"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Kamis, 21 Oktober 2010

RADEN AYU NAWANGSIH DENGAN RADEN BAGUS RINANGKU

Sunan Muria adalah seorang penyiar Agama Islam yang terkenal mempunyai banyak murid yang bertujuan ngangsu kawruh (mencari ilmu). Konon kecuali ilmu Agama Islam, juga banyak ilmu-ilmu lain yang dimiliki oleh Sunan Muria, seperti ilmu kanuragan (kesaktian) dan berbagai macam ilmu ketrampilan.
Salah seorang muridnya yang termasuk paling cerdas dan cakap ketika itu ada yang bernama Raden Bagus Rinangku, putera salah seorang Pangeran dari Pandanaran.
Karena Raden Bagus Rinangku kecuali terkenal sebagai murid yang cerdas dan cakap juga sebagai seorang pemuda yang tampan rupanya, maka salah seorang putrinya Sunan Muria terpikat kepadanya. Nama putri Sunan Muria itu adalah Raden Ayu Nawangsih.
Kedua insan muda-mudi itu telah saling berjanji akan mengarungi hidup bersama, meskipun apa saja yang terjadi. Kesepakatan kedua insan itu ternyata diketahui oleh Sunan Muria, ayah Raden Ayu Nawangsih. Tentu saja Kangjeng Sunan marah karena puterinya itu akan dijodohkan dengan salah seorang muridnya bernama Cebolek (paraban dari kata cebol pendek atau kerdil, dan elek = jelek). menurut cerita, Kyai Cebolek itu berasal dari Kajen, Pati. Tetapi Raden Ayu Nawangsih tidak mau bila dijodohkan dengan Cebolek.
Untuk menjauhkan antara Raden Ayu Nawangsih dengan Raden Bagus Rinangku, Kangjeng Sunan mempunyai akal, yaitu Bagus Rinangku diberi tugas yang berat-berat. Tugas pertama adalah agar dia dapat membasmi perusuh yang selalu mengacau penduduk sekitar Muria. Perusuh itu sering merampok dan merampas harta milik penduduk sehingga telah banyak korban harta dan jiwa penduduk. Tentu saja kalau Bagus Rinangku meleset, bisa jadi dia menjadi korban dari kawanan penjahat yang terkenal sadis itu, dan matilah dia. Tetapi Raden Bagus Rinangku berhasil membasmi kawanan penjahat. Dan bahkan salah seorang anggota dari kawanan perampok itu sadar dan menjadi orang alim. Nama orang tersebut ialah Kyai Mashudi.
Dengan demikin niat Kangjeng Sunan agar puterinya jauh dan berpisah dengan Bagus Rinangku ini gagal.
Tugas kedua pun datang. Bagus Rinangku ditugaskan untuk menjaga burung (tunggu manuk) yang makan padi yang sedang menguning di sawah pedhukuhan Masin. (Sekarang dukuh Masin itu termasuk desa Kandangmas Kecamatan Dawe, Kudus).
Pada suatu hari Sunan Muria mengecek ke dhukuh Masin, apakah benar-benar Bagus Rinangku telah melaksanakan tugasnya atau tidak. Ternyata Bagus Rinangku melalaikan kewajibannya dengan membiarkan burung-burung itu diberi keleluasaan untuk makan padi di tengah sawah. Sunan Muria amat marah. Lagi pula di situ kedapatan Bagus Rinangku sedang asyik maksuk berkasih-kasihan dengan Raden Ayu Nawangsih, puterinya Kangjeng Sunan.
Setelah Bagus Rinangku ditanyai Sunan Muria, mengapa burung-burung itu dibiarkan bersuka cita makan padi di sawah, padahal Bagus Rinangku ditugaskan tunggu manuk (menjaga atau menunggui burung).
“Hamba telah melaksanakan tugas Kangjeng Sunan dengan baik. Bukanlah hamba ditugaskan menunggui burung ? Dan burung-burung itu telah dengan suka rianya hamba tunggui,” demikian kilah Bagus Rinangku.
Padahal maksudnya tentulah menjaga burung agar jangan sampai makan padi di sawah. Tetapi Bagus Rinangku berkilah, menjaga burung yang sedang makan padi, dengan cara ditunggui dibiarkan makan padi.
Raden Bagus Rinangku telah mengakui kesalahannya dan telah memohon maaf kepada Kangjeng Sunan, dengan janji sanggup mengembalikan padi yang telah terlanjur dimakan burung-burung itu pulih kembali. Setelah sesaat Raden Bagus Rinangku berdoa dan membaca mantera, dengan ijin Tuhan, padi di sawah yang telah rusak binasa dimakan burung-burung itu menjadi pulih kembali seperti sediakala.
Melihat keajaiban dan kesaktian Raden Bagus Rinangku itu, Kangjeng Sunan Muria bahkan semakin marah. Apa sebabnya ? Menurut yang empunya cerita, melihat kesaktian Bagus Rinangku itu Kangjeng Sunan Muria merasa disaingi kesaktiannya Maka demonstrasi kesaktian oleh Bagus Rinangku itu dianggap oleh Sunan Muria sebagai penghinaan terhadap Kangjeng Sunan sendiri.
Kangjeng Sunan pun menarik panahnya, dan dengan hati kesal panah itu diarahkan kepada Bagus Rinangku dengan maksud untuk menakut-nakuti saja. Tetapi sial, anak panah itu melesat dan mengenai perut Bagus Rinangku, tembus sampai punggungnya. Maka jatuh robohlah Bagus Rinangku, dan menghembuskan nafas yang penghabisan.
Melihat kejadian itu, Raden Ayu Nawangsih meraung-raung dan menubruk mènjatuhi jenazah Bagus Rinangku yang tertelungkup di tanah. Anak panah yang mencuat dari punggung Bagus Rinangku itu menembus pula perut Raden Ayu Nawangsih. Dan saat itu pula matilah Raden Ayu, di hadapan ayahnya, Kangjeng Sunan Muria.
Jenazah kedua insan yang mati bagaikan dalam kisah “Romeo dan Yuliet” itu dimakamkan di atas sebuah bukit kecil, yaitu tempat dimana Bagus Rinangku dengan Raden Ayu berasyik maksuk.
Kematian kedua orang muda-mudi amat menggemparkan penduduk sekitar Masin. Orang-orang yang ikut mengantarkan jenazahnya sama tertegun berdiri terpaku setelah jenazah selesai dikubur. Keharuan mencekam mereka yang berduka cita yang mendengarkan nasehatnya Kangjeng Sunan dalam upacara penguburan jenazah. Sehingga setelah upacara selesai pun mereka masih meratapi kematian kedua insan itu di bukit tersebut. Melihat hal yang demikian itu Kangjeng Sunan berkata, “Ah, bagaikan pohon jati saja engkau semua, berdiri terpaku tak bergerak di bukit.” Ketika itu pula manusia-manusia yang berdiri terpaku di atas bukit tiba-tiba menjadi pohon-pohon jati semua. Pohon-pohon jati itu hingga sekarang masih banyak yang hidup di atas bukit tersebut. Dan semua pohon-pohon jati itu dikeramatkan oleh penduduk yang percaya akan kesaktian pohon-pohon tersebut.

BEBERAPA CATATAN
1. Dalam kisah di atas melibatkan nama Cebolek yang sekarang dimakamkan di Kajen, Tayu, Pati. Tentu saja hal ini tidak masuk akal, karena Kyai Cebolek atau HajiAhmad Mutamakkin itu hidup pada pertengahan abad ke-18, yaitu pada masa pemerintahannya Susuhunan Paku Buwono II (1727 - 1749 Masehi). Padahal Sunan Muria hidup pada abad ke 15 Masehi.
2. Menurut hasil wawancara penulis dengan penduduk Masin, peristiwa tragis yang menimpa dua sejoli itu berlatar belakang skandal sex. Raden Bagus Rinangku yang berpacaran dengan Raden Ayu Nawangsih memang tidak disetujui oleh Kangjeng Sunan Muria. Maka Bagus Rinangku yang muridnya Kangjeng Sunan itu diperintahkan agar menjaga burung di tempat yang jauh dari padhepokan Muria, yakni di dhukuh Masin. Perintah untuk menjaga burung itu adalah kinayaki atau sanepa, karena cerita yang sebenarnya bukan demikian. Yang benar ialah bahwa burung (manuk baha Jawa) itu adalah kelamin lelaki. Jadi Raden Bagus Rinangku diperintahkan agar bisa memelihara alat kelaminnya dalam arti jangan sampai dipergunakan untuk berbuat zina. Tetapi Bagus Rinangku bahkan melanggar perintah gurunya, berbuat mesum di sebuah bukit di Masin dengan puteri Sunan Muria sendiri, Raden Ayu Nawangsih. Disuruh menjaga burung (jangan berzina), tetapi pagar makan tanaman, malah membiarkan (ngumbar) nafsu syahwat untuk berbuat mesum. Maka terjadilah peristiwa stragis itu.
3. Dalam cerita rakyat di atas disebutkan bahwa Kangjeng Sunan Muria merasa terhina dan iri karena kesaktiannya disaingi oleh Bagus Rinangku, muridnya sendiri. Hal tersebut menambah kemarahan Kangjeng Sunan. Kisah di atas amat aneh, karena seorang Sunan merasa tersaingi oleh ilmu muridnya sendiri. Bila benar demikian, maka apa perlunya seorang Sunan mengajarkan ilmu kepada muridnya ? Rupa-rupanya cerita semacam itu adalah untuk menjatuhkan nama baik Sunan Muria. Dan menuduh bahwa Sunan Muria berhati dengki atau hasud melihat muridnya sendiri maju sehingga sampai hati membunuh muridnya karena pasal merasa tersaingi ilmunya. Bila Sunan Muria mempunyai hati dengki dan merasa tersaingi ilmunya, tentulah telah sejak mula beliau tidak usah membuka pesantren atau perguruan yang mengajarkan berbagai macam ilmu kepada masyarakat. Tetapi nyatanya beliau telah membuka perguruan tersebut. Dengan demikian maka kisah yang menceritakan Kangjeng Sunan merasa tersaingi ilmunya oleh muridnya itu mempunyai tendensi tertentu. Wallahu a’lam bish-showab.
-------------------------------------------
SUNAN MURIA Antara Fakta dan Legenda, Umar Hasyim, Penerbit “Menara Kudus” Kudus, 1983, halaman 78-81