Kitab Wahyu
Kitab ini merupakan kitab terakhir dalam perjanjian Baru. Menurut kepercayaan orang Masehi, kitab ini adalah wahyu Allah kepada Yahya bin Zabdi murid Yesus. Wahyu itu ditulisnya sewaktu dia dibuang oleh pemerintah ke pulau Patmos yang terletak di dekat pantai Asia Kecil, yang menjadi tempat pembuangan. Oleh Yahya, kitab itu dikirimnya kepada jum’at-jum’at di Asia Kecil. Antara lain isi dari wahyu itu ialah :
- Allah menyatakan Dirinya kepada Yahya. Kristus berdiri di tengah tujuh kaki dian serta memegang tujuh bintang dalam tangan kanannya. Ketujuh kaki dian itu artinya tujuh jum’at di Asia Kecil, dan tujuh bintang adalah tujuh Malaikat yang melindungi tujuh jum’at itu. Tuhan berfirman kepada jum’atnya tentang wahyu yang diterimanya.
- Yahya melaksanakan perintah Allah yaitu menyurati kepada ketujuh jum’at di Asia Kecil di mana ia menyampaikan wahyu yang diterimanya itu.
- Yahya telah diangkat Allah ke langit serta melihat Arsy, yaitu singgasana kerajaan Allah Yang Maha Kuasa. Di sekeliling Arsy itu kelihatan 24 ketua yang berpakaian putih bermahkota emas duduk di atas takhtanya masing-masing. Mereka itu ialah wakil jum’at Allah. Di hadapan Arsy itu berpasang tujuh buah pelita, yaitu ketujuh Ruh Allah. Di sekeliling Arsy itu pula terdapat Zat hidup yang penuh dengan mata di hadapan dan di beakangnya. Masing-masing bersayap enam, penuh dengan mata di sekeliling dan di dalam. Zat hidup yang pertama berupa singa, yang kedua seperti anak lembu, yang ketiga seperti muka manusia, dan yang keempat seperti burung nasar sedang terbang.
- Dilihatnya Allah yang duduk di atas Arsy itu memegang sebuah kitab dalam tangan kanannya. Kitab itu bertulis di luar dan di dalamnya, tertutup dengan tujuh meterai. Seorang malaikat yang gagah berseru menanyakan siapa yang berkuasa mengoyakkan meterai dan membuka kitab itu. Baik di syurga, di bumi atau di bawah bumi, tak seorangpun cakap mengoyakkan meterai kitab itu, sehingga Yahya menangislah. Seorang di antara ketua yang 24 orang itu berkata kepadanya melarang dia menangis, karena seorang keturunan bangsa Yahudi, akar Daud, telah beroleh kemenangan membuka kitab dan ketujuh meterai itu. Maka di tengah-tengah para ketua dan Zat hidup itu tiba-tiba kelihatan seekor Anak Domba (Yesus Kristus) yang rupanya seperti telah tersembelih, bertanduk tujuh, bermata tujuh yaitu ketujuh Roh Allah yang sudah disuruhkan ke seluruh bumi ini. Anak Domba itu mengambil kitab itu dari tangan kanan Allah, terus sujudlah para ketua dan Zat hidup dengan memegang kecapai dan bokor emas berisi kemenyan, serta menyanyilah mereka, memuji dan mendo’a, disertai segala malaikat-malaikat hingga jumlahnya beribu-ribu laksa.
- Anak Domba membuka ketujuh meterai satu demi satu. Ketika terbuka meterai pertama, keluarlah seorang mengendarai kuda putih. Orang itu berpanah dan mendapat karunia mahkota. Inilah tanda kemenangan Injil —Ketika terbuka meterai kedua, keluarlah kuda merah dikendarai orang yang mendapat karunia pedang besar— Demi meterai ketiga dibuka, keluarlah kuda hitam ditunggang oleh seorang yang memegang neraca. Dan terdengar suara bahwa sepucuk gandum sedinar harganya dan jelai sedinar tiga cupak. Minyak dan air anggur jangan dirusakkan —Terbuka meterai keempat, keluar kuda kelabu dikendarai orang bernama Maut, alam maut mengikutinya, serta kepada keduanya dikuasakan seperempat bumi untuk membunuhnya dengan pedang, dengan kelaparan dan maut, serta dengan binatang-binatang buas di bumi– Meterai kelima dibuka, kelihatanlah segala jiwa yang telah terbunuh karena firman Allah. Mereka berseru menuntut balas tenhadap pembunuh-pembunuh di bumi. Allah berfirman agar mereka sabar menanti, lalu mengaruniakan kepada masing-masing sehelai jubah putih —Demi terbuka meterai keenam, terjadilah gempa besar, matahari menjadi hitam dan bulan seperti darah. Langit tergulung dan gunung-gunung serta pulau terlepas keluar dari tempatnya. Semua penduduk bumi kacau balau mencari perlindungan di gua dan di celah batu gunung. Terjadilah malapetaka yang amat hebat. Sementara itu Yahya melihat orang-orang yang mati syahid mendapat kelepasan di hadapan Arsy untuk memuji Yesus Kristus. Anak Domba itu, selama-lamanya– Akhirnya Anak Domba itu membuka meterai ketujuh, tampillah tujuh orang malaikat membawa sangkakala yang membawa bencana malapetaka. Sangkakala pertama ditiup : hujan batu dan api di atas bumi dan terbakar hangus sepertiganya. Malaikat kedua meniup sangkakalanya, api sebesar gunung tercampak ke laut. Laut sepertiga menjadi darah, serta matilah sepertiga makhluk di dalamnya dan karam pula sepertiga kapal-kapal yang sedang berlayar. Ditiup sangkakala ketiga, gugurlah bintang yang bernama Afsantin, besar dan rnenyala, menimpa sepertiga segala sungai dan mata air, hingga menjadi pahit rasanya membawa kematian banyak manusia. Ketika berbunyi sangkakala keempat : matahari, bulan dan segala bintang tersiksa dan tertutup sepertiganya, maka gelaplah sepertiga siang dan malampun. Malaikat kelima meniup sangkakalanya: keluarlah seekor belalang dari tengah asap yang menyerbu dari lobang yang tak ternilai dalamnya. Maka dikaruniakan kepadanya kuasa seperti kala di bumi. Jangan ia merusakkan tumbuh-tumbuhan, melainkan boleh menyiksa manusia yang tidak bermeterai Allah di dahinya. Siksa itu hanya boleh lima bulan lamanya dan rasanya seperti disengat kala. Belalang itu rupanya seperti kuda perang, bermahkota seperti emas bermuka seperti manusia, berambut seperti rambut perempuan dan giginya seperti gigi singa, bersayap dan berbaju besi, ekornya seperti ekor kalajengking dan bersengat yang bila disengatkan mendapat penyakit lima bulan lamanya. Sangkakala keenam ditiup malaikat : terdengarlah suara keluar dari keempat tanduk persembahan emas, di hadirat Allah, memerintahkan agar keempat malaikat yang terikat dekat sungai Furat dilepaskan untuk membunuh sepertiga dari segala manusia. Banyaknya lasykar berkuda yang keluar dua laksa-laksa. Mereka berbaju besi merah sebagai api, dan biru tua dan warna belerang. Kepala kuda mereka seperti kepala singa, dan mulutnya keluar api dan asap belerang, membunuhi sepertiga dari segala manusia, sedang ekornya berupa ular dan berkepala, menyiksa manusia-manusia. Seterunya Yahya memakan sebuah kitab kecil yang diambilnya dari tangan seorang malaikat rasanya manis di mulut tetapi pahit di perut. Sesudah berbagai peristiwa hebat lainnya terjadi, maka malaikat ketujuh- meniup sangkakala : Terdengarlah suara besar dari syurga. “Kerajaan dunia ini menjadi kerajaan Tuhan kita, dan kerajaan Kristusnya maka ia akan memerintah kelak selama-lamanya”. Seorang wanita bermahkota dua belas bintang, bulan berada di bawah tapak kakinya. Wanita itu bersalut dengan matahari, ia mengandung dan kesakitan hendak beranak. Seekor naga besar keluar, merah menyala, berkepala tujuh dan bermahkotapun tujuh, bertanduk sepuluh. Ekornya panjang menyeret sepertiga dari bintang di langit. Naga itu menghadapi wanita yang hendak beranak itu dan siap hendak menelan anak yang akan dilahirkan. Apabila lahir, wanita ibunya itu menyambarnya dibawa kepada Allah dan wanita itupun lari ke padang belantara. Naga dikalahkan oleh malaikat Mikail dalam peperangan yang dahsyat lalu tercampak dari Syurga. Setibanya di bumi naga mengejar perempuan itu tetapi perempuan itu mendapat karunia sayap lalu terbang. Seterusnya terjadi perjuangan hebat antara Yesus dan Iblis. Iblis dapat dikalahkan. Kemudian tiba Hari Pengadilan di mana Tuhan Yesus menghakimi segala orang hidup dan mati. Kemudian sempurnalah Kerajaan Yesus Kristus yang kekal dan bahagia, di mana tidak ada malam dan dosa.
Demikianlah sebagian isi dari apa yang dikatakan wahyu Allah kepada Yahya, atau mimpi Yahya, yang menurut tafsiran orang Masehi adalah merupakan perumpamaan atau kiasan tentang Sejarah kedatangan dan kemenangan Kerajaan Allah, Yesus Kristus. Dimulai dengan kemenangan Injil, lalu datangnya masa gelap penuh dengan bencana dan malapetaka hingga Gereja-Gereja tersiksa, kemudian setelah segala godaan dan bencana dapat dialahkan dekat sebelum akhir zaman, datanglah kemenangan Kerajaan Allah yang diperintahi oleh Yesus Kristus Anak Domba itu dengan abadi dan bahagia.
Tetapi ahli falak atau astronomi yang mutlak berpegang pada ilmunya saja niscaya lebih tertarik kepada jumlah 24 dari ketua jum’at dalam mimpi Yahya tersebut, dan kepada jumlah serba tujuh, kepada matahari yang tertutup sepertiganya, sesudah bunyi sangkakala keempat kepada belalang yang bersengat seperti kalajengking (Scorpion), naga yang ekornya menyeret sepertiga segala bintang yang hendak menelan anak yang baru lahir; dan lain-lain hal dalam wahyu itu yang dapat disesuaikan dengan perjalanan bintang-bintang dan pergantian musim, musim panas, rontok, dingin dan musim semi di mana matahari mulai bersinar. Jumlah 24 dapat disesuaikan dengan jumlah jam dalam sehari semalam, jumlah tujuh sesuai dengan jumlah tujuh hari dalam seminggu, matahari tertutup merupakan gerhana dan sebagainya. Andaikata ada tafsiran semacam ini tentu datangnya dari orang yang menyangka bahwa ajaran ini mirip atau berasal dari agama menyembah Tuhan Matahari.
Pembahasan dalam risalah ini bukan mengenai tafsiran, melainkan siapakah sebenarnya penulis dari kitab wahyu ini, yang amat sukar ditentukan dengan pasti, apakah Yahya bin Zabdi, atau Yahya Presbyter atau Yahya lainnya. Alasan yang lebih kuat telah memperkuat pendapat bahwa Kitab Wahyu itu telah ditulis oleh Yahya Presbyter, ketua jum’at di Asia Kecil. Alasan ini antara lain :
- Yahya bin Zabdi telah meninggal sebelum tahun 70 sedang Kitab Wahyu Yahya (menurut a.l. “Zoek-Licht Encyclopaedie : Apocalypse”) ditulis sekitar tahun 96.
- Kitab Wahyu ditulis di pulau Patmos di pesisir Asia Kecil dan Yahya Presbyter adalah pada tahun-tahun akhir ahad pertama menjadi Presbyter (ketua jum’at) di Asia Kecil. Tambahan lagi tidak ada riwayat bahwa Yahya bin Zabdi pernah bekerja di Asia Kecil, terakhir hanya tersebut sampai di Samaria.
- Dalam Encyclopaedie Brittanica terbitan 1961 disebutkan : “John the Presbyter in Asia Minor lived in the end of the first century. It is a fair hypothesis that this presbyter wrote the Apocalypse and also the second and third Epistles, while the fourth Gospel may have come from another author”. (“Yahya Ketua Jum’at di Asia Kecil itu hidup dalam akhir abad pertama, adalah suatu pendapat yang wajar bahwa ketua jum’at itu telah menulis Kitab Wahyu dan Surat Kiriman Yahya kedua dan ketiga, sedang Injil Yahya mungkin ditulis oleh pengarang lain”). Pengarang lain yang dimungkinkan menulis Injil Yahya itu sudah pasti bukan Yahya bin Zabdi karena ia telah meninggal sebelum tahun 70 seperti yang juga telah dikuatkan dalam Encyclopaedia tersebut. Mungkin penulis injil itu seorang mahasiswa perguruan Iskandariyah yang mengakukan diri sebagai Yahya murid Yesus, demikianlah pendapat Prof. Stadlein (Prof. Dr. A. Shalaby : Agama Masehi hal : 104).
- Yahya Presbyter adalah seorang ketua jum’at di Asia Kecil. Dan dalam Kitab Wahyu diterangkan bahwa Yahya melihat Arsy Allah dikelilingi oleh 24 orang ketua jum’at bukan 24 rasul. Dan ini dapat disimpulkan bahwa penulisnya seorang ketua jum’at pula yaitu Yahya Presbyter. Hal ini bertambah jelas pada Surat Kiriman Yahya kedua dan ketiga yang dimulai dengan kata-kata : “Dari pada aku, seorang ketua . . .. . dan seterusnya”.
- Asia Kecil di mana Yahya Presbyter bekerja adalah pusat perkembangan ajaran mistik, dan isi Wahyu kepada Yahya juga bersifat mistik. Tidak mungkin rasanya Yesus mengajarkan mistik semacam ini kepada muridnya Yahya bin Zabdi.
Ketika Kitab Perjanjian Baru diresmikan oleh sidang gereja pada akhir abad kedua, waktu itu baru berisi 21 kitab yang disyahkan, belum berjumlah 27 kitab seperti sekarang ini. Masih ada 6 kitab yang disangsikan kewahyuannya antara lain Kitab Wahyu Yahya tersebut di atas serta Surat kiriman Yahya kedua dan ketiga. Penolakan itu karena kesangsian akan kewahyuannya, sebab mustahil Allah memberi wahyu kepada seseorang yang bukan nabi, atau mungkin karena santernya petunjuk bahwa memang bukan Yahya murid Yesus yang menulisnya tetapi Yahya Presbyter itu.
Barulah pada sidang gereja di Hippo tahun 393 dan di Kartago tahun 397, dengan bersusah payah dan perdebatan sengit, akhirnya Kitab Wahyu berhasil disyahkan sebagai Wahyu Allah dan dimasukkan ke dalam Kitab Perjanjian Baru.
------------------------
Sekitar Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, H. Djarnawi Hadikusuma, PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta, halaman 42-47.
Barulah pada sidang gereja di Hippo tahun 393 dan di Kartago tahun 397, dengan bersusah payah dan perdebatan sengit, akhirnya Kitab Wahyu berhasil disyahkan sebagai Wahyu Allah dan dimasukkan ke dalam Kitab Perjanjian Baru.
------------------------
Sekitar Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, H. Djarnawi Hadikusuma, PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta, halaman 42-47.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar