"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Senin, 29 November 2010

Djarnawi Hadikusumo

Djarnawi Hadikusumo dilahirkan pada hari Ahad, tanggal 4 Juli 1920 di Kampung Kauman, Yogyakarta. Nama kecilnya adalah Djarnawi. Setelah dewasa, di belakang namanya ditambah dengan nama ayahandanya, Hadikusumo. Djarnawi adalah putera dari Ki Bagus Hadikusumo dan Siti Fatimah/Fatmah. Dari garis keturunan ayahnya, Djarnawi berasal dari keturunan keluarga RH. Lurah Hasyim, yaitu seorang abdi dalem santri yang menjabat sebagai lurah bidang keagamaan di keraton Yogyakarta pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VII. Sementara dari garis ibunya, dia termasuk keturunan RH. Suhud yang juga seorang abdi dalem santri keraton Yogyakarta. Dengan latar belakang seperti itu, berarti Djarnawi berasal dari lingkungan keluarga yang berkultur abdi dalem dan santri. Hanya saja, pada perkembangannya kemudian dia lebih tumbuh menjadi seorang santri dan ulama yang disegani daripada seorang abdi dalem.
Djarnawi lahir dari keluarga yang berkecukupan. Hanya saja, salah seorang kerabat ayahnya, yang bernama Ibu Sodik, meminta Djarnawi untuk diasuh olehnya. Kebetulan Ibu Sodik ini belum dikaruniai keturunan hingga usia senjanya. Djarnawi diasuh oleh Ibu Sodik selama satu tahun sebelum akhirnya dikembalikan ke orangtuanya mengingat karena Ibu Sodik semakin lanjut usianya dan sering jatuh sakit. Tak berapa lama setelah kembali hidup bersama kedua orangtuanya, ibunya, Siti Fatimah, wafat. Untuk mengasuh anak-anaknya yang masih kecil, Ki Bagus kemudian menikah lagi dengan Ibu Moersilah. Di bawah asuhan Ibu Moersilah itulah Djarnawi menapak masa remaja dan dewasanya.
Pendidikan formal yang mula-mula ditempuhnya adalah Sekolah Bustanul Athfal Muhammadiyah di Kauman. Selanjutnya, secara berturut-turut dia meneruskan ke jenjang berikutnya, yaitu ke Standaardschool Muhammadiyah dan Kweekschool Muhammadiyah. Pada tahun 1935 Kweekschool Muhammadiyah diubah menjadi Madrasah Mu`allimin Muhammadiyah. Di Madrasah Mu`allimin Muhammadiyah itulah tempat terakhir pendidikan formal Djarnawi Hadikusumo.
Dari uraian di atas tampak bahwa latar belakang pendidikan Djarnawi semuanya berada di lembaga pendidikan Muhammadiyah. Demikian pula guru-guru yang pernah membimbingnya sebagian besar adalah tokoh dan ulama Muhammadiyah, seperti K.H. Mas Mansur, K.H. Faried Ma`ruf, K.H. Abdul Kahar Mudzakir, Siradj Dahlan dan H. Rasyidi. Selain itu, ketika bertugas di Sumatera, dia juga sempat berguru kepada Buya Hamka dan Buya Zainal Arifin Abbas.

A. Aktivitas Djarnawi di dalam Muhammadiyah

Gerakan Muhammadiyah bagi Djarnawi bukanlah sesuatu yang asing lagi. Sejak masih usia kanak-kanak, dia sudah begitu akrab dengan lingkungan dan kultur Muhammadiyah. Apalagi keluarganya merupakan keluarga aktivis gerakan Muhammadiyah. Selain itu, semua pendidikan formalnya dia tempuh di lembaga pendidikan Muhammadiyah. Dengan demikian, hubungan Djarnawi dengan gerakan Muhammadiyah sangatlah dekat yang kemudian dapat diketahui dari bebarapa aktivitasnya setelah dewasa.
Aktivitas Djarnawi di dalam gerakan Muhammadiyah mulai dijalankan sejak dia lulus dari Madrasah Mu`allimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat penggodokan kader-kader guru dan juru dakwah Muhammadiyah. Pada saat itu, tepatnya tahun 1937, setelah lulus dari Madrasah Mu`allimin Muhammadiyah dia diberi tugas oleh HB. Muhammadiyah (Pimpinan Pusat Muhammadiyah) untuk menjadi guru agama Islam dan juru dakwah pada sekolah Muhammadiyah di daerah Perkebunan Merbau, Medan,  Sumatera Utara. Setelah itu, pada tahun 1938 sampai tahun 1942 dia dipercaya menjadi kepala sekolah Muhammadiyah di Medan. Selanjutnya, sejak tahun 1944 sampai 1949 dia dipercaya untuk menjadi kepala sekolah di sekolah Muhammadiyah Tebingtinggi, hingga September 1949, sebelum akhirnya Djarnawi kembali ke Yogyakarta.
Selain aktif di lembaga pendidikan Muhammadiyah, sejak masih di Merbau, Djarnawi aktif sebagai pengurus grup (ranting) Muhammadiyah Merbau. Ketika pindah ke Tebingtinggi, dia aktif di Muhammadiyah Cabang Tebingtinggi. Aktivitas Djarnawi di organisasi Muhammadiyah meningkat setelah dia pulang ke Yogyakarta pada tahun 1949. Saat itu dia mulai tercatat sebagai salah seorang anggota Majlis Tablig Pengurus Pusat Muhammadiyah hingga tahun 1962.
Selanjutnya, pada tahun 1962 Muhammadiyah menyelenggarakan Muktamar ke-35 di Jakarta. Dalam Muktamar tersebut dia terpilih sebagai sekretaris II Pengururs Pusat Muhammadiyah. Sesudah itu, pada Muktamar Muhammadiyah yang ke-36 di Bandung tahun 1967 dia terpilih sebagai ketua III Pengurus Pusat Muhammadiyah. Untuk periode-periode berikutnya, dia diangkat menjadi sekretaris PP. Muhammadiyah berdasarkan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-40 di Surabaya tahun 1978. Kemudian sebagai wakil Ketua PP Muhammadiyah berdasarkan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta tahun 1985, dan sebagai anggota PP. Muhammadiyah yang mengetuai bidang Tajdid dan Tablig yang mengkoordinasi Majlis Tarjih, Tablig, Pustaka serta Lembaga Dakwah Khusus berdasarkan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-42 di Yogyakarta tahun 1990.

Aktifitas di TAPAK SUCI PUTERA MUHAMMADIYAH

Aktivitas lainnya di dalam organisasi Muhammadiyah juga tampak di Perguruan Seni Beladiri Indonesia TAPAK SUCI PUTERA MUHAMMADIYAH. Keaktifannya ini bahkan sudah tercatat sejak masa-masa awal berdirinya TAPAK SUCI. Dulunya masih bernama Lembaga Perguruan Pencak Silat Tapak Suci Putera Muhammadiyah (Lembaga Tapak Suci). Di lembaga ini nama Djarnawi tercatat sebagai salah seorang tokoh utama ketika didirikan pada tanggal 31 Juli 1963.  Beliau adalah salah seorang tokoh utama yang paling banyak memberi pengayoman dan dukungan, disamping beliau juga telah menunjukkan kepiawaiannya dalam berorganisasi dan secara aktif mengedepankan gerakan TAPAK SUCI sebagai Gerakan Muhammadiyah, tidak saja pada saat berdirinya TAPAK SUCI, namun juga pada masa-masa perkembangan TAPAK SUCI. Beliau pula tokoh yang merumuskan do`a dan ikrar perguruan Tapak Suci. Pada kepengurusan periode pertama, Djarnawi didudukkan sebagai Pelindung. Selanjutnya, sejak tahun 1966 sampai 1991 beliau dipilih sebagai Ketua Umum lembaga perguruan pencak silat milik Muhammadiyah itu.
Dipercayanya Djarnawi untuk menduduki posisi Ketua Umum itu karena dia dipandang sebagai seorang tokoh yang mumpuni, baik di bidang keagamaan, kepemimpinan maupun bidang beladiri.  Untuk bidang yang pertama dan kedua telah dia buktikan melalui aktivitasnya sebagai pengurus Muhammadiyah. Sementara untuk bidang yang terakhir, dia adalah mata rantai yang tidak bisa diputuskan dalam sejarah besar Tapak Suci. Kepandaian Djarnawi dalam hal ilmu beladiri pencak silat tersebut dipelajarinya semasa mudanya di Kampung Kauman, yang kala itu Tapak Suci belum berdiri. Selain itu, ketika bermukim di Sumatera dia sempat berguru ilmu silat kepada Sutan Chaniago dan Sutan Makmun, dua orang pendekar yang memiliki nama besar di Wilayah Sumatera utara.
Sosok Djarnawi sesungguhnya adalah sosok seorang aktivis gerakan Muhammadiyah, baik dilihat dari latar belakang keluarga, pendidikan dan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, dalam berkiprah di Muhammadiyah pun tidak tanggung-tanggung. Dia tidak hanya menfokuskan kiprahnya pada aktivitas secara praktis saja, tapi juga berusaha menyumbangkan ide-ide dan pemikirannya untuk membesarkan Muhammadiyah. Kiprah Djarnawi melalui pemikiran-pemikirannya tersebut mulai muncul sejak dia duduk di dalam Kepengurusan Pusat Muhammadiyah pada tahun 1962. Pada saat itu, dia bersama-sama dengan H. AR. Fachruddin dan HM. Mawardi diberi tugas untuk menggodok bahan-bahan rumusan Kepribadian Muhammadiyah yang telah disampaikan oleh tokoh-tokoh senior Muhammadiyah seperti K.H. Fakih Usman, K.H. Faried Ma`ruf, K.H. Wardan Diponingrat, Hamka, M. Djindar Tamimy dan M. Shaleh Ibrahim. Melalui kerja keras, akhirnya rumusan Kepribadian Muhammadiyah dapat diselesaikannya.
Sumbangan pemikiran Djarnawi lainnya bagi dinamika Muhammadiyah juga tampak pada era 1980-an. Saat itu Muhammadiyah sedang dihadapkan pada persoalan asas tunggal Pancasila yang kontroversial. Setelah melalui pembahasan, pemikiran dan perhitungan yang cukup seksama, akhirnya pada Muktamar yang ke-41 di Surakarta pada tahun 1985 Muhammadiyah menerima kedudukan Pancasila sebagai asas tunggal ormas/orpol. Djarnawi termasuk salah seorang anggota tim perumus, Djarnawi berpandangan bahwa Muhammadiyah bersedia menerima Pancasila sebagai asas tunggal karena sila Ketuhanan Yang Maha Esa diartikan sebagai keimanan kepada Allah SWT. Penafsiran arti sila pertama dari Pancasila tersebut menurutnya adalah untuk menghindari agar Muktamar tidak lagi menolak asas Pancasila, maka Muhammadiyah akan sulit terlepas dari perpecahan dan pembubaran yang tentu sangat merugikan Muhammadiyah sendiri.
Apa yang dikemukakan Djarnawi di atas mengingatkan semua orang pada sikap ayahnya ketika terjadi ketegangan berkaitan dengan rumusan dasar negara Indonesia pada masa-masa awal kemerdekaan. Penerimaan Muhammadiyah terhadap asas Pancasila akhirnya melegakan semua pihak. Oleh karena itu Muhammadiyah dianggap telah lulus dari salah satu ujian berat yang pernah dihadapinya dalam perjalanan sejarahnya. Muktamar yang berjalan penuh dengan ketegangan itupun kemudian ditutup dengan rasa haru dan gembira pada tanggal 11 Desember dengan diiringi lagu Mars Milad Muhammadiyah yang diciptakan Djarnawi pada sekitar tahun 1976.

B. Aktivitas Djarnawi di Bidang Politik
Selain dikenal sebagai seorang tokoh Muhammadiyah, Djarnawi juga dikenal sebagai seorang politikus. Hanya saja, tidak seperti aktivitasnya di Muhammadiyah yang sudah digelutinya sejak usia dini, di bidang politik dia mulai aktif setelah menginjak usia dewasa. Aktivitas Djarnawi berkaitan dengan bidang politik diawali sekitar tahun 1945. Pada saat itu sampai sekitar tahun 1949 dia bergabung di dalam Batalyon Istimewa TNI (sekarang Kopasus) Brigade XII Daerah Sumatera Utara. Hanya saja, pada saat dia pulang kembali ke Yogyakarta, karir tersebut terputus.
Aktivitas Djarnawi di bidang politik mulai terlihat lagi setelah memasuki pertengahan dekade 1960-an. Antara tahun 1966 sampai 1971 dia tercatat sebagai anggota MPRS/DPRGR. Sementara itu, pada waktu yang hampir bersamaan, pada bulan Februari 1968 berdiri Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). Orang yang kemudian dipercaya untuk menjadi Ketua Umumnya adalah Djarnawi Hadikusuma. Jabatan tersebut diembannya hingga bulan November 1968. Selanjutnya, pada tanggal 4-7 November 1968 Parmusi menggelar kongres. Di dalam kongres tersebut Mr. Moh. Roem terpilih sebagai Ketua Umumnya. Hanya saja, karena dia adalah eks tokoh Masyumi, sehingga kemunculannya tidak direstui oleh pihak pemerintahan. Sebagai alternatifnya, maka Djarnawi kembali diangkat sebagai Ketua Umum Parmusi untuk kedua kalinya.
Jabatan sebagai Ketua Umum Parmusi yang kedua itu dipegangnya hingga tahun 1970. Pada tahun itu di dalam tubuh Parmusi mulai terjadi perpecahan yang kemudian memunculkan kudeta atau pembajakan atas kepemimpinan Djarnawi oleh H.J. Naro beserta para pendukungnya. Peristiwa tersebut terjadi tanggal 17 Oktober 1970. Dengan adanya kejadian itu, maka di dalam tubuh Parmusi muncul dualisme kepemimpinan, yaitu kepemimpinan Djarnawi dan H.J. Naro. Dualisme kepemimpinan dia dalam tubuh Parmusi itu akhirnya berakhir setelah pemerintah sebagai pembina kehidupan parpol turut campur dengan mengangkat H.S. Mintaredja sebagai ketua Umum Parmusi pada tanggal 20 November 1970. Dengan begitu, berakhirlah masa kepemimpinan Djarnawi di dalam Parmusi.
Setelah tidak lagi menjadi Ketua Umum Parmusi, pada awalnya ada upaya untuk memposisikan Djarnawi sebagai anggota Majelis Pertimbangan Partai Parmusi. Hanya saja, upaya itu digagalkan oleh pihak yang ingin menyingkirkan Djarnawi dari Parmusi. Pembunuhan karir politik Djarnawi tersebut dilakukan karena sikapnya dianggap bertentangan dengan pihak pemerintah. Begitulah, sejak saat itu sampai akhir hayatnya, Djarnawi kembali ke basis awal gerakannya, yaitu Muhammadiyah. Apalagi pada saat itu Muhammadiyah telah memutuskan untuk kembali kepada jati dirinya sebagai gerakan sosial keagamaan.

C. Karya-karyanya

Selain dikenal sebagai seorang aktivis dan praktisi, ternyata Djarnawi juga seorang pemikir atau penulis yang produktif. Itulah kelebihan Djarnawi dibandingkan dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah lainnya yang seangkatan dengannya. Menurut salah seorang putranya, yaitu Ir. Gunawan Budiyanto, MP. bahwa sampai masa akhir hayatnya setidaknya Djarnawi sudah menulis sekitar 20 buah karya tulis selain beberapa tulisan lepasnya di berbagai media cetak, seperti Suara Muhammadiyah, Suara `Aisyiyah, Kedaulatan Rakyat, Jawa Pos dan The Indonesia Times.
Apabila dirinci, tulisan-tulisan karya Djarnawi dapat diklasifikasikan menjadi lima bidang, yaitu bidang keislaman, sastera, kristologi, sejarah dan pendidikan. Dari kelima bidang itu, tulisan yang paling banyak adalah di bidang keislaman sekitas tujuh buah, yaitu : Risalah Islamiyah (1973), Kitab Tauhid (1987), Ilmu Akhlak (1990), Kitab Fekih (t.t.), Ahlus Sunnah Wal Jama`ah (t.t.), Bid`ah Khurafat (t.t.), Menyingkap Rahasia Maut (t.t.), dan Jalan Mendekatkan Diri Kepada Tuhan (t.t.).
Adapun di bidang sastera karya tulis Djarnawi semuanya berjenis novel. Di bidang ini ada enam karya yang dihasilkannya, yaitu Korban Perasaan (1947), Penginapan di jalan Sunyi (1947), Orang dari Marotai (1949), Pertentangan (1952), Angin Pantai Selatan (1954) dan Di Bawah Tiang Gantungan. Untuk karyanya yang terakhir itu adalah terjemahan dari Guillotine, novel tentang pergolakan pada saat Revolusi Perancis. Hanya saja hasil terjemahan tersebut belum sempat diterbitkan.
Sementara di bidang sejarah (Islam) dia menulis sebanyak tiga buah, yaitu Aliran-Aliran Pembaruan Islam: Dari Jamaluddin Al-Afghani sampai K.H. Ahmad Dahlan (t.t.), Matahari-Matahari Muhammadiyah (t.t.) dan Derita Seorang Pemimpin : Riwayat Hidup, Perdjoangan dan Buah Pikiran Ki Bagus Hadikusuma (1979). Di bidang Kristologi dia menulis dua buah buku, yaitu Sekitar Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (t.t.) dan Buku Kristologi (1982). Di bidang pendidikan dia hanya menulis sebuah buku yang diberinya judul Pendidikan dan Kemajuan (1949). Selain itu Djarnawi menciptakan lagu yang berjudul Sang Surya, yang kemudian menjadi mars Muhammadiyah.

D. Penutup
Djarnawi Hadikusuma wafat pada usia 73 tahun, tepatnya pada tanggal 26 Oktober 1993. Beliau meninggalkan seorang isteri, yaitu Sri Rahayu dan tujuh orang putera. Sebenarnya putera Djarnawi ada sepuluh, tetapi yang tiga orang meninggal ketika masih kecil. Adapun tujuh anak tersebut adalah Siswanto D. Kusumo, Hartono, Pitoyo Kusumo, Darmawan Susanto, Sri Purwaningsih, Ahmad Poernomo, dan Gunawan Budiyanto (PNS).
-----------------------------------
Sumber : Tapak Suci Putera Muhammadiyah

Kamis, 21 Oktober 2010

RADEN AYU NAWANGSIH DENGAN RADEN BAGUS RINANGKU

Sunan Muria adalah seorang penyiar Agama Islam yang terkenal mempunyai banyak murid yang bertujuan ngangsu kawruh (mencari ilmu). Konon kecuali ilmu Agama Islam, juga banyak ilmu-ilmu lain yang dimiliki oleh Sunan Muria, seperti ilmu kanuragan (kesaktian) dan berbagai macam ilmu ketrampilan.
Salah seorang muridnya yang termasuk paling cerdas dan cakap ketika itu ada yang bernama Raden Bagus Rinangku, putera salah seorang Pangeran dari Pandanaran.
Karena Raden Bagus Rinangku kecuali terkenal sebagai murid yang cerdas dan cakap juga sebagai seorang pemuda yang tampan rupanya, maka salah seorang putrinya Sunan Muria terpikat kepadanya. Nama putri Sunan Muria itu adalah Raden Ayu Nawangsih.
Kedua insan muda-mudi itu telah saling berjanji akan mengarungi hidup bersama, meskipun apa saja yang terjadi. Kesepakatan kedua insan itu ternyata diketahui oleh Sunan Muria, ayah Raden Ayu Nawangsih. Tentu saja Kangjeng Sunan marah karena puterinya itu akan dijodohkan dengan salah seorang muridnya bernama Cebolek (paraban dari kata cebol pendek atau kerdil, dan elek = jelek). menurut cerita, Kyai Cebolek itu berasal dari Kajen, Pati. Tetapi Raden Ayu Nawangsih tidak mau bila dijodohkan dengan Cebolek.
Untuk menjauhkan antara Raden Ayu Nawangsih dengan Raden Bagus Rinangku, Kangjeng Sunan mempunyai akal, yaitu Bagus Rinangku diberi tugas yang berat-berat. Tugas pertama adalah agar dia dapat membasmi perusuh yang selalu mengacau penduduk sekitar Muria. Perusuh itu sering merampok dan merampas harta milik penduduk sehingga telah banyak korban harta dan jiwa penduduk. Tentu saja kalau Bagus Rinangku meleset, bisa jadi dia menjadi korban dari kawanan penjahat yang terkenal sadis itu, dan matilah dia. Tetapi Raden Bagus Rinangku berhasil membasmi kawanan penjahat. Dan bahkan salah seorang anggota dari kawanan perampok itu sadar dan menjadi orang alim. Nama orang tersebut ialah Kyai Mashudi.
Dengan demikin niat Kangjeng Sunan agar puterinya jauh dan berpisah dengan Bagus Rinangku ini gagal.
Tugas kedua pun datang. Bagus Rinangku ditugaskan untuk menjaga burung (tunggu manuk) yang makan padi yang sedang menguning di sawah pedhukuhan Masin. (Sekarang dukuh Masin itu termasuk desa Kandangmas Kecamatan Dawe, Kudus).
Pada suatu hari Sunan Muria mengecek ke dhukuh Masin, apakah benar-benar Bagus Rinangku telah melaksanakan tugasnya atau tidak. Ternyata Bagus Rinangku melalaikan kewajibannya dengan membiarkan burung-burung itu diberi keleluasaan untuk makan padi di tengah sawah. Sunan Muria amat marah. Lagi pula di situ kedapatan Bagus Rinangku sedang asyik maksuk berkasih-kasihan dengan Raden Ayu Nawangsih, puterinya Kangjeng Sunan.
Setelah Bagus Rinangku ditanyai Sunan Muria, mengapa burung-burung itu dibiarkan bersuka cita makan padi di sawah, padahal Bagus Rinangku ditugaskan tunggu manuk (menjaga atau menunggui burung).
“Hamba telah melaksanakan tugas Kangjeng Sunan dengan baik. Bukanlah hamba ditugaskan menunggui burung ? Dan burung-burung itu telah dengan suka rianya hamba tunggui,” demikian kilah Bagus Rinangku.
Padahal maksudnya tentulah menjaga burung agar jangan sampai makan padi di sawah. Tetapi Bagus Rinangku berkilah, menjaga burung yang sedang makan padi, dengan cara ditunggui dibiarkan makan padi.
Raden Bagus Rinangku telah mengakui kesalahannya dan telah memohon maaf kepada Kangjeng Sunan, dengan janji sanggup mengembalikan padi yang telah terlanjur dimakan burung-burung itu pulih kembali. Setelah sesaat Raden Bagus Rinangku berdoa dan membaca mantera, dengan ijin Tuhan, padi di sawah yang telah rusak binasa dimakan burung-burung itu menjadi pulih kembali seperti sediakala.
Melihat keajaiban dan kesaktian Raden Bagus Rinangku itu, Kangjeng Sunan Muria bahkan semakin marah. Apa sebabnya ? Menurut yang empunya cerita, melihat kesaktian Bagus Rinangku itu Kangjeng Sunan Muria merasa disaingi kesaktiannya Maka demonstrasi kesaktian oleh Bagus Rinangku itu dianggap oleh Sunan Muria sebagai penghinaan terhadap Kangjeng Sunan sendiri.
Kangjeng Sunan pun menarik panahnya, dan dengan hati kesal panah itu diarahkan kepada Bagus Rinangku dengan maksud untuk menakut-nakuti saja. Tetapi sial, anak panah itu melesat dan mengenai perut Bagus Rinangku, tembus sampai punggungnya. Maka jatuh robohlah Bagus Rinangku, dan menghembuskan nafas yang penghabisan.
Melihat kejadian itu, Raden Ayu Nawangsih meraung-raung dan menubruk mènjatuhi jenazah Bagus Rinangku yang tertelungkup di tanah. Anak panah yang mencuat dari punggung Bagus Rinangku itu menembus pula perut Raden Ayu Nawangsih. Dan saat itu pula matilah Raden Ayu, di hadapan ayahnya, Kangjeng Sunan Muria.
Jenazah kedua insan yang mati bagaikan dalam kisah “Romeo dan Yuliet” itu dimakamkan di atas sebuah bukit kecil, yaitu tempat dimana Bagus Rinangku dengan Raden Ayu berasyik maksuk.
Kematian kedua orang muda-mudi amat menggemparkan penduduk sekitar Masin. Orang-orang yang ikut mengantarkan jenazahnya sama tertegun berdiri terpaku setelah jenazah selesai dikubur. Keharuan mencekam mereka yang berduka cita yang mendengarkan nasehatnya Kangjeng Sunan dalam upacara penguburan jenazah. Sehingga setelah upacara selesai pun mereka masih meratapi kematian kedua insan itu di bukit tersebut. Melihat hal yang demikian itu Kangjeng Sunan berkata, “Ah, bagaikan pohon jati saja engkau semua, berdiri terpaku tak bergerak di bukit.” Ketika itu pula manusia-manusia yang berdiri terpaku di atas bukit tiba-tiba menjadi pohon-pohon jati semua. Pohon-pohon jati itu hingga sekarang masih banyak yang hidup di atas bukit tersebut. Dan semua pohon-pohon jati itu dikeramatkan oleh penduduk yang percaya akan kesaktian pohon-pohon tersebut.

BEBERAPA CATATAN
1. Dalam kisah di atas melibatkan nama Cebolek yang sekarang dimakamkan di Kajen, Tayu, Pati. Tentu saja hal ini tidak masuk akal, karena Kyai Cebolek atau HajiAhmad Mutamakkin itu hidup pada pertengahan abad ke-18, yaitu pada masa pemerintahannya Susuhunan Paku Buwono II (1727 - 1749 Masehi). Padahal Sunan Muria hidup pada abad ke 15 Masehi.
2. Menurut hasil wawancara penulis dengan penduduk Masin, peristiwa tragis yang menimpa dua sejoli itu berlatar belakang skandal sex. Raden Bagus Rinangku yang berpacaran dengan Raden Ayu Nawangsih memang tidak disetujui oleh Kangjeng Sunan Muria. Maka Bagus Rinangku yang muridnya Kangjeng Sunan itu diperintahkan agar menjaga burung di tempat yang jauh dari padhepokan Muria, yakni di dhukuh Masin. Perintah untuk menjaga burung itu adalah kinayaki atau sanepa, karena cerita yang sebenarnya bukan demikian. Yang benar ialah bahwa burung (manuk baha Jawa) itu adalah kelamin lelaki. Jadi Raden Bagus Rinangku diperintahkan agar bisa memelihara alat kelaminnya dalam arti jangan sampai dipergunakan untuk berbuat zina. Tetapi Bagus Rinangku bahkan melanggar perintah gurunya, berbuat mesum di sebuah bukit di Masin dengan puteri Sunan Muria sendiri, Raden Ayu Nawangsih. Disuruh menjaga burung (jangan berzina), tetapi pagar makan tanaman, malah membiarkan (ngumbar) nafsu syahwat untuk berbuat mesum. Maka terjadilah peristiwa stragis itu.
3. Dalam cerita rakyat di atas disebutkan bahwa Kangjeng Sunan Muria merasa terhina dan iri karena kesaktiannya disaingi oleh Bagus Rinangku, muridnya sendiri. Hal tersebut menambah kemarahan Kangjeng Sunan. Kisah di atas amat aneh, karena seorang Sunan merasa tersaingi oleh ilmu muridnya sendiri. Bila benar demikian, maka apa perlunya seorang Sunan mengajarkan ilmu kepada muridnya ? Rupa-rupanya cerita semacam itu adalah untuk menjatuhkan nama baik Sunan Muria. Dan menuduh bahwa Sunan Muria berhati dengki atau hasud melihat muridnya sendiri maju sehingga sampai hati membunuh muridnya karena pasal merasa tersaingi ilmunya. Bila Sunan Muria mempunyai hati dengki dan merasa tersaingi ilmunya, tentulah telah sejak mula beliau tidak usah membuka pesantren atau perguruan yang mengajarkan berbagai macam ilmu kepada masyarakat. Tetapi nyatanya beliau telah membuka perguruan tersebut. Dengan demikian maka kisah yang menceritakan Kangjeng Sunan merasa tersaingi ilmunya oleh muridnya itu mempunyai tendensi tertentu. Wallahu a’lam bish-showab.
-------------------------------------------
SUNAN MURIA Antara Fakta dan Legenda, Umar Hasyim, Penerbit “Menara Kudus” Kudus, 1983, halaman 78-81

Selasa, 21 September 2010

MALING KAPA

Perhelatan telah dimulai dengan khidmatnya. Tamu dari jauh dan dekat telah lengkap datang. Terutama para muridnya Sunan Ngerang, antara lain termasuk Sunan Kudus, Sunan Muria, Adipati Pathak Warak dari Mandalika Jepara, Kapa dan adiknya, Gentiri, dan lain-lainnya.
Sunan Ngerang (Kyai Ageng Ngerang) di Ngerang Juana, malam itu memang sedang melaksanakan hajat syukuran hari ulang tahun puterinya yang sulung bernama Roroyono. Genap ulang tahun kelahirannya yang kedua puluh.
Ketika Roroyono bersama adiknya, Roro Pujiwati ke luar menghidangkan minuman dan makanan, ada sepasang mata yang tak berkedip memandangnya. Debaran jantungnya Adipati Pathak Warak menggigilkan kedua bibirnya, melihat pesonanya Roroyono. Terasa ada sinar bulan warna perak yang menerangi resepsi malam itu. Tak lain adalah dari gadis yang menjadi pusat seluruh perhatian malam itu, yakni Roroyono.
Nafsu birahi yang tidak terkontrol hati yang bersih terkadang menyebabkan seseorang berbuat di luar batas. Bagi Adipati Pathak Warak yang tak biasa menahan nafsu, melihat gadis jelita menjadi gentayangan dan mabuk kepayang. Mata membelalak dan mulut nerocos tak ketulungan lagi, berkata tanpa aturan dan tak mengenal budi dalam sikapnya, terlanjur berbuat yang tidak sedap dipandang mata ketimuran maupun tatanan Agama.
Tentu saja bagi Roroyono yang langsung diperlakukan kelewat batas itu merasa terhina. Alangkah malunya dia dicolek-colek di hadapan banyak tamu-tamu terhormat. Minuman yang sedang dibawa di atas nampan itupun dijatuhkan karena hati yang menjerit diperlakukan tidak senonoh di mata para tamu. Dan percikan air yang tertumpah dari poci itu memerciki kakinya Adipati. Wajah yang berangasan itupun merah padam, merasa dibuat malu pula oleh Roroyono. Terlebih pula peristiwa tersebut menjadi tertawaan para tamu. Dalam hati Adipati berkata, seandainya bukan seorang gadis, lagi pula puterinya Kangjeng Sunan Ngerang, gurunya, tentulah telah terjadi baku hantam dengannya.
Malampun telah larut. Semua tamu dekat telah pulang. Dan para tamu jauh, termasuk Adipati Pathak Warak, masih berada di rumah Kangjeng Sunan. Semua telah tidur pulas. Kecuali Adipati yang masih memikirkan bagaimana agar bisa membuat malu Roroyono, sekaligus bisa melampiaskan nafsu angkaranya.
Maka gemparlah malam itu. Dewi Roroyono dicuri Adipati, dibawa lari ke Mandalika, Keling. Kangieng Sunan Ngerang lalu mengumumkan sayembara, barangsiapa yang dapat merebut kembali puterinya, Roroyono, dan dibawa kembali ke Ngerang, bila lelaki akan diperisterikan dengan Roroyono.
Setelah sayembara diumumkan, semua muridnya Sunan Ngerang tidak ada yang berani unjuk jari. Hanya Sunan Murialah yang mengacungkan tangannya, sanggup mengejar Adipati Pathak Warak dan merebut kembali Dewi Roroyono. Namun dalam perjalanannya ke Mandalika, di tengah jalan bertemu dengan Kapa dan adiknya, Gentiri. Dalam pembicaraan mereka bertiga, terjadilah ke sepakatan, bahwa Kapa dan Gentirilah yang menjalani sayembara merebut Roroyono ke Mandalika. Adapun bila nanti berhasil dalam tugas, yang memiliki Dewi Roroyono adalah Sunan Muria. Hal ini disepakati karena Kapa dan Gentiri adalah muridnya Sunan Ngerang yang termuda. Dan keduanya bersedia berbuat demikian karena menghormati Sunan Muria, sebagai murid yang senior, berwibawa dan terhormat dalam masyarakat.
Dalam memperebutkan Roroyono dari tangan Adipati Pathak Warak itu Kapa dan Gentiri mendapat bantuan dari seorang wiku di pulau Seprapat, Juana. Maka berhasillah Kapa dan Gentiri membawa kembali sang Dewi Roroyono ke Ngerang.
Untuk menghargai jasa Kapa dan Gentiri, meskipun Roroyono jadi diambil isteri oleh Sunan Muria, Kapa dan Gentiri diberi tanah Buntar, yang mana kedua orang itu menjadi penguasa tanah tersebut.
Namun dunia tidaklah berputar tenang. Terkadang digoncang gempa pula. Hatipun bergejolak, tak selurus anak panah, tetapi setiap saat berubah. Tentu saja perubahannya terkadang menyimpang dari pedoman.
Demikian pula hati Kapa dan Gentiri. Dahulu yang dengan relanya menyerahkan tenaganya demi menghormat kesenioran dan kewibawaan Sunan Muria, semua itu terlupakan. Yang memenuhi hati dan perasaannya sekarang hanyalah bahwa Dewi Roroyono itu mempunyai pesona yang mentakjubkan sehingga mengganggu tidurnya di setiap malam dan mengganggu kerjanya di setiap saat. Kapa dan Gentiri telah sepakat akan merebut Roroyono dari yang empunya, yakni Sunan Muria. Sudah barang tentu tindakan ini adalah suatu pengkhianatan janji yang tidak kepalang tanggung dan suatu kedurhakaan. Namun apa mau dikata bila nafsu jahat telah mengalahkan pertimbangan batin yang bening.
Gentirilah yang melaksanakan maksud jahat itu. Akibat tindakan yang gegabah itu membikin fatal baginya. Ia menemui ajalnya di padhepokan Muria oleh para murid yang sedang menjaga keamanan.
Mendengan kematian adiknya, Kapa terus berangkat ke Muria dengan tujuan yang sama seperti semula, mencuri pujaan hatinya, Dewi Roroyono. Dan kali ini berhasil. Roroyono dibawa lari ke pulau Siprapat. Tetapi di sana Kapa mendapat keputusan dari Sang Wiku Lodhang Datuk, bahwa perbuatan Kapa itu merupakan tindak kejahatan besar. Namun keputusan yang adil dan wiku Lodhang Datuk itu tidak diterima baik oleh Kapa. Bahkan Kapa mencaci maki Sang Wiku, yang gurunya sendiri.
Ketika itu telah sampai di pulau Siprapat pula salah seorang muridnya Sunan Muria. Tentu saja terjadi pergulatan antara kedua kesatria tersebut, dan matilah Kapa yang menjadi maling (pencuri) itu. Akhirnya Dewi Roroyono dapat dikembalikan ke Padhepokan Muria dengan selamat, berkumpul lagi dengan suaminya, Kangjeng Sunan Muria.
Demikianlah kisahnya KAPA yang menjadi MALING (pencuri), tetapi di dalam cerita rakyat nama Kapa itu terkenal dengan MALING KAPA (mencuri Kapa).
------------------------------
SUNAN MURIA Antara Fakta dan Legenda, Umar Hasyim, Penerbit “Menara Kudus” Kudus, 1983, halaman 75-77

Rabu, 18 Agustus 2010

Pantai Trikora, Provinsi Kepulauan Riau

Peta Wisata Bintan
Pantai Trikora terletak di Desa Malang Rapat, Kecamatan Gunung Kijang, sekitar 45 kilometer arah timur Kota Tanjungpinang. Untuk dapat mencapai lokasi pantai Trikora, dari Kota Tanjungpinang relatif mudah karena kondisi jalannya relatif mulus (sudah di aspal). Dari Tanjungpinang sampai perbatasan Kabupaten Bintan jalannya beraspal bagus dan dapat dilalui tiga sampai empat lajur mobil. Namun, mulai dari perbatasan Gunung Kijang menuju Pantai Trikora kondisi jalan menjadi menyempit dan hanya cukup untuk dua lajur kendaraan saja. Sepanjang jalan kita akan disuguhi pemandangan yang berbeda-beda, mulai dari kawasan konservasi mangrove, resort mewah, kelong, kapal - kapal nelayan dan perkampungan nelayan yang bersih. Sebagai catatan, tidak ada angkutan umum yang melayani rute ke Pantai Trikora. Jadi, apabila hendak ke pantai ini, dapat menggunakan kendaraan pribadi ataupun sewaan.

Pantai Trikora sisi pantai berbatu
Pantai ini terdiri dari 4 bagian, yaitu Trikora 1, 2, 3 dan 4. Pantai ini merupakan aset atau milik dari Hotel Sampoerna yang berada di Kota Tanjungpinang tersebut. Pantai Trikora yang panjangnya sekitar 25 kilometer ini memiliki pemandangan yang indah. Di sepanjang pantainya yang berpasir putih ditumbuhi ribuan pohon kelapa dan pepohonan lainnya (bakau). Selain itu, di sekitar pantai juga terdapat batu-batu besar yang menambah keindahan pantai. Batu-batu itu sering dimanfaatkan oleh pengunjung pantai untuk berjemur atau memancing.
Di beberapa bagian pantai Trikora banyak terdapat fasilitas kedai-kedai penjual makanan dan minuman yang menjual berbagai jenis makanan seperti mie rebus sampai ikan bakar dan pondok-pondok kecil sebagai tempat penginapan. Di depan kedai maupun pendok yang berada di bibir pantai itu tampak pulau-pulau yang beberapa diantaranya berukuran kecil dan tidak berpenghuni. Sedangkan, di tengah laut banyak terdapat kelong terbuat dari kayu dengan atap daun rumbia, yang berfungsi sebagai alat untuk menangkap ikan Teri atau Bilis yang digunakan warga setempat.

Pantai Trikora sisi pantai pasir putih
Di pantai Trikora ini pun ada fasilitas Seasport antara lain adalah Flying Fish, Banana Boat, U Slalom dan Big Mable. Bagi pecinta snorkeling di pantai inipun disediakan sarananya, meskipun panoramanya tidak seindah di Raja Ampat ataupun di Wakatobi.
Pantai Trikora sebenarnya dapat menjadi obyek wisata alternatif yang tidak kalah indahnya dibandingkan dengan Pantai Bintan Resort yang menjadi kawasan wisata berkelas internasional di Lagoi, Kecamatan Bintan Utara (sekitar 40 kilometer dari pantai Trikora). Namun karena pengelolaannya masih bersifat “tradisional”, maka pantai Trikora sampai saat ini hanya dikunjungi oleh orang-orang yang berasal dari Pulau Bintan dan sekitarnya saja.

Selasa, 20 April 2010

HUKUMAN DAN HUKUMAN PENYERANG (5)

Dari Abdullah bin Khabbab r.a. ia berkata Saya mendengar ayah berkata : “Aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda; “Nanti akan terjadi suatu fitnah, jadilah engkau orang yang terbunuh pada fitnah itu hai Abdullah, dan jangan jadi yang membunuh.” Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Khaitsamah, Darukutny, dan Ahmad mengeluarkan hadits seperti itu dan Khalid bin Urfutoh.

Abdullah mengalami suatu fitnah (huru-hara) dan ia dibunuh oleh kaum Khawarij.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 468.

Minggu, 18 April 2010

HUKUMAN DAN HUKUMAN PENYERANG (4)

Dari Sa’id bin Za’id r.a. ia berkata Rasulullah s.a.w. bersabda : Barangsiapa yang terbunuh lantaran membela harta-bendanya, maka ia syahid”. Diriwayatkan oleh Imam yang Empat (Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzy dan Nasa’i) dan disahkan oleh Tirmidzy.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 467-468.

Jumat, 16 April 2010

HUKUMAN DAN HUKUMAN PENYERANG (3)

Dari ‘Ali r.a. ia berkata ; “Sekali-sekali saya tidak menghukum orang lalu ia mati dan menyusahkan saya, kecuali pada peminum arak, karena kalau ia mati, pasti akan menebusnya”. Dikeluarkan oleh Bukhary.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 467.

Rabu, 14 April 2010

HUKUMAN DAN HUKUMAN PENYERANG (2)

Dari’Aisyah ia., bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda : “Tolonglah orang yang sedang dalam kekuasaan (jangan sampai menyimpang - tidak adil - dalam menjatuhkan hukuman), kecuali dalam hukuman yang telah ditentukan”. Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Nasa’i dan Baihaqy.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 467.

Senin, 12 April 2010

HUKUMAN DAN HUKUMAN PENYERANG (1)

Dari Abu Burdah Al-Anshary r.a., bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : “Tidak boleh dipukul lebih dan sepuluh cambukan, kecuali pada pelanggaran hukum yang telah ditetapkan oleh Allah ta’ala”. Muttafaq ‘alaih.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 467.

Sabtu, 10 April 2010

HUKUMAN ORANG YANG MINUM DAN KETERANGAN MINUMAN YANG MEMABUKKAN (10)

Dari Wa-il Alhadlramy, bahwasanya Sumaid r.a. telah bertanya kepada Nabi s.a.w. tentang arak yang dijadikan obat, tapi penyakit”. Dikeluarkan oleh Muslim dan Abu Daud dan lain-lainnya.

Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Maidah ayat 90 - 91 : “Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya arak, judi, berhala dan undian nasib itu adalah kotor, dan perbuatan syetan. Oleh karena itu hendaklah kalian menjauhinya, agar kalian dapat kejayaan”. “Sesungguhnya syetan ingin mengadakan permusuhan dan kebencian di kalangan kalian dengan perantaraan arak dan judi, dan memalingkan kamu dari mengingat Allah dan sholat, tidakkah mau kalian berhenti?”.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 466.

Kamis, 08 April 2010

HUKUMAN ORANG YANG MINUM DAN KETERANGAN MINUMAN YANG MEMABUKKAN (9)

Dari Ummu Salamah r.a. dari Nabi s.a.w. beliau bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak akan menjadikan obat buat kalian pada barang yang diharamkan atas kalian”. Dikeluarkan oleh Baihaqy dan disahkan oleh Ibnu Hibban.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 466.

Selasa, 06 April 2010

HUKUMAN ORANG YANG MINUM DAN KETERANGAN MINUMAN YANG MEMABUKKAN (8)

Dari Ibnu Abbas Ia berkata; “Adalah Rasulullah s.a.w. pernah diperaskan kismis buat minumannya, dan beliau meminumnya hari itu, esoknya dan lusanya; dan apabila datang petang di hari ketiganya beliau meminumnya dan memberi minum pada orang lain, dan apabila masih ada sisanya beliau menuangkannya (membuangnya)”. Dikeluarkan oleh Muslim.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 465-466.

Minggu, 04 April 2010

HUKUMAN ORANG YANG MINUM DAN KETERANGAN MINUMAN YANG MEMABUKKAN (7)

Dari Ibnu Umar r.a., bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda : “Tiap-tiap yang memabukkan itu adalah khamar, dan tiap-tiap yang memabukkan itu haram”. Dikeluarkan oleh Muslim.

Dari Jabir r.a., bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda : “Apa-apa yang banyaknya itu memabukkan maka sedikitnyapun haram”
. Dikeluarkan oleh Ahmad dan Imam yang Empat (Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzy dan Nasa’i), dan disahkan oleh Ibnu Hibban.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 465.

Jumat, 02 April 2010

HUKUMAN ORANG YANG MINUM DAN KETERANGAN MINUMAN YANG MEMABUKKAN (6)

Dari Umar r.a. ia berkata : “Telah turun ayat yang mengharamkan arak (khamar), sedangkan dia itu ada lima macam : dari anggur, kurma, madu, gandum dan sya’ir; dan arak itu ialah yang merusak akal”. Muttafaq ‘alaih.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 465.

Rabu, 31 Maret 2010

HUKUMAN ORANG YANG MINUM DAN KETERANGAN MINUMAN YANG MEMABUKKAN (5)

Dari Anas r.a. Ia berkata; “Allah telah menurunkan ayat yang mengharamkan arak, sedangkan di Medinah tidak ada minuman yang diminum kecuali dari kurma”. Dikeluarkan oleh Muslim.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 464-465.

Senin, 29 Maret 2010

HUKUMAN ORANG YANG MINUM DAN KETERANGAN MINUMAN YANG MEMABUKKAN (4)

Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Tidak boleh menjatuhkan hukuman di Mesjid”. Diriwayatkan oleh Turmidzy dan Hakim.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 464.

Sabtu, 27 Maret 2010

HUKUMAN ORANG YANG MINUM DAN KETERANGAN MINUMAN YANG MEMABUKKAN (3)

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata; Rasulullah saw. bersabda : “Apabila seseorang di antara kalian memukul, janganlah memukul muka”. Muttafaq ‘alaih.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 464.

Kamis, 25 Maret 2010

HUKUMAN ORANG YANG MINUM DAN KETERANGAN MINUMAN YANG MEMABUKKAN (2)

Dari Muwiyah r.a. dari Nabi saw. beliau bersabda tentang hukuman yang meminum arak : “Apabila ia minum jiliidlah ia, kemudian apabila minum lagi, jilidlah ia, kemudian apabila minum untuk ketiga kalinya, jilidlah ia; kemudian ia minum lagi untuk keempat kalinya, potonglah lehernya”. Dikeluarkan oleh Ahmad dan Imam yang Empat (Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzy dan Nasa’i), dan Tirmidzy menyebut yang menunjukkan bahwa hadits ini mansukh, dan dikeluarkan dengan jelas okh Abu Daud dan Zuhry.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 464.

Selasa, 23 Maret 2010

HUKUMAN ORANG YANG MINUM DAN KETERANGAN MINUMAN YANG MEMABUKKAN (1)

Dari Anas bin Malik ra.; Bahwasanya Nabi s.a.w. dihadapkan kepadanya orang yang telah minum arak, maka beliau menjilidnya dengan dua buah pelapah kurma kira-kira 40 kali, Anas berkata “Abubakarpun melakukannya”. Maka setelah zaman Umar orang-orang bermusyawarat, dan Abdurrahman bin Auf berkata : “Hukuman-hukuman yang paling ringan itu ialah delapanpuluh dera”. Kemudian Umar memerintahkan hukuman delapanpuluh dera itu. Muttafaq ‘alaih.

Dan dalam riwayat Muslim dari ‘Ali r.a. dalam kisah Walid bin Uqbah r.a.; Nabi s.a.w. telah menjilid 40 kali, Abubakar menjilid 40 kali, Umar menjilid 80 kali, dan semuanya ini adalah sunnah, dan ini lebih saya senangi. Dan dalam hadits itu : “Bahwasanya seorang laki-laki telah disaksikan ia memuntahkan arak, Utsman berkata : “Ia tidak akan muntah arak kalau ia belum meminumnya”.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 463.

Minggu, 21 Maret 2010

HUKUMAN PENCURIAN (7)

Firman Allah dalam Qur’an, Al-Maidah ayat 41 : “Pencuri yang laki-laki atau perempuan. hendaklah kamu potong tangan-tangan mereka …..”

Dari Shafwan bin Umayyah r.a, bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: “Tatkala beliau memerintah supaya memotong tangan pencuri selendangnya, Shafwan memohon pengampunan untuknya : Mengapa engkau tidak berbuat begitu sebelum ia dihadapkan (diadukan / didakwa) kepadaku”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Imam yang Empat (Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Nasa’i), dan disahkan oleh Ibnuljarudi dan Hakim.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 462.

Jumat, 19 Maret 2010

HUKUMAN PENCURIAN (6)

Firman Allah dalam Qur’an, Al-Maidah ayat 41 : “Pencuri yang laki-laki atau perempuan. hendaklah kamu potong tangan-tangan mereka …..”

Dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash r.a. dari Rasulullah s.aw, bahwasanya beliau ditanya tentang kurma yang masih bergantung, beliau bersabda ; “Kalau ia mengambilnya dengan mulutnya karena perlu makan dan tidak mengambilnya dengan kain, maka ia tidak dikenakan hukuman, dan barangsiapa mengambilnya dengan demikian (dengan wadah untuk dibawa), maka didenda dan dihukum, dan barangsiapa mengambilnya sedangkan sudah ada di gudang (tempat penjemuran) dan sampai pada harga perisai maka ia dikenakan potong tangan”. Dikeluarkan oleh Abu Daud, Nasa’i dan disahkan oleh Hakim.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 461-462.

Rabu, 17 Maret 2010

HUKUMAN PENCURIAN (5)

Firman Allah dalam Qur’an, Al-Maidah ayat 41 : “Pencuri yang laki-laki atau perempuan. hendaklah kamu potong tangan-tangan mereka …..”

Dari Abu Umayyah Almakhzumy r.a. ia berkata; Telah di hadapkan kepada Rasulullah s.a.w. seorang pencuri yang telah mengaku dan barangnya sudah tidak ada, maka Rasulullah s.a.w. bersabda : “Aku tidak sangka engkau telah mencuri”. Ia berkata : “Ya”. Rasulullah mengulangnya perkataan itu dua kali atau tiga kali, kemudian memerintahkan dan orang itupun dipotong tangannya, kemudian dihadapkan lagi, dan beliau bersabda : “Minta ampunlah pada Allah dan bertobatlah pada-Nya”. Ia berkata : “Saya minta ampun pada Allah dan bertobat padanya”. Lalu beliau mendo’a : “Ya Allah, terimalah tobatnya”. Demikian itu sampai tiga kali. Dikeluarkan oleh Abu Daud, dan ini adalah lafadhnya Ahmad, Nasa’i dan rawi-rawinya dapat dipercaya. Dan Hakimpun meriwayatkan pula hadits ini dan hadits Abu Hurairah r.a. dan menyebutkan dengan maksudnya, dan beliau bersabda pada hadits itu : “Bawalah dia dan potonglah tangannya, kemudian bakarlah bekas potongan itu”. Diriwayatkan pula oleh Albazzar, ia berkata: “Sanadnya boleh (tidak bercacad)”.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 460-461.

Senin, 15 Maret 2010

HUKUMAN PENCURIAN (4)

Firman Allah dalam Qur’an, Al-Maidah ayat 41 : “Pencuri yang laki-laki atau perempuan. hendaklah kamu potong tangan-tangan mereka …..”

Dari Rafi’ bin Khadij r.a. berkata; Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : “Dalam pencurian buah dan sagu pohon kurma tidak ada hukuman potong tangan”. Diriwayatkan oleh yang tersebut itu, dan disahkan pula oleh Tirmidzy dan Ibnu Hibban.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 460.

Minggu, 14 Maret 2010

HUKUMAN PENCURIAN (3)

Firman Allah dalam Qur’an, Al-Maidah ayat 41 : “Pencuri yang laki-laki atau perempuan. hendaklah kamu potong tangan-tangan mereka …..”

Dari Jabir r.a. dari Nabi sa.w. beliau bersabda : “Yang berkhianat, yang merampas dan yang merampok tidak dipotong tangan”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Imam yang Empat (Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Nasa’i), dan disahkan oleh Tirmidzy dan Ibnu Hibban.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 459-460.

Jumat, 12 Maret 2010

HUKUMAN PENCURIAN (2)

Firman Allah dalam Qur’an, Al-Maidah ayat 41 : “Pencuri yang laki-laki atau perempuan. hendaklah kamu potong tangan-tangan mereka …..”

Dari ‘Aisyah r.a., bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda : “Mengapa engkau kasihan pada menjatuhkan sebuah hukuman dari hukum-hukum Allah”. Kemudian beliau berdiri dan berkhotbah, sabdanya : “Hai orang-orang, sesungguhnya orang-orang yang sebelum kalian itu telah binasa, karena mereka apabila orang-orang mulia di kalangan mereka mencuri, mereka biarkan dia, tapi apabila yang lemah di kalangan nereka mencuri, mereka menghukumnya”. Muttafaq ‘alaih, dan ini lafadh Muslim. Dan dalam riwayat Muslim pula dari jalan lain dari ‘Aisyah r.a. ia berkata : “Ada seorang perempuan meminjam barang dan mengingkarinya, maka Nabi s.a.w. memenintahkan supaya “tangannya dipotong”.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 459.

Rabu, 10 Maret 2010

HUKUMAN PENCURIAN (1)

Firman Allah dalam Qur’an, Al-Maidah ayat 41 : “Pencuri yang laki-laki atau perempuan. hendaklah kamu potong tangan-tangan mereka …..”

Dari ‘Aisyah r.a. ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Tidak dipotong tangan pencuri kecuali pada pencurian seperempat dinar dan seterusnya atau lebih”. Muttafaq ‘alaih. Lafadh ini adalah lafadh Muslim, adapun lafadh Bukhary : “Tangan pencuri dipotong karena mencuri seperempat dinar dan seterusnya”. Dan sebuah riwayat Ahmad : “Potonglah tangan pencuri karena mencuri seperempat dinar dan jangan dipotong kalau kurang dari itu”.

Dari Ibnu Umar r.a.; “Bahwasanya Nabi s.a.w. memotong tangan pencuri perisai yang harganya tiga dirham”
. Muttafaq ‘alaih.

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Allah mengutuk pencuri topi baja lalu dipotong tangannya, dan pencuri tali dan dipotong tangannya”. Muttafaq ‘alaih.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 458-459.

Senin, 08 Maret 2010

HUKUM TUDUHAN BERZINA

Dari 'Aisyah r.a. ia berkata; “Setelah udzurku turun, Rasulullah s.a.w. berdiri di atas mimbar dan beliau menerangkan persoalan itu lalu membacakan Qur’an dan setelah beliau turun beliau menyuruh mereka menghukum dua orang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian mereka menghukum (cambuk) kepada tiga orang itu”. Dikeluarkan oleh Ahmad dan Imam yang Empat (Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Nasa’i), dan Bukhary isyaratkan shahihnya padanya.

‘Aisyah dituduh berzina oleh tiga orang (Hasan, Mastah dan Hamnah binti Jahas), maka ketiga orang itu kena hukum dera 80 kali berdasarkan Qur’an surat Nur ayat 4 : “Dan orang yang menuduh berzina sedang ia tidak punya empat orang saksi, hendaklah mereka itu dijilid 80 kali, dan jangan kalian menerima mereka sebagai saksi selamanya, karena mereka itu adalah orang fasik”.

Dari Anas bin Malik r.a. ia berkata ; Mula-mula ada hukuman tuduh-menuduh dalam Islam ialah bahwasanya Syarik bin Sahma telah dituduh Hilal bin Umayah berzina dengan istrinya. Maka Rasulullah s.a.w. bersabda padanya : “Buktikanlah keterangan apabila tidak bukti hukuman akan jatuh di punggungmu”. Alhadits. Dikeluarkan oleh Abu Yala dan rawi-rawinya dapat dipercaya, dan dalam riwayat Bukhary seperti itu pula dari hadits Ibnu ‘Abbas r.a.

Dari Abdullah bin Amir bin Rabi’ah r.a. ia berkata ; “Sungguh saya telah dapatkan Abu Bakar, Umar, Utsman dan orang-orang sesudah mereka, saya tidak melihat mereka menjatuhkan hukuman cambuk karena menuduh zina kepada hamba sahaya, kecuali empat puluh pukulan”. Diriwayatkan oleh Malik dan Saury dalam kumpulannya.

Firman Allah dalam surat Nissa’ ayat 25. “………….. apabila hamba sahaya itu berbuat jahat (zina) maka ia dijatuhi hukuman setengahnya dari hukuman yang merdeka ……..”

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Barangsiapa yang menuduh zina akan hambanya maka ia akan kena hukum di hari kiamat, kecuali kalau tuduhannya itu benar”
. Muttafaq ‘alaih.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 456-458.

Sabtu, 06 Maret 2010

HUKUMAN ORANG BERZINA (9)

Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata; Rasulullah saw. bersabda : “Jauhilah oleh kalian kekejian-kekejian yang telah dilarang Allah ini, barangsiapa berbuat dosa maka berlindunglah dengan lindungan Allah dan hendaklah ia bertobat kepada Allah ta’ala dan barangsiapa yang menampakkan mukanya (mengaku kesalahannya) niscaya kami jatuhkan hukuman dari kitab Allah padanya”. Diriwayatkan oleh Hakim, dan hadits ini dalam Muwatha dari Marasil Zaid bin Aslam.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 455-456.

Kamis, 04 Maret 2010

HUKUMAN ORANG BERZINA (8)

Dari Ibnu ‘Abbas r.a. ia berkata; Rasulullah melaknat (mengutuk) laki-laki yang rnenyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki, beliau bersabda : “Usirlah mereka dari rumah-rumah kalian”. Diriwayatkan oleh Bukhary.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 454-455.

Selasa, 02 Maret 2010

HUKUMAN ORANG BERZINA (7)

Dari Jabir bin Abdullah r.a. ia berkata ; Rasulullah pernah merajam seorang pria dari suku Aslam (Ma’iz bin Malik Al-Aslami), seorang pria dari golongan Yahudi dan seorang wanita (Juhainah)! Hadits diriwayatkan oleh Muslim. Sedang kisah kedua orang pria Yahudi yang tercanturn dalam dua nash “Shahih”, dan hadits shahabat Ibnu Umar r.a.) (Lihat naskah “Shahih Bukhary”, bab “Pengrajaman di dalam lantai rumah”, dan naskah shahih Muslim, bab “Pengrajaman orang Yahudi dan golongan Dzimmah yang berbuat cabul”).
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 453.

Minggu, 28 Februari 2010

HUKUMAN ORANG BERZINA (6)

Dari Imran bin Hushain r.a. ; Sesungguhnya seorang wanita dari Juhainah telah menghadap kepada Nabi s.a.w. dengan keadaan bunting karena zina, ia berkata : ”Ya Nabi Allah, saya kena hukuman, maka lakukanlah hukuman itu pada saya”. Lalu Rasulullah s.a.w. memanggil walinya dan bersabda : “Berbuat baiklah padanya, dan apabila ia telah melahirkan, bawalah ia padaku”. Lalu walinya itu mengerjakannya. Dan Rasulullah memerintahkan supaya perempuan itu diikat dengan kainnya, lalu diperintahkan supaya perempuan itu dirajam. Kemudian Rasulullah menyolatkan dia karena perempuan tersebut mati sesudah dirajam”. Maka Umar berkata : “Ya Nabi Allah. Apakah Rasulullah menyolatkannya padahal ia telah berzina? “Beliau bersabda : “Sesungguhnya ia telah bertobat dengan tobat yang kalau dibagikan kepada tujuhpuluh penduduk Medinah niscaya cukup, pernahkah engkau dapatkan yang lebih daripada ia relakan dirinya kepada Hukum Allah?”. Diriwayatkan oleh Muslim.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 452.

Jumat, 26 Februari 2010

HUKUMAN ORANG BERZINA (5)

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata; Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : “Apabila hamba perempuan kepunyaan seseorang di antara kalian berzina dengan terang maka hukum jilidlah ia, dan jangan kasar kepadanya, lalu kalau ia berzina lagi hukum jiidlah ia dan jangan berbuat kasar padanya, kemudian apabila ia berzina lagi untuk ketiga kalinya dengan terang, juallah ia walaupun hanya dibeli dengan tali daripada rambut”. Muttafaq ‘alaih dan ini adalah lafadh Muslim.

Dari ‘Ali r.a. ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Lakukanlah hukuman itu terhadap orang-orang yang dikuasai tangan kananmu (hamba sahaya)”. Diriwayatkan oleh Abu Daud, dan hadits ini dalam riwayat Muslim mauquf.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM
, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 451-452.

Rabu, 24 Februari 2010

HUKUMAN ORANG BERZINA (4)

Dari Umar bin Khattab r.a. bahwasanya ia berkhotbah dan berkata; Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad itu dengan hak, dan telah menurunkan kitab kepadanya, dan diantara yang diturunkan kepadanya itu ialah ayat rajam, kami membacanya dan menghafalnya dan memahaminya benar-benar. Rasulullah s.a.w. telah merajam, dan kamipun merajam sesudah beliau. Dan karena lamanya masa saya kuatir kalau ada orang yang berkata : “Kami tidak mendapatkan hukum rajam dalam kitab Allah itu”. Dan mereka sesat karena meninggalkan kewajiban yang diturunkan Allah, dan sesungguhnya rajam itu adalah hak dalam kitab Allah ta’ala bagi yang berzina yang sudah kawin laki-laki atau perempuan, apabila telah ada bukti yang nyata, atau bunting atau pengakuan”. Muttafaq ‘alaih.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 450-451.

Senin, 22 Februari 2010

HUKUMAN ORANG BERZINA (3)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata; Seorang laki-laki dari golongan Islam telah datang kepada Rasulullah s.a.w. sedangkan beliau ada di dalam mesjid, ia memanggil beliau dan berkata : “Ya Rasulullah saya telah berzina”. Maka beliau berpaling dari orang itu berulang-ulang, sehingga beliau mengulangi empat kali, maka setelah ia bersyahadat empat kali, Rasulullah s.a.w. mememanggilnya dan bersabda : “Apakah engkau gila”. Jawabnya : ”Tidak” Beliau bersabda ; “Apakah kamu sudah kawin?” Ia menjawab : “Ya”. Maka Nabi s.a.w. bersabda : “Bawalah orang ini dan rajamlah dia”. Muttafaq ‘alaih.

Dari Ibnu ‘Abbas r.a. ia berkata; Tatkala Ma’iz bin Malik datang kepada Nabi s.a.w. beliau bersabda kepadanya : “Barangkali engkau telah mencium, atau berisyarat dengan mata (mencubit), atau memandang?” Ia berkata : “Tidak, ya Rasulullah”. Diriwayatkan oleh Bukhary.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 449-450.

Sabtu, 20 Februari 2010

HUKUMAN ORANG BERZINA (2)

Dari Ubadah bin Shamit r.a. ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Ambillah dariku! Ambillah dariku! (terimalah hukuman dari padaku) sungguh Allah telah manjadikan suatu jalan bagi perempuan-peremupuan : Yang belum kawin dengan yang belum kawin (berzina), hukumannya dijilid seratus kali dan diasingkan satu tahun; yang sudah kawin dengan yang sudah kawin hukumannya dijilid seratus kali dan dirajam”. Diriwayatkan oleh Muslim.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 449.

Kamis, 18 Februari 2010

HUKUMAN ORANG BERZINA (1)

Dari Abu Hurairah dari Zaid bin Khalid Aljuhany r.a. Bahwasannya seorang laki-laki bangsa Arab gunung menghadap Rasulullah s.a.w. dan berkata : “Ya Rasulullah. saya tidak memohon kecuali keputusan engkau dengan kitab Allah terhadap saya.” Maka yang lainnya berkata dan ia lebih tahu dari padanya : “Ya, putusilah kami dengan kitab Allah dan izinkanlah saya.” Beliau bersabda : “Katakanlah” Ia berkata : “Sesungguhnya anak saya, menjadi buruh pada orang ini dan berzina dengan istrinya, dan saya telah mendapat khabar bahwa anak saya ini harus dirajam, maka saya akan menebusnya dengan seratus ekor kambing dan seorang hamba perempuan, dan saya bertanya kepada ahli ilmu dan mereka memberitahu kepada saya bahwa anak saya itu harus dijilid seratus kali dan diasingkan satu tahun, dan istri orang itu harus dirajam”. Maka Rasulullah saw. bersabda : “Demi yang jiwaku ada pada tangan-Nya (Demi Allah), sungguh aku akan memutusi antara kalian dengan kitab Allah : Hamba perempuan dan kambing kembali kepadamu, dan anakmu mesti dijilid seratus kali dan diasingkan satu tahun, dan engkau hai Unais pergilah kepada istrinya orang ini, dan kalau ia mengakui kesalahannya maka rajamlah ia”. Muttafaq ‘alaih, dan lafadh ini dalam riwayat Muslim.

Rajam = dilempari dengan batu sampai mati. Jilid = dicambuk dengan cambuk dari kulit. Firman Tuhan dalam surat Nur ayat 2 : “Perempuan dan laki-laki yang berzina hendaklah dijatuhi hukuman jilid masing-masing 100 kali, janganlah kalian menyayangi mereka dalam melaksanakan hukum Allah kalau memang kalian beriman kepada Allah dan hari Akherat dan hendaklah kaum mukminin menyaksikan deraan pada mereka itu”.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Hudud, halaman 448-449.

Selasa, 16 Februari 2010

MEMERANGI YANG DURHAKA DAN MEMBUNUH YANG MURTAD (5)

Dari Ibnu ‘Abbas r.a. ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Barangsiapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah ia”. Diriwayatkan oleh Bukhary.

Dari padanya r.a.; Bahwasanya seorang buta mempunyai ibu anak orang buta tersebut punya anak dari jariyahnya, ia mencaci Nabi s.a.w. dan mengumpatnya, dan orang buta itu melarangnya tapi ia tidak mau berhenti. Pada suatu malam orang buta itu mengambil kampak besar dan diletakkan pada perut ibu anak itu dan ia bersandar di atasnya sehingga membunuhnya. Maka kejadian itu sampai kepada Nabi s.a.w. dan beliau bersabda : “Ingatlah, saksikanlah bahwa darahnya itu mengalir (yang mencaci Nabi itu dikenakan hukuman mati dan darahnya harus mengalir).” Diriwayatkan oleh Abu Daud dan rawi-rawinya dapat dipercaya.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 446-447.

Minggu, 14 Februari 2010

MEMERANGI YANG DURHAKA DAN MEMBUNUH YANG MURTAD (4)

Dari Mu’adz bin Jabal r.a. tentang orang yang masuk Islam, lalu ia (murtad) jadi Yahudi, saya tidak duduk sehingga ia dibunuh, adalah keputusan Allah dan Rasul-Nya, lalu ia memerintahkannya dan orang itu dibunuh”. Muttafaq ‘alaih. Dan pada sebuah riwayat Abu Daud : “Dan sebelumnya ia sudah dimintakan tobatnya”.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 446.

Jumat, 12 Februari 2010

MEMERANGI YANG DURHAKA DAN MEMBUNUH YANG MURTAD (3)

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata : Abul Qasim s.a.w. bersabda : “Seumpama ada orang yang datang padamu dengan tiba-tiba dengan tanpa izin, lalu engkau melemparkannya dengan batu sehingga membutakan matanya, maka tidak berdosa bagimu.” Muttafaq ‘alaih. Dan pada suatu lafadh dalam riwayat Ahmad dan Nasa’i dan disahkan oleh Ibnu Hibban : “Tiada denda dan tiada kishas (pembalasan)”.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 445.

Rabu, 10 Februari 2010

MEMERANGI YANG DURHAKA DAN MEMBUNUH YANG MURTAD (2)

Dari ‘Imran bin Hushain r.a. ia berkata; Ya’la bin Umayah berkelahi dengan laki-laki, salah satu di antaranya menggigit lawannya, yang digigit itu menarik tangannya dari mulut lawannya sehingga gigi depan lawannya itu copot, kemudian mereka mengadu kepada Nabi beliau bersabda : “Adakah seorang di antara kamu menggigit kawannya seperti unta jantan menggigit, itu tiada denda baginya.” Muttafaq ‘alaih, dan lafadh ini dalam Muslim.

Ya’la menarik tangannya dari mulut lawannya itu untuk mempertahankan diri dari kebinasaan, karenanya ia tidak mendapat denda.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 444-445.

Senin, 08 Februari 2010

MEMERANGI YANG DURHAKA DAN MEMBUNUH YANG MURTAD (1)

Dari Abdullah bin Umar r.a. ia berkata Rasulullah s.a.w bersabda : “Barangsiapa yang terbunuh lantaran membela harta-bendanya, maka ia mati syahid”. Diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasa’i, Tirmidzy dan disahkannya.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 444.

Sabtu, 06 Februari 2010

MEMERANGI ORANG YANG MELANGGAR HAK (3)

Dari Urfujah bin Syuraih r.a. ia berkata : Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : “Barangsiapa yang datang pada kalian sedangkn kalian dalam jama’ah, ia hendak memecah kalian, maka bunuhlah ia.” Dikeluarkan oleh Muslim.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 443-444.

Kamis, 04 Februari 2010

MEMERANGI ORANG YANG MELANGGAR HAK (2)

Dari Ummu Salamah r.a. ia berkata; Rasulullah s.a.w.bersabda : “Ammar dibunuh oleh golongan orang-orang yang melanggar hak”. Diriwayatkan oleh Muslim.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 443.

Selasa, 02 Februari 2010

MEMERANGI ORANG YANG MELANGGAR HAK (1)

Dari Ibnu Umar ra. ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Barangsiapa yang mengangkat senjata (melawan) kepada kita, bukanlah ia dari golongan kita”. Muttafaq ‘alaih.

Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. beliau bersabda : “Barangsiapa yang keluar dari ta’at dan memisahkan diri dari Jama’ah, lalu ia mati, maka matinya itu adalah mati Jahiliyyah.” Dikeluarkan oleh Muslim.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 442-443.

Minggu, 31 Januari 2010

PENGAKUAN DARAH DAN SUMPAH

Dari Sahl bin Abi Hatsmah r.a. dari orang-orang pembesar kaumnya, bahwa Abdullah bin Sahl dan Muhayyishah bin Mas’ud pergi ke Khaibar karena kesusahan mengenai mereka. Kemudian Muhayyishah datang dan menghabarkan bahwa Abdullah bin Sahl telah terbunuh dan dilemparkan pada sebuah mata air. Lalu Muhayyishah datang kepada orang bangsa Yahudi dan berkata, Demi Allah, kalian telah membunuh dia. Mereka berkata : “Demi Allah kami tidak membunuhnya”. Kemudian Muhayyishah menghadap dan saudaranya Huwayyishah dan Abdurrahman, dan Muhayyishah hendak memulai berbicara, tapi Rasulullah bersabda : “Yang besar! yang besar” maksudnya yang lebih tua umurnya. Maka Huwayyishah berkata, kemudian Muhayyishah. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda : “Imma mereka membayar denda atas kematian shahabatmu ini (Abdullah) atau mereka mengizinkan perang”. Lalu beliau mengirim surat kepada mereka tentang itu, dan mereka membalas surat itu : “Demi Allah, kami tidak membunuhnya”. Maka beliau bersabda kepada Huwayyishah, Muhayyishah dan Abdurrahman bin Sahl : “Maukah kalian bersumpah dan kalian berhak atas tuntutan darah sahabatmu itu?” Mereka berkata : “Tidak”. Beliau bersabda : “Maukah kalau Yahudi itu bersumpah padamu?” Mereka berkata : “Mereka itu bukan Islam”. Kemudian Rasulullah membayarkan dendanya dari beliau sendiri, dan beliau mengirim seratus ekor unta kepada mereka. Sahl berkata : “Dan sayapun mendapat seekor unta berwarna merah”. Muttafaq ‘alaih.

Dari seorang laki-laki golongan Anshar r.a.; “Bahwasanya Rasulullah s.a.w. menetapkan sumpah sebagaimana yang telah berlaku di zaman Jahiliyyah, dan Rasulullah s.aw. telah memutusi dengan sumpah di antara orang-orang Anshar tentang pembunuhan yang mereka tuduhkan atas orang-orang Yahudi”
. Diriwayatkan oleh Muslim.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 441-442.

Jumat, 29 Januari 2010

TEBUSAN (7)

Dari Abu Rimtsah r.a. ia berkata ; Saya pernah menghadap Nabi s.aw. beserta anak saya, beliau bersabda : “Siapa ini?” Kata saya : “Dia adalah anak saya”. Dan saya menyaksikan haji wada’ beliau. Beliau bersabda : “Bukankah ia tidak menyebabkan dosa padamu dan kamupun tidak menyebabkan dosa padanya?” Diriwayatkan oleh Nasa’i dan Abu Daud, dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnul-Jarudi.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 440-441.

Rabu, 27 Januari 2010

TEBUSAN (6)

Dari Ibnu ‘Abbas r.a. ia berkata : “Seorang laki-laki telah membunuh seorang laki-laki di zaman Rasulullah s.a.w., dan Nabi s.a.w. memutuskan dendaannya dua belas ribu”. Diriwayatkan oleh Imam Yang Empat (Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzy dan Nasa’i), Nasa’i dan Abu Hatim menguatkan mursalnya.

Baihaqy menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dua belas ribu itu ialah dua belas ribu dirham.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 440.

Senin, 25 Januari 2010

TEBUSAN (5)

Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya r.a. marfu’; ia berkata : “Barangsiapa yang mengobati sedangkan ia belum terkenal dengan pengobatan itu, lalu membinasakan jiwa, maka ia harus mengganti”. Dikeluarkan oleh Darukutny dan disahkan oleh Hakim, dan hadits ini menurut riwayat Abu Daud, Nasa’i dan lain-lain, hanya hadits ini lebih kuat mursal(Tabi’in meriwayatkan dari Nabi s.a.w. dengan tidak melalui sahabat)nya daripada mausul(sanadnya sampai kepada Nabi s.a.w.)nya.

Dari padanya dan Nabi s.aw. beliau bersabda : “Dendaan bagi luka-luka itu adalah lima ekor unta”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Imam yang Empat (Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzy dan Nasa’i), dan Ahmad menambah : “Dan jari-jari itu semuanya sama sepuluh-sepuluh ekor unta”. Disahkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnul-Jarudi.

Dari padanya r.a. ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Denda orang dzimy (ialah orang kafir yang tinggal di negara Islam dengan perjanjian) itu separohnya dan denda orang Islam”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Imam yang Empat (Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzy dan Nasa’i).  Dan lafadh Abu Daud ialah : “Dendanya orang yang dalam perjanjian itu setengahnya denda orang merdeka.”

Dan dalam riwayat Nasa’i ; “Dendanya perempuan itu seperti denda laki-laki sehingga sampai pada sepertiga dari dendanya perempuan”. Dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 438-440.

Sabtu, 23 Januari 2010

TEBUSAN (4)

Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash r.a. bahwasannya Rasulullah s.a.w. bersabda : “Ingatlah bahwa denda bagi penbunuhan kesalahan tidak sengaja dan seperti disengaja itu kalau dengan cambuk dan tongkat ialah seratus unta, empatpuluh di antaranya yang sedang bunting”. Dikeluarkan oleh Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah dan disahkan oleh Ibnu Hibban

Dari Ibnu ‘Abbas r.a. dari Nabi s.a.w. beliau bersabda : “Ini dan ini adalah sama, yaitu kelingking dan ibu jari”. Diriwayatkan oleh Bukhary.

Dan dalam riwayat Abu Daud dan Tirmidzy: “Dendaan semua jari itu sama, dan semua gigipun sama, gigi depan dan gigi belakang itu sama”.

Dan dalam riwayat Ibnu Hibban : “Dendaan dua tangan dan dua kaki itu adalah sama, sepuluh unta bagi tiap-tiap satu jari”.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 437-438.

Kamis, 21 Januari 2010

TEBUSAN (3)

Dari Ibnu Umar r.a. dari Nabi s.a.w. beliau bersabda : Sesungguhnya sejahat-jahatnya manusia di hadirat Allah ada tiga : “1. Yang membunuh di Haramillah (Mekah dan Madinah), 2. Membunuh orang yang tidak bermaksud akan, membunuhnya, 3. membunuh lantaran dendam jahiliyah”. Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam hadits yang disahkannya.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 437.

Selasa, 19 Januari 2010

TEBUSAN (2)

Dari Ibnu Mas’ud r.a. dari Nabi s.a.w beliau bersabda : “Tebusan kesalahan itu dua puluh unta umur empat tahun, duapuluh unta umur lima tahun, duapuluh unta betina umur satu tahun masuk tahun kedua, dan duapuluh unta betina umur dua tahun masuk tahun ketiga, dan duapuluh unta jantan umur dua tahun masuk tahun ketiga”. Dikeluarkan oleh Darukutny, dan Imam yang Empat (Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzy dan Nasa’i) meriwayatkannya dengan lafadh : “Dan unta jantan umur satu tahun masuk tahun kedua, untuk pengganti unta jantan umur dua tahun masuk tahun ketiga.” Sanadnya yang pertama lebih kuat. Dan Ibnu Abi Syaibah r.a. meriwayatkannya dari jalan lain yang maukuf, dan lebih shahih dari marfu’.

Abu Daud dan Tirmidzy meriwayatkannya dari jalan ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya r.a. dengan marfu’ : “Tebusan itu adalah tigapuluh unta umur empat tahun tigapuluh unta umur lima tahun dan empatpuluh unta yang bunting”.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 436-437.

Minggu, 17 Januari 2010

TEBUSAN (1)

Dari Abubakar bin Muhammad bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya r.a. Bahwasannya Nabi s.a.w. mengirim surat kepada penduduk Yaman, lalu Abubakar menyebut hadits itu. dan dalam hadits itu : “Sesungguhnya yang membunuh orang Mu’min dengan terang sengaja, maka ia dikenakan hukuman mati, kecuali kalau wali yang dibunuh itu rela. Dan tebusan jiwa itu ialah seratus unta; demikian pula tebusan hidung apabila dipotong sampai habis, tebusan dua mata, tebusan lidah, tebusan dua bibir, tebusan kemaluan, tebusan kedua belah pelir kemaluan, tebusan tulang punggung, dan bagi sebelah kaki separoh tebusan, bagi kepala sampai ke otak sepertiga tebusan, bagi tusukan/pukulan yang merubah tulang limabelas ekor unta, bagi tiap-tiap satu jari tangan dan kaki sepuluh ekor unta, bagi tiap-tiap sebuah, gigi lima ekor unta, bagi luka yang sampai tampak yang dalam (tulang) lima ekor unta, dan sungguh laki-laki akan dikenakan hukuman mati lantaran membunuh perempuan dan ahli emas (orang ya’ng punya uang emas) didenda seribu dinar”. Dikeluarkan oleh Abu Daud dalam Marasil, dan Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, Ibnul jarud. Ibnu Hibban dan Ahmad. Mereka berselisih tentang shahihnya.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 435-436.

Jumat, 15 Januari 2010

URUSAN PIDANA (12)

Dari Abu Syuraih Alkhuzay r.a. ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Barangsiapa yang keluarganya dibunuh setelah perkataanku ini (sesungguhnya kalian kaum Hudzail telah berkata bahwa orang ini dan kaum Hudzail dan sayalah yang membayar dendanya), maka bagi keluarga si pembunuh ada dua pilihan: Ima mereka mengambil dendaan atau hukuman mati”. Dikeluarkan oleh Abu Daud dan Nasa’i dan asalnya pada Shahihain dari hadits Abu Hurairah dengan maksud yang sama.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 435.

Rabu, 13 Januari 2010

URUSAN PIDANA (11)

Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata ; Seorang budak telah dibunuh dengan rahasia, maka Umar berkata : “Kalau penduduk Shan’a itu bersekutu atas pembunuhan itu, pasti aku akan kenakan hukuman mati pada mereka lantaran terbunuhnya budak itu”. Dikeluarkan oleh Bukhary.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 434-435.

Senin, 11 Januari 2010

URUSAN PIDANA (10)

Dari Ibnu Umar r.a. dari Nabi s.a.w. beliau bersabda : “Apabila orang menangkap (memegang) seseorang, lalu yang lain membunuhnya, maka yang membunuh itu kena hukuman mati, dan yang memegangnya itu kena hukuman penjara”. Diriwayatkan oleh Darukutny dengan mausul, dan disahkan oleh Ibnulqathan, dan rawi-rawinya dapat dipercaya, tapi Baihaqy mentarjihkan kemursalannya.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 434.

Sabtu, 09 Januari 2010

URUSAN PIDANA (9)

Dari Ibnu ‘Abbas r.a. ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Barangsiapa yang membunuh dengan tiada diketahui (tidak sengaja), atau melempar dengan batu, atau memukul dengan cambuk atau tongkat, maka dendaannya dendaan karena kelirunya; dan barangsiapa membunuh dengan sengaja, maka ia harus mendapat hukuman mati?. Dikeluarkan oleh Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah dengan sanad yang kuat.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 433-434.

Kamis, 07 Januari 2010

URUSAN PIDANA (8)

Dari Anas r.a.: Bahwasanya Rubayi binti Nadlr bibinya Anas, telah memecahkan gigi depan seorang jariyah, maka keluarga Ruhayi minta ma’af kepada keluarga jariyah itu, tapi keluarga Jariyah itu tidak mau, lalu keluarga Rubayi menawarkan denda dan mereka tidak mau, lalu mereka menghadap Rasulullah, dan keluarga Jariyah itu tidak mau menerima kecuali kisas (pembalasan). Maka Rasulullah s.a.w. menyuruh melaksanakan kishas.
Maka Anas bin Nadlr (saudaranya Rubayi) berkata : “Ya Rasulullah apakah gigi depannya Rubayi mau dipecahkan? Jangan, Demi Allah yang mengutus engkau dengan hak, janganlah gigi depan Rubayi dipecahkan”.
Maka Rasulullah bersabda : ”Hai Anas, Kitab Allah telah memutuskan kishas”. Maka kaum-kaum jadi rela, dan mereka mema’afkannya”. Lalu Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah itu ada orang yang kalau ia bersumpah dengan nama Allah sungguhlah ia benar”
. Muttafaq ‘alaih dan lafadh ini pada Bukhary.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 432-433.

Selasa, 05 Januari 2010

URUSAN PIDANA (7)

Dari Abu Hurairah r.a. telah berkata; Dan wanita dari Hudzail berkelahi, dan yang satu dilempari dengan batu sehingga meninggal, demikian pula bayi yang di dalam perutnya. Orang-orang lalu mengadukan kepada Rasulullah s.a.w. memutuskan bahwa denda terbunuhnya anak yang di dalam kandungan itu ialah dengan memerdekakan hamba sahaya laki-laki atau perempuan; dan beliau memutuskan dendaan terbunuhnya perempuan itu jadi tanggungan suaminya, dan yang mewaris perempuan itu ialah anaknya dan orang-orang beserta mereka. Maka Hamal bin Nabighah Alhudzaly (suami pembunuh) berkata : “Ya Rasulullah bagaimana dikenakan denda karena membunuh yang tidak minum, tidak bercakap dan tidak makan, tidak bicara dan tidak menangis dan seperti itu harus dialirkan darah?” Maka Rasulullah s.a.w. bersabda : “Sesungguhnya orang ini adalah dari antara kawan-kawannya para dukun karena sajaknya yang ia sajakkan’. Muttafaq ‘alaih.

Dan diriwayatkan pula oleh Abu Daud dan Nasa’i dari hadits Ibnu ‘Abbas r.a.; Bahwasannya Umar r.a. bertanya kepada orang yang menyaksikan keputusan Rasulullah s.a.w. tentang (pembunuhan) bayi yang di dalam perut? Orang itu berkata : “Saya pernah berada di muka dua wanita yang berkelahi, yang satu memukul yang lain, dan orang itu menerangkannya secara ringkas”. Dan disahkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 431-432.

Minggu, 03 Januari 2010

URUSAN PIDANA (6)

Dari ‘Imran bin Hushain r.a.; “Bahwasannya seorang budak kepunyaan orang-orang miskin telah memotong telinganya budak kepunyaan orang-orang kaya, maka mereka datang kepada Nabi s.a.w. dan beliau tidak memutuskan apa-apa bagi mereka”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Imam yang Tiga (Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzy) dengan sanad yang shahih.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 430.

Jumat, 01 Januari 2010

URUSAN PIDANA (5)

Dari Anas bin Malik r.a.; Bahwasannya seorang jariyah telah diketemukan kepalanya dihimpit dengan dua batu, lalu orang bertanya kepadanya : “Siapa yang berbuat demikian kepadamu”. Apakah si Fulan atau si Fulan, sehingga mereka menyebutkan, nama seorang Yahudi dan ia menganggukan kepalanya; maka Yahudi itu ditangkap dan ia mengakui perbuatannya. Lalu Rasulullah s.a.w. memerintahkan agar kepala Yahudi itu dihimpit dengan dua batu”. Muttafaq ‘alaih, dan ini adalah lafadh Muslim.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Jinayat, halaman 430.