"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Sabtu, 25 Oktober 2008

AMMAR BIN YASIR

PENYIKSAAN DAN PEMAKSAAN 
Yasir, beserta isterinya Sumaiyah dan anaknya Ammar, termasuk orang-orang yang pertama memeluk agama Islam. Diwaktu itu jumlah pengikut Rasulullah s.a.w. baru beberapa puluh orang saja, dan kebanyakan terdiri dari rakyat jelata yang tidak mampu (haves not). Kekejaman kaum Musyrikin Quraisy berlaku bukan alang-kepalang, terhadap orang-orang yang kedapatan oleh mereka sudah masuk Islam. Juga keluarga Yasir pada satu kali menjadi sasaran keganasan Musyrikin Quraisy. Yasir suami isteri dan anak mereka Ammar, mereka seret kepadang pasir yang panas menyala. Disana mereka dijemur dan dipukuli, sehingga Yasir mati. Istri Yasir, Sumaiyah ditikam dengan tombak oleh tangan Abu Jahal sendiri. Diapun mati sebagai syahidah yang pertama dalam Islam. Datang giliran Ammar bin Yasir. Dia dijemur, dipukul, dihimpit dadanya dengan batu besar dan panas, kemudian dibenamkan kedalam air. ”Kami tidak akan lepaskan engkau dari azab ini, sebelum engkau memuji-muji Lata dan Uzza”, kata sang algojo. Lantaran tak tahan lagi, Ammar berbuat apa yang diinginkan algojo itu lalu dia dilepaskan. Kemudian Ammar dalam kebingungan dan datang kepada Rasulullah dengan air mata bercucuran. Rasulullah menanyakan apa yang telah terjadi. Diceritakannyalah apa yañg telah terjadi, dan untuk terlepas dari penyiksaan yang tak tertahankan olehnya itu, ia terpaksa menurutkan kemauan para penyiksanya, memuji-muji Lata dan Uzza. Rasulullah bertanya; ”Diwaktu itu bagaimana kau dapati hatimu ?“. Jawab Amman: ”Kudapati hatiku tenang dan tetap dengan keimanan”. Berkata Rasulullah: ”Kalau mereka berbuat seperti itu lagi berbuatlah begitu pula”. Maka pada waktu itu turunlah Surat An-Nahl 105-106 dan seterusnya. ”Hanyalah mereka yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, yang mengada-adakan dusta; dan merekalah orang-orang yang berdusta. (Ialah) orang yang tidak percaya kepada Allah sesudah dia beriman; kecuali orang yang dipaksa sedangkan hatinya penuh. dengan keimanan. Tetapi barang siapa yang terbuka hatinya dengan kekufuran maka atas mereka kemarahan Allah, dan bagi mereka azab yang besar”. (An-Nahl 105-106). 
Peristiwa Ammar bin Yasir ini dapat ditilik dari dua sudut : 
1.      Dalam hubungan pribadi sebagai hamba Allah dengan Khaliq (hablun minallah), maka Allah s.w.t. mengampuni, bertindak sebagai Ammar bin Yasir dalam keadaan seperti itu, Yakni dalam keadaan: a. dalam paksaan langsung. b. imannya tidak goyah sedikitpun juga. 
2.      Dalam hubungan antara manusia (hablun minannas) yakni perhubungan pribadi sebagai anggauta ummat dengan lain timbal-balik (dalam hal ini dalam rangka menegakkan ‘aqiedah), maka Rasulullah s.a.w. setelah mendengar dari Ammar, bahwa imannya tidak gojah, berkata: ”Kalau mereka berbuat begitu lagi, buatlah begitu pula !“ 

Untuk dapat memahami arti peristiwa Ammar bin Yasir ini perlu kita perhatikan hal-hal berikut : 
Dimasa ummat Islam sangat lemah dan tak berdaya (seperti dengan peristiwa Ammar bin Yasir itu juga) terjadi beberapa peristiwa penyiksaan atas para anggauta ummat Islam, antara lain: 
·         Bilal dipaksa dengan segala macam siksaan supaya mau meninggalkan keimanannya. Bilal hampir pingsan, lantaran siksaan itu, dan dia tidak henti-hentinya mengucapkan; Ahad! Ahad! (Allah adalah satu! Allah adalah satu!) Malah dia berkata: ”Demi Allah, jika kuketahui satu kalimat yang lebih menjengkelkan kamu mendengarnya dari itu, pasti aku akan ucapkan !“. Bilal dapat diselamatkan oleh Abu Bakar yang kebetulan datang ketempat penyiksaan. 
·         Habib bin Zaid Al-Anshary juga kena siksa. Musailamah bin Kaddzab yang menyiksanya bertanya kepadanya: ”Apakah engkau naik saksi bahwa Muhammad Rasulullah ?“. Dijawabnya oleh Habib: ”Ya”. Ditanya lagi: "Apakah engkau naik saksi bahwa aku Rasulullah ?“. Ia jawab: ”Tak pernah ku dengar yang begitu itu !”. Habib bin Zaid sewaktu itu juga dibunuh dan dicincang-cincang. 
·         Diantara Muslimin pertama-tama yang bersikap seperti Habib bin Zaid itu dalam menghadapi penyiksaan fisik, tetapi tidak sampai mati, antara lain: Habbab bin Al-Art, Suhaib, Amir bin Fuhairah, Ubaid bin Khalaf. Dan diantara Muslimat pertama antara lain Lubainah, Zunairah (sampai jadi buta), Annahdiyah, Ummu Unais. Ada yang dapat tertolong oleh Abu Bakar, ada yang dilepaskan dengan penebusan dengan seluruh hartanya (Habbab), ada pula yang dihentikan penyiksaannya, lantaran disangka sudah mati (Ubaid bin Khalaf). 

BERSABAR DAN BERTEGUH HATI 
Dalam keadaan ummat Islam yang diwaktu itu masih amat lemah dan tak berdaya, Rasulullah s.a.w. senantiasa berusaha kepada ummatnya supaya bersabar dan berteguh hati dalam menghadapi segala macam penderitaan fisik. Beliau terus menghidupkan dan menanamkan keyakinan kepada pertolongan Ilahi dan kemenangan yang pasti akan dàtang bagi orang-orang yang beriman. Kepada mereka yang tak mampu mempertahankan diri sedangkan beliau sendiri dan Jama’ah Islam sebagai satu kesatuan belum mampu melindungi mereka, beliau menganjurkan supaya hijrah kenegeri Habsyah, dimana mereka dapat hidup dengan aman. Dibelakang hari, Muhajirin yang pertama ini kembali menggabungkan diri dengan saudara-saudara yang berpadu dalam satu keyakinan dengan mereka di Medinah dan turut aktif mengambil bagian dalam jihad menegakkan Kalimah Tauhid seterusnya. Adapun sikap teguh dan tabah yang diperlihatkan oleh para sahabat seperti Bilal, Habib bin Zaid, Ubaid bin Khalaf dan lain-lain itu (ada yang sampai buta, ada yang setengah mati, ada yang sampai syahid) tidak pernah Rasulullah cela sebagai sikap yang terlampau fanatik atau yang semacam itu. Memang keteguhan hati dan istiqamah dikalangan para Mukminin yang pertama itulah yang menjadi modal ummat Islam dalam perjuangan selanjutnya. Jika kiranya tidak ada ruh jihad yang demikian itu, perjalanan Risalah Muhammad s.a.w. tentulah akan sudah terhenti pada taraf dimana jama’ah Islam itu hanya terdiri dari tiga-puluhan orang, yang sewaktü waktu berkumpul secara diam-diam dirumah Arqam bin Arqam, dimana mereka dapat menerima tuntunan tuntunan dari Rasulullah s.a.w. dan melakukan ibadah bersama-sama. Sebagaimana kita ketahui dalam hal ketabahan dan keteguhan hati, Rasulullah s.a.w. sendiri berdiri ditengah-tengah ummatnya sebagal hasanah, yakni Sebagai suri tauladan yang baik. Makà yang memberi ”shibghah”, corak yang karakteristik kepada jalan perjuangan menegakkan Risalah Muhammad s.a.w. itu selanjutnya, bukan peristiwa Ammar bin Yasir yang satu itu, akan tetapi peristiwa dan amal perbuatan yang tak terbilang banyaknya dari ribuan para sahabat, dibawah pimpinan langsung Rasulullah s.a.w sendiri, dalam masa 23 tahun lamanya, baik dari para sahabat yang berkaliber seperti Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Siti Khadijah, Siti ‘Aisjah, Bilal dan lain-lain, sampai kepada Mujahidin yang nama mereka tidak tercatat dan yang sudah syahid sebelum tercapainya kemenangan Risalah atas jahiliyah. Dalam rangka inilah kita harus memahamkan arti atau nilài praktis dari peristiwa Ammar bin Yasir.  

KEBIJAKSANAAN KHUSUS 
Dapatlah kita simpulkan, bahwa sikap yang diambil oleh Rasulullah s.a.w. terhadap peristiwa Ammar bin Yasir, adalah suatu kebijaksanaan khusus dalam suatu rangkaian keadaan yang tertentu. Dengan lain perkataan: ”satu kelonggaran dan pedoman umum yang sudah digariskan”. Beliau beri kelonggaran dalam keadaan yang tertentu itu, setelah terpenuhi dua syarat : 
  1. Ada paksaan yang nyata dan langsung; 
  2. Iman dan ‘aqiedah yang bersangkutan tetap tidak goyah, diwaktu dan sesudah dia memberi "verbal confession” itu. 

Sudah barang tentu peristiwa Ammar bin Yasir, tidaklah untuk buru-buru dipergunakan sebagai alasan bagi generasi yang kemudian guna mengelakkan serba kesulitan, setiap kali jika kelihatan ada risikonya. Allah s.w.t. tidak bisa ditipu: Allah mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati seseorang. Amman bin Yasir sendiri bukanlah model orang yang mau menipu Allah dan RasulNya. Ammar bin Yasir adalah salah seorang dari orang yang pertama-tama mengikuti panggilan Rasul. Yasir melihat dihadapannya sendiri bagaimana bapaknya mati disiksa, dan kemudian ibunya mati dibunuh pula. Cukup tanda-tanda yang meyakinkan bahwa sang algojo tidak akan segan-segan membunuhnya pula, sesudah mereka menyiksanya puas-puas. Dan diwaktu ditengah-tengah siksaan yang dilakukan atas dirinya itu, dia mengucapkan kata-kata yang dipaksakan oleh para penyiksanya itu, iman dan ‘aqiedahnya sedikitpun tidak bergoyah. Bukan hingga itu saja! Setelah itu sisa umurnya yang ada dipergunakannya seluruhnya untuk berjuang mempertahankan, menyuburkan dan menebarkan kurnia Ilahi berupa iman dan ‘aqiedahnya, bersama-sama dengan para sahabat lainnya dibawah pimpinan Rasulullah. Begitulah cara Amman bin Yasir mensyukuri kelonggaran bagi dirinya yang telah diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya. 
--------------------------------------
Dibawah Naungan Risalah, M. Natsir, Sinar Hudaya – Documenta, 1971