “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya‘qub dan anak anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para Nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membedakan seorang pun di antara mereka, dan kami berserah diri kepada-Nya.“ (84)
Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima (amal) daripadanya dan dia di akherat termasuk orang-orang merugi.” (85)

Kaum Yahudi dan Ahli Kitab pada umumnya meninggalkan kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Padahal kebenaran yang mereka hadapi tidak dapat dibantah sedikit pun. Mereka kemudian mencari agama selain Islam.
Salah satu dalih yang digunakan bangsa Yahudi untuk meninggalkan Islam ialah dengan mengatakan bahwa mereka adalah pewaris agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub, Musa dan Isa as. Semua Nabi yang disebut bangsa Yahudi ini adalah membawa ajaran Allah yang sama dengan yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Bahkan Al-Qur’an mengatakan bahwa Nabi dan kaum muslim bukanlah orang yang mengakui sebagian Rasul, tetapi kafir sebagian lainnya, sebagaimana dilakukan oleh bangsa Yahudi dan kaum Nasrani.
Para Nabi ini dapat diibaratkan dengan para amir yang jujur lagi amanat yang diutus oleh raja secara bergantian untuk mengurus salah satu wilayah kerajaannya, membangun kepentingan penduduknya dan membuat undang-undang yang bermanfaat untuk memerintah wilayah tersebut. Lalu ada kalanya seorang amir di belakangnya mengubah sebagian undang-undang yang sama, sejalan dengan perkembangan penduduknya dan adat - isuadat mereka, sebagaimana Ia saksikan dari suasana yang hatinya kasar menjadi halus, dari yang tadinya bodoh menjadi berilmu, yang tadinya biadab menjadi beradab. Tujuan dilakukannya perubahan ini ialah demi kesejahteraan mereka dari memperluas kebahagiaannya serta membawa mereka kepada keadaan yang sejahtera.
Bangsa Yahudi dengan agamanya ternyata tidak menjadikan mereka sebagai manusia yang dapat berjiwa pasrah dan tunduk kepada Allah. Agama Yahudi telah menjadi suatu cara hidup yang berlawanan dengan akal sehat dan fitrah manusia. Sebagai bukti ialah doktrin mereka, bahwa mereka menjadi kekasih Tuhan, sedangkan manusia yang lain menjadi budak mereka, Tuhan akan mengampuni dosa orang Yahudi, walaupun betapa besar kejahatannya, karena mereka adalah manusia pilihan. Doktrin-doktrin semacam ini menyebabkan mereka menolak ajaran Islam yang mengajarkan adanya persamaan derajat bagi setiap manusia dan pertanggunganjawaban manusia atas setiap tindakannya kepada Allah.
Agama yang tidak bisa menjadikan penganutnya berjiwa pasrah dan tunduk kepada Allah, adalah merupakan sekedar rangkaian slogan dan tradisi yang tidak membawa manfaat kepada ummat manusia. Bahkan akan menambah kerusakan jiwa dan kebingungan. Jika agama telah menjadi sekumpulan slogan dan tradisi, pada saat itu akan menjadi sumber kebencian dan permusuhan sesama manusia di dunia ini.
Bangsa Yahudi telah merasakan bahwa agama mereka hanya tinggal serangkaian slogan dan tradisi dan penuh dengan kebingungan dan sumber kerusakan moral. Walaupun Islam datang kepada mereka membawa ajaran yang membangkitkan kesegaran jiwa dan memberikan cahaya terang benderang, tapi karena kebencian mereka kepada Islam, mereka menolaknya dan berusaha menciptakan agama tandingan. Agama tandingan yang hendak mereka sodorkan inii, mereka tawarkan sebagai warisan dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ishaq. Maka tidaklah mengherankan kalau sampai saat ini bangsa Yahudi dengan penuh kecongkakan membanggakan diri sebagai pewaris agama Nabi-Nabi Bani Israel yang bersumber dari Nabi Ibrahim. Dan pada hakekatnya pernyataan mereka ini adalah sebagai kedok untuk menciptakan agama lain sebagai tandingan dari agama Islam.
--------
76 Karakter Yahudi dalam Al-Qur’an karya Syaikh Mustafa Al-Maraghi, penyusun Drs. M. Thalib, Penerbit CV. Pustaka Mantiq Solo, cetakan pertama April 1989, halaman 120 - 123

MASJID BAITUL ATIQ Puspanjolo Barat Semarang

Masjid Baitul Atiq, Puspanjolo Barat Semarang
MASJID BAITUL ATIQ
Jl Puspanjolo Barat Raya No 1
Semarang

Sabtu, 24 Desember 2011

BANGSA YANG MENJADIKAN AGAMA SEBAGAI ALAT MEMPERBUDAK BANGSA LAIN

Allah berfirman : (QS. Ali-Imran : 79 - 80)
“Sama sekali tidak benar seseorang manusia yang Allah beri kepadanya Al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, “Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah-penyembah Allah”. Akan tetapi (dia berkata), “Jadilah kamu ahli agama yang bertaqwa, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan selalu mempelajarinya”. (79)
“Dan (sama sekali tidak benar baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para Nabi sebagai Tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah Islam”. (80)

Ibnu lshaq dan lain-lain meriwayatkan dari Ibnu Abbas, katanya, Abu Rafiq Al-Quradli ketika para pendeta Yahudi dan Nasrani dari Najran berkumpul di sisi Rasulullah saw, dan Nabi mengajak mereka kepada Islam, Ia berkata, “Wahai Muhammad, apakah engkau ingin kami menyembahmu, seperti orang-orang Najran, menyembah Isa?” Lalu seorang laki-laki Nasrani dari Najran, berkata, “Atau seperti tuan inginkan ?“ Lalu Rasulullah menjawab, “Aku berlindung kepada Allah dari kami menyembah selain Allah atau menyuruh manusia menyembah selain Dia . Tidak untuk itu Allah mengutusku dan tidak untuk itu aku diperintah”. Kemudian Allah menurunkan ayat ini.
Di dalam ayat ini Allah mencela kaum Yahudi yang menyalahgunakan rahmat Allah berupa pemberian agama sebagai alat untuk menyeru manusia agar menyembah dirinya. Perbuatan orang Yahudi yang mengajak manusia menyembah diri mereka sama halnya menjadikan agama sebagai alat memperbudak bangsa lain. Agama yang Allah berikan kepada bangsa Yahudi memerintahkan kepada mereka untuk mengajak manusia menyembah kepada Allah saja, mengajak mereka mengetahui hukum-hukum Allah. Jadi seharusnya bangsa Yahudi menjadi, contoh bagi manusia lain dalam taat dan beribadah kepada Allah, dan menjadi guru yang mengajarkan Kitab Allah kepada manusia. Akan tetapi yang dilakukan oleh bangsa Yahudi justru sebaliknya. Mereka telah mengadakan suatu cara untuk berhubungan dengan Allah, yaitu dengan mengadakan perantara antara seseorang dengan Allah misalnya sebagai pembaca do’a. Dengan adanya lembaga perantara ini mereka telah melanggar ketentuan hukum melakukan penyembahan kepada Allah dengan cara yang sebersih-bersihnya. Tindakan lain yang mereka lakukan di dalam membentuk lembaga perantara ini yaitu mereka mengangkat para wali untuk menjadi penghubung manusia awam dengan Allah.
Ketika Nabi saw, bangkit menghadapi kaum Yahudi memperingatkan kepada mereka agar mereka menyembah Allah secara langsung tanpa perantara apapun, Rasulullah menyuruh agar setiap orang tekun mempelajari Kitab Allah dan mengamalkannya, supaya menjadi ahli agama yang bertaqwa, yang diridhai Allah.
Al-Qur’an pun menegaskan bahwa Nabi sama sekali tidak pernah menyuruh manusia menyembah dan bersujud kepada para Nabi ataupun para malaikat di samping menyuruh mereka mengesakan Allah dan mentaatinya. Jika benar, seorang Nabi berbuat begitu, maka perbuatan semacam itu menunjukkan pada kekafirannya, hilang kenabiannya dan ketiadaan iman.
Bangsa Yahudi yang mengajarkan kepada manusia bahwa Uzair adalah putra Allah dan kemudian mengajak menyembah kepada Uzair pada hakekatnya adalah sama dengan mengajak manusia menyembah kemuliaan bangsa Yahudi di tengah ummat manusia lainnya. Dengan keyakinan bahwa di tengah bangsa Yahudi lahir seorang putra Tuhan, maka diharapkan manusia yang lain memperlakukan bangsa
Yahudi secara istimewa. Dan ini berarti melalui agama bangsa Yahudi memperbudak bangsa lain. Karena dengan melalui jalur agama ini bangsa Yahudi dapat menetapkan hukum dengan kehendaknya sendiri untuk diberlakukan kepada bangsa-bangsa lain dengan tujuan mengajak mereka untuk tunduk pada kemauan bangsa Yahudi.
Barangsiapa yang memperhatikan perkumpulan-perkumpulan Internasional yang disponsori bangsa Yahudi, seperti perkumpulan Lions Club, Rotary Club, Sarjana Ahli Perbandingan Agama, Pertukaran Pelajar dan Pemuda Internasional, Korps Sukarelawan Perdamaian, akan mengetahui bahwa segala tata tertib yang mereka ciptakan pada hakekatnya mengabdi pada kepentingan bangsa Yahudi.
--------
76 Karakter Yahudi dalam Al-Qur’an karya Syaikh Mustafa Al-Maraghi, penyusun Drs. M. Thalib, Penerbit CV. Pustaka Mantiq Solo, cetakan pertama April 1989, halaman 117 - 120

MASJID AL-MUSLIM Puspanjolo Semarang

Masjid Al-Muslim Puspanjolo Dalam Semarang

MASJID AL-MUSLIM
Jl Puspanjolo Dalam No 9
Semarang

Sabtu, 17 Desember 2011

BANGSA YANG SUKA MENGADA-ADA URUSAN AGAMA

Allah berfirman (QS. Ali-Imran 78)
”Di antara mereka sungguh ada segolongan yang merubah ucapan mereka dalam membaca Al-Kitab supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al-Kitab. padahal ia bukan dari Al-Kitab dan mereka mengatakan “Ia dari sisi Allah”, padahal Ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta atas nama Allah. sedang mereka mengetahuinya”.

Diriwayatkan dan Ibnu Abbas bahwa golongan ini adalah orang-orang Yahudi yang datang kepada Ka’ab bin Asyraf, seorang tokoh yang sangat memusuhi Rasulullah, banyak menyakiti beliau dan mengganggunya. Mereka inilah yang mengubah dan menulis sebuah kitab dengan mengubah keterangan mengenai ciri-ciri Nabi Muhammad saw. Buku yang mereka susun ini dijadikan pegangan oleh Yahudi Bani Quraidhah, lalu mereka campur dengan kitab suci yang ada pada mereka. Ketika mereka membaca Al-Kitab, mereka membacanya dengan mengubah ucapannya, sehingga menimbulkan dugaan pada orang banyak bahwa yang dibaca itu adalah Taurat.
Para pendeta Yahudi yang melakukan kutipan kata-kata berasal dari tokoh-tokoh mereka kemudian disisipkannya di dalam rangkaian pembacaan kitab suci mereka adalah dimaksudkan untuk mengelabui ummat Islam. Dengan cara semacam ini diharapkan ummat Islam percaya bahwa kata-kata yang mereka baca itu adalah berasal dari sisi Allah, padahal sebenarnya adalah buatan mereka sendiri.
Dengan demikian kata-kata yang mereka sisipkan di tengah pembaca kitab suci mereka adalah kedustaan ciptaan mereka sendiri. Maka ayat Al-Quran ini mencela keras perbuatan mereka dan sekaligus menjelaskan betapa hebatnya kekurangajaran mereka di dalam memutarbalikkan agama mereka. Kaum Yahudi bukan hanya melakukan kebohongan secara sembunyi-sembunyi di dalam mengada-ada urusan agama mereka, bahkan secara berani mengatasnamakan sebagai wahyu dari Allah. Mereka berani berbuat kurangajar semacam ini, karena punya anggapan, bahwa dosa apapun yang mereka lakukan tentu akan diampuni oleh Allah. Sebab mereka sebagai kekasih Allah dan bangsa pilihan.
Ayat inipun menegaskan bahwa dusta yang dilakukan oleh kaum Yahudi dengan kedok agama Allah adalah tindakan yang sengaja, bukan karena kekeliruan.
Penyakit kaum Yahudi semacam ini juga menimpa sebagian besar ummat Islam dewasa ini. Mereka punya anggapan sudah pasti masuk syurga, biar dosa apapun yang mereka lakukan. Karena mereka punya keyakinan bahwa setiap orang Islam mesti akan mendapat pertolongan Nabi saw, asalkan mengaku beragama Islam, walaupun tidak melaksanakan syari’at Islam, bahkan melakukan perbuatan yang biasa dilakukan orang kafir atau munafik.
--------
76 Karakter Yahudi dalam Al-Qur’an karya Syaikh Mustafa Al-Maraghi, penyusun Drs. M. Thalib, Penerbit CV. Pustaka Mantiq Solo, cetakan pertama April 1989, halaman 115 - 117

MASJID AL-HUDA Puspanjolo Semarang

Masjid Al-Huda Puspanjolo Semarang
MASJID AL-HUDA
Jl Puspanjolo Dalam VII
Semarang

Minggu, 11 Desember 2011

BANGSA YANG SUKA MENGINGKARI AMANAH ORANG

Allah berfirman : (QS. Ali Imran : 75)
”Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu, dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang sedikit, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu karena mereka mengatakan, “Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang Arab”. Mereka berdusta atas nama Allah, padahal mereka mengetahui.”

Segolonga Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) berusaha memperdayakan ummat Islam, agar mereka keluar dari agama Islam. Dan segolongan lagi berani menghalalkan memakan harta orang Islam dan orang lain secara bathil, karena beranggapan perbuatan tersebut tidak dilarang oleh agama mereka, kecuali kalau dilakukan secara khianat terhadap sesama Bani Israel.
Ringkasnya, Ahli Kitab ini terbagi 2 golongan:
  1. Yang bersikap amanat terhadap harta yang banyak maupun sedikit. Contohnya, Abdullah bin Salam. Ia pernah dititipi seorang Quraisy sebanyak 1.200 uqiyah emas, dan ia jaga dengan baik amanah ini.
  2. Yang khianat terhadap amanat. Ia mengingkari titipan orang kepadanya walaupun jumlahnya sedikit. Dan dia tidak mau menunaikan amanah kepadamu, kecuali kalau kamu terus menerus menuntutnya atau memperkarakannya ke pengadilan. Termasuk dalam golongan ini ialah Ka’ab bin Asyraf. Ia pernah dititipi seorang Quraisy uang satu dinar, kemudian diingkarinya.

Lebih jauh Allah menjelaskan bahwa kaum Yahudi mempunyai anggapan sesat, yaitu bahwa tidaklah berdosa kalau tidak bersikap amanat terhadap harta benda orang-orang Arab dan non-Yahudi lainnya. Bagi bangsa Yahudi mengkhianati amanat yang diberikan oleh orang-orang non Yahudi tidaklah akan menjadikan Allah murka kepada mereka.
Anggapan sesat ini dicela oleh Allah. Menurut orang-orang Yahudi bahwa Allah murka terhadap orang-orang non-Yahudi serta memandangnya rendah, sehingga golongan manusia non-Yahudi tidak mempunyai hak apapun terhadap harta kekayaan dan harta mereka tidaklah mendapat perlindungan hukum. Karena segala cara yang dapat digunakan untuk merampas harta orang-orang non-yahudi dianggap tidak berdosa.
Anggapan bangsa Yahudi yang sesat semacam ini jelas merupakan suatu tipu daya, pengelabuan dan fanatik keagamaan yang berlebihan serta penghinaan terhadap adanya hak pemilikan pada setiap orang. Ibnu Jarir meriwayatkan sebagai berikut : “Sekeompok ummat Islam menjual kepada orang Yahudi beberapa barang mereka pada zaman Jahiliyah. Tatkala mereka ini masuk Islam, mereka menebus harga barangnya, tetapi orang-orang Yahudi menjawab, “Kami bukanlah golongan yang amanat. Dan kami tidak berkewajiban melunasi hutang kami kepadamu. Karena kamu telah meninggalkan agama yang dahulu kamu ikuti, seraya mereka mengaku bahwa mereka mendapatkan di dalam kitab mereka ketentuan yang demikian itu.
Al-Qur’an menyatakan bahwa kaum Yahudi mengetahui secara persis betapa dustanya anggapan mereka yang kosong ini. Karena ajaran Allah yang ada pada kitab-Nya dan Taurat yang ada di tangan mereka tidak ada keterangan yang membenarkan khianat terhadap orang-orang Arab dan memakan harta mereka secara bathil. Mereka tahu dengan sebenar-benarnya ketentuan Allah. Tetapi karena mereka tidak suka berpegang kepada kitab sucinya semata, melainkan mengikuti pendeta-pendeta mereka dan menganggap fatwa mereka sebagai agama, padahal mereka ini mengeluarkan fatwa agama menurut akal dan hawa nafsunya serta memutar-balikkan ayat-ayat Kitab Suci untuk menguatkan pendapat-pendapat mereka Di dalam pendapat-pendapat seperti inilah mereka menemukan suatu pembenaran terhadap anggapan mereka itu.
Al-Qur’an menegaskan bahwa perbuatan bangsa Yahudi berkhianat terhadap amanat orang-orang non Yahudi tetap sebagai perbuatan dosa. Kamu (bangsa Yahudi) tetap berkewajiban memenuhi janji-janji kamu yang telah ditentukan, dan memenuhi semua amanat. Bila seseorang meminjamkan hartanya kepada kamu sampai batas waktu tertentu menjual barangnya kepada kamu dengan harga jatuh tempo pembayaran atau dititipi suatu amanat, maka wajiblah engkau memenuhi dan menunaikan hak orang itu pada saat tiba temponya tanpa perlu ditagih atau diajukan ke pengadilan. Hal seperti ini sesuai dengan ketentuan fitrah dan ketetapan agama.
Ayat ini mengisyaratkan, bahwa bangsa Yahudi beranggapan, pada hakekatnya memenuhi janji bukanlah suatu kewajiban mutlak. Bahkan mereka memperbedakan siapa lawan perjanjiannya itu. Jika sama-sama Bani Israel wajib dipenuhi, tetapi kalau orang lain, tidak wajib.
--------
76 Karakter Yahudi dalam Al-Qur’an karya Syaikh Mustafa Al-Maraghi, penyusun Drs. M. Thalib, Penerbit CV. Pustaka Mantiq Solo, cetakan pertama April 1989, halaman 112 - 115

ALLAH Selalu Menguji Sekali atau Dua Kali Setiap Tahun, Apakah Kita Jadi Golongan Munafik

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قٰتِلُوا۟ الَّذِينَ يَلُونَكُم مِّنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا۟ فِيكُمْ غِلْظَةً ۚ وَاعْلَمُوٓا۟ أَنَّ اللَّـهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang disekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasannya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. 9 : 123).

وَإِذَا مَآ أُنزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هٰذِهِۦٓ إِيمٰنًا ۚ فَأَمَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ فَزَادَتْهُمْ إِيمٰنًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
Dan apabila diturunkan suatu surat, maka diantara  (orang-orang munafik) ada yang berkata : ”Siapakah diantara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini? Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira. (QS. 9 : 124).

وَأَمَّا الَّذِينَ فِى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَىٰ رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا۟ وَهُمْ كٰفِرُونَ
Dan adapun orang-orang yang didalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir. (QS. 9 : 125).

أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِى كُلِّ عَامٍ مَّرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ
Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali dalam setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pengajaran? (QS. 9 : 126).

وَإِذَا مَآ أُنزِلَتْ سُورَةٌ نَّظَرَ بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ هَلْ يَرَىٰكُم مِّنْ أَحَدٍ ثُمَّ انصَرَفُوا۟ ۚ صَرَفَ اللَّـهُ قُلُوبَهُم بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَفْقَهُونَ
Dan apabila diturunkan satu surat, sebagian mereka memandang kepada sebagian yang lain (sambil berkata): “Adakah seorang dari (orang-orang muslimin) yang melihat kamu?” Sesudah itu merekapun pergi. Allah telah memalingkan hati mereka disebabkan mereka adalah kaum yang tidak mengerti. (QS. 9 : 127).

لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Sesungguhnva telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min. (QS. 9 : 128).

فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَقُلْ حَسْبِىَ اللَّـهُ لَآ إِلٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ ۖ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukaplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada Nya aku bertawakkal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ’arasy yang agung”. (QS. 9 : 129).

-----------------
Bibliography :
Al Qur'aan dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Depag, Pelita II/ 1978/ 1979, halaman 302 - 303.
Tulisan Arab Al-Qur'an

MASJID JAMI' BAITUL MANNAN Karangasem Trimulyo Genuk Semarang

Masjid Jami' Baitul Mannan, Genuk, Semarang

MASJID JAMI' BAITUL MANNAN
Karangasem Trimulyo
Kecamatan Genuk Semarang

Sabtu, 10 Desember 2011

Perintah Bertakwa dan Selalu Bersama Orang-orang yang Benar

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ اتَّقُوا۟ اللَّـهَ وَكُونُوا۟ مَعَ الصّٰدِقِينَ
"Hai orang-orang yang beriman! berbaktilah kepada Allah dan masuklah dalam golongan orang-orang yang benar”. (QS. 9 : 119).
-----------------
Bibliography :
Tafsir Qur'an Al-Furqan, A. Hassan, Penerbit Al Ikhwan Surabaya, Cetakan Kedua 1986, halaman 387.
Tulisan Arab Al-Qur'an

HASIL SIFAT SABAR

”Yaitu, orang-orang yang ketika ditimpa kesusahan (musibah), mereka itu berkata : sesungguhnya kami ini adalah mikil Allah dan kepada-Nya pula kami akan kembali. Merekalah orang-orang yang mendapat karunia, kehormatan dan rahmat dari Tuhan dan merekalah orang-orang yang memperoleh hidayah.” (QS Al-Baqarah: 157)
Uraian akhir ayat diatas menjelaskan tiga macam sukses atau hasil yang akan diperoleh orang-orang yang sabar. Yang tiga macam itu ialah:

(1) Shalawat. Artinya = karunia.

Menurut Sayid Rasyid Ridha, yang dimaksud dengan shalawat itu ialah bermacam-macam kemuliaan, kehormatan, ketinggian, baik pada sisi Tuhan maupun pada sisi manusia. Ibnu-Abbas mengatakan, bahwa dalam pengertian shalawat itu termasuk juga ampunan Ilahi. (Tafsir Al-Manar: j. II hal. 41).

(2) Rahmat. Artinya = kasih sayang Tuhan.
Mengenai Rahmat itu, disebutkan dalam Al-Quran :
”Rahmat-Ku (Tuhan) meliputi semua hal”. (Al-A’raf : 156).

Rahmat Tuhan itu meliputi segala bidang kehidupan, bertemu dalam setiap keadaan dan situasi. Dalam kehidupan, baik kehidupan sebagai pribadi maupun sebagai ummat atau bangsa, kerapkali manusia mendapat rahmat. Kadang-kadang seseorang umpamanya sudah putus asa terhadap sesuatu hal.
Segala usaha telah dijalankan. Menurut perhitungan yang normal, usaha itu tidak akan berhasil lagi. Tapi, pada saat-saat yang terakhir Tuhan memberikan rahmat-Nya sehingga akhirnya berhasil juga apa yang dimaksud itu. Malah lebih daripada yang diharapkan. Inilah salah satu contoh mengenai kasih sayang Tuhan yang diberikan-Nya kepada kehidupan manusia-pribadi.
Dalam kehidupan sebagai bangsa, kerapkali pula ditemui saat-saat dimana Rahmat Tuhan itu datang tanpa disangka-sangka. Siapakah yang menyangka, setelah berjuang berpuluh-puluh tahun, tiba-tiba di atas kuburan kekalahan Jepang, maka bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan negaranya, dengan proklamasi 17 Agustus 1945? Bukankah itu satu Rahmat Tuhan yang datangnya dengan tiba-tiba?
(3) Hidayah. Artinya = petunjuk, pimpinan.
Hidayah itu ada lima macam, yaitu :
  • Hidayah-fithri. Yakni, tabiat yang dianugerahkan kepada manusia sejak permulaan kejadiannya. Ahli-ahli ilmu jiwa atau pendidikan menamakannya: instinct. Hidayah yang demikian bukan hanya diberikan kepada manusia saja, tapi terhadap semua makhluk Tuhan.
  • Hidayah-indra. Yaitu, alat peraba, alat pendengar, alat pencium, alat pelihat dan lain-lain sebagainya.
  • Hidayah-akal. Yakni,satu alat yang dapat membedakan antara yang baik dengan yang buruk. Hidayah ini hanya diberikan kepada manusia saja, tidak kepada hewan.
  • Hidayah-agama (ad-dien). Yaitu, petunjuk tentang, peraturan-peraturan dan pegangan hidup manusia, yang menyangkut kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat.
  • Hidayah-taufiq. Yakni kesesuaian yang diberikan oleh Tuhan, sesuai dan sejalan dengan apa yang diharapkan oleh manusia. Hidayah-taufiq itu hanyalah hak tunggal Tuhan sendiri, semacam hak prerogatif.
Dalam rumusan yang singkat, hidayah itu dapat dikatakan mengandung bermacam-macam unsur yang meliputi kebenaran, keadilan, kebahagiaan, kenikmatan dan lain-lain sebagainya.
Apabila karunia, kasih sayang dan petunjuk sudah diberikan Tuhan kepada manusia, maka itulah puncak kebahagiaan dan sukses. Sukses itu dapat dicapai dengan mengetrapkan sifat sabar.
---------------
SABAR DAN SYUKUR, M. Yunan Nasution, Penerbit Ramadhani, halaman 16 - 18

MASJID JAMI' BAITURROHIM Ngawen Wedung Demak

Masjid Jami' Baiturrohim

MASJID JAMI' BAITURROHIM
Kelurahan Ngawen
Kecamatan Wedung
Kabupaten Demak

Jumat, 09 Desember 2011

BENTUK SABAR

Dilihat dari keadaan dan bentuknya, maka sabar itu ada dua macam, yaitu :
  1. sabar yang bersifat jasmaniah (fisik). Yaitu, kesabaran badan memikul beban yang berat-berat, seperti sabar mendapat cobaan, sabar ditimpa kemiskinan, sabar menderita sakit dan lain-lain sebagainya.
  2. sabar yang bersifat rohaniah, kejiwaan. Ini terbagi pula kepada beberapa macam, masing-masing dengan sebutan dan istilahnya sendiri-sendiri.
Diantaranya :
  • sabar menahan hawa nafsu perut dan seksual. Ini disebutkan ‘iffah.
  • teguh hati menahan musibah atau bencana yang menimpa. Tidak gelisah, tidak mengeluh, tidak menyesal, tidak mengupat-upat dan lain-lain. Dalam hal ini biasa dipergunakan istilah sabar.
  • menahan diri dari kehidupan mewah di waktu kaya.
  • sabar dalam perjuangan, pertempuran atau peperangan. Ini dinamakan saja’ah. Lawannya ialah jubun, pangecut.
  • menahan diri dari kemarahan. Ini disebut hilm.
  • menahan diri dan lapang dada menghadapi lawan. Ini dinamakan tasamuh, toleransi.
  • menahan diri dan memelihara rahasia, baik rahasia sendiri maupun rahasia orang lain, rahasia negara dan lain-lain. Sifat ini disebutkan kitman.
  • menahan diri dari kemewahan hidup dunia. Ini dinamakan zuhud.
  • menahan diri dari kehidupan yang berlebih-lebihan dan hidup sekedar yang perlu saja, mencukupkan dengan apa yang ada. Hal itu. disebutkan qana’ah.
Semua yang diuraikan di atas ini termasuk dalam lingkungan pohon yang besar, yang dinamakan sabar.
---------------
SABAR DAN SYUKUR, M. Yunan Nasution, Penerbit Ramadhani, halaman 15 - 16

MASJID BAITUL IZZAH, Babalan, Wedung, Demak

Masjid Baitul Izzah Babalan Wedung Demak

MASJID BAITUL IZZAH
Desa Babalan Kecamatan Wedung
Kabupaten Demak

Posisi Desa : 110,60893 derajat Bujut Timur, 6,72146 derajat Lintang Selatan

Rabu, 07 Desember 2011

Perintah untuk Berjihad

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انفِرُوا۟ فِى سَبِيلِ اللَّـهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ ۚ أَرَضِيتُم بِالْحَيَوٰةِ الدُّنْيَا مِنَ الْءَاخِرَةِ ۚ فَمَا مَتٰعُ الْحَيَوٰةِ الدُّنْيَا فِى الْءَاخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu : “Berangkatlah (untuk berperang pada jalan Allah)” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (QS. 9 : 38).

إِلَّا تَنفِرُوا۟ يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا تَضُرُّوهُ شَيْـًٔا ۗ وَاللَّـهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. 9 : 39).

إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّـهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا۟ ثَانِىَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِى الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّـهَ مَعَنَا ۖ فَأَنزَلَ اللَّـهُ سَكِينَتَهُۥ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُۥ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا۟ السُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ اللَّـهِ هِىَ الْعُلْيَا ۗ وَاللَّـهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan oang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 9 : 40).

انفِرُوا۟ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجٰهِدُوا۟ بِأَمْوٰلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِى سَبِيلِ اللَّـهِ ۚ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. 9 : 41).

Tafsir Ayat

QS. 9 : 38. "Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu : “Berangkatlah (untuk berperang pada jalan Allah)” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.

Latar Belakang Turunnya Ayat
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (QS. 9 : 38) sesudah Fathu Makkah ketika Kaum Muslimin diperintahkan menyerang kota Tabuk. Pada waktu itu musim panas, buah-buahan hampir matang yang merangsang mereka untuk duduk berteduh di bawah pohon sambil menikmati buah-buahan sehingga merasa enggan meninggalkan tempat itu untuk melaksanakan perintah. Ayat ini (QS. 9 : 38 s/d 40) memberikan peringatan kepada mereka bahwa perbuatan seperti itu tidak ada artinya apabila dibandingkan dengan kehidupan di akhirat. Kemudian turunlah ayat berikutnya (QS. 9 : 41) yang memerintahkan untuk melaksanakan perintah dengan prasaan ringan atau pun berat. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid.

QS. 9 : 39Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. 

Latar Belakang Turunnya Ayat
Dalam suatu riwayat dikemukkan bahwa Najdah bin Nafi’ bertanya kepada Ibnu Abbas tentang ayat ini (QS. 9 : 39). Ia menjawab “Rasulullah memerintahkan berangkat ke medan perang kepada beberapa suku bangsa Arab, tetapi mereka enggan melaksanakan perintah itu. Maka turunlah ayat ini (QS. 9 : 39) sebagai ancaman terhadap keengganan mereka dan mereka mendapat siksaan dari Allah dengan tidak turunnya hujan. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Najdah bin Nafi’.

Ibnu Taimiyah dalam buku "Tazkiyatun Nafs", memaknai QS. At-Taubah (9) : 38 - 39, bahwa kebaikan anak cucu Adam  tidak akan sempurna dalam agama dan dunianya, kecuali dengan keberanian dan kedermawanan. Allah menjelaskan bahwa seorang yang berpaling dari-Nya dan meninggalkan jihad, maka Allah ta'ala akan menggantikannya dengan kaum yang lain, yang akan menegakkan jihad.
Allah telah banyak menyebutkan dan memuji orang yang berjihad dengan jiwa dan harta mereka di jalan-Nya. Hal itu mereka dapatkan berkah keberanian dan kelapangan dada dalam keta'atan kepada-Nya dan menta'ati Rasul-Nya. Memiliki sifat keberanian berarti memiliki sifat sabar yang mengandung kekuatan hati dan kekokohannya sebagaimana Allah ta'ala berfirman : "Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar". (TQS. al-Baqarah (2) : 249).
Keberanian bukan hanya terletak pada kekuatan badan, terkadang ada orang kuat badannya namun lemah hatinya, tapi kekuatan itu ada pada kekuatan hati dan kekokohannya.

QS. 9 : 40. Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan oang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

QS. 9 : 41. Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Latar Belakang Turunnya Ayat
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa di antara Kaum Muslimin mungkin terdapat orang-orang yang sakit atau lemah karena ketuaannya sehingga merasa berdosa tidak ikut berperang sabil. Maka Allah menurunkan ayat ini (QS. 9 : 41) yang memerintahkan berangkat dengan rasa ringan atau pun berat. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Hadirami.
-----------------
Bibliography :
Al Qur'aan dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Depag, Pelita II/ 1978/ 1979, halaman 284 - 285.
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke-5, 1985, halaman 246 - 247.
Tazkiyatun Nafs, Ibnu Taimiyah, Penerbit : Darus Sunnah Press Jakarta 2008, Cetakan Pertama, halaman 284 - 286.
Tulisan Arab Al-Qur'an

Minggu, 04 Desember 2011

Sikap Orang Alim Yahudi dan Nashara

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّ كَثِيرًا مِّنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوٰلَ النَّاسِ بِالْبٰطِلِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّـهِ ۗ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِى سَبِيلِ اللَّـهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya kebanyakan daripada guru-guru dan pendeta-pendeta (Yahudi dan Nashara), memakan harta-harta manusia dengan (jalan yang) salah, dan mereka halangi (manusia) dari jalan Allah: dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak dan tidak mereka belanjakannya di jalan Allah, maka khabarkanlah kepada mereka akan ‘adzab yang pedih. (QS. 9 : 34).

يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِى نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ۖ هٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنفُسِكُمْ فَذُوقُوا۟ مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ
(Yaitu) pada hari yang dipanggang (harta-harta) itu atas neraka jahannam lalu diseterikakan dengannya akan dahi-dahi mereka dan rusuk-rusuk mereka dan belakang-belakang mereka (sambil dikatakan) : ”inilah apa yang kamu timbun untuk diri kamu lantaran itu rasakan apa yang kamu timbun”. (QS. 9 : 35).
-----------------
Bibliography :
Tafsir Qur'an Al-Furqan, A. Hassan, Penerbit Al Ikhwan Surabaya, Cetakan Kedua 1986, halaman 363 - 364.
Tulisan Arab Al-Qur'an

TINGKAT DAN DERAJAT ORANG-ORANG YANG SABAR

Dilihat dari sudut kekuatan dan kelemahan menghadapi sesuatu keadaan atau situasi, tingkat kasabaran manusia terbagi tiga macam.
Pertama, yang dapat menguasai dan menaklukkan hawa nafsunya terus-menerus. Mereka tetap mempunyai pendirian yang kuat (istiqamah), senantiasa menuruti jalan lurus, teguh hati mematuhi ketentuan-ketentuan Agama.
Mereka itulah yang dinamakan kaum Siddiqun atau Muqarrabun, yaitu orang-orang yang lurus-jujur dan selalu menghampirkan diri kepada Tuhan.
Mereka senantiasa melaksanakan kehidupan yang digariskan Tuhan:
“Kembalilah kepada Tuhan engkau dalam keadaan ridho dan diridhoi.” (Fajar : 28).
Kedua, yang dikuasai oleh hawa nafsunya, yang selalu menyerah-berlutut kepada keinginannya dalam setiap hal dan di segala zaman. Hawa nafsunya dikendalikan oleh syaitan, dia tidak mampu melawannya. Hidupnya selalu dibuaikan oleh kemewahan dunia. Mereka itulah yang dinamakan kaum Ghafilun, kaum yang lalai, lengah. Mereka yang dilukiskan oleh Tuhan di dalam Al-Quran dengan kalimat :
“Mereka mempunyai hati, tapi tidak mau mengerti, mempunyai mata, tapi tidak melihat; mempunyai telinga, tapi tidak mau mendengar. Mereka tak obahnya seperti hewan, malah lebih sesat dari itu lagi. Mereka itu adalah orang-orang yang lalai (ghafilun).” (At-A’raf : 179).

Ketiga, orang yang terus-menerus berjuang (berjihad) melawan hawa nafsunya. Dalam perjuangan itu silih berganti dia mengalami up and down, bangkit dan jatuh. Sewaktu-waktu menang, kadang-kadang kalah. Tapi ia tidak kehilangan kemauan dan spirit (semangat), tidak putus asa. Mereka itu dinamakan kaum Mujahidun, kaum yang berjihad, berjuang. Terhadap mereka Tuhan memberikan jaminan di dalam Al-Quran :
“Dan orang-orang yang berjihad (berjuang) pada (agama) KAMI, sesungguhnya KAMI pimpin mereka kejalan yang KAMI ridhoi.” (Al-’Ankabut: 69)
---------------
SABAR DAN SYUKUR, M. Yunan Nasution, Penerbit Ramadhani, halaman 13 - 15

BANGSA YANG PALING SENANG MEMBUAT SIASAT KERAGU-RAGUAN

Allah berfirman (QS. Ali Imran 72 - 73)
“Segolongan (lain) dan ahli kitab berkata (kepada sesamanya). “Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya. supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada keingkaran)”. “Dan janganlah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti agamanya. Katakanlah, Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah) kamu percaya bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu. dan bahwa mereka akan menyalahkan hujjahmu di sisimu”. Katakanlah, “sesungguhnya karunia di tangan Allah, Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha luas pemberian-Nya dan Maha Mengetahui.”

Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Ibnu Abbas, katanya, “Abdullah bin Shaib dan Adi bin Zain serta Haris bin Auf saling berkata satu sama lain, “Marilah di waktu pagi kita beriman kepada ajaran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya, tetapi di waktu sore kita kembali kafir, supaya mereka bingung terhadap agama mereka, mudah-mudahan mereka akan berbuat seperti yang kita perbuat sehingga mereka dapat kembali menjadi kafir.” Lalu Allah menurunkan ayat mengenai perangai mereka itu, ayat 72 ini.
Sasaran golongan ini ialah merusak manusia, sehingga mereka (sahabat Nabi saw) berkata, “Sekiranya mereka hendak melihat kebathilan Islam, tentu mereka tidak akan keluar sesudah menjadi orang Islam. Karena tidak masuk akal seseorang yang telah mengetahui kebenaran lalu meninggalkan kebenaran tanpa sebab. Lebih-lebih lagi mereka sampai mengeluarkan pernyataan bahkan berani berbuat yang demikian”.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid, katanya, “Orang-orang Yahudi shalat shubuh bersama Nabi, tetapi sore hari mereka kafir karena ingin berbuat tipu daya, supaya manusia bisa melihat, bahwa mereka telah mengetahui kesesatan agama Islam setelah mereka mengikutnya.”
Tidak aneh bila segolongan di antara mereka menggunakan tipu daya seperti itu, karena mereka tahu, salah satu tanda kebenaran ialah orang yang sudah mengetahuinya tidak mau melepaskannya. Hal ini dapat ditunjukkan oleh pernyataan Heraclius, raja Romawi kepada Abu Sufyan pada waktu ia masih kafir, ketika Ia bertanya tentang hal-ihwal Nabi Muhammad saw pada waktu beliau berseru kepada agama Islam. “Adakah orang yang keluar dari agama itu setelah ia memasukinya ?“ Jawab Abu Sufyan, “Tidak ada”.
Allah telah memperingatkan Nabi saw akan tipu daya mereka, memberitahukan rahasia mereka, supaya tipu daya itu tidak mempengaruhi hati orang-orang mukmin yang lemah. Dan perbuatan mereka yang keji itu belum pernah ada orang lain yang melakukan sebelumnya, sehingga peringatan Allah itu menjadi penangkal bagi mereka.
Ayat tersebut di atas berisikan berita ghaib yang merupakan mukjizat kepada Nabi Muhammad saw.
Sikap kaum Yahudi terhadap kebenaran sangat rasialis sekali. Para pemimpin Yahudi memerintahkan kepada masyarakatnya : “Janganlah kamu percaya kepada siapapun kecuali orang-orang yang seagama dengan kamu”. Pernyataan seperti ini menunjukkan adanya keyakinan mereka bahwa orang yang bisa menjadi Nabi atau Rasul Allah dari kalangan bangsa Yahudi. Bahkan mereka bersikap berlebih-lebihan dan menghinakan golongan-golongan lain. Mereka berkeyakinan hanya yang keluar dari merekalah yang baik, sedang yang keluar dari golongan lain pasti buruk. Ringkas kata, janganlah kamu beriman secara formal itu, yang di waktu siang datang kepadamu menyatakan kepadamu menyatakan beriman. Tetapi berimanlah seperti orang yang mengikuti agama kamu sejak awal mulanya. Mereka yang beriman secara formal yaitu sebagian orang Yahudi yang masuk Islam dengan tujuan untuk keluar kembali. Mereka bersuka cita dan penuh semangat keluar dari Islam. Dan sebaliknya penuh kemarahan dan kebencian terhadap keislaman mereka dahulu.
Dan ayat di atas dengan jelas dilukiskan betapa hebatnya kaum Yahudi menggunakan siasat rasa ragu-ragu terhadap kebenaran Islam, sehingga dapat mengelabuhi mata ummat manusia untuk melihat kebenaran Islam. Karena itu adanya tehnik menimbulkan keraguan terhadap kebenaran Islam yang digunakan oleh sarjana Barat (kaum Orientalis) ataupun musuh-musuh Islam lainnya, seluruhnya bersumber dari cara-cara bangsa Yahudi ini.
--------
76 Karakter Yahudi dalam Al-Qur’an karya Syaikh Mustafa Al-Maraghi, penyusun Drs. M. Thalib, Penerbit CV. Pustaka Mantiq Solo, cetakan pertama April 1989, halaman 108 - 111

MASJID JAMI' NURUL BURHAN, BERAHAN WETAN, WEDUNG, DEMAK

Masjid Jami' Nurul Burhan, Sadon, Berahan Wetan, Wedung, Demak


Ragam Kaligrafi di Kubah Masjid
MASJID JAMI' NURUL BURHAN
Dukuh Sadon Desa Berahan Wetan
Kecamatan Wedung
Kabupaten Demak

Posisi Desa : 110,61626 derajat Bujut Timur, 6,77919 derajat Lintang Selatan