"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Rabu, 30 April 2014

Abu Bakr di Medinah

Abu Bakr tinggal di Sunh di pinggiran kota Medinah, pada keluarga Kharijah bin Zaid dari Banu al-Haris dari suku Khazraj. Ketika Nabi mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Ansar Abu Bakr dipersaudarakan dengan Kharijah. Abu Bakr kemudian disusul oleh keluarganya dan anaknya yang tinggal di Mekah. Ia mengurus keperluan hidup mereka. Keluarganya mengerjakan pertanian —seperti juga keluarga Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Talib— di tanah orang-orang Ansar bersama-sama dengan pemiliknya. Boleh jadi Kharijah bin Zaid ini salah seorang pemiliknya. Hubungan orang ini lambat laun makin dekat dengan Abu Bakr. Abu Bakr kawin dengan putrinya —Habibah— dan dari perkawinan ini kemudian lahir Umm Kulsum, yang ditinggalkan wafat oleh Abu Bakr ketika ia sedang dalam kandungan Habibah.
Keluarga Abu Bakr tidak tinggal bersamanya di rumah Kharijah bin Zaid di Sunh, tetapi Umm Ruman dan putrinya Aisyah serta keluarga Abu Bakr yang lain tinggal di Medinah, di sebuah rumah berdekatan dengan rumah Abu Ayyub al-Ansari, tempat Nabi tinggal. Ia mundar-mandir ke tempat mereka, tetapi lebih banyak tinggal di Sunh, tempat istrinya yang baru.

Terserang Demam
Tak lama tinggal di Medinah ia mendapat serangan demam. Yang juga banyak menyerang penduduk Mekah yang baru hijrah ke Medinah, disebabkan oleh perbedaan iklim udara tempat kelahiran mereka dengan udara tempat tinggal yang sekarang. Udara Mekah adalah udara sahara, kering, sedang udara Medinah lembab, karena cukup air dan pepohonan. Menurut sumber dari ‘Aisyah disebutkan bahwa demam yang menimpa ayahnya cukup berat, sehingga ia mengigau.
Setelah puas dengan tempat tinggal yang baru ini, dan setelah bekerja keras sehingga keluarganya sudah tidak memerlukan lagi bantuan Ansar, seluruh perhatiannya sekarang dicurahkan untuk membantu Rasulullah dalam memperkuat Muslimin, tak peduli betapa beratnya pekerjaan itu dan besarnya pengorbanan.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 16 - 17.

Belajar Batik Jumputan

Batik adalah sehelai kain yang dibuat secara tradisional dengan beragam hias pola batik, yang pembuatannya menggunakan celup rintang dengan malam lilin batik sebagai bahan perintang warna. Selain dibuat secara tradisional ada pula yang dibuat secara modern / kontemporer. (Materi Pelatihan Membatik UPTD BLK Kota Semarang)
Teknik Jumputan (celup ikat); proses pembuatannya dengan cara mengikat di beberapa bagian kain yang ingin di beri motif. Alat bantunya berupa Tali (tali rafia, gelang karet atau benang nilon); Kelereng, Batu atau menurut selera.
Jadi yang disebut dengan Batik Jumputan itu apabila terjadi proses membatik dengan canting dan proses jumputan.

Belajar Membatik
Aku ingin berbagi ilmu membatik kontemporer dari hasil pembelajaranku di BLK Kota Semarang;
Pertama; menyiapkan kain batik dari jenis mori primisima dengan ukuran 200 cm x 125 cm.
Kedua; membuat pola (nyorek atau mola). Proses ini adalah menggambar motif dasar dan pola batik tulis diatas kain dengan menggunakan pensil ataupun arang kayu.
Ketiga; Soletan (nyolong warna) yang kontras dengan menggunakan warna Remasol, karena dalam pewarnaan batik tradisional hanya dikenal permainan gradasi warna.
Keempat; setelah mendiamkan warna soletan minimal 1 x 24 jam, dilanjutkan dengan fiksasi (penguncian) warna Remasol dengan waterglass yang perbandingannya 1 kg waterglass dicampurkan air 1 liter.
Kelima; setelah didiamkan dalam ruangan teduh dan kondisi media yang difiksasi sudah tidak lengket maka lakukan pencucian dengan air.
Keenam; setelah kain kering dari diangin-angin dalam ruang teduh, bidang pola atau warna yang telah disolet menjadi hasil yang diinginkan maka bidang pola atau warna tadi siap ditemboki (proses mbironi) dengan menggunakan lilin.
Ketujuh; proses pembuatan teknik jumputan dengan cara mengikat di beberapa bagian kain dengan kelereng yang diikat dengan gelang karet yang ingin di beri motif.
Kedelapan; pewarnaan background dua tahapan; warna dasar, menggunakan bahan warna indigosol warna orange dengan teknik celupan. Setelah kain dicelup rata lalu dijemur dibawah terik matahari 2 - 3 menit (jangan lupa dibalik agar warna juga merata disisi sebaliknya). Kemudian kain difiksasi (penguncian warna) dengan HCl 2 - 3 sendok makan ditambah Nitrit 2 sendok makan dan campurkan ke dalam air bersih 5 - 6 liter. Setelah kain tercelup rata fiksasi tiriskan sebentar lalu jemur dibawah terik matahari 2 - 3 menit atau warna muncul merata lalu bilas dengan air bersih; nikmati hasil warna yang diinginkan. Keringkan 15 menit lalu lanjutkan tahap berikutnya, warna utama, menggunakan Naptol warna merah. Caranya ; menyiapkan satu ember air bersih untuk pencucian kain secara merata; masukkan kain ke dalam ember lain yang sudah dilarutkan dalam air berisi 5 - 6 liter dengan ASBO 20 gram ditambah kustik (Soda Abu atau Na2CO3) 3 - 4 gram, setelah rata tercelup tiriskan hingga air yang ada di kain tidak menetes; lalu masukkan kain ke dalam ember lain yang berisi 5 - 6 liter air dan garam pembangkit warna merah (Garam Merah B) 30 gram, pastikan terendam rata angkat dan tiriskan; nikmati hasil warna yang diinginkan.
Kesembilan; proses nglorot (pesisiran) / ngebyok (Jogja/Solo), yaitu proses menghilangkan malam (lilin batik) pada kain dengan merebus kain dalam campuran air dan soda abu mendidih, kemudian membilasnya dengan air dingin.

Catatan
Proses pembuatan warna background 2 kali (orange dan merah) untuk memunculkan efek warna (gradasi) pada posisi kain yang dijumput / diikat.

PROSES TERCIPTANYA MAKHLUQ MANUSIA

Manusia pertama adalah Nabi Adam yang diciptakan Allah daripada tanah, lalu daripada sebilah tulang rusuknya Allah ciptakan pula isterinya yang bernama Hawa. Dan kedua laki-isteri itulah berkembangbiak umat manusia bertebaran hidup di bumi. Ini telah dijelaskan dalam Surat Al Hujurat : 13 : “Wahai sekalian manusia, sungguh Kami telah ciptakan kamu sekalian dari seorang lelaki dan seorang wanita, dan Kami telah pula jadikan kamu sekalian berlainan bangsa dan suku agar supaya kamu saling berkenalan. Sungguh yang paling mulia di antara kamu sekalian pada penilaian Allah ialah yang paling taqwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui dan memberitakan segala perbuatan kamu.”
Tentang diciptakannya Adam dari tanah lalu keturunannya diciptakan Allah dalam rahim ibu tersebut dalam Surat As-Sajadah ayat 7, 8 dan 9 : “Allah telah memperindah segala sesuatu yang diciptakan-Nya, dan mula-mula menciptakan manusia dari tanah, kemudian menjadikan keturunannya dari pada sari airmani, lalu Dia membinanya dan meniupkan ke dalamnya sebagian daripada ruh yang diciptakannya dan Dia jadikan bagimu indera pendengar, penglihatan serta perasaan. Sungguhpun demikian alangkah sedikitnya kamu yang tahu terimakasih.”
Adapun tentang proses terciptanya manusia bayi dalam kandungan telah nyatakan dalam Surat Al-Mukminun ayat 12 – 14 : “Dan sungguh Kami telah ciptakan manusia daripada sari tanah, lalu sari tanah itu Kami ciptakan menjadi benih-hidup yang tersimpan dalam rahim yang teguh, kemudian Kami jadikan benih itu segumpal darah, serta dalam daging itu Kami tumbuhkan tulang, maka Kami balut pula tulang-tulang dengan daging, kemudian Kami ciptakan dia menjadi makhluq baru. Demikianlah Allah Yang Maha Memberkahi serta Pencipta Yang Tertinggi.”
Firman Allah tersebut di atas menerangkan dengan lebih terperinci terjadinya darah-kental dalam rahim itu seperti yang tersebut dalam 5 ayat Surat Al-’Alaq yang mula-mula turun. Lalu Allah terangkan pula proses pembinaan terhadap darah-kental itu hingga menjadi manusia bayi yang hidup.
Diterangkan bahwa nuthfah atau spermatozoon yaitu benih-hidup yang terdapat dalam airmani lelaki, adalah diciptakan Allah dari sari-tanah. Ini mudah dipahami, karena nuthfah ini terjadi dari zat-makanan yang diolah dalam tubuh, dan makanan berasal dari tanaman serta tanaman dari tanah. Dalam setiap 1 cm3 airmani lelaki ada mengandung ± 60 juta benih hidup, bentuknya bagai cacing bergerak dan berenang. Karena lembutnya tidak terlihat oleh mata. Pada saat tertentu airmani lelaki memasuki tubuh wanita. Benih-hidup yang berjuta-juta itu bergerak memasuki saluran di atas rahim ibu, dijemput oleh butiran-butiran telur wanita. Dari sekian banyaknya benih-hidup itu hanya satu yang berhasil menembus dan masuk ke dalam sebutir telur. Dan telur yang telah dibuahi itu kemudian disalurkan memasuki rahim lalu melekat dengan teguh pada dindingnya, maka kehamilan pun mulailah. Inilah yang oleh Allah dijelaskan dengan kata-kata : “fi qara rin makin” atau tersimpan dalam simpanan yang teguh.
Demikianlah nuthfah itu lalu dibina menjadi darah, lalu menjadi daging, lalu dalam daging itu tumbuh tulang, kemudian daging beserta tulang itu senantiasa bertambah besar serta berbentuk dengan terwujudnya anggauta-anggauta badan dimana daging membalut tulang. Pada usia ± 4 bulan Allah meniupkan ruh ke dalamnya maka hiduplah bayi itu sebagai manusia baru. Dan akhirnya setelah cukup bulannya iapun lahir ke dunia. Bayi itu diusui dan diasuh oleh ibunya. Pendengaran telinganya yang tadinya amat lemah berangsur terang, mendengar setiap suara dan bunyi di sekelilingnya. Kedua matanya yang sewaktu lahir terpejam, kini terbuka tetapi belum melihat. Penglihatannya berangsur datang sesuai dengan perkembangan syarafnya. Beberapa minggu setelah dilahirkan ia dapat melihat dunia ini dengan jelas dan terang. Perasaan hatinya juga tumbuh berangsur-angsur mengikuti tambahnya umur, demikian pula kemampuannya mengingat dan berpikir. Dalam usia 6 atau 7 tahun pertumbuhan itu mulai sempurna. Kesadaran bertambah terang, ingatan semakin kuat, pikiran makin cerdas, perasaan bertambah tajam dan rasa “ke-aku-an” semakin menonjol.
-------------------------
Menyingkap Tabir Rahasia Maut, Cetakan ke-2, H. Djarnawi Hadikusuma, PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta, halaman 6-9.

ADAB DALAM MASJID (4)

Abu Abdillah (Salman) Alfarisy r.a. berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Tiada seorang yang mandi pada hari Jum’at, dan bersuci sedapatnya dan berminyak, dan berharum-harum, kemudian keluar masjid, tiada memisahkan antara dua orang yang telah duduk, kemudian sholat seringannya, kemudian mendengar dan memperhatikan khutbah imam, melainkan pasti diampunkan baginya apa yang terjadi antara Jum’at itu hingga Jum’at yang lainnya. (HR. Buchary).
----------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN II, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1979, halaman 24-25.

MEMBAGI WARIS (8)

Dari Abu Umamah bin Sahal r.a. ia berkata; Umar bersurat kepada Abu Ubaidah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda : “Allah dan Rasul-Nya adalah penguasa bagi orang yang tidak ada yang menguasainya, dan saudara laki-laki ibu itu adalah ahliwaris bagi orang yang tidak punya ahliwaris”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Imam yang Empat (Abu daud, Ibnu Majah, Tirmidzy dan Nasa’i), kecuali Abu Daud, dan disahkan oleh Tirmidzy dan Ibnu Hibban.
------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Kitabul Buju', halaman 350-351.

Selasa, 29 April 2014

ADAB DALAM MASJID (3)

Jabir bin Samuroh r.a. berkata : Kami jika datang mendatangi Nabi s.a.w. dalam majlis, maka duduk di mana kami sampai. (HR. Abu Dawud dan Attirmidzy).
----------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN II, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1979, halaman 24.

MEMBAGI WARIS (7)

Dari Mikdam bin Ma’dikariba r.a. ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Saudara laki-laki ibu itu adalah ahliwaris bagi yang tidak punya ahliwaris”. Dikeluarkan oleh Ahmad, Imam yang Empat (Abu daud, Ibnu Majah, Tirmidzy dan Nasa’i, kecuali Tirmidzy, dihasankan oleb Abu Zar’ah Arrazy, dan disahkan oleh Hakim dan Ibnu Hibban.
---------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Kitabul Buju', halaman 350.

Senin, 28 April 2014

D'Blekok, Time 2 Eat

Batik adalah sehelai kain yang dibuat secara tradisional dengan beragam hias pola batik, yang pembuatannya menggunakan celup rintang dengan malam lilin batik sebagai bahan perintang warna. Selain dibuat secara tradisional ada pula yang dibuat secara modern / kontemporer. (Materi Pelatihan Membatik UPTD BLK Kota Semarang)

Belajar Membatik
Aku ingin berbagi ilmu membatik kontemporer dari hasil pembelajaranku di BLK Kota Semarang; dan memaparkan karya batik diatas lembar kain mori sanforis 50 cm x 50 cm, yang tentunya akan menambah wawasan perbatikanku dengan kain yang berbeda dari sebelumnya.
Proses Cantingan
Pertama; menyiapkan kain batik dari jenis mori sanforis dengan ukuran 50 cm x 50 cm.
Kedua; membuat pola (nyorek atau mola). Proses ini adalah menggambar motif dasar dan pola batik tulis diatas kain dengan menggunakan pensil; dan aku beri judul "Ajari Aku Ayah".
Ketiga; Soletan (nyolong warna) yang kontras dengan menggunakan warna Remasol, karena dalam batik tradisional teknik pewarnaan hanya dikenal permainan gradasi warna.
Keempat; setelah mendiamkan warna soletan minimal 1 x 24 jam, dilanjutkan dengan fiksasi (penguncian) warna Remasol dengan waterglass yang perbandingannya 1 kg waterglass dicampurkan air 1 liter.
Kelima; setelah didiamkan dalam ruangan teduh dan kondisi media yang difiksasi sudah tidak lengket maka lakukan pencucian dengan air.
Proses Soletan
Keenam; setelah kain kering dari diangin-angin dalam ruang teduh, bidang pola atau warna yang telah disolet menjadi hasil yang diinginkan maka bidang pola atau warna tadi siap ditemboki (proses mbironi) dengan menggunakan lilin.
Ketujuh; pewarnaan background dengan menggunakan bahan warna indigosol. Dalam eksperimen pewarnaan background kali ini aku menggunakan tiga warna (biru, merah dan hijau) dengan teknik sapuan tangan di media kain batik. Setelah semua warna tertuang lalu dijemur dibawah terik matahari 2 - 3 menit (jangan lupa dibalik agar warna juga merata disisi sebaliknya). Kemudian kain difiksasi (penguncian warna) dengan HCl 2 - 3 sendok makan ditambah Nitrit 2 sendok makan dan campurkan ke dalam air bersih 5 - 6 liter. Setelah kain tercelup rata fiksasi tiriskan sebentar lalu jemur dibawah terik matahari 2 -3 menit atau warna muncul merata lalu bilas dengan air bersih; nikmati hasil warna yang diinginkan.
Kedelapan; proses nglorot (pesisiran) / ngebyok (Jogja/Solo), yaitu proses menghilangkan malam (lilin batik) pada kain dengan merebus kain dalam campuran air dan soda abu mendidih, kemudian membilasnya dengan air dingin.

Apa Artinya Pengorbanan Raja-raja dan Para Pemimpin Dibandingkan Dengan Pengorbanan Rasulullah

Sejarah menceritakan kepada kita kisah orang-orang yang telah mengorbankan diri demi seorang pemimpin atau raja. Dan pada zaman kita ini pun banyak pemimpin yang dikultuskan orang. Mereka lebih dicintai daripada diri mereka sendiri. Tetapi keadaan Abu Bakr dalam gua jauh berbeda. Para pakar psikologi perlu sekali membuat analisis yang cermat tentang dia, dan yang benar-benar dapat melukiskan keadaannya itu. Apa artinya keyakinan orang kepada seorang pemimpin dan raja dibandingkan dengan keyakinan Abu Bakr kepada Rasulullah yang telah menjadi pilihan Allah dan mewahyukannya dengan agama yang benar!? Dan apa pula artinya pengorbanan orang untuk pemimpin-pemimpin dan raja-raja itu dibandingkan dengan apa yang berkecamuk dalam pikiran Abu Bakr saat itu, yang begitu khawatir terjadi bahaya menimpa keselamatan Rasulullah. Lebih-lebih lagi jika tak sampai dapat menolak bahaya itu. Inilah keagungan yang sungguh cemerlang, yang rasanya sudah tak mungkin dapat dilukiskan lagi. Itulah sebabnva penulis-penulis biografi tak ada yang menyinggung soal ini.
Setelah putus asa mereka mencari dua orang itu, keduanya keluar dari tempat persembunyian dan meneruskan perjalanan. Dalam perjalanan itupun bahaya yang mereka hadapi tidak kurang pula dari bahaya yang mengancam mereka selama di dalam gua.
Abu Bakr masih dapat membawa sisa laba perdagangannya sebanyak lima ribu dirham. Setiba di Medinah dan orang menyambut Rusulullah begitu meriah, Abu Bakr memulai hidupnya di kota itu seperti halnya dengan kaum Muhajirin yang lain, meskipun kedudukunnva tetap di samping Rasulullah, kedudukan sebagai khalil, sebagai as-Siddiq dan sebagai menteri penasehat.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 15 - 16.

KETAHUILAH DIRIMU (2)

Proses lahirnya Manusia
Ketika Muhammad s.a.w. menjelang usia 40 tahun hatinya teramat sedih dan prihatin melihat bangsanya hidup dalam kemusyrikan, kemaksiyatan dan kemunkaan. Iman dan ibadah yang tadinya telah subur ditabur kan oleh leluhur bangsa Arab yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam beserta puteranya Ismail, telah sejak lama musnah tidak berbekas. Ka’bah telah dipenuhi dengan arca dan patung yang dianggap tuhan. Nilai kemanusiaan dan akhlaq telah merosot ke tingkatan yang paling rendah. Terdorong oleh prihatin yang sangat mendalam, hampir tiap hari Nabi bersunyi menyembunyikan diri dalam sebuah gua di atas bukit, gua Hira. Dia berdzikir kepada Allah, memohon taufiq dan hidayah bagi bangsanya.
Allah mengabulkan permohonannya, bahkan berkenan mengutus dia sebagai Rasul terakhir bagi segenap umat manusia. Allah mengutus Malaikat Jibril menyampaikan kepadanya firman-Nya yang pertama yaitu Surat Al-’Alaq atau “Segumpal darah kental”. Dalam lima ayat yang pertama turun itu Allah jelaskan proses kejadian manusia dalam rahim ibu : “Bacalah atas nama Tuhanmu yang telah menciptakan — Telah menciptakan manusia daripada darah kental — Bacalah demi Tuhanmu, Yang Teramat Pemurah — Yang telah mengajarkan penggunaan pena — Yaitu mengajar manusia tentang apa yang belum diketahuinya.”
Firman Allah tersebut memberikan pengertian dasar tentang beberapa hal, yakni :
  1. bahwa yang menciptakan manusia adalah Allah, bukan semata-mata hasil atau akibat daripada hubungan antara pria dan wanita. Proses perkawinan, kehamilan dan kelahiran hanyalah suatu sarana untuk terciptanya perkembangan manusia itu, sedang segala sesuatu diatur serta ditentukan Allah sesuai dengan kebijaksanaan dan ilmu-Nya yang Maha Tinggi.
  2. Allah ciptakan manusia dari darah mengental dalam rahim ibu. Darah itu terbentuk dari hasil perbuahan bertemunya bibit lelaki dengan telor dalam rahim. Darah itu tumbuh dan berkembang membentuk tulang dan daging, lalu terus berkembang sehingga berbentuk anak manusia. Allah menghembuskan ruh kedalamnya maka bergeraklah dengan tenaga sendiri, hidup serta menyempurnakan bentuknya untuk kemudian lahir sebagai manusia baru.
  3. Telur yang telah berbuah melekat pada dinding rahim ibu, menerima pembinaan terus menerus selama 9 bulan 10 hari hingga lahir ke dunia. Pembinaan itu berupa zat-zat yang diperlukan bagi pertumbuhannya. Zat itu berasal dari makanan yang dicerna oleh si ibu, dan makanan itu berasal dari tumbuh-tumbuhan serta hewan di bumi, dan tumbuh-tumbuhan ditumbuhkan oleh hujan yang diturunkan Allah dari langit agar bermanfaat kepada manusia dan hewan.
  4. Demikianlah Allah memberi rezeki kepada manusia dan keturunannya yang karena itu Allah bersifat “pemurah” atau “karim”. Akan tetapi kepada manusia. Allah tidak hanya memberi rezeki dan kesenangan jasmaniyah saja, bahkan juga menganugerahkan akal dan ilmu pengetahuan serta penggunaan pena atau seni sastera guna memperkembangkan ilmu pengetahuan, agar manusia mencapai kebudayaan dan peradaban yang tinggi. Sebab itulah maka Allah tidak saja bersifat “karim” tetapi juga “al-akram” atau “Yang teramat Pemurah.”

Itulah makna yang ringkas dari 5 ayat pertama diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad s.a.w. yang memohon petunjuk itu. Maka jelaslah bahwa kebijaksanaan Allah menentukan, sebelum manusia diberi petunjuk tentang keimanan dan peribadahan terlebih dahulu harus diajari agar mengerti asal-usul dirinya. Dengan mengetahui itu manusia akan lebih terbuka hatinya untuk kembali mengenal Tuhan. Dikatakan “kembali” oleh karena setiap ruh senantiasa dekat dan mengenal kepada Tuhan Rabbul ‘Alamin yang telah menciptakan dia. Tetapi sebagai yang telah diterangkan di atas, demikian ruh itu dihembuskan Allah ke dalam tubuh maka bersatulah ia dengan tubuh itu. Persatuan antara ruh dan jasad itu membuahkan makhluq yang bernama manusia, yang memiliki kesadaran dan pengertian sendiri dan yang dapat mencerap serta merasai benda materi. Dan karena persatuan antara ruh dan jasad itulah maka manusia menjalani dua kehidupan, yaitu kehidupan rohani dan kehidupan jasmani. Dua macam kehidupan itu berkaitan, namun mempunyai arah sendiri-sendiri, dan dapat diseimbangkan.
Manusia yang lebih banyak dipengaruhi oleh kehidupan jasmaninya, memang dapat melupakan Tuhan. Dan manusia yang secara mutlak dikuasai oleh kehidupan jasmaninya maka dia samasekali melupakan Tuhan dan nilai-nilai rohani, serta hidupnya dikemudikan oleh hawa nafsu. Jika mereka mencari pertolongan kepada kekuatan gaib maka mereka bertemu dengan arca, berhala dan patung yang menjadikan mereka itu musyrik.
Dengan landasan pengetahuan tentang asal-usul diri mereka, mereka akan dibawa kembali kepada Tuhan yang haqiqi, dengan agama dan i’tiqad yang benar.
-------------------------
Menyingkap Tabir Rahasia Maut, Cetakan ke-2, H. Djarnawi Hadikusuma, PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta, halaman 4-6.

ADAB DALAM MASJID (2)

Abu Hurairah r.a. berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Jika seorang bangun dari majlis (tempat duduknya), kemudian kembali pula, maka ia masih berhak duduk di tempat semula itu. (HR. Muslim).
----------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN II, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1979, halaman 24.

MEMBAGI WARIS (6)

Dari Ibnu Buraidah dari ayahnya r.a.; “Bahwasanya Nabi s.a.w. menetapkan seperenam buat nenek kalau si mayat tidak punya ibu”. Diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasa’i, dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Jarudi, dan dikuatkan oleh Ibnu ‘Ady.
--------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Kitabul Buju', halaman 350.

Minggu, 27 April 2014

Phoenix di Hutan Hijau

Batik adalah sehelai kain yang dibuat secara tradisional dengan beragam hias pola batik, yang pembuatannya menggunakan celup rintang dengan malam lilin batik sebagai bahan perintang warna. Selain dibuat secara tradisional ada pula yang dibuat secara modern / kontemporer. (Materi Pelatihan Membatik UPTD BLK Kota Semarang)

Belajar Membatik
Aku ingin berbagi ilmu membatik kontemporer dari hasil pembelajaranku di BLK Kota Semarang;
Proses Cantingan
Pertama; menyiapkan kain batik dari jenis mori primisima dengan ukuran 50 cm x 50 cm.
Kedua; membuat pola (nyorek atau mola). Proses ini adalah menggambar motif dasar dan pola batik tulis diatas kain dengan menggunakan pensil ataupun arang kayu.
Ketiga; Soletan (nyolong warna) yang kontras dengan menggunakan warna Remasol, karena dalam batik tradisional itu dikenal permainan gradasi warna.
Keempat; setelah mendiamkan warna soletan minimal 1 x 24 jam, dilanjutkan dengan fiksasi (penguncian warna Remasol) dengan waterglass yang perbandingannya 1 kg waterglass dicampurkan air 1 liter.
Kelima; setelah didiamkan dalam ruangan teduh dan kondisi media yang difiksasi sudah tidak lengket maka lakukan pencucian dengan air.
Keenam; setelah kain kering dari diangin-angin dalam ruang teduh, bidang pola atau warna yang telah disolet menjadi hasil yang diinginkan maka bidang pola atau warna tadi siap ditemboki (proses mbironi) dengan menggunakan lilin.
Proses Soletan
Ketujuh; pewarnaan background dengan menggunakan Naptol warna violet (ungu). Caranya ; menyiapkan satu ember air bersih untuk pencucian kain secara merata; masukkan kain ke dalam ember lain yang sudah dilarutkan dalam air berisi 5 - 6 liter dengan ASBO 20 gram ditambah kustik (Soda Abu atau Na2CO3) 3-4 gram, setelah rata tercelup tiriskan hingga air yang ada di kain tidak menetes; lalu masukkan kain ke dalam ember lain yang berisi 5 - 6 liter air dan garam pembangkit warna violet (Garam Violet B) 30 gram, pastikan terendam rata angkat dan tiriskan; nikmati hasil warna yang diinginkan.
Kedelapan; proses nglorot (pesisiran) / ngebyok (Jogja/Solo), yaitu proses menghilangkan malam (lilin batik) pada kain dengan merebus kain dalam campuran air dan soda abu mendidih, kemudian membilasnya dengan air dingin.

Sinau mBatik

Serah terima alat membatik
Pada tanggal 2 April 2014 M / 2 Jumadil Akhir 1435 H sampai dengan 25 April 2014 M / 25 Jumadil Akhir 1435 H lalu, aku berkesempatan mengikuti pelatihan membatik di Balai Latihan Kerja (BLK) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang  jalan Slamet Riyadi No. 6A Gayamsari Semarang. Pelatihan membatik ini mendapatkan gemblengan dari bapak Rajimin Slamet, lelaki kelahiran 15 Oktober 1970 pemilik sanggar Batik Semarangan Mutiara Hasta di jalan Rogojembangan Timur No. 4, Kelurahan Tandang Kecamatan Tembalang Semarang. Beliau adalah salah satu seniman asli Jogja yang memperjuangkan batik khas Semarangan sejak tahun 2009 lalu hingga sekarang, dengan jumlah murid sampai aku belajar sudah lebih dari 700 orang yang tersebar di wilayah kota Semarang.
Batik Semarangan itulah yang sedang di upayakan untuk terus digali potensinya, mengingat visi ibukota Jawa Tengah ini sebagai kota perdagangan dan jasa. Sehingga karya batik Semarangan ini bisa menjadi cinderamata alternatif selain bandeng presto yang sudah terkenal itu. Hal ini seiring dengan pidato pembukaan yang disampaikan oleh ibu Tia Hendrar Prihadi (isteri Walikota Semarang) dihadapan segenap peserta yang mengikuti pelatihan di BLK, hasil akhir pelatihan untuk peserta didik haruslah menumbuhkan daya kreasi dan inovasi sebagai modal pengetahuan yang akan sanggup menangkap peluang kerja dan menumbuhkan jiwa wirausaha serta pada akhirnya akan meningkatkan taraf ekonomi peserta didik itu sendiri.

ADAB DALAM MASJID (1)

Ibn Umar r.a. berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Janganlah seorang membangunkan temannya dari tempat duduk, kemudian ia duduk padanya, hendaknya kamu memperluas (merenggangkan) untuk memberi tempat. Adalah Ibn Umar dalam mempraktekkan ini, jika seorang bagun dari majlisnya tidak suka duduk pada tempat orang itu. (HR. Buchary dan Muslim).
----------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN II, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1979, halaman 24.

MEMBAGI WARIS (5)

Dari ‘Imran bin Hushain r.a. ia berkata ; Telah datang seorang laki-laki kepada Nabi s.a.w. lalu ia berkata : “Bahwa cucuku laki- laki dari anak laki-laki telah meninggal dunia, maka berapakah saya dapat warisannya?“ Rasulullah bersabda : “Untukmu seperenam”. Dan setelah orang itu pergi, beliau memanggilnya kembali dan bersabda : “Bagimu seperenam lagi”, da setelah orang itu pergi, beliau memanggilnya kembali dan bersabda : “Sesungguhnya seperenam lagi itu adalah tambahan”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Imam yang Empat (Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzy dan Nasa’i), dan disahkan oleh Tirmidzy, dan hadits ini adalah riwayat Hasan Bishry dan ‘Imran, dan tentang mendengarnya ada perselisihan.
--------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Kitabul Buju', halaman 349-350.

Sabtu, 26 April 2014

Bersiap-siap, Kemudian Hijrah

Di sini dimulai lagi sebuah lembaran baru, lembaran iman yang begitu kuat kepada Allah dan kepada Rasulullah. Abu Bakr sudah mengetahui benar, bahwa sejak kaum Muslimin hijrah ke Yasrib, pihak Kuraisy memaksa mereka yang dapat dikembalikan ke Mekah harus dikembalikan, dipaksa meninggalkan agama itu. Kemudian mereka disiksa, dianiaya. Juga ia mengetahui, bahwa orang-orang musyrik itu berkumpul di Darun-Nadwah, berkomplot hendak membunuh Muhammad. Kalau ia menemani Muhammad dalam hijrahnya itu lalu Kuraisy bertindak membunuh Muhammad, tidak bisa tidak Abu Bakr juga pasti dibunuhnya. Sungguhpun begitu, ketika ia oleh Muhammad diminta menunda, ia pun tidak ragu. Bahkan ia merasa sangat gembira, dan yakin benar ia bahwa kalau ia hijrah bersama Rasulullah, Allah akan memberikan pahala dan ini suatu kebanggaan yang tiada taranya. Kalau sampai ia mati terbunuh bersama dia, itu adalah mati syahid yang akan mendapat surga.
Sejak itu Abu Bakr sudah menyiapkan dua ekor unta sambil menunggu perkembangan lebih lanjut bersama kawannva itu.
Sementara sore itu ia di rumah tiba-tiba datang Muhammad seperti biasa tiap sore. Ia memberitahukan bahwa Allah telah mengizinkan ia hijrah ke Yasrib. Abu Bakr menyampaikan keinginannya kepada Rasulullah sekiranya dapat menemaninya dalam hijrahnya itu dan permintaannya itu pun dikabulkan.
Khawatir Muhammad akan melarikan diri sesudah kembali ke rumahnya, pemuda-pemuda Kuraisy segera mengepungnya. Muhammad membisikkan kepada Ali bin Abi Talib supaya ia mengenakan mantel Hadramautnya yang hijau dan berbaring di tempat tidurnya. Hal itu dilakukan oleh Ali. Lewat tengah malam, dengan tidak setahu pemuda-pemuda Kuraisy ia keluar pergi ke rumah Abu Bakr. Ternyata Abu Bakr memang sedang jaga menunggunya. Kedua orang itu kemudian keluar dari celah pintu belakang dan bertolak ke arah selatan menuju Gua Saur. Di dalam gua itulah mereka bersembunyi.
Pemuda-pemuda Kuraisy itu segera bergegas ke setiap lembah dan gunung mencari Muhammad untuk dibunuh.
Sampai di Gua Saur salah seorang dari mereka naik ke atas gua itu kalau-kalau dapat menemukan jejaknya. Saat itu Abu Bakr sudah mandi keringat ketika terdengar suara mereka memanggil-manggil. Ia menahan nafas, tidak bergerak dan hanya menyerahkan nasib kepada Allah. Tetapi Muhammad masih tetap berzikir dan berdoa kepada Allah. Abu Bakr makin merapatkan diri ke dekat kawannya itu, dan Muhammad berbisik di telinganya : “La tahzan Innallaha ma’ana” “Jangan bersedih hati. Tuhan bersama kita.”
Pemuda-pemuda Kuraisy itu melihat ke sekeliling gua dan yang dilihatnya hanya laba-laba yang sedang menganyam sarangnya di mulut gua itu. Ia kembali ke tempat teman-temannya dan mereka bertanya kenapa ini tidak masuk. “Ada laba-laba di tempat itu, yang memang sudah ada sejak sebelum Muhammad lahir.” Dengan perasaan dongkol pemuda-pemuda itu pergi meninggalkan tempat tersebut. Setelah mereka menjauh Muhammad berseru : “Alhamdulillah, Allahu Akbar!’’ Apa yang disaksikan Abu Bakr itu sungguh makin menambah kekuatan imannya.
 
Apa Penyebab Ketakutan Abu Bakr dalam Gua?
Adakah rasa takut pada Abu Bakr itu sampai gua bermandi keringat dan merapatkan diri kepada Rasulullah karena ia sangat mendambakan kehidupan dunia, takut nasibnya ditimpa bencana? Atau karena ia tidak memikirkan dirinya lagi tapi yang dipikirkannya hanya Rasulullah dan jika mungkin ia akan mengorbankan diri demi Rasulullah? Bersumber dari Hasan bin Abil-Hasan al-Basri. Ibn Hisyam menuturkan : “Ketika malam itu Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Bakr memasuki gua, Abu Bakr radiallahu ‘anhu masuk lebih dulu sebelum Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam sambil meraba-raba gua itu untuk mengetahui kalau-kalau di tempat itu ada binatang buas atau ular. Ia mau melindungi Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam dengan dirinya.”
Begitu juga sikapnya ketika dalam keadaan begitu genting demikian terdengar suara pemuda-pemuda Kuraisy, ia berbisik di telinga Nabi : “Kalau saja mereka ada yang menjenguk ke bawah, pasti mereka melihat kita.” Pikirannya bukan apa yang akan menimpa dirinya. tetapi yang dipikirkannya Rasulullah dan perkembangan agama, yang untuk itu ia berdakwah atas perintah Allah, kalau sampai pemuda-pemuda itu berhasil membunuhnya. Bahkan barangkali pada saat itu tiada lain yang dipikirkannya, seperti seorang ibu yang khawatir akan keselamatan anaknya. Ia gemetar ketakutan, ia gelisah. Tak lagi ia dapat berpikir. Bila ada bahaya mengancam, ia akan terjun melemparkan diri ke dalam bahaya itu, sebab ia ingin melindungi atau mati demi anaknya itu. Ataukah Abu Bakr memang lebih gelisah dari ibu itu, lebih menganggap enteng tiada bahaya yang datang, karena imannya kepada Allah dan kepada Rasulullah memang sudah lebih kuat dari cintanya kepada kehidupan dunia, dan naluri seorang ibu dan dari segala yang dapat dirasakan oleh perasaan kita dan apa yang terlintas dalam pikiran kita?! Coba kita bayangkan, betapa iman itu menjelma di depannya, dalam diri Rasulullah, dan dengan itu segala makna yang kudus menjelma pula dalam untuk kekudusan dan kerohaniannya yang agung dan cemerlang!
Saat ini saya membayangkan Abu Bakr sedang duduk dan Rasulullah disampingnya. Juga saya membayangkan bahaya yang sedang mengancam kedua orang itu. Imajinasi saya tak dapat membantu mengungkapkan segala yang terkandung dalam lukisan hidup yang luar biasa ini, tak ada bandingannya dalam bentuk yang bagaimanapun.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 13 - 15.

KETAHUILAH DIRIMU (1)

Manusia
Agama Islam adalah ajaran yang didasarkan pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri. Dalam pengertian tentang kata-kata “manusia” atau “insan”, terkandung dua unsur pokok yakni :
1. Jasmani.
Jasmani atau tubuh tersusun daripada darah, daging, tulang dan bagian-bagian lain; masing-masing mempunyai tugas khusus sendiri-sendiri namun kesemuanya itu teratur dan terkoordinir dengan rapih dan serasi. Maka tubuh manusia keseluruhan merupakan mesin yang teramat lengkap peralatannya, mulai yang kasar seperti tulang, daging dan urat, sampai kepada yang teramat halus seperti syaraf, kelenjar dan benak. Cara bekerjanya pun sangat menta’jubkan.
Pusat kemampuan tubuh terletak pada jantung, paru-paru dan benak. Jantung berdenyut memompakan darah beredar ke seluruh tubuh melalui urat-urat besar dan kecil serta yang sangat lembut. Darah itu mengantarkan sari makanan dan segala zat yang berguna bagi melaksanakan tugas setiap bagian tubuh itu. Darah itu kembali ke jantung melalui rongga paru-paru yang mengisinya lagi dengan hawa yang bersih. Paru-paru berkembang kempis. Mengembang menghirup udara bersih lalu diresapkan ke dalam darah, lalu mengempis menghembuskan hawa yang telah kotor keluar. Adanya hawa bersih dalam tubuh jauh lebih mutlak daripada sari makanan. Manusia tahan hidup tanpa makan dan minum sampai berbulan bulan, tetapi pasti akan mati lemas tanpa bernapas kira-kira setengah jam saja. Adapun benak, dia memelihara keseimbangan terlaksananya segala tugas dan gerak dalam seluruh tubuh, dan memberikan setiap perasaan dan kesadaran melalui syaraf-syaraf yang teramat lembut.
Zat-zat yang tidak terpakai lagi harus dikeluarkan karena kalau tidak pasti akan mengganggu kelancaran dan menimbulkan penyakit. Maka usus besar mendorong ampas itu ke bawah dan mengeluarkan kotoran itu melalui dubur. Disamping itu ginjal memisahkan kotoran yang berupa air, ditampung dalam kantong kencing yang setelah hampir penuh lalu menimbulkan hasrat untuk buang air kecil melalui kemaluan. Sebagian dari air yang telah tidak terpakai itu disalurkan ke luar tubuh melalui lobang kecil (pori) pada kulit, menjadi keringat atau peluh.
Demikianlah ringkasnya proses yang terjadi dalam tubuh kita tiap hari. Di samping itu terjadi pula proses lain yang menyebabkan manusia melihat, mendengar, merasa, susah, senang, marah, benci, adreng, berpikir, tertidur, terbangun dan sebagainya; yang semua itu lebih erat hubungannya dengan benak atau otak.

2. Ruh.
Adapun ruh atau nyawa, adalah sesuatu yang berasal dari luar tubuh. Ruh itu masuk ke dalam tubuh dan memberikan kemampuan bergerak. Mungkin sekali jantunglah yang mula-mula menerima kemampuan bergerak itu. Setelah jantung bergerak maka bergerak pula semua peralatan lainnya menunaikan fungsinya masing-masing. Ruh terus berada dalam tubuh selama waktu yang ditentukan. Apabila waktu telah habis maka ruh keluar dari tubuh yang menyebabkan kematian tubuh itu.
Kalau segala apa yang ada dalam bumi ini termasuk tubuh manusia berasal dari tanah atau bumi, maka antara lain menurut Imam AlGhazali dalam “Ihya Ulumiddin”, adalah Ruh diciptakan Allah dari cahaya. Ruh adalah sesuatu yang berdiri sendiri dan tidak terbagi (indivisible), karena berwujud Rohani bukan materi. Dikatakan bahwa ruh selalu sadar kepada Tuhan penciptanya. Ruh adalah diciptakan hidup dan hidupnya kekal.
Keadaan ruh dalm tubuh bukan seperti bertempatnya air dalam bejana, yang jika bejana itu berlobang maka air membocor keluar. Dan bukan seperti letaknya penumpang dalam sebuah kapal atau kendaraan lain. Yang sewaktu-waktu penumpang itu keluar. Ruh itu menyerap ke seluruh tubuh sehingga seolah-olah bersatu dengan tubuh itu, memberikan daya untuk gerak dan hidup. Maka yang dikatakan “manusia” ialah kesatuan dari ruh dan jasad. Ruh yang telah bersatu dengan tubuh itu akhirnya pada saat yang telah ditentukan akan keluar dari tubuh. Pada saat itu pula manusia dikatakan “mati”, kehilangan daya gerak dan hidupnya. Namun setelah ke luar dari tubuh itupun, sama seperti sebelum masuk, ruh akan tetap hidup dan kekal adanya.
Apabila orang mengatakan “aku”, maka yang ditunjuk dengan kata “aku” itu adalah dirinya, yakni perpaduan antara ruh dan jasadnya. Setiap makhluq hidup memiliki kesadaran tentang “keakuan” ini.
-------------------------
Menyingkap Tabir Rahasia Maut, Cetakan ke-2, H. Djarnawi Hadikusuma, PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta, halaman 3-4.

SIKAP TIDUR YANG DIBOLEHKAN (5)

Assyirrid bin Suwaid r.a. berkata : Rasulullah s.a.w. berjalan melihat saya sedang duduk meletakkan tangan dibelakang dan menekan atas tangan, maka Nabi berkata : Apakah kau duduk secara duduk orang yang dimurkai Allah. (HR. Abu Dawud).
----------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN II, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1979, halaman 23.

MEMBAGI WARIS (4)

Dari Abdullah bin Umar r.a. ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Ahli dua agama (2 orang yang berlainan agama) itu tidak waris-mewaris”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Imam yang Empat (Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzy dan Nasa’i), dan diriwayatkan oleh Hakim dengan lafadh Usamah, dan diriwayatkan oleh Nasa’i hadits Usamah itu dengan lafadh yang ini.
----------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Kitabul Buju', halaman 349.

Jumat, 25 April 2014

Sisi Lain dari Peristiwa Hudaibiyah

TIME TUNNEL. Selepas dluha ingin hati berkelana ke masa ke-Rasul-an. Segera saja aku menuju mesin waktu dikamarku. Dan beberapa saat kemudian aku sudah berada di perkebunan kurma, lalu kulangkahkan kakiku menuju pasar Madinah. Sesampainya disana kulihat seorang lelaki sedang kerepotan mengangkut barang dagangannya dan melesat aku membantu pekerjaannya.
“Assalamu’alaikum saudaraku dari masa depan.”, sapanya.
“Wa’alaikum salam, banyak banget barang yang datang kali ini?”, jawabku.
“Alhamdulillah, karunia Allah datang bulan lalu dan sekarang serba diberi kelancaran.” Ucapnya penuh kesyukuran.

Lalu kami tenggelam dalam kesibukan kerja mengangkut barang dagangan ke gudang.
“Silahkan dinikmati kurma dan air putihnya!”, kata saudara muslim Madinah.
“Terimakasih, semoga Allah membalas kemurahanmu yang lebih baik.”, ucapku sambil menikmati yang telah dihidangkan.

Setelah beberapa saat melepas lelah, sembari menanti senggang waktu saudara muslim Madinah meladeni para pembeli.
“Tolong ceritakan kisah istimewa saat terjadi perjanjian Hudaibiyah..!”, pintaku.
* * *
Waktu itu selepas kesepakatan Hudaibiyah antara Nabi  ï·º dengan Suhail ibn Amr sebagai perutusan Mekah tercapai, Abu Jandal ibn Suhail ibn Amr datang melompat-lompat dengan tubuh terikat, lalu menjatuhkan dirinya di tengah-tengah kaum muslimin sebagai tanda mohon perlindungan. Sontak sang bapak bangkit menarik kerah baju Abu Jandal, lalu memukuli wajahnya. Sembari menoleh kepada Nabi, Suhail ibn Amr berkata ; “Wahai Muhammad, ini awal keputusanku untukmu atas orang ini (Abu Jandal ibn Suhail ibn Amr) : kembalikan dia padaku!”.
Sulit bagi Nabi membuat keputusan, karena menjadikan Abu Jandal ibn Suhail ibn Amr sebagai orang pertama yang harus “dikorbankan” demi perjanjian Hudaibiyah, disisi lain Nabi berusaha mengambil hati Suhail ibn Amr. Namun Suhail ibn Amr malah semakin congkak dan mencari-cari kesalahan. Akhirnya Nabi  ï·º berkata kepada Abu Jandal ibn Suhail ibn Amr, “Abu Jandal ibn Suhail ibn Amr, sabar dan bertahanlah. Allah pasti akan memberi kelapangan dan jalan keluar untukmu serta orang-orang lemah lainnya yang bersamamu. Kami sudah terikat perjanjian damai. Kami tak ingin khianat kepada mereka.”
Setelah perjanjian Hudaibiyah, kaum muslimin diliputi kesedihan luar biasa. Tak satu pun dari mereka menerima butir-butir kesepakatan Nabi dengan Suhail ibn Amr sebagai wakil Quraisy. Kesedihan itu menjadikan kaum muslimin tak segera mematuhi perintah Nabi  ï·º untuk menyembelih kurban dan bercukur. Dan Umar ibn Khattab adalah yang paling sedih dan terpukul. Dalam kegundahan turunlah surat Al-Fath yang kemudian disampaikan Nabi pada Umar ibn Khattab.
“Wahai Rasulullah, apakah ini sebuah penaklukan?”, kata Umar.
“Ya”, jawab Rasulullah ï·º.
Dan Umar menyesali perbantahannya dengan Nabi ï·º.
“Aku akan terus bersedekah, puasa dan sholat dan memerdekakan budak untuk menebus kelakuanku kepada Rasulullah. Aku benar-benar mengkhawatirkan kata-kataku waktu itu yang kupikir lebih baik dibandingkan kata-kata beliau.”, kata Umar.
* * *
“Terimakasih saudara muslimku, semoga Allah menambahkan keimananku setelah mendengarkan kisah yang antum bagikan padaku, dan aku pamit pulang ke tahun 1435 H”, ucapku berpamitan.
“Semoga Allah mempertemukan kita kembali dalam keadaan Allah ridlo dunia akhirat.”, doanya.
“Assalamu ‘alaikum”, pamitku.
“Wa’alaikum salam”, sahutnya.
-----------------
Inspirasi :
Hayat Muhammad
(Sejarah Hidup Muhammad), Dr. Muhammad Husain Haekal, Ph.D, Penerbit : P.T. Pustaka Litera Antar Nusa Jakarta-Bogor, Cetakan Kesebelas, Januari 1990.
Taht Râyah al-Rasûl (Perang Muhammad), Dr. Nizar Abazhah, Penerbit Zaman Jakarta, Cetakan Pertama 1432 H / 2011 M.
al-Faruq ‘Umar (Umar bin Khattab), Sebuah Tela'ah Mendalam Tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya, Muhammad Husain Haekal,diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Februari 2011.

SIKAP TIDUR YANG DIBOLEHKAN (4)

Qailah binti Makhromah r.a. berkata : Ketika saya melihat Nabi s.a.w duduk qurfusho (duduk sambil merapatkan paha keperut dan meletakkan tangan mendakap betis keduanya), saya merasa gentar melihat khusyu’ Nabi s.a.w. dalam duduk itu. (HR. Abu Dawud dan Attirmidzy).
----------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN II, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1979, halaman 23.

MENGOPTIMALKAN LAHAN MEMANJANG

Keluarga Ardianto di Jakarta berencana membangun rumah di atas lahan yang berukuran 4 m x 17 m dan menghadap selatan. Di sebelah kiri dan kanan rumah terdapat rumah tetangga. Beliau menanyakan cara mengatur ruang-ruang untuk rumah dengan lahannya memanjang, septictank yang sudah ada di ruang tamu sebaiknya dipindahkan ke mana?
Adapun kebutuhan ruang yang keluarga inginkan adalah ; Lantai 1, ada ruang tamu, ruang TV/ keluarga, ruang tidur utama dengan kamar mandi dalam, ruang makan, dan dapur yang dekat dengan tempat cuci serta 1 kamar pembantu. Di lantai 2 terdapat 2 kamar tidur anak, jemuran di atas dak beton.
Dan sang arsitek, Wijoyo Hendaomartono menyarankan untuk memenuhi seluruh kebutuhan yang sesuai keinginan memerlukan renovasi besar. Dengan lebar tanah yang sangat terbatas, maka perlu desain tiga lantai. Lantai 1 digunakan untuk aktivitas bersama, yaitu ruang tamu dan ruang keluarga yang dijadikan satu, ruang makan serta dapur. Lantai 2 untuk keperluan ruang-ruang tidur, sedangkan lantai 3 digunakan untuk kegiatan servis.
Tangga biasanya memerlukan ruang cukup besar. Agar efisien, maka sang Arsitek mengusulkan menggunakan tangga putar (spiral) saja. Tentunya akan kurang nyaman dibandingkan dengan tangga biasa (tangga lurus dan tangga L atau tangga U) tetapi dengan desain tersebut akan mendapatkan ruang-ruang yang cukup luas. Agar tangga putar bisa nyaman, perlu didesain secara khusus arah putaran, diameter tangga, sampai ketinggian anak tangganya.
Septictank memang sebaiknya berada di luar bangunan, kecuali kondisi rumah sudah tidak memiliki halaman seperti halnya tinggal di Ruko. Berhubung melakukan renovasi besar, maka memindahkan atau membuat septictank baru memang sebaiknya dilakukan. Tempat yang baik adalah di halaman depan di bawah carport, dengan posisi di antara roda kendaraan. Dengan demikan, seandainya diperlukan pengurasan septictank, rumah tidak akan terganggu oleh bau tidak sedap yang dikeluarkannya.

Lantai 1
1. Carport
2. Teras
3. Ruang tamu dan ruang keluarga
4. Ruang makan
5. Dupur
6. Kamar mandi

Lantai 2
7. Koridor
8. Ruang Tidur Utama
9. Kamar mandi utama
10. Ruang tidur anak 1
11. Kamar Mandi
12. Ruang tidur anak 2

Lantai 3
13. Ruang Cuci, Jemur dan Setrika
14. Kamar Mandi
15. Kamar Pembantu
16. Gudang
--------------------------
Tabloid Rumah Edisi 48, II/9 November - 29 November 2004, halaman 29

MEMBAGI WARIS (3)

Dari Ibnu Mas’ud r.a.; “Tentang anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, dan saudara perempuan, Nabi s.a.w. memutuskan untuk anak perempuan setengah, buat cucu perempuan dari anak laki-laki seperenam buat menggenapi dua pertiga : adapun sisanya, buat saudara perempuan.” Diriwayatkan oleh Bukhary.
---------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Kitabul Buju', halaman 349.

Kamis, 24 April 2014

Usaha Mencegah Gangguan Kuraisy

Kalaupun buku-buku sejarah dan mereka yang menulis biografi Abu Bakr tidak menyebutkan usahanya, apa yang disebutkan itu sudah memadai juga. Tetapi sungguhpun begitu dalam hati saya terbayang jelas segala perhatiannya itu, serta hubungannya yang terus-menerus dengan Hamzah, dengan Umar, dengan Usman serta dengan pemuka-pemuka Muslimin yang lain untuk melindungi golongan lemah yang sudah masuk Islam dari gangguan Kuraisy. Bahkan saya membayangkan hubungannya dulu dengan kalangan luar Islam, dengan mereka yang tetap berpegang pada kepercayaan mereka, tetapi berpendapat bahwa Kuraisy tidak berhak memusuhi orang yang tidak sejalan dengan kepercayaan mereka dalam menyembah berhala-berhala itu.
Dalam sejarah hidup Rasulullah kita sudah melihat, di antara mereka banyak juga yang membela kaum Muslimin dari gangguan Kuraisy itu. Juga kita melihat mereka yang telah bertindak membatalkan piagam pemboikotan tatkala orang-orang Kuraisy sepakat hendak memboikot Muhammad dan sahabat-sahabatnya serta memblokade mereka selama tiga tahun terus-menerus di celah-celah gunung di pinggiran kota Mekah, supaya tak dapat berhubungan dan berbicara dengan orang di luar selain pada bulan-bulan suci. Saya yakin, bahwa Abu Bakr, dalam menggerakkan mereka yang bukan pengikut-pengikut agama Muhammad, namun turut marah melihat tindakan-tindakan Kuraisy terhadapnya itu, punya pengaruh besar, karena sifatnya yang lemah lembut, tutur katanya yang ramah serta pergaulannya yang menarik. Tindakan Abu Bakr dalam melindungi kaum Muslimin ketika agama ini baru tumbuh, itu pula yang menyebabkan Muhammad lebih dekat kepadanya. Inilah yang telah mempertalikan kedua orang itu dengan tali persaudaraan dalam iman, sehingga Muhammad memilihnya sebagai teman dekatnya (khalilnya).
Setelah dengan izin Allah agama ini mendapat kemenangan dengan kekuatan penduduk Yasrib (Medinah) sesudah kedua ikrar Aqabah, Muhammad pun mengizinkan sahabat-sahabatnya hijrah ke kota itu. Sama halnya dengan sebelum itu, ia mengizinkan sahabat-sahabatnya hijrah ke Abisinia. Orang-orang Kuraisy tidak tahu. Muhammad ikut hijrah atau tetap tinggal di Mekah seperti tatkala kaum Muslimin dulu hijrah ke Abisinia.
Tahukah Abu Bakr maksud Muhammad, yang oleh Kuraisy tidak diketahui? Segala yang disebutkan mengenai ini hanyalah, bahwa Abu Bakr meminta izin kepada Muhammad akan pergi hijrah, dan dijawab : “Jangan tergesa-gesa, kalau-kalau Allah nanti memberikan seorang teman kepadamu.” Dan tidak lebih dari itu.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 12 - 13.

SIKAP TIDUR YANG DIBOLEHKAN (3)

Ibnu Umar r.a. berkata : Saya telah melihat Rasulullah s.a.w. duduk MUHTABI (duduk sambil mendakap lutut dengan kedua tangan) di serambi di depan Ka’bah. (HR. Buchary).
----------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN II, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1979, halaman 23.

SALMAN AL-FARISI

KISAH PERJALANAN DALAM MENCARI AGAMA YANG BENAR
Tubuhnya yang kekar, tinggi jangkung. Berdarah Persi dari kalangan keluarga terpandang. Konon ayahnya menjabat sebagai kepala suatu daerah, penganut Majusi yang taat di negeri Persi.
Pada diri Salman memang ada keajaiban. Nur Ilahi menyala dalam kalbunya. Inilah yang mendorong dia rela meninggalkan keluarga dan kampung halamannya. Segala kesenangan dan apa yang dimilikinya dikurbankan demi mencari kebenaran.
Kemauannya keras membaja, tidak kenal putus asa. Setiap rintangan dan penderitaan dihadapinya dengan tabah dan lapang dada. Akhirnya, setelah berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri lainnya, nun di sana di tengah-tengah perkebunan kurma, ia menemukan apa yang didambakan.
Tidak ada yang paling membahagiakan di dunia ini, melainkan di saat berjumpa apa yang dirindukan. Lebih-lebih apa yang dirindukan oleh Salman adalah sesuatu yang sangat berharga bagi kehidupan setiap insan. Yaitu, petunjuk hidup yang benar.
Sejak itulah Salman merasa lega dan bahagia. Ia berhasil hidup berdampingan dengan manusia yang paling mulia. Yaitu, Muhammad utusan Allah ‘Azza wa Jalla. Ia sangat mencintai dan menghormati Nabi. Sebaliknya, Nabi pun sangat mencintai dan menghormati Salman Al-Farisi. Salman memang memiliki otak yang cerdas dan pandangan yang luas. Di samping berbudi luhur, jujur dan berkemauan keras. Ia zuhud. khusyu’ dan tawadlu’. Segenap hidupnya, jiwa dan raganya, dikhidmatkan Li-i’lai Kalimatillahi Hiyal ‘Ulya. Sampai akhir hayatnya.
Nama Salman terukir dengan tinta emas dalam Sejarah Islam. Terutama dalam peristiwa perang Khandaq, di saat kaum muslimin di kepung dari berbagai penjuru oleh hampir segenap jajaran kekuatan musuh, yang terdiri dari berbagai qabilah dan suku. Karena itu, peristiwa tersebut dikenal dengan Perang Ahzab.
Kiranya ada baiknya, kita tampilkan profil dan pribadi Salman kali ini. Guna dijadikan cermin, penggugah semangat dan ghairah, bagi generasi muda kita dalam mencari kebenaran. Salman juga teladan dan pribadi luhur yang berhasil dalam mengarungi lautan hidup.

Latar Belakang Keluarganya
Ia dilahirkan di sebuah desa yang bernama Jaiju, di negeri Isfahan (Iran), dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya seorang dirqan, kepala suatu daerah. Ia penganut agama Majusi, penyembah api. Demikian pula nenek moyangnya. Karena itu Salman pun mengikuti jejak mereka. Lebih-lebih Salman menjadi buah hati ayahnya. Jarang sekali ia diperkenankan keluar dari rumahnya, kecuali kalau sangat perlu. Sehari-hari, ia diberi tugas oleh ayahnya menjaga api pujaan, yang tidak boleh kunjung padam.
Suatu hari, karena kesibukan ayahnya, Salman diminta mewakili ayahnya pergi memeriksa kebun yang letaknya agak jauh dari rumahnya. Di tengah perjalanan, Salman melewati sebuah Gereja. Dari Gereja itu terdengar suara orang banyak. Salman pun penasaran, ingin melihat gerangan apa yang mereka kerjakan. Lalu Salman pun nyelonong memasuki Gereja. Tiba-tiba terlihat olehnya, orang banyak sedang melakukan sembahyang. Salman terpesona, menyaksikan sesuatu hal yang baru baginya. Ia sangat tertarik, diikuti dan diamatinya dengan teliti upacara Gereja itu. “Ini” lebih baik dari agama yang kami anut selama ini!”, demikian suara kata hatinya. Salman tidak beranjak dari Gereja itu sehingga menunggu mereka selesai. Setelah upacara selesai, Salman mendekati mereka dan bertanya : “Dari mana asal agama ini?” Mereka pun menjawab : “Dari negeri Syam.” Kemudian Salman pulang.
Sesampainya di rumah, hal-ihwal yang baru disaksikannya itu diceritakan kepada ayahnya. Ia terus terang menyatakan kepada ayahnya, bahwa agama Nasrani lebih baik dan ia cenderung ingin memasukinya. Tentu saja ayahnya sangat marah, dan mencegah. Sambil mencoba meyakinkan kepadanya, bahwa agama nenek moyangnyalah yang lebih baik. Namun Salman tetap atas pendiriannya. Sejak itu, Salman semakin keras diawasi, dilarang keras keluar rumahnya. Bahkan dikurung dalam kamar.

Meninggalkan Kampung Halaman
Kemauannya yang keras tetap menyala, sekali pun dikurung dalam kamar. Ia selalu mengintai, mencari berita, kalau-kalau ada kafilah datang dari negeri Syam. Ia hendak ikut ke sana bila kafilah itu kembali ke negerinya.
Tiba-tiba serombongan kafilah para pedagang dari negeri Syam datang. Salman pun minta diberitahu kapan mereka hendak pulang, dan mengharap agar mereka sudi menerima dirinya ikut menyertai rombongan itu ke Syam. Beberapa hari kemudian setelah urusannya selesai, kafilah pun berangkat pulang ke negeri Syam dan Salman menyertainya.
Begitu sampai di negeri Syam, Salman berusaha mencari ahli agama Nasrani yang terkemuka. Akhirnya ia berjumpa dengan seorang pendeta di suatu Gereja. Lalu Salman mengharap agar beliau sudi menerima dirinya untuk tinggal belajar kepadanya. Sang pendeta itu pun menerimanya dengan baik. Lalu Salman tinggal bersamanya. Setiap kesempatan digunakannya untuk mempelajari agama Nasrani. Apa yang dilakukan oleh sang pendeta selalu diamati dan diikutinya. Sayang hal ini tidak berjalan lama, karena sang pendeta yang sudah lanjut usia itu meninggal dunia.
Mereka mengingkat pendeta baru Sebagai gantinya. Lalu pada pendeta yang baru ini. Salman pun mengikuti dan banyak belajar kepadanya. Bahkan Salman sangat mencintai kepadanya karena kealiman dan ketaatannya dalam ber-agama. Hanya sayang beliau juga sudah lanjut usianya. Suatu hari Salman menghadap dan meminta pesan kepadanya :
“Sebagaimana tuan maklumi, tuan sudah lanjut usia. Lalu bila taqdir Tuhan datang, kepada siapakah sebaiknya saya berguru?” Sang pendeta menjawab :
“Hai anakku! Sangat sulit aku mencari penggantiku untuk anda ikuti, karena mereka pada umumnya telah rusak dan menyelewengkan ajaran agamanya, kecuali fulan di Maushil (Iraq).
Beberapa saat kemudian, sang pendeta pun wafat. Lalu Salman pergi meninggalkan negeri Syam menuju ke Maushil. Sesampainya di sana, Salman menjumpai pendeta yang dituju, dan menyatakan maksud kedatangnya. Sang pendeta ini pun menyambut gembira dan menerima kedatangannya. Ia sangat senang bila Salman sudi tinggal bersamanya. Salman pun merasa bahagia tinggal di situ, lebih-lebih setelah ia mengenal bahwa sang pendeta yang diikuti benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan. Yaitu, beliau sangat alim dan taat dalam beragama. Akan tetapi tidak berapa lama, sang pendeta itu pun wafat. Namun sebelumnya, beliau sudah memberi pesan kepada Salman, agar sepeninggalnya Salman pergi ke Nashibin untuk berguru pada seorang pendeta di sana.
Untuk kesekian kalinya Salman harus pergi lagi mencari guru demi kebahagiaan cita-citanya. Dengan sedih namun tetap penuh semangat, ditinggalkannya Maushil yang penuh kenangan itu untuk melanjutkan perjalanannya menuju Nashibin. Sesampainya di tempat tujuan, Salman pun mencari ahli agama yang dituju. Akhirnya ia berjumpa dengan pendeta yang dimaksud. Lalu setelah menyampaikan maksudnya, Salman tinggal bersamanya dan berkhidmat kepadanya. Salman sudah merasa bahwa dirinya tidak bisa lama tinggal bersama gurunya itu, karena ia memang sudah lanjut usia. Karena itu Salman segera menghadap kepadanya untuk meminta pesan kepadanya, lalu sang pendeta pun berkata : “Hai anakku! Rasanya sudah tidak ada lagi orang yang dapat dijadikan anda tempat berguru sepeninggalku nanti. Karena memang sudah jarang sekali orang yang beragama seperti kita ini, kecuali seorang laki-laki yang tinggal di ‘Amuniyah, di negeri Rum. Kalau anda mau, silahkan pergi ke sana sesudah aku menemui taqdir Tuhan!”
Setelah sang guru wafat, Salman pun dengan penuh semangat, pergi menuju ke ‘Amuriyah. Di sana ia berjumpa dengan laki-laki yang dipesankan oleh gurunya tadi. Lalu ia pun mengharapkan agar laki-laki itu berkenan menerimanya untuk tinggal dan belajar kepadanya. Salman pun tinggal beberapa waktu di sini, sehingga ia sempat berternak, memiliki beberapa ekor sapi dan kambing. Suatu ketika Salman menghadap gurunya untuk meminta nasihat sebagaimana yang pernah ia lakukan sebelumnya. Ia berkata kepada gurunya :
“Ketika saya tinggal bersama tuan fulan dahulu, beliau memberi wasiat kepadaku agar sepeninggalnya saya pergi kepada tuan fulan ini, di negeri ini Begitu selanjutnya, tuan yang berikutnya pun memberi wasiat seperti itu. Lalu sekarang bagaimana wasiat tuan kepadaku sepeninggal tuan nanti, dan kepada siapa aku harus pergi berguru?” Sang guru menjawab : “Hai anakku! Tidak ada seorang pun lagi yang aku kenal seperti kita ini keadannya, dan yang dapat aku percayai sehingga anda dapat berguru kepadanya. Akan tetapi, sekarang sudah dekat waktunya masa kebangkitan seorang nabi yang mengikuti agama Ibrahim, yang akan lahir di tanah Arab. Ia akan berhijrah di suatu lembah yang banyak ditumbuhi pohon kurma. Pada dirinya ada tanda-tanda yang jelas : Ia tidak mau makan barang shadaqah, ia mau makan pemberian orang, dan di antara kedua belikatnya ada cap (tanda) kenabian. Karena itu, kalau anda suka, silahkan pergi menjumpainya sepeninggalku nanti!”

Berjumpa dengan Nabi dan Masuk Islam
Salman berniat keras untuk mengikuti pesan gurunya tadi. Tiba-tiba taqdir Allah pun datang, sang guru wafat. Salman masih tinggal beberapa saat di ‘Amuriyah, menunggu rombongan kafilah yang hendak pergi ke tanah Arab.
Suatu hari ia mendengar ada kafilah datang, rombongan para saudagar Bani Kalb dari tanah Arab. Salman segera menemui mereka dan meminta agar mereka sudi membawa dirinya ke tanah Arab kalau urusan perdagangannya sudah selesai nanti. Sebagai imbalannya. Salman akan menyerahkan segala ternaknya kepada mereka. Ternyata mereka pun tidak berkeberatan untuk menerima permintaan Salman.
Kafilah pun berangkat pulang menuju tanah Arab, dan Salman ikut dalam rombongannya. Akan tetapi, ketika sampai di Wadil-Qura, mereka melakukan kelaliman terhadap diri Salman. Yaitu, Salman dijual sebagai budak kepada salah seorang Yahudi. Salman tidak bisa berbuat apa-apa, melainkan menerima kenyataan itu dengan penuh ketabahan dan kesabaran. Kemudian ia pun tinggal bersama majikannya yang Yahudi itu, dan dipekerjakan di perkebunan kurma.
Suatu hari, datang serang Yahudi Bani Quraidhah menjumpai majikan Salman. Ternyata Salman dijual oleh majikannya kepada tamu itu. Lalu ia pun dibawa ke tempat majikannya yang baru itu ke Madinah. Di tengah perjalanan, banyak terlihat perkebunan kurma. Akhirnya Salman pun menjadi yakin, bahwa daerah inilah kelak tempat hijrahnya nabi yang dinanti-nantikan.
Salman tinggal bersama majikannya. Dengan patuh dan tabah, ia melakukan pekerjaannya. Ia diberi tugas bekerja di perkebunan kurma milik Bani Quraidhah. Demikian tugas Salman sehari-hari, sambil menunggu saat datangnya seorang nabi.
Pada suatu hari, ketika Salman berada di puncak pohon kurma sedang majikannya berada di bawahnya. datanglah seseorang menjumpai majikannya sambil berkata : “Sungguh celaka Bani Qilah! Mereka sedang berkerumun di Quba, menyambut seorang laki-laki yang baru datang dari Makkah dan ia mengaku sebagai nabi………”.
Begitu Salman mendengar berita seorang nabi .... tubuhnya bergetar sehingga pohon kurma yang dipanjati bagaikan bergoncang, dan hampir saja ia terjatuh menimpa majikannya. Lalu ia segera turun, ingin meyakinkan kebenaran berita itu. Salman bertanya kepada pembawa berita itu : Apa kata anda? Ada berita seorang nabi yang datang …...? Belum sempat pertanyaan Salman dijawab, sang majikan mengayunkan tangannya memukul Salman sekeras-kerasnya, sambil membentak : Apa urusan anda dengan berita itu, kembalilah segera kepada pekerjaanmu!”
Sore harinya, setelah Salman mengumpulkan apa yang ada pada dirinya, pergilah ia ke Quba, hendak menjumpai Nabi. Sesampainya di sana, ia melihat orang banyak berkerumun mengelilingi Nabi. Salman meminta idzin untuk menjumpai Nabi. Lalu ia berkata kepada Nabi : “Tuan-tuan adalah musafir yang baru datang, tentu tuan-tuan memerlukan sesuatu. Kebetulan saya mempunyai persediaan makanan yang sengaja saya sajikan sebagai shadaqah untuk tuan-tuan, sudilah tuan-tuan untuk menerimanya!” Lalu makanan itu diletakkan oleh Salman di hadapan Nabi. Nabi pun mempersilahkan para sahabatnya untuk makan makanan itu, Sedang beliau sendiri tidak sedikitpun menjamah makanan itu. “Nah, inilah salah satu tanda-tandanya ..., ia tidak mau makan shadaqah”. demikian ujar Salman. Lalu Salman pulang.
Keesokan harinya, pagi-pagi benar, Salman datang menjumpai Nabi kembali, sambil manyajikan makanan lagi kepadanya. Ia berkata kepada Nabi : “Saya lihat tuan kemaren tidak mau makan barang shadaqah, kini saya bawakan makanan sebagai hadiah untuk tuan!” Lalu Nabi mempersilahkan para sahabatnya. sambil beliau sendiri ikut memakannya. “Inilah tanda yang kedua……., beliau mau makan barang hadiah,” demikian ujar Salman. Kemudian ia pun pulang ke rumah majikannya.
Beberapa hari kemudian, Salman kembali mencari Nabi. Dijumpainya Nabi berada di Baqi’. Ketika itu beliau sedang mengiring janazah bersama-sama sahabatnya. Setelah mengucapkan salam, Salman melakukan sesuatu, berupaya hendak membuktikan “tanda kenabian yang ketiga.” Kebetulan ketika Salman sedang berada di belakang Nabi, beliau menyingkapkan selendangnya, sehingga terlihatlah oleh Salman cap (tanda) kenabian yang terdapat di antara kedua belikatnya. Lalu dengan serta merta Salman merangkul Nabi dan menciumnya. Berlinang air mata Salman, karena terharu betapa gembiranya menemui Nabi yang selama ini dirindukan.
Sctelah reda, Salman menghadap Nabi kembali. menuturkan segala kisah penjalanannya selama ini. Nabi sangat tertarik kepadanya, di samping kisah itu didengarkan oleh para sahabatnya. Kemudian dengan penuh khusyu’ dan mantap, Salman mengucapkan dua kalimah syahadat, sebagai pernyataan resmi ia masuk Islam. Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Demikianlah kisah indah penuh hikmah. yang telah dijalani oleh pribadi luhur, Salman Al-Farisi.

Salman Membaktikan Dirinya Untuk Islam
Sejak itu Salman menjalin hubungan akrab dengan Nabi dan para sahabatnya. Ia sangat mencintai dan menghormati Nabi. Demikian pula sebaliknya. Nabi pun sangat mencintai dan menghormati Salman. Ia ingin selalu mengikuti Nabi dalam segala kegiatan da’wahnya. Hanya sayang kedudukannya sebagai budak sangat membatasinya. Karena itu ia absen dalam peperangan Badar dan Uhud.
Suatu ketika ia dipanggil Nabi agar ia meminta kepada majikannya untuk menebus dirinya. Lalu ia pun melakukan perjanjian sesuai dengan permintaan majikannya. Ia harus menebus dirinya dengan : menanamkan untuknya 300 batang bibit kurma dan emas seberat 40 ons. Berkat pertolongan Nabi dan para sahabatnya, dalam tempo yang singkat Salman dapat menebus dirinya.
Kini Salman dapat mencurahkan Segala perhatiannya kepada kepentingan Islam. Segenap jiwa raganya dikhidmatkan untuk kejayan Islam, Li-i’ilai Kalimatillah Hiyal ‘Ulya.
Nama Salman semakin dikenal di kalangan para sahabat Nabi. Lebih-lebih sesudah peristiwa Khandaq, karena dialah yang mengemukakan usul penggalian khandaq (parit perlindungan) guna pertahanan kaum muslimin dalam menghadapi gempuran total dari pihak musuh. Kala itu hampir segenap kekuatan tempur dikerahkan oleh Abu Sufyan guna mengepung kaum muslimin di kota Madinah. Hampir selama satu bulan mereka mengepung kaum muslimin di luar kota Madinah. Tidak ada satu pun yang berani menerobos parit memasuki kota Madinah. Akhirnya, Allah mendatangkan angin topan yang dahsyat menghancurkan kemah-kemah mereka dan memporakporandakan pasukan Abu Sufyan. Lalu mereka pun pulang mendongkol ketakutan.
Salman dikaruniai oleh Allah usia panjang, sehingga ia sempat membaktikan dirinya semaksimal mungkin. Ia sempat menyaksikan masa kejayaan dan kemenangan Islam sampai pada masa Khalifah Abu Bakar dan ‘Umar. Kemudian pada akhir masa Khalifah ‘Umar, setelah beberapa lama tinggal di negeri sendiri, ia wafat.

Berbagai Hikmah
Dari kisah perjalanan Salman ini, kita dapat mengambil berbadai hikmah dan pelajaran. Di antaranya sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Ustadz Muhammad Ridla dalam bukunya “Muhammad Rasulullah.” Ia menyatakan : “Kiranya dapat kita ketahui dari kisah ini bahwa Salman sejak masa mudanya sudah tertarik kepada ‘ibadah dan sudah biasa menghadapi penderitaan. Karena itu ia senang bergaul dengan para tokoh agama terkemuka dan belajar kepada mereka. Dan kisah ini kita juga dapat mengetahui “Nubuwah”‘(tanda kenabian) Nabi Muhammad s.a.w., sebab Salman tidak akan mengenal Nabi Muhammad s.a.w. seandainya pemuka-pemuka agama di ‘Amuriyah tidak menceritakan kepadanya. Salman pun tidak begitu saja percaya sebelum Ia membuktikan tanda-tanda itu ada pada diri Nabi Muhammad. Selain dari itu, perjalanan Salman juga mengungkapkan bahwa dalam Kitab Injil terkandung berita-berita gembira tentang kebangkitan Nabi Muhammad.
Pada masa itu, berdasarkan tinjauan para pemuka agama Nasrani, bahwa pemeluk agama Nasrani yang benar-benar berpegang kepada ajarannya sudah sangat langka sekali. Apalagi sebagaimana yang dikatakan oleh pendeta ‘Amuriyah, ia secara terus terang menyatakan sudah tidak tahu lagi pemeluk agama Nasrani yang masih jujur benar-benar berpegang kepada ajarannya. Keterangan ini sesuai dengan Injil Barnabas, fasal 96 yang mengatakan : Allah akan mengutus Rasul-Nya (Muhammad s.a.w.) untuk mengasihi alam ini, ketika hampir tidak ada lagi 30 orang yang beriman di atas bumi ini.

Sumber bacaan :
1. Peri Hidup Muhammad s.a.w., oleh Zainal Arifin Abbas.
2. Rijal Haula Rasul (terjemahan), oleh Khalid Muhammad Khahid.
----------------------------------------------------
Kisah Perjalanan Salman Al-Farisi, Umar Fanani, B.A., diterbitkan oleh Majalah Al-Muslimun No. 159 Tahun XIII (30), Juli 1983, halaman 29-34.

MEMBAGI WARIS (2)

Dari Usamah bin Zaid r.a. bahwasannya Nabi s.a.w. bersabda : “Orang Islam tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang Islam”. Muttafaq ‘alaih.
--------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Kitabul Buju', halaman 348.

Rabu, 23 April 2014

SIKAP TIDUR YANG DIBOLEHKAN (2)

Jabir bin Samuroh r.a. berkata : Adanya Nabi s.a.w. selesai sholat subuh (fajar) duduk bersila dalam majlisnya hingga terbit matahari. (HR. Abu Dawud).
----------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN II, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1979, halaman 22.

Tinjauan Ilmiah Terhadap Kesehatan Nabi Muhammad s.a.w.

MENURUT catatan sejarah, Nabi Muhammad s.a.w. mendapat penyakit (yang agak kritis) hanya dua kali, yakni ketika pertengahan hidup dan menjelang meninggal dunia yang masing-masing dalam waktu singkat. Ini merupakan prestasi kehidupan manusia yang jarang terjadi pada diri seseorang hingga sekarang meskipun teknologi kedokteran untuk mencapainya terus dilakukan dengan tak henti-hentinya. Padahal beliau dilahirkan di daerah gersang, daerah rawan dan daerah yang jarang didapati air, suatu zat yang vital bagi tercapainya usaha menjaga kesehatan menurut ukuran kedokteran dewasa ini.
Banyak pemimpin dunia, seperti Napoleon Bonaparte mengagumi kepribadian beliau dalam menjaga kesehatan badan. Dengan mengirit air, beliau dapat membersihkan badan dan rambut hingga telapak kaki. Meskipun suasana di sekelilingnya penuh dengan kejahilan yang dilakukan kaum Quraisy, namun tidak menjadi halangan bagi beliau untuk menjaga kesehatannya. Resepnya ringan sekali, yaitu kedisiplinan. Kedisiplinan yang bagaimana hingga beliau selalu sehat? Beberapa buah di antaranya adalah sebagai berikut :
Pertama. Beliau selalu bangun pagi (sebelum fajar menyingsing), dan setelah shalat shubuh tidak pernah tidur kembali, tetapi dilanjutkan dengan berzikir, mengaji, dan mengerjakan yang berhubungan dengan kebutuhan keluarga.
Memang, suasana bangun pagi lebih nyaman daripada bangun ketika matahari sudah terbit, karena bangun pagi lebih menyehatkan badan. Bukankah demikian? Ini dalam arti, setelah bangun pagi jangan tidur kembali.
Anda mungkin pernah mengalami, sesudah shalat shubuh tidur kembali di mana setelah bangun kembali, pikiran jadi tak tentu alias slebor dalam beberapa jam, sehingga setidak-tidaknya menghalangi rencana yang telah diputuskan sebelumnya. Atau pikiran jadi buntu. Mau memikirkan sesuatu, sulit menghasilkan buahnya. Kadangkala jika tidur kembali setelah shalat shubuh menimbulkan suatu perasaan, seolah-olah selama hari tidak ada keberuntungan. Oleh sebab itu, tidak ada satu teori pun di bidang kedokteran yang menyatakan, seseorang yang telah bangun pagi diperbolehkan tidur kembali, kecuali untuk orang-orang yang mendapat penyakit tertentu. Bahkan ada ajaran adat yang melarang orang tidur kembali setelah bangun pagi dengan alasan yang rasional.
Kedua. Beliau makan sebelum lapar benar, dan berhenti makan sebelum kenyang.
Penulis pernah bertindak sembrono ketika berbuka puasa. Penulis saat itu melahap setiap makanan yang tersedia di meja meskipun perut sudah menunjukkan tanda kekenyangan. Keesokan harinya penulis merasakan tidak enak makan. Perut seakan-akan ingin mengeluarkan isinya alias ingin muntah. Setelah diperiksa dokter ternyata penulis terserang penyakit maag, karena sisi lambung di dalam perut agak infeksi.
Memang benar, saluran pencernaan, seperti lambung mempunyai sifat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang tidak wajar akibat adanya ketidak-disiplinan dalam mengatur makan, atau mengatur makan yang tidak sesuai dengan kondisi saluran pencernaan itu sendiri. Namun sayang, jarang sekali orang yang mau bertindak demikian, sehingga jarang sekali pula orang yang tidak pernah mendapat penyakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan.
Ketiga. Beliau tidak marah (positif) yang ditunggangi emosi, karena hal itu tidak menunjukkan suatu keikhlasan. Dengan kata lain, beliau marah atas dasar “lillahi ta’ala”. Beliau jika marah seperti marahnya seorang ayah kepada anaknya yang sedang bermain dengan pisau tajam. Artinya, beliau marah hanya terlihat dari wajahnya, sedangkan hatinya menunjukkan suatu tanda kasih sayang terhadap orang yang bersangkutan.
Ditinjau dari psikologi, marah yang ditunggangi emosi, Seperti yang sering dilakukan orang banyak dapat mempengaruhi fisik. Jika hal itu dilakukan terus-menerus, cepat atau lambat akan mengakibatkan terserang penyakit, seperti : tekanan darah tinggi, maag, gatal-gatal pada kulit, atau sakit kepala.
Misalkan, seorang ibu memarahi anaknya dengan emosi hingga tak lama kemudian ibu tersebut pingsan. Ini karena ibu telah sering benar memarahi anak dengan motivasi demikian, sehingga pada waktu dia memarahi untuk kesekian kalinya, kondisi pikirannya sudah tidak mampu bertahan, sehingga pingsanlah yang terjadi.
Keempat. Beliau tidak pernah minum sambil bernafas. Air yang diminumnya pun selalu dari wadah tertutup. Menurut beliau, air di wadah terbuka mudah dimasuki debu.
Dokter-dokter pun sebenarnya melarang kita minum sambil bernafas, karena selain akan menimbulkan batuk-batuk ringan, juga dikhawatirkan akan menimbulkan radang paru-paru. Perlu diketahui, ketika kita meneguk air, saluran pernafasan dengan sendirinya tertutup. Begitu pula jika kita bernafas, saluran pencernaan tertutup dengan sendirinya. Jadi jika kita minum sambil bernafas dikhawatirkan air akan masuk ke dalam paru-paru meskipun kemungkinannya kecil sekali. Tapi sayang, nasihat ini sering dilanggar. Lebih-lebih jika haus benar, nafas pun sampai tidak terkontrol ketika meneguk air.
Kelima. Beliau tidak mudah sugesti jika ada sesuatu yang menimpa tubuhnya, karena hal itu tidak menunjukkan sikap penyabar.
Sugesti di sini adalah menanggapi sesuatu yang menimpa tubuhnya dengan perasaan, sehingga orang yang bersangkutan merasa menderita. Misalkan, si Amir baru saja pulang dengan kehujanan. Karena dia pernah mendengar, orang yang kehujanan dapat menimbulkan penyakit pilek, maka dia seolah-olah sudah merasa pilek juga meskipun tingkatannya sepele.
Sikap Nabi tersebut menunjukkan, jika kita mendapat penyakit jangan ditanggapi oleh perasaan. Cukup saja oleh sistem biologis. Karena selain menimbulkan sifat tak mau tawakal kepada Allah S.W.T, juga akan menambah penyakit itu sendiri.
------------------------------------------------
Ditulis oleh Nasrullah, Majalah Al-Muslimun Nomor 157 Tahun XIII (30), Maret 1983 M, halaman 89-91

MEMBAGI WARIS (1)

Dari Ibnu ‘Abbas r.a. ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Serahkanlah warisan-warisan itu kepada ahlinya, adapun sisanya, bagi ahliwanis laki-laki yang terdekat”. Muttafaq ‘alaih.
-------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Kitabul Buju', halaman 348.

Selasa, 22 April 2014

Sikapnya Mengenai Kisah Isra’

Muhammad berbicara kepada penduduk Mekah bahwa Allah telah memperjalankannya malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaksa dan bahwa ia menjalankan sholat di sana. Oleh orang-orang musyrik kisah itu diperolok, malah ada sebagian yang sudah Islam pun merasa ragu. Tidak sedikit orang yang berkata ketika itu : Soalnya sudah jelas. Perjalanan kafilah Mekah-Syam yang terus-menenus pun memakan waktu sebulan pergi dan sebulan pulang. Mana mungkin hanya satu malam saja Muhammad pergi pulang ke Mekah!
Tidak sedikit mereka yang sudah Islam kemudian berbalik murtad, dan tidak sedikit pula yang masih merasa sangsi. Mereka pergi menemui Abu Bakr, karena mereka mengetahui keimanannya dan persahabatannya dengan Muhammad. Mereka menceritakan apa yang telah dikatakannya kepada mereka itu mengenai Isra. Terkejut mendengar apa yang mereka katakan itu Abu Bakr berkata : “Kalian berdusta.”
“Sungguh,” kata mereka. “Dia di mesjid sedang berbicara dengan orang banyak.”
“Dan kalaupun itu yang dikatakannya,” kata Abu Bakr lagi, “tentu Ia mengatakan yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku, bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi. pada waktu malam atau siang, aku percaya. Ini lebih lagi dari yang kamu herankan.”
Abu Bakr lalu pergi ke mesjid dan mendengarkan Nabi yang sedang melukiskan keadaan Baitulmukadas. Abu Bakr sudah pernah mengunjungi kota itu.
Selesai Nabi melukiskan keadaan mesjidnya, Abu Bakr berkata : “Rasulullah, saya percaya.”
Sejak itu Muhammad memanggil Abu Bakr dengan “as-Siddiq”.*)
Pernahkah suatu kali orang bertanya dalam hati : Sekiranya Abu Bakr juga sangsi seperti yang lain mengenai apa yang diceritakan Rasulullah tentang Isra itu, maka apa pula kiranya yang akan terjadi dengan aguma yang baru tumbuh ini, akibat kesangsian itu? Dapatkah orang memperkirakan berapa banyak jumlah orang yang akan jadi murtud, dan goyah keyakinan dalam hati kaum Muslimin yang lain? Pernahkah kita ingat, betapa jawaban Abu Bakr itu memperkuat keyakinan orang banyak, dan betapa pula ketika itu ia telah memperkuat kedudukan Islam?
Kalau dalam hati orang sudah bertanya-tanya, sudah memperkirakan dan sudah pula ingat, niscaya ia tak akan ragu lagi memberikan penilaian bahwa iman yang sungguh-sungguh adalah kekuatan yang paling besar dalam hidup kita ini, lebih besar daripada kekuatan kekuasaan dan despotisma sekaligus. Kata-kata Abu Bakr itu sebenarnya merupakan salah satu inayah Ilahi demi agama yang benar ini. Kata-kata itulah sebenarnya yang merupakan pertolongan dan dukungan yang besar, melebihi dukungan yang diberikan oleh kekuatan Hamzah dan Umar sebelumnya. Ini memang suatu kenyataan apabila di dalam sejarah Islam, Abu Bakr mempunyai tempat tersendiri sehingga Rasulullah barkata : “Kalau ada di antara hamba Allah yang akan kuambil sebagai Khalil (teman kesayangan), maka Abu Bakr-lah khalil-ku. Tetapi persahabatan dan persaudaraan ialah dalam iman, sampai tiba saatnya Allah mempertemukan kita.”
Kata-kata Abu Bakr mengenal Isra itu menunjukkan pemahamannya yang dalam tentang wahyu dan risalah, yang tidak dapat ditangkap oleh kebanyakan orang. Di sinilah pula Allah telah memperlihatkan ke-bijakan-Nya tatkala Rasulullah memilih seorang teman dekatnya saat ia dipilih oleh Allah menjadi Rasul-Nya untuk menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia. Itulah pula bukti yang kuat, bahwa kata yang baik seperti pohon yang baik, akarnya tertanam kukuh dan cabangnya (menjulang) ke langit, dengan jejak yang abadi sepanjang zaman, dengan karunia Allah. Ia tak akan dikalahkan oleh waktu, tak akan dilupakan.

Tugasnya Sesudah Isra’
Sesudah peristiwa Isra’ itu, sebagai seorang yang cukup berpengalaman akan seluk-beluk perbatasan, Abu Bakr tetap menjalankan usaha dagangnya. Sebagian besar waktunya ia gunakan menemani Rasulullah dan untuk menjaga orang-orang lemah yang sudah masuk Islam, melindungi mereka dari gangguan Kuraisy di samping mengajak mereka yang mulai tergugah hatinya kepada Islam.
Sementara Kuraisy begitu keras menganggu Nabi dan Abu Bakr serta kaum Muslimin yang lain, yang belum terlintas dalam pikiran Abu Bakr akan hijrah ke Abisinia bersama-sama kaum Muslimin yang lain yang mau tetap bertahan dengan agama mereka**). Malah ia tetap tinggal di Mekah bersama Muhammad, berjuang mati-matian demi dakwah di jalan Allah sambil belajar tentang segala yang diwahyukan Allah kepada Nabi untuk disiarkan kepada umat manusia. Dan dengan segala senang hati disertai sifatnya yang lemah lembut, semua harta pribadinya dikorbankannya demi kebaikan mereka yang sudah masuk Islam dan demi mereka yang diharapkan mendapat petunjuk Allah bagi yang belum masuk Islam.
Kaum Muslimin di Mekah ketika itu memang sangat memerlukan perjuangan serupa itu, memerlukan sekali perhatian Abu Bakr. Dalam pada itu Muhammad masih menerima wahyu dari Allah dan ia sudah tidak lagi mengharapkan penduduk Mekah akan menyambut ajakannya itu. Maka ia mengalihkan perhatian kepada kabilah-kabilah. Ia menawarkan diri dan mengajak mereka kepada agama Allah, ia telah pergi ke Ta’if, meminta pengertian penduduk kota itu. Tetapi ia ditolak dengan cara yang tidak wajar. Dalam hubungannya dengan Tuhan selalu ia memikirkan risalahnya itu dan untuk berdakwah ke arah itu serta cara-caranya untuk menyukseskan dakwahnya itu.
Dalam pada itu Kuraisy juga tak pernah tinggal diam dan tak pernah berhenti mengadakan perlawanan. Di samping semua itu, Abu Bakr juga selalu memikirkan nasib kaum Muslimin yang tinggal di Mekah, mengatur segala cara untuk ketenteraman dan keamanan hidup mereka.

Catatan :
*) Siddiq, orang yang selalu membenarkan, percaya, yang menerapkan kata dengan perbuatan, yang kemudian menjadi gelar Abu Bakr (al-Mu’jam al-Wasit)
**) Ada sumber yang menyebutkan, bahwa Abu Bakr bermaksud pergi bersama-sama mereka yang hijrah ke Abisinia; tetapi ia bertemu dengan Rabiah bin ad-Dugunnah yang berkata kepadanya : “Wah, jangan ikut hijrah. Engkau penghubung tali kekeluargaan, engkau yang membenarkan peristiwa Isra’, membantu orang tank punya dan engkau yang mengatur pasang surutnya keadaan.” Ia lalu diberi perlindungan keamanan oleh Kuraisy. Abu Bakr tetap tinggal di Mekah dan di serambi rumahnya ia membangun sebuah mesjid. Di tempat itu ia sholat dan membaca Qur’an. Sekarang Kuraisy khawatir, perempuan-perempuan dan pemuda-pemuda mereka tergoda. Mereka mengadu kepada Ibn ad-Dugunnah. Abu Bakr mengembalikan jaminan perlindungan itu dan ia tetap tinggal di Mekah menghadapi segala gangguan.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 9 - 12.

SIKAP TIDUR YANG DIBOLEHKAN (1)

Abdullah bin Jazid r.a. berkata : Bahwa ia telah melihat Rasulullah s.a.w. terlentang di masjid sambil meletakkan satu kaki di atas yang lain. (HR. Buchary dan Muslim).
----------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN II, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1979, halaman 22.

Ummu Mahjan

Janganlah anda meremehkan amal kebaikan sekalipun kecil, dan ketahuilah bahwa anda diseru untuk menunaikan tanggung jawab anda dengan mencurahkan segenap kemampuan dan banyak berkorban dalam rangka menegakkan bangunan Islam yang agung. Janganlah sekali-kali anda mengelak dari tugas anda sekalipun hanya sedetik karena tipu daya musuh Islam terhadapmu. Mereka musuh-musuh Islam ingin sekiranya engkau menyimpang dari tugasmu yang mulia, dan mereka berupaya menjatuhkan semangatmu dalam berhidmat kepada Islam dan membina umat.
Janganlah… dan sekali lagi janganlah anda mengelak dan mundur dari berhidmat kepada Islam karena anda merasa lemah, tidak ada kemampuan untuk ikut andil dalam menguatkan masyarakat Islam, sebab sesungguhnya perasaan-perasaan seperti itu merupakan rekayasa dari syetan jin dan manusia.
Maka di sini kami hendak menyuguhkan di hadapan anda tentang sejarah perikehidupan para sahabiyat sebuah kisah perikehidupan seorang wanita yang lemah, berkulit hitam yang mana cerita ini merupakan sebuah pelajaran bagi kaum muslimin dalam peredaran sejarah dalam hal kesungguhan, tawadhu’ dan hingga sampai pada puncak semangatnya.
Beliau seorang wanita yang berkulit hitam, dipanggil dengan nama Ummu Mahjan. Telah disebutkan di dalam Ash-Shahih tanpa menyebutkan nama aslinya, beliau berdomisili di Madinah.
Beliau seorang wanita miskin yang memiiki tubuh yang lemah. Untuk itu beliau tidak luput dari perhatian Rasulullah s.a.w. sang pemimpin, sebab beliau senantiasa mengunjungi orang-orang miskin dan menanyai keadaan mereka dan memberi makanan kepada mereka, maka tidakkah anda tahu akan hal ini wahai para pemimpin rakyat.
Beliau menyadari bahwa dirinya memiliki kewajiban terhadap akidahnya dan masyarakat Islam, lantas apa yang bisa dia laksanakan padahal beliau adalah seorang wanita yang tua dan lemah. Akan tetapi beliau sedikitpun tidak bimbang dan ragu, dan tidak menyisakan sedikitpun rasa putus asa dalam hatinya. Dan putus asa adalah jalan yang tidak dikenal di hati orang-orang yang beriman.
Begitulah, keimanan beliau telah menunjukkan kepadanya untuk menunaikan tanggung jawabnya. Maka beliau membersihkan kotoran dan dedaunan dari masjid dan beliau sapu lalu beliau buang ke tong sampah dan beliau menjaga kebersihan rumah Allah, sebab masjid memiliki peran yang sangat urgen di dalam Islam. Di sanalah berkumpulnya para pahlawan dan para ulama’, dan masjid ibarat parlemen yang sebanyak lima kali sehari digunakan sebagai wahana untuk bermusyawarah, saling memahami dan saling mencintai, sebagaimana pula masjid adalah universitas tarbiyah amaliyah yang mendasar dalam membina umat.
Begitulah fungsi masjid pada zaman Rasulullah s.a.w., demikian pulalah yang terjadi pada zaman khulafa’ur rasyidin dan demikian pulalah seharusnya peranan masjid hari ini hingga tegaknya hari kiamat.
Untuk itulah Ummu Mahjan tidak kendor semangatnya, sebab pekerjaan itulah merupakan target yang dapat beliau kerjakan Beliau tidak meremehkan pentingnya membersihkan kotoran untuk membuat suasana yang bersih bagi Rasulullah s.a.w. dan para sahabat-nya dalam bermusyawarah yang senantiasa mereka kerjakan secara rutin.
Ummu Mahjan terus menerus menekuni pekerjaan tersebut hingga wafat beliau pada zaman Rasulullah s.a.w.. Maka para sahabat Ridhwanullahi ‘Alaihim membawa jenazah beliau setelah gelapnya malam dan mereka mendapatkan Rasulullah s.a.w. masih tidur sehingga mereka tidak ingin membangunkan beliau, maka mereka langsung menyolatkan dan menguburkannya di Baqi’ul Gharqad.
Pada pagi harinya Rasulullah s.a.w. merasa kehilangan wanita itu, kemudian beliau tanyakan kepada para sahabat, mereka menjawab, “Beliau telah dikubur wahai Rasulullah, kami telah mendatangi anda dan kami dapatkan anda masih dalam keadaan tidur sehingga kami tidak ingin membangunkan anda.” Maka beliau bersabda : “Marilah kita pergi! Maka pergilah Rasulullah s.a.w. sedangkan para sahabat menyertai beliau sehingga mereka menunjukkan kubur Ummu Mahjan. Maka berdirilah Rasulullah sementara para sahabat berdiri bershaf-shaf di belakang beliau, lantas Rasulullah s.a.w. menyolatkannya dan bertakbir empat kali.”
Dari Abu Hurairah , bahwa ada seorang wanita yang berkulit hitam yang biasanya membersihkan masjid, suatu ketika Rasulullah s.a.w. kehilangan dia, maka beliau bertanya tentangnya. Mereka telah berkata : “Dia telah wafat.” Rasulullah s.a.w. berkata : “Mengapa kalian tidak memberitahukan hal itu kepadaku?” Abu Hurairah berkata : “Seolah-olah mereka menganggap bahwa kematian Ummu Mahjan itu adalah hal yang sepele. Rasulullah bersabda : “Tunjukkan kepadaku di mana kuburnya!” Maka mereka menunjukkan kuburnya kepada Rasulullah s.a.w. kemudian Rasulullah s.a.w. menyolatkannya, lalu bersabda : “Sesungguhnya kubur ini terisi dengan kegelapan atas penghuninya dan Allah meneranginya bagi mereka karena aku telah menyolatkannya.”
Semoga Allah merahmati Ummu Mahjan yang sekalipun beliau seorang yang miskin dan lemah, akan tetapi beliau turut berperan sesuai dengan kemampuannya. Beliau adalah pelajaran bagi kaum Muslimin dalam perputaran sejarah bahwa tidak boleh menganggap sepele suatu amal sekalipun kecil.
Oleh karena itu ia mendapatkan perhatian dari Rasulullah s.a.w. hingga ia wafat. Sehingga beliau menyalahkan para sahabat beliau Ridzwanullahi ‘Alaihim yang tidak memberitahukan kepada beliau perihal kematiannya agar beliau dapat mengantarkan Ummu Mahjan ke tempat tinggalnya yang terakhir di dunia. Bahkan tidak cukup hanya demikian namun beliau bersegera menuju kuburnya untuk menyolatkannya agar Allah menerangi kuburnya dengan shalat beliau.
---------------------------------------
NISAA' HAULAR RASUL, Mahmud Mahdi Al Istanbuli dan Musthafa Abu An Nashr Asy Syalabi (Para Penulis), MENGENAL SHAHABIAH NABI S.A.W. (Edisi Indonesia), Abu Umar Abdullah Asy Syarif (Penterjemah), At-Tibyan Solo, halaman 257 – 260