"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Jumat, 30 November 2012

MENJUNJUNG TINGGI KEHORMATAN KAUM MUSLIMIN (11)

Abu Umarah (Albarra’) bin Azib r.a. berkata : Rasulullah menyuruh kami tujuh macam dan mencegah dari tujuh macam. Menyuruh kami ziarah orang sakit, dan menghantar janazah, dan mendo’akan orang bersin jika membaca ALHAMDULILLAH, dan menepati apa yang di sumpahkan, dan membela orang yang dianiaya, dan mendatangi undangan, dan menyebarkan salam. Dan mencegah kami dari bercincin emas, dan minum dari wadah perak, dan duduk di atas sutra, dan baju sutra dan memakai sutra tipis atau tebal atau yang mengkilat. (HR. Buchary dan Muslim).

Dalam lain riwayat dalam bagian perintah ada tambahan : Dan menanyakan barang hilang yang belum didapat. Dan larangan duduk di atas sutra baik pelana atau lain-lainnya.
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 242.

WUDLU’ (6)

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata ; Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : “Sesungguhnya ummatku akan datang di hari kiamat dalam keadaan cemerlang mukanya dan dua tangannya dari bekas wudlu’: barangsiapa dari antara kamu dapat melebarkan cemerlangnya, kerjakanlah”. Muttafaq ’alaih, dan lafadh ini dalam riwayat Muslim.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 23.

LIMA MUTIARA KEBERUNTUNGAN

Sayidina Ali berkata : “Wahai manusia, jagalah lima wasiatku. Jika kamu memegangnya erat-erat dengan segala kesiapan sehingga kamu dapat melaksanakannya, kamu tidak akan dapat keuntungan yang lebih besar darinya. Wasiat itu adalah :
  1. Hendaklah kamu tidak berharap kecuali kepada Tuhanmu
  2. Hendaklah kamu tidak takut kecuali kepada dosa-dosamu
  3. Hendaklah kamu tidak malu untuk belajar jika tidak tahu
  4. Hendaklah orang yang alim berkata : ‘Aku tidak tahu,’ apabila dia memang tidak tahu.
  5. Dan bukankah yang kelima darinya adalah Sabar? Karena sesungguhnya kedudukan sabar dan iman adalah seperti kedudukan kepala dan badan. Barang siapa yang tidak mempunyai kesabaran, mereka itu adalah orang yang tidak mempunyai iman. Orang yang tidak mempunyai kepala tidak akan mempunyai jasad. Tidak ada kebaikan yang akan diperoleh dalam membaca kecuali dengan tadabbur (mencerna). Tidak ada kebaikan yang akan diperoleh dalam beribadab kecuali dengan tafakkur (penghayatan). Tidak ada kebaikan yang akan didapat dalam bersikap mulia kecuali dengan adanya ilmu. Maukah aku katakan kepada kamu tentang orang yang benar-benar berilmu? Mereka adalah orang yang tidak menghiasi kedurhakaan (maksiat) kepada Allah bagi hamba-hamba-Nya dan tidak mendoakan kesusahan untuk mereka serta tidak membuat mereka putus asa dari tingkah lakunya.”
----------------------------------------------
MEMPERTAJAM KEPEKAAN SPIRITUAL, Majdi Muhammad Asy-Syahawy, Bina Wawasan Press, Jakarta 2001, halaman 155.

Kamis, 29 November 2012

MANUSIA DAN AKIDAHNYA

Tetapi, apabila dalam usahanya menghadapi orang dan ideanya itu, ia menggunakan kekerasan senjata maka kekerasan senjata itu pun harus dilawan dengan kekerasan senjata pula, bila memang mampu ia berbuat begitu. Tidak lain sebabnya ialah, karena harga diri manusia itu tersimpul hanya dalam sepatah kata saja, yaitu : akidahnya. Akidah itu lebih berharga — bagi orang yang mengenal arti kemanusiaan — daripada harta, daripada kekayaan, kekuasaan dan daripada hidupnya sendiri; hidup materi yang sama-sama dimiliki oleh manusia dan hewan, sama-sama, makan dan minum, mengalami pertumbuhan tubuh dan enersi. Akidah adalah suatu komunikasi moral antara manusia dengan manusia, dan komunikasi rohani antara manusia dengan Tuhan. Nasib inilah yang telah memberikan kelebihan kepada manusia di atas makhluk lain dalam hidup ini, yang membuat dia mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Ia mengutamakan orang yang hidup sengsara, hidup miskin dan tidak punya, daripada keluarganya sendiri, meskipun keluarganya itu sedang dalam kekurangan. Ia mengadakan komunikasi dengan alam semesta supaya bekerja secara tekun, supaya dapat mengantarkannya kepada kesempurnaan hidup seperti yang sudah diberikan Tuhan kepadanya.
Apabila akidah yang semacam ini yang ada pada manusia, lalu ada orang lain yang mau membuat fitnah, mau menceraikannya, sedang dia tak erat membela diri, ia harus berbuat seperti dilakukan orang-orang Islam dahulu sebelum mereka hijrah ke Medinah. Dideritanya segala perbuatan kejam dan serba kekerasan itu, dihadapinya segala penghinaan dan ketidakadilan, dengan hati yang tabah. Rasa lapar dan serba kekurangan yang bagaimanapun juga tidak sampai menghalangi semangatnya berperang terus pada akidahnya.
Inilah yang telah dilakukan oleh orang-orang Islam dahulu, dan ini pula yang telah dilakukan oleh orang-orang Kristen dahulu.
Akan tetapi mereka yang tabah mempertahankan akidah itu bukanlah orang-orang kebanyakan. Mereka terdiri dari manusia-manusia terpilih, yang telah diberi kekuatan iman oleh Tuhan, sehingga karenanya akan terasa kecil segala siksaan dan kekejaman yang dialaminya, sehingga dapat ia meratakan gunung-gunung, dan apa yang dikatakannya kepada gunung supaya pindah dari tempatnya, gunung itu akan pindah — seperti kata Injil juga. Tetapi jika orang menangkis fitnah dengan senjata yang dipakai membuat fitnah itu dan dapat menolak pihak yang akan menghalanginya dari jalan Allah dengan cana yang dipakainya itu pula, maka orang itu harus melakukannya. Kalau tidak ini berarti, akidahnya masih goyah, imannya pun masih lemah.
Inilah yang telah dilakukan oleh Muhammad dan sahabat-sahabatnya setelah keadaannya di Medinah mulai stabil. Dan ini pula yang telah dilakukan oleh orang-orang Kristen setelah kekuasaan mereka di Rumawi dan Rumawi Timur mulai stabil, dan sesudah hati maharaja-maharaja Rumawi itu mulai pula lunak terhadap agama Kristen.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 237-238.

WUDLU’ (5)

Dari Laqit bin Shabirah r.a., ia berkata ; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Sempurnakanlah wudlu’, dan gosoklah antara jari, dan isaplah air ke hidung, dengan sungguh-sungguh, kecuali kalau kamu sedang berpuasa”. Dikeluarkan oleh Imam yang Empat (Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Nasa’i), dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah.

Dan pada suatu riwayat Abu Daud: “Apabila engkau berwudlu’, berkumur-kumunlah!”.

Dari Utsman r.a. ; “Bahwasanya Nabi s.a.w. pernah menggosok-gosok antara janggutnya dalam berwudlu’. Dikeluarkan oleh Tirmidzi, dan disahkan oleh Khuzaimah

Dari Abdullah bin Zaid r.a., ia berkata ; “Bahwasannya Nabi s.a.w. diberi (air) dua pertiga mud, lalu beliau menggosok dua tangannya”.
Dikeluarkan oleh Ahmad; dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah

Dari padanya pula, bahwasannya ia melihat Nabi s.a.w. mengambil air buat dua telinganya, bukan air yang untuk kepalanya. Dikeluarkan oleh Baihaqi. Dan hadits ini menurut Muslim dan riwayat itu juga, dengan lafadh: “Dan Nabi mengusap kepalanya dengan air yang bukan air sisa dua tangannya dan inilah lafadh yang mahfudh (kedudukan hadist lebih kuat dari yang lain yang sama meski sama-sama sahih”.
-------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 22-23.

MENJUNJUNG TINGGI KEHORMATAN KAUM MUSLIMIN (10)

Abu Hurairah r.a berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w : Hak seorang muslim terhadap sesama muslim ada lima : 1. Menjawab Salam, 2. Melawat (menengok.) orang sakit, 3. Menghantar mayat (Janazah). 4. Mendatangi Undangan. 5. Mendo’akan orang bersin jika mengucap ALHAMDULILLAH, dengan ucapan YARHAMUKALLAH. (HR. Buchary dan Muslim).

Dalam riwayat Muslim : Hak seorang muslim kepada sesama muslim ada enam : 1. Jika bertemu memberi salam, 2. Jika mengundang harus didatangi, 3. Jika minta nasehat harus dinasehati, 4. Jika bersin dan membaca ALHAMDULILLAH harus dijawab: YARHAMUKALLAH. 5. Jika sakit harus ditengok (diziarahi), 6. Jika mati harus diantar jenazahnya;
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 241-242.

ISLAM AGAMA KODRAT

Islam bukan agama ilusi dan khayal, juga bukan agama yang terbatas mengajak individu saja mencapai kesempurnaan, tapi Islam adalah agama kodrat (fitrat), yang dengan itu seluruh umat manusia, dalam anti individu dan masyarakat, dikodratkan. Ia adalah agama yang didasarkan pada kebenaran, kebebasan dan tata-tertib. Dan oleh karena perang adalah kodrat manusia juga, maka membersihkan atau mengoreksi pikiran tentang perang dalam jiwa kita lalu menempatkannya ke dalam batas-batas kemampuan manusia yang maksimal, adalah cara yang mungkin dapat dicapai oleh kodrat manusia itu, dan yang akan melahirkan kelangsungan evolusi hidup umat manusia dalam mencapai kebaikan dan kesempurnaannya.
Koreksi atas konsepsi perang ini yang paling baik ialah hendaknya jangan sampai terjadi perang kecuali untuk membela diri, membela keyakinan dan kebebasan berpikir serta berusaha ke arah itu. Hendaknya rasa harga diri umat manusia secara integral benar-benar dipelihara.
Inilah yang sudah menjadi ketentuan Islam seperti yang sudah kita lihat dan yang akan kita lihat nanti. Ini pulalah yang digariskan oleh Qur’an seperti yang sudah dan yang akan kita kemukakan kepada pembaca mengenai peristiwa-peristiwa serta hubungannya maka Quran itu diturunkan.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 239-240.

Rabu, 28 November 2012

WUDLU’ (4)

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda : “Apabila seseorang di antara kamu bangun dari tidurnya, hendaklah ia mengisap air ke hidungnya dan menghembuskannya. tiga-tiga kali, sebab syetan bermalam di lubang hidungnya”. Muttafaq ’alaih.

Dan dari padanya pula : “Apabila seseorang di antara kamu bangun dari tidurnya, maka janganlah ia menyelamkan tangannya dalam bejana sebelum ia mencucinya tiga kali, sebab ia tidak tahu di mana tangannya itu bermalam”. Muttafaq alaih, dan lafadh ini dalam riwayat Muslim.
--------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 21-22.

MENJUNJUNG TINGGI KEHORMATAN KAUM MUSLIMIN (9)

Abu Hurairah r.a. berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w. : Seorang muslim saudara kepada sesama orang muslim, tidak boleh dikhiyanati (ditipu) tidak boleh didustai, tidak boleh dibiarkan dihina orang. Semua hak seorang muslim kepada sesama orang muslim haram kehormatannya, harta kekayaannya dan darahnya. Taqwa adalah di sini (sambil menunjuk dada). Cukup bagi seorang, termasuk ke dalam kejahatan kalau ia menghina saudaranya sesama muslim. (HR. Attirmidzy)

Abu Hurairah r.a berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w : Jangan hasud (iri hati) menghasud, dan jangan menawar barang, sekedar untuk menjerumuskan lain orang, dan jangan benci-membenci, dan jangan belakang.membelakangi dan jangan menjual atas penjualan lain orang (berebut menawar atau menjual barang), dan jadilah kamu hamba Alllah sebagai saudara. Seorang muslim saudara kepada sesama muslim, tidak boleh menganiaya dan tidak boleh merendahkannya, dan tidak boleh membiarkan dihina lain orang. Taqwa adalah di sini (sambil menunjuk ke dada-Nya, dan diucapkan tiga kali). Cukuplah sebagai kejahatan seorang, kalau ia menghina saudaranya sesama muslim. Semua hak seorang muslim terhadap sesama muslim haram : Darahnya dan hartanya dan kehormatannya.
(HR. Muslim)

Annajesy : Menawar barang tidak akan dibeli hanya sekedar untuk menjerumuskan lain orang, supaya ditawar lebih mahal. Menjual atas penjualan lain orang : Berkata kepada pembeli : Kembalikan barang itu kepada penjual dan saya sanggup memberi kepadamu yang lebih baik atau lebih murah.

Anas r.a berkata : Bersabda Nabi s.a.w : Tiada sempuma iman salah seorang kamu, sehingga suka kepada saudaranya sesama muslim sebagai yang ia suka pada dirinya sendiri. (HR. Buchary dan Muslim)

Menganggap saudaranya sesama Muslim sebagai dirinya sendiri, mempunyai kepentingan yang sama.

Anas r.a berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w : Tolonglah saudaramu baik ia dholim (menganiaya) atau dianiaya. Orang bertanya : Ya Rasulullah, kami dapat menolong jika ia dianiaya, maka bagaimana kami menolongnya, jika ia menganiaya? Jawab Nabi : Kau cegah ia dari menganiaya, itu berarti kau menolongnya dari penganiayaan.
(HR. Buchary)
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 239-241.

BEGINILAH PENGARUH AL-QURAN TERKADAP PARA SHALIHIN

PERTAMA. Shalih al-Murri (namanya adalah Shalih bin Basyir al-Murri, dia termasuk dalam kelompok para perawi yang lemah, meninggal tahun : 172, keadaannya telah diterangkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi) berkata : “Malik bin Dinar (dia adalah Abu Yahya Malik bin Dinar al-Bashri. seorang perawi hadits. Dia adalah seorang yang wara’, hidup dari hasil usahanya sendiri, dan seorang penulis Al-Qu’ran dengan mengambil upah) berkata : “Marilah pergi bersamaku ke daerah Jabban, karena aku telah berjanji dengan seorang temanku untuk mengunjungi Abu Juhair Mas’ud al-Dharir (dia adalah ahli ibadah penduduk Bashrah, seorang yang saleh. Ibnu Jauzi telah menulis tentang biografinya dalam kitab Shifah al-Shafrah. No: 539). Kemudian aku ikut bersama Malik ke Jabban. Tiba-tiba kami bertemu dengan Muhammad bin Wasi (dia adalah Muhammad bin Wasi bin Jabir, Abu Bakar al-Bashri. Dia adalah seorang tsiqah dan ‘abid. Dia banyak mempunyai jalan riwayat, biografinya ditulis oleh Muslim. Abu Daud. Tirmidzi. dan Nasa’i. Meninggal pada tahun 123 H), Tsabit al-Bannani (dia adalah Tsabit bin Aslam al-Bannani, seorang yang zuhud. ‘abid, dan tsiqah (wara dan terpercaya), hadits-haditsnya terdapat dalam Kitab Hadits yang enam.), Hahib al-Ajami (dia adalah Habib bin Muhammad al-Farisi seorang yang zuhud dan abid (tekun beribadah), biografinya telah ditulis oteh Ibnu al-Jauzi dalam kitab Shifah al-Shafwah, No: 536), serta sekelompok orang. Aku berkata: ‘Ini adalah hari yang berbahagia.’ Kemudian kami semuanya berangkat menuju rumah Abu Juhair. Merupakan kebiasaan Malik bin Dinar apabila melalui sebuah tempat yang bersih, dia akan berkata : ‘Wahai Tsabit marilah kita shalat di sini semoga tempat ini akan menjadi saksi bagi kita esok hari.’ lalu Tsabit pun shalat bersamanya...
Ketika kami sudah sampai di daerah Abu Juhair al-Dharir (yang buta matanya), kami bertanya kepada penduduknya di mana rumahnya. Mereka menjawab : “Sekarang dia akan keluar untuk shalat di masjid.” Lalu kami pun menunggunya. Kemudian keluarlah seorang laki-laki yang berjalan dengan lamban dan masuk ke dalam masjid. Ketika sampai di pintu mesjid, dia berdiri dalam keadaan terkejut seperti orang yang sedang dibangkitkan dari kubur. Kemudian dia shalat beberapa rakaat dan ketika salta wajib telah diiqamahkan, kami semua ikut shalat bersamanya. Setelah shalat, kami bermusyarah tentang siapa yang pertama akan mengucapkan salam kepadanya (Abu Juhair). Lalu majulah Muhammad bin Wasi untuk mengucapkan salam kepadanya. Dia menjawab salam dan berkata : ‘Siapakab kamu? semoga Allah merahmati kamu.’ Dia menjawab: ‘aku adalah Muhammad bin Wasi.’ Dia berkata : ‘Selamat datang buatmu, apakah kamu yang disebut oleh penduduk negeri sebagai orang yang paling panjang shalatnya? Duduklah di sini karena aku sudah menginginkan agar dapat bertemu denganmu.’ Kemudian Habib al-Ajamy mengucapkan salam, lalu dia menjawab salam itu dan berkata : ‘Semoga Allah merahmatimu, siapakah kamu?’ Dia menjawab : ‘Habib.’ Dia berkata: ‘Apakah kamu yang dikatakan orang-orang sebagai orang yang setiap kali meminta kepada Allah, maka Dia akan mengabulkannya? Apakah kamu juga berdoa kepada-Nya agar Dia merahasiakan itu untuk-Mu? Duduklah kamu di sini dan semoga Allah merahmati kamu.’ Lalu dia menarik tangan Habib dan mendudukkannya di sampingnya. Kemudian Malik bin Dinar bergerak ke arahnya untuk mengucapkan salam. Dia menjawab salamnya dan berkata : ‘Semoga Allah merahmatimu, siapakah namamu?’ Dia menjawab: ‘Malik bin Dinar.’ Dia berkata : ‘Hm..Hm.. Abu Yahya jika sekiranya engkau benar-benar seperti yang dikatakan oleh orang-orang, apakah engkau yang dikatakan mereka sebagai orang yang paling zuhud? Duduklah, maka sekarang cita-citaku telah dikabulkan Allah.”
Shaleh al-Murri melanjutkan penuturannya: “Kemudian aku maju ke hadapannya sambil mengucapkan salam. Dia menjawab salamku dan bertanya : ‘Semoga Allah merahmatimu, siapakah namamu?’ Aku menjawab : ‘Shaleh.’ Dia berkata : ‘Apakah kamu seorang faqih (ahli syariat Islam) dan seorang Qari (penghafal Al-Qur’an)?’ Aku menjawab : ‘Benar.’ Dia berkata : ‘Wahai Shaleh, bacalah Al-Qur’an!’ Aku segera mulai membaca Al-Qur’an. Belum sempat aku selesai membaca isti’adzah (a ‘udzu-billahi minassyaithanirrajim), dia segera jatuh pingsan Setelah kembali sadar, dia berkata : ‘Kembalilah engkau, lanjutkan bacaanmu, wahai Shaleh!’ Lalu aku membaca : “Dan Kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. Penghuni-penghuni surga pada waktu itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya. “ (al-Furqan : 23)
Kemudian dia (Abu Juhair) berteriak dengan suatu teriakan, lalu wajahnya tertunduk ke tanah dan terlihatlah sebagian dari tubuhnya. Lalu dia menjerit dan kemudian tenang. Kami segera mendekatinya, ternyata dia telah meninggal dunia.
Setelah peristiwa ini, kami menanyakan kepada orang-orang tentang orang-orang yang berhubungan dekat dengannya. Mereka menjawab : “Ada seorang wanita tua yang selalu melayani keperluannya yang biasanya datang pada hari-hari tertentu.” Lalu kami mengutus seseorang untuk menemuinya. Setelah wanita itu datang, dia bertanya : “Apakah yang terjadi dengannya?” Kami menjawab : “Ketika Al-Qur’an dibacakan untuknya, dia meninggal.” Wanita itu berkata : “Benar ... demi Allah, siapakah yang telah membacakan Al-Qur’an untuknya? Barangkali pembacanya adalah al-Qani?.” Kami menjawab : “Kalau begitu, apakah kamu tahu siapakah Shaleh itu?” Dia menjawab : “Saya tidak kenal dengannya, tetapi aku sering mendengar dia (Abu Juhair) menyebut namanya sambil berucap : ‘Jika Shaleh membaca AlQur’an untukku, dia akan membunuhku.” Kami berkata : “Memang dialah yang membaca Al-Qur’an untuknya.” Wanita itu berkata : “Dialah yang telah membunuh orang yang aku kasihi.” Kemudian kami segera mengurus jenazahnya dan menguburkannya.

KEDUA. Manshur bin Ammar berkata : “Pada suatu ketika aku masuk ke kota Kufah. Ketika aku berjalan di malam hari yang sangat gelap, tiba-tiba aku mendengar tangisan seorang laki-laki dari sebuah rumah dengan suara yang rnenyedihkan sambil berkata : “Wahai Tuhanku, demi kebesaran dan keagungan-Mu, dengan kemaksiatan yang aku lakukan ini, aku tidak bermaksud mengingkari-Mu. Aku berbuat maksiat kepada-Mu hanyalah karena kejahilanku. Tetapi, sekarang siapakah yang akan menyelamatkanku dari azab-Mu? Dan dengan tali siapakah aku akan bergantung apabila Engkau telah memutuskan tali-Mu kepadaku? Aduhai, betapa banyak dosaku, aduhai aku memohon kepada-Mu, ya Allah.’ Mendengar perkataannya tersebut, aku pun turut menangis dan membaca ayat : “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, di atasnya terdapat para malaikat yang kasar lagi keras yang tidak pernah mengingkari segala perintah Allah sedangkan mereka selalu mengerjakan apa-apa yang diperintahkan kepada mereka.” (at-Tahrim : 6)
Setelah membaca surat ini, aku mendengar suara keras dari laki-laki tersebut. Lalu aku berhenti sehingga aku tidak mendengar suaranya lagi dan akupun segera berlalu.’
Pada pagi harinya aku datang ke rumah laki-laki tersebut. Akan tetapi, aku sudah menemuinya meninggal dunia sedangkan orang-orang sibuk mengurus jenazahnya dan di situ terdapat pula seorang wanita tua yang sedang menangis. Aku bertanya kepada orang-orang tentang wanita tersebut. Mereka menjawab: “Dia adalah ibunya.” Lalu aku mendekati ibunya dan bertanya tentang keadaan anaknya itu. Dia menjawab : “Dia suka berpuasa di siang hari dan shalat malam. Dia berusaha dengan usaha yang halal. Dia membagi hasil usahanya kepada tiga bagian : sepertiga untuk belanjanya sendiri, sepertiga untuk belanja diriku, dan sepertiganya lagi untuk disedekahkan. Pada malam tadi ada seseorang yang lewat di sini sambil membaca sepotong ayat Al-Qur’an. Dia mendengarnya dan kemudian meninggal dunia.”

KETIGA. Pada suatu ketika Madhar al-Qari membaca ayat : “Inilah kitab Kami berbicara kepada kamu dengan kebenaran. (al-Jatsiyah : 29)
Ketika Abdul Wahid bin Zaid mendengarnya dia menangis hingga pingsan. Ketika sadar dari pingsannya, dia berkata : “Demi kebesaran dan keagungan-Mu, aku tidak akan mendurhakai-Mu lagi selama-lamanya sekuat tenagaku. Maka, tolonglah aku dengan taufik-Mu untuk menaati-Mu.” Kemudian dia mendengar seorang qari membaca ayat : “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhan-Mu dalam ridha lagi diridhai.” (al-Fajr : 27 - 28)
Lalu dia meminta pembaca tersebut mengulangi bacaannya sambil berkata : “Sudah berapa kalikah aku katakan kepadamu, kembalilah!” Diapun pingsan karena takut kepada Allah dan azab-Nya serta tobat kepada Allah. Setelah itu dia menjadi seorang hamba yang saleh.
----------------------------------------------
MEMPERTAJAM KEPEKAAN SPIRITUAL, Majdi Muhammad Asy-Syahawy, Bina Wawasan Press, Jakarta 2001, halaman 146-150.

Selasa, 27 November 2012

WUDLU’ (3)

Dari Ali ra. tentang sifat wudlu’ Nabi s.a.w., ia berkata : “Dan beliau mengusap kepalanya satu kali”. Dikeluarkan oleh Abu Daud. Dan dikeluarkan oleh Tirmidzi dan Nasa’i dengan sanad yang shahih, bahkan Tirmidzi berkata : “Sesungguhnya hadits ini adalah paling shahih dalam bab ini (usap kepala)”

Dari Abdullah bin Zaid bin Ashim r.a. tentang sifat wudlu’, ia berkata ; “Dan Rasulullah s.a.w. mengusap kepalanya, beliau usapkan dari muka ke belakang dan mengembalikannya”.
Muttafaq alaih.

Dan dalam lafadh lain dalam riwayat Bukhari-Muslim. “Beliau memulai dari depan kepalanya, sehingga beliau usapkan dua tangannya sampai tengkuknya, kemudian beliau kembalikan dua tangannya itu ke tempat beliau memulai tadi”.

Dari Abdullah bin Amr r.a. tentang sifat wudlu’, ia berkata ; “Kemudian Nabi mengusap kepalanya, dan beliau masukkan dua jari telunjuknya ke dalam telinganya, dan mengusap bagian luar dua telinganya dengan dua ibu jarinya”.
Dikeluarkan oleh Abu Daud dan Nasa'i; dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah.

Ada hadits lain yang menerangkan bahwa Nabi s.a.w. pernah berwudlu’ satu-satu kali dan dua-dua kali, dan tiga-tiga kali Adapun dalam “mengusap kepala” tidak ada keterangan yang lebih kuat kecuali beliau mengusap satu kali saja. Kebanyakan Ahli-ahli Fiqh memandang tidak ada fadlilahnya mengusap kepala lebih dari satu kali (Bidayatul Mujtahid 12).
-----------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 20-21.

QUR’AN DAN PERANG

Fitnah itu lebih besar dari pembunuhan. Memang benar. Bahkan Barangsiapa melihat orang lain mencoba membujuk atau memfitnah orang dari agamanya atau menghalangi dari jalan Allah ia harus berjuang demi Allah melawan fitnah itu sampai agama dapat diselamatkan. Di sinilah kalangan Orientalis dan misi-misi penginjil itu mengangkat suara keras-keras : Lihatlah tuan-tuan! Muhammad dan agamanya itu menganjurkan orang berperang dan berjuang demi Allah (aljihad fi sabilillah) atau memaksa orang masuk Islam dengan pedang. Bukankah ini yang namanya fanatik? Sedang agama Kristen tidak mengenal adanya peperangan dan membenci perang. Sebaliknya malah menganjurkan toleransi memperkuat tali persaudaraan antara sesama manusia, untuk Tuhan dan untuk Jesus.
Sebenarnya saya tidak ingin berdebat dengan mereka, kalau saya mengutip sebuah kalimat saja dalam Injil : “Bukannya Aku datang membawa keamanan, melainkan pedang .......... ” dan seterusnya juga tidak tentang arti yang terkandung dalam kalimat tersebut. Umat Islam mengakui agama Isa itu seperti sudah disebutkan dalam Quran. Tetapi yang terutama perlu saya sampaikan ialah menjawab kata-kata mereka : Muhammad dan agamanya menganjurkan perang dan memaksa orang masuk Islam dengan pedang. Ini adalah suatu kebohongan yang ditolak oleh Quran :
“Tak ada pemaksaan dalam agama. Sudah jelas mana jalan yang benar, mana yang salah.” (QS 2 : 256)
“Berjuanglah kamu demi Allah melawan mereka yang memerangi kamu. Tetapi janganlah kamu melakukan pelanggaran (agresi) sebab Allah tidak menyukai orang-orang yang melakukan pelanggaran.“ (QS. 2 : 190)
Dan masih banyak ayat-ayat lain selain dari kedua ayat suci tersebut.

BERJUANG UNTUK ALLAH
Dalam arti yang sebenarnya, berjuang demi Allah, ialah seperti disebutkan dalam ayat-ayat yang kita kutip tadi dan yang turun sehubungan dengan pasukan Abdullah bin Jahsy, yaitu memerangi mereka yang membuat fitnah dan membujuk si Muslim dari agamanya atau mengalanginya dari jalan Allah. Perang dalam arti untuk kebebasan berdakwah agama. Atau dengan kata lain menurut bahasa sekarang : Mempertahankan idea dengan senjata yang dipergunakan oleh pihak yang memerangi idea itu. Apabila ada seseorang yang hendak membujuk orang lain dengan jalan propaganda dan logika tanpa memaksanya dengan atau tanpa kekerasan melalui cara-cara suap-menyuap atau penyiksaan dengan maksud supaya orang itu meninggalkan ideanya — maka sudah tentu ia akan menghadapi orang itu dengan jalan menggugurkan argumen dan logikanya tadi.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 235-236.

MENJUNJUNG TINGGI KEHORMATAN KAUM MUSLIMIN (8)

Ibn Umar r.a. berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w. : Seorang Muslim bersaudara kepada sesama orang Muslim, tidak boleh menganiayanya dan tidak boleh dibiarkan dianiaya oleh lain orang. Dan siapa menyampaikan hajat saudaranya, niscaya Allah menyampaikan hajatnya. Dan siapa membebaskan kesukaran seorang muslim di dunia, niscaya Allah membebaskan kesukarannya dihari qiyamat. Dan siapa yang menutup aurat kejelekan seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi kejelekan dihari qiyamat. (HR. Buchary dan Muslim)

Menutup aurat, cacat, cela, kebusukan yang tidak baik kalau dibuka pada lain orang, Allahpun tidak akan membuka kebusukannya dimuka orang lain di hari Qiyamat.
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 238-239.

Senin, 26 November 2012

WUDLU’ (2)

Dari Humran, bahwasanya Utsman meminta air untuk berwudlu’. Lalu beliau mencuci dua tangannya tiga kali, lalu berkumur-kumur dan mengisap air ke hidung dan menghembuskannya, lalu membasuh muka tiga kali, kemudian mencuci tanan kanannya sampai siku tiga kali, lalu yang kiri seperti itu, lalu mengusap kepalanya, lalu mencuci kakinya yang kanan sampai mata kaki tiga kali, lalu yang kiri seperti itu, kemudian “Aku pernah melihat Rasulullah s.a.w. berwudlu’ seperti wudlu’ku ini”. Muttafaq ‘alaih.
-----------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 20.

MENJUNJUNG TINGGI KEHORMATAN KAUM MUSLIMIN (7)

Jundub bin Abdullah r.a. berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w. : Siapa yang sholat subuh pada waktunya berjama’ah, maka ia berada dalam jaminan Allah dengan amannya, karena itu jangan sampai kamu dituntut oleh Allah, dari hal jaminan-Nya itu dengan sesuatu apapun dan barangsiapa dituntut oleh Allah dalam hal yang demikian itu, pasti akan didapat-Nya, kemudian dijerumuskan kedalam neraka Jahanam. (HR. Muslim)
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 238.

KAMU TELAH MEMENUHI BUMI DENGAN KEZHALIMAN, MAKA TAKUTLAH KEPADA ALLAH

Sufyan ats-’Tsauri berkata : “Ketika aku dihadapkan kepada Abu Ja’far al-Manshur (al-Mahdi), dia berkata kepadaku : ”Katakanlah kebutuhanmu kepadaku agar aku dapat memenuhinya.” Aku menjawab : “Tàkutlah engkau kepada Allah, karena engkau telah memenuhi bumi ini dengan kezhaliman, dan hendaklah engkau mengambil suatu pelajaran darinya.”
Kemudian dia mengangguk-anggukkan kepalanya seraya bekata : “Apakah kamu mengira bahwa aku tidak dapat memenuhi kebutuhanmu?” Aku menjawab : “Biarkanlah itu untuk orang-orang selainmu.”
Kemudian dia mengangguk-anggukkan kepalanya seraya berkata : “Sampaikanlah kebutuhanmu kepadaku agar aku dapat memenuhinya.” Aku menjawab : “Kamu dapat mencapai kedudukan yang tinggi ini adalah dengan pedang kaum Muhajirin dan Anshar sedangkan anak-anak mereka sekarang ini dalam keadaan mati kelaparan. Mereka dan orang-orang yang mengikuti mereka sekarang ini sedang berada di pintumu, maka takutlah kamu kepada Allah dan penuhilah hak-hak mereka.”
Kemudian dia mengangguk-anggukkan kepalanya dan berkata : “Katakanlah kebutuhanmu kepadaku agar aku dapat memenuhinya.” Aku menjawab : “Kebutuhan apa yang akan aku katakan padamu, sementara aku mendengar Isma’il bin Khalid berkata : ”Pada waktu Umar bin Khaththab menunaikan ibadah haji, dia berkata kepada bendaharanya : “Berapa banyakkah uang negara yang engkau keluarkan untuk biaya haji ini?” Dia menjawab : “Beberapa puluh dirham saja.” Sedangkan, di sini aku melihat pembelanjaan yang sangat banyak hingga tidak terbawa oleh banyak onta.”
----------------------------------------------
MEMPERTAJAM KEPEKAAN SPIRITUAL, Majdi Muhammad Asy-Syahawy, Bina Wawasan Press, Jakarta 2001, halaman 119-120.

Minggu, 25 November 2012

WUDLU’ (1)

Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasuul1ah s.a.w., bahwasannya beliau pernah bersabda : “Sekiranya tidak memberatkan bagi ummatku, niscaya aku perintahkan mereka menggosok gigi tiap-tiap berwudlu”. Dikeluarkan oleh Malik, Ahmad dan Nassa’i, Ibnu Khuzaimah pun mengesahkannya. Bukhari menyebut hadits mu’allaq (hadist yang tidak disebutkan sanadnya).
---------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 19.

FITNAH LEBIH BESAR DAN PEMBUNUHAN

Sesampainya di Medinah Abdullah bin Jahsy membawa kafilah kedua orang tawanannya itu kepada Rasul, dan kelima barang rampasan itu diserahkan mereka kepada Muhammad. Tetapi setelah melihat mereka ini ia berkata : “Aku tidak memerintahkan kamu berperang dalam bulan suci.”
Kafilah dan kedua tawanan itu ditolaknya. Samasekali ia tidak mau menerima. Abdullah bin Jahsy dan teman-temannya merasa kebingungan sekali. Teman-teman sejawat mereka dari kalangan Muslimin pun sangat menyalahkan tindakan mereka itu.
Kesempatan ini oleh Quraisy sekarang dipergunakan. Disebarkannya provokasi ke segenap penjuru, bahwa Muhammad dan kawan-kawannya, telah melanggar bulan suci, menumpahkan darah, merampas harta-benda dan menawan orang. Karena itu orang-orang Islam yang berada di Mekah pun lalu menjawab, bahwa saudara-saudara mereka seagama yang kini hijrah ke Medinah melakukan itu dalam bulan Sya’ban. Lalu datang orang-orang Yahudi turut mengobarkan api fitnah. Ketika itulah datang firman Tuhan : “Mereka bertanya kepadamu tentang perang dalam bulan suci. Katakanlah: “Perang selama itu adalah soal (pelanggaran) besar. Tetapi menghalangi orang dari jalan Allah dan mengingkari-Nya, menghalangi orang memasuki Mesjid Suci dan mengusir orang dari sana, bagi Allah lebih besar (pelanggarannya). Fitnah itu lebih besar dari pembunuhan. Dan mereka akan tetap memerangi kamu, sampai mereka berhasil memalingkan kamu dari agamamu, kalau mereka sanggup.” (QS 2 : 217)

Dengan adanya keterangan Quran dalam soal ini hati kaum Muslimin merasa lega kembali. Penyelesaian kafilah dan kedua orang tawanan itu kini di tangan Nabi, yang kemudian oleh Quraisy akan ditebus kembali. tetapi kata Nabi : ”Kami takkan menerima penebusan kamu, sebelum kedua sahabat kami kembali — yakni Sa’d bin Abi Waqqash dan ‘Utba ibn Ghazwan. Kami kuatirkan mereka di tangan kamu. Kalau kamu bunuh mereka, kawan-kawanmu ini pun akan kami bunuh.”
Setelah Sa’d dan ‘Utba kembali, Nabi mau menerima tebusan kedua tawanan itu. Tapi salah seorang dari mereka, yaitu Al-Hakam bin Kaisan masuk Islam dan tinggal di Medinah, sedang yang seorang lagi kembali kepada kepercayaan nenek-moyangnya.
Pasukan Abdullah bin Jahsy ini dan ayat suci yang diturunkan karenanya itu, patut sekali kita pelajari. Menurut hemat kami, ini adalah suatu persimpangan jalan dalam politik Islam. Kejadian ini merupakan peristiwa baru, yang memperlihatkan adanya jiwa yang kuat dan luhur, suatu kekuatan yang bersifat insani, meliputi seluk-beluk kehidupan material, moral dan spiritual. Ia begitu kuat dan luhur dalam tujuannya hendak mencapai kesempurnaan. Quran memberikan jawaban kepada mereka yang ikut bertanya tentang perang dalam bulan suci : Adalah itu termasuk pelanggaran-pelanggaran besar, yang diiakan bahwa itu memang masalah besar. Tetapi ada yang lebih besar dari itu. Menghalangi orang dari jalan Allah serta mengingkari-Nya adalah lebih besar dari perang dan pembunuhan dalam bulan suci, dan memaksa orang meninggalkan agamanya dengan ancaman, dengan bujukan atau kekerasan adalah lebih besar daripada membunuh orang dalam bulan suci atau bukan dalam bulan suci. Orang-orang musyrik dan Quraisy yang telah menyalahkan kaum Muslimin karena mereka melakukan perang dalam bulan suci mereka akan selalu memerangi umat Islam supaya berpaling dari agamanya bila mereka sanggup. Apabila pihak Quraisy dan orang-orang musyrik itu semua melakukan pelanggaran-pelanggaran ini, menghalangi orang dari jalan Allah dan mengingkari-Nya, apabila mereka ternyata mengusir orang dari Mesjid Suci, memperdayakan orang dari agamanya, maka jangan disalahkan orang yang menjadi korban penindasan dan pelanggaran itu bila ia juga memerangi mereka dalam bulan suci. Tetapi bagi orang yang tidak mengalami beban penderitaan ini melakukan perang dalam bulan suci memang suatu pelanggaran.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 234-235.

MENJUNJUNG TINGGI KEHORMATAN KAUM MUSLIMIN (6)

Abu Qatadah (Al-Harits) bin Rib’iy r.a. berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w. : Saya adakalanya berdiri dalam sholat dengan niat akan saya panjangkan bacaan, mendadak mendengar tangis anak kecil, maka saya segerakan sholat itu kuatir memberatkan pada ibunya. (HR. Buchary)
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 238.

Sabtu, 24 November 2012

MENGHILANGKAN NAJIS (5)

Dari Asma binti Abubakar r.a.; Bahwasannya Nabi s.a.w. bersabda tentang darah haid yang mengenai kain : “Hendaklah ia (perempuan) mengeriknya, lalu menggosoknya dengan air, lalu mencucinya, kemudian (boleh) sholat memakai kain itu”. Muttafaq ‘alaih.

-------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 18-19.

MENJUNJUNG TINGGI KEHORMATAN KAUM MUSLIMIN (5)

‘Aisjah r.a. berkata : Adakalanya Rasulullah meninggalkan suatu amal perbuatan yang ia gemari, karena kuatir kalau-kalau nanti diwajibkan atas ummatnya (kuatir kalau ditiru oleh ummatnya lalu diwajibkan oleh Allah atas mereka). (HR. Buchary dan Muslim)

‘A’isjah r.a. berkata : Nabi s.a.w. telah melarang ummatnya puasa bersambung siang malam, karena kasihan kepada mereka. Dan ketika mereka berkata : Tetapi kau menyambung puasa siang malam. Jawab Nabi : Saya tidak seperti kamu, saya tetap mendapat makan minum dari Tuhanku.
(HR. Buchary dan Muslim).

Maksudnya: Saya mempunyai kekuatan seperti orang yang makan minum.
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 237.

BEGINILAH KEADAAN PARA SHAHABAT RASULULLAH S.A.W.

Abu Arakah berkata : “Pada suatu subuh aku shalat bersama Ali bin Abu Thalib. Setelah selesai mengucapkan salam, dia berputar ke arah kanannya. Kemdian dia berdiam sejenak seakan-akan sedang dirundung suatu kesedihan, sehingga ketika matahari sudah terlihat di dinding masjid setinggi tombak, dia membalikan telapak tangannya dan berkata: “Dulu aku melihat para shahabat Rasulullah saw., tetapi pada hari ini aku tidak lagi melihat sesuatu yang menyerupai ciri-ciri mereka. Apabila pagi sudah datang, keadaan mereka kusut, berlumpur, dan berdebu sedangkan di antara dua mata mereka seakan-akan terdapat tanda seperti lutut kambing (benjolan bekas sujud), karena semalaman mereka sujud dan berdiri (shalat). Mereka membaca Kitabullah, bergerak antara kening dan tapak kaki (sujud dan berdiri). Apabila hari sudah pagi, mereka berzikir kepada Allah dengan bergoyang miring seperti pohon yang bergoyang pada hari yang berangin. Maka demi Allah, air mata mereka bercucuran sehingga pakaian mereka basah .... Demi Allah, seakan-akan kini mereka melewatkan malam mereka dalam keadaan lalai .... kemudian beliau berdiri sedangkan dia tidak pernah terlihat tertawa lagi sehingga dibunuh oleh Ibnu Muljam.”
----------------------------------------------
MEMPERTAJAM KEPEKAAN SPIRITUAL, Majdi Muhammad Asy-Syahawy, Bina Wawasan Press, Jakarta 2001, halaman 119.

Jumat, 23 November 2012

MENGHILANGKAN NAJIS (4)

Dari Abu Samh r.a. ia berkata ; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Dicuci dari kencing bayi perempuan, dan disiram dari kencing bayi laki-laki”. Dikeluarkan oleh Abu Daud dan Nasa’i, dan disahkan oleh Hakim..

Di lain riwayat diterangkan bahwa yang disiram itu ialah kencing bayi laki-laki yang belum makan apa-apa selain susu ibunya.
--------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 18.

ISLAM DAN PERANG

Akan tetapi ini tidak berarti, bahwa Islam menolak perang dalam hal membela diri dan membela keyakinan terhadap siapa saja yang hendak memperdayakan. Sekali-kali tidak. Bahkan Islam mewajibkan pembelaan demikian ini. Tetapi artinya, Islam masa itu, juga sekarang dan demikian pula seterusnya, ia menolak perang permusuhan.
“Dan janganlah kamu melakukan pelanggaran (agresi) sebab Allah tidak menyukai orang-orang yang melakukan pelanggaran.“
(QS 2 : 190)
Apabila kepada Muhajirin pada waktu itu dibenarkan menuntut hartabenda mereka yang telah ditahan oleh Quraisy ketika mereka hijrah, maka membela orang-orang beriman yang mau diperdaya dari agama mereka lebih-lebih lagi dibenarkan. Untuk maksud inilah pertama sekali hukum perang itu diundangkan.

SATUAN ABDULLAH IBN JAHSY
Bukti terhadap hal ini ialah adanya ayat-ayat yang diturunkan sehubungan dengan satuan Abdullah ibn Jahsy. Dalam bulan Rajab tahun ini dikirimkan oleh Rasulullah bersama-sama beberapa orang Muhajirin, dan sepucuk surat diberikan kepadanya dengan perintah untuk tidak dibuka sebelum mencapai dua hari perjalanan. Ia menjalankan perintah itu. Kawan-kawannya pun tak ada yang dipaksanya. Dua hari kemudian Abdullah membuka surat itu, yang berbunyi: “Kalau sudah kaubaca surat ini, teruskan penjalananmu sampai ke Nakhla, (antara Mekah dan Ta’if) dan awasi keadaan mereka. Kemudian beritahukan kepada kami.”
Disampaikannya hal ini kepada kawan-kawannya dan bahwa dia tidak memaksa siapa pun. Kemudian mereka semua berangkat meneruskan peralanan, kecuali Sa’d bin Abi Waqqash (Banu Zuhra) dan ‘Utha bin Ghazwan yang ketika itu sedang pergi mencari untanya yang sesat tapi oleh pihak Quraisy mereka lalu ditawan.
Sekarang Abdullah dan rombongannya meneruskan perjalanan sampai ke Nakhla. Di tempat inilah mereka bertemu dengan kafilah Quraisy yang dipimpin oleh ‘Amr bin’l-Hadzrami dengan membawa barang-barang dagangan. Waktu itu akhir Rajab. Teringat oleh Abdullah bin Jahsy dan rombongannya dari kalangan Muhajirin akan perbuatan Quraisy dahulu serta harta-benda mereka yang telah dirampas. Mereka berunding. “Kalau kita biarkan mereka malam ini mereka akan sampai di Mekah dengan bersenang-senang. Tapi kalau mereka kita gempur berarti kita menyerang dalam bulan suci (Harfiah, asy-syahr’l-haram, bulan terlarang, bulan suci, yakni dilarang mengadakan peperangan menurut adat Arab, yang berlaku selama bulan-bulan Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharam, juga dalam bulan Rajab),” kata mereka.
Mereka maju-mundur, masih takut-takut akan maju. Tetapi kemudian mereka memberanikan diri dan sepakat akan bertempur, siapa saja yang mampu dan mengambil apa saja yang ada pada mereka. Salah seorang anggota rombongan itu melepaskan panahnya dan mengenai ‘Amr bin I Hadzrami yang kemudian tewas. Kaum Muslimin menawan dua orang dari Quraisy.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 233-234.

MENJUNJUNG TINGGI KEHORMATAN KAUM MUSLIMIN (4)

Abu Hurairah r.a. berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w. : Jika sholat salah satu kamu sebagai imam kepada orang-orang, hendaknya meringankan, karena ada di antara ma’mum itu orang yang lemah, ada yang sakit, dan ada pula orang tua. Dan apabila sholat sendiri, boleh memanjangkan sekuatnya. (HR. Buchary dan Muslim).

Dalam lain riwayat ada tambahan : Dan orang yang berkepentingan.
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 236-237.

Kamis, 22 November 2012

MENGHILANGKAN NAJIS (3)

Dari ‘Aisyah r.a., ia berkata ; “Adalah Rasulullah s.a.w. mencuci mani, kemudian beliau keluar sholat memakai kain itu, dan saya melihat bekas cucian itu”. Muttafaq ‘alaih

Dan dalam riwayat Muslim : (Aisyah berkata) ; “Sesungguhnya saya pernah menggosoknya (mani itu) benar-benar dari kain Rasulullah s.a.w., lalu beliau sholat memakai kain itu”

Dan pada lafadh lain dalam riwayat Muslim : “Sesungguhnya aku pernah mengikis mani itu dalam keadaan kering dengan kukuku dari kain Nabi s.a.w.”

Kalau mani itu najis, tentu Aisyah bukan mengkikis, menggosok dan mengeriknya saja, tapi mencucinya; adapun Rasulullah s.a.w, mencuci kainnya itu karena jijik saja; karena dalam riwayat Darukutni dan Ibnu ‘Abbas beliau bersabda : “Bahwa mani itu setingkat dengan ingus dan dahak ……”.
------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 17-18.

UMAR BIN KHATTHAB

‘Umar bin Abdul’uzza. Satu keturunan dengan Rasulullah pada kakeknya Ka’ab bin Luay. Beliau salah seorang Kepala Quraisy, termasuk orang-orang terkemuka Kota Makkah. Nama ibunya Hantamah binti. Hasyim, saudara perempuan dari Abu Jahal. Ketika masuk Islam beliau digelari dengan Alfaraq (artinya pemisah antara yang hak dan yang bathil). Juga digelari dengan Abu Hafash (anak singa). Beliau dilahirkan di Makkah, pada tahun 13 sesudah lahirnya Rasulullah.
Waktu kecil menggembala kambing. Sesudah dewasa beliau berdagang ke Sirya. Sekalipun beliau bukan orang kaya tetapi disegani orang. Semua takut pada ‘Umar, karena galaknya dan beraninya. Pikirannya cerdas, pengaruhnya besar di kalangan rakyat. Segala tutur katanya diturut orang.

KEISLAMANNYA
Dulu sebelum ‘Umar masuk Islam, beliau adalah sebagai musuh Islam yang terbesar. Pernah beliau hendak membunuh Nabi. Tetapi sebelum sampai ke rumah Nabi, beliau mendapat berita bahwa adiknya yang perempuan sudah masuk Islam. Bukan main marahnya ‘Umar mendengar berita itu, serasa disambar geledek. Segera ia kembali ke rumah adiknya itu. ‘Umar mengetuk pintu “Siapa di luar?” Sahut dari dalam”
”Aku ‘Umar bin Khattab. Ayo buka pintu”.
Waktu itu orang di dalam sedang membaca Qur’an. Demi mendengar suaranya, mereka diam, sunyi senyap semua bersembunyi.
Setelah pintu dibuka oleh adiknya, masuklah ‘Umar berkata : “Kudengar kau sudah berani meninggalkan agama leluhur? Dan kini kau masuk Islam?. Nah, ini rasakanlah”. Sambil menampar muka wanita itu; darah meleleh.
Demi dilihatnya darah bercucuran dari mukanya, menangislah wanita itu tersedu-sedu.
”Hai ‘Umar! Pukullah .............. ayo pukullah lagi. Berbuatlah sekehendakmu. Aku sudah masuk Islam. Mau apa ?“ Kata wanita itu menantang dengan suara terputus-putus.
”Umar terus masuk, lalu duduk di sebuah bangku. Dilihatnya ada sebuah kitab di pojok.
”Itu apa? menunjuk kepada kitab itu. “Bawa kemari !” Perintahnya pula.
”Tidak boleh. Orang junub dan belum berwudlu dilarang menjamah kitab itu”
”Apa, Tidak boleh? Siapa melarang? Bawa kemari! Kalau tidak mau aku tampar lagi mukamu”.
Setelah diberikannya kitab itu, dibacanya Bismillah...... Dengan nama Allah yang Pengasih Penyayang. ”Umar tercengang. Dilemparkannya kitab itu.
Tetapi ia penasaran, ingin mengetahui lebih lanjut apa isinya. Lalu diambilnya kembali. Dibacanya lagi. Sabbaha lillahi ............. semua makhluk seisi langit dan bumi sama memuja dan memuji Tuhan Yang Maha Mulia dan Bijaksana, sampai pada ayat, Aminu billahi warasulihi ....... Berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya
Seirama dengan alunan jiwanya, meluncurlah ucapan kalimat Syahadat dari mulut ‘Umar Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasululiah.
Demi didengar ‘Umar mengucapkan Syahadat, semua yang bersembunyi pada keluar sambil bertäkbir serentak.
‘Berbahagialah kau ‘Umar” kata mereka “Rasulullah pernah berdo’a begini “Ya Allah, jayakanlah kiranya Agama Islam ini dengan masuknya salah seorang dari kedua jago itu, ya’ni ‘Umar atau Abu Jahal”. Dan kami berharap, kiranya kaulah yang diterima oleh Allah. Nah, terimalah ücapan “Selamat” dari kami ini.
Kemudian ‘Umar pergi menemui Rasulullah s.aw. “Siapa itu ?“ tanya dari dalam setelah didengar ada orang mengetuk pintu.
“Aku ‘Umar bin Khatthab”.
Semua orang yang ada di dalam tidak ada yang berani membukakan pintu. Sementara itu Rasulullah menyuruh buka, dengan katanya : “Bukalah, kalau Allah akan menghendaki kebaikan, tentu diberikan-Nya hidayah”.
Waktu ’Umar masuk, terus didampingi oleh dua orang, sambil dipegang kedua lengannya.
“Lepaskan dia” Perintah Rasuiullah, setelah ‘Umar di hadapan beliau.
”Masuklah Islam. Kau hai’‘Umar”. Seru Rasulullah memegang baju ‘Umar. “Ya Tuhan, tunjukilah dia” sambungnya pula.
Asyhadu alla ilaha ilallah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
Bergema suara takbir oleh seisi rumah Rasulullah, menyambut keislaman ‘Umar.

SUDAH ISLAM
Dengan masuknya ‘Umar dalam Islam pada tahun enam dari Risalah, dengan bergabungnya ‘Umar kepada Rasulullah, berarti Islam telah mempunyai tulang punggung yang kuat. Sebelum itu, orang Islam tidak berani melakukan ibadah secara terang-terangan, api setelah ’Umar menggabungkan diri, ‘Umar menyatakan kepada Rasulullah supaya ummat Islam berdemontrasi, beribadat secara terang-terangan.
Maka keluarlah ummat Islam bersama-sama Rasulullah dalam dua barisan. Masing-masing dipimpin oleh ’Umar dan Hamzah.
Mereka berjalan menuju mesjid untuk melakukan sholat secara berterang-terangan dengan membaca takbir. Beliau sangat disegani dan ditakuti, karena keberanian dan kekerasannya. Demikianlah waktu beliau hendak pergi hijrah ke Madinah, beliau menjumpai dulu khalayak ramai secara jantan.
Beliau pergi dulu ke Ka’bah dengan menyandang pedangnya, di mana kepala-kepala Quraisy sedang berkumpul. Sesudah thawaf dan sholat dua raka’at, menghadaplah beliau kepada mereka dengan katanya : “Saya hendak pergi berhijrah. Barangsiapa yang ingin ibunya kehilangan anaknya, siapa yang suka anaknya jadi yatim piatu dan siapa yang mau isterinya jadi janda, hadanglah saya di dibalik lembah itu”. Terus beliau pergi.

JADI KHALIFAH
Sebagaimana tersebut di bagian lain, bahwa ‘Umar menjadi Khalifah atas penunjukan Khalifah Abubakar. Maka pada tanggal 22 Jumadil akhir tahun 13 H. beliau dilantik. Dalam pidatonya di antaranya, beliau mengatakan :
“Bangsa Arab, adalah umpama unta yang jinak, ke mana saja hendak dibawa oleh penuntunnya, diapun mau. Karenanya pemimpin hendaklah waspada, kemana mereka itu hendak dibawa? Adapun saya, demi Tuhan saudara-saudara hendak kupimpin ke jalan yang semestinya”

KECINTAANNYA TERHADAP RAKYAT
Suatu malam, gelap-gulita udarapun amat dinginnya. Khalifah ‘Umar bersama shahabat Aslam pergi ke sebuah kampung di luar kota, meronda rakyatnya. Nun jauh di sana kelihatan berkedip-kedip nyala api. “Hai Aslam, lihatlah itu! kau lihat ada nyala api itu?” Saya kira itu rombongan kafilah yang kemalaman di jalan, tentunya mereka itu kedinginan. Mari kita kè sana”.
Keduanya berlari-lari kecil, menghampiri api itu.
Tetapi apa mereka lihat? Seorang wanita sedang menanak, anaknya pada menangis.
”Umar memberi salam : “Assalamu alaikum”! salam” sahut wanita itu. “Bolehkah saya masuk?”
”Silakan”
”Sedang mengapa Saudari ?“
”Kami kedinginan, tuan”.
“Dan itu anak-anak kenapa mereka menangis ?“
”Mereka lapar, tuan”
”Tetapi itu apa? Bukankah kau sedang bertanak ?“
”Tidak, itu hanya untuk menghibur mereka saja, supaya diam. Yah, tuan akan menyaksikan, beginilah keadaan kami di bawah pemerintahan ‘Umar”.
”Kasihan, apa ‘Umar tahu keadaan kalian di sini ?“
”Itu seharusnya. Sebab beliau sebagai Khalifah pemerintah kita. Tetapi beliau tidak ada menaruh perhatian kepada rakyatnya yang menderita ini”. Lalu ’Umar menoleh kepada Aslam, seraya katanya :
”Mari kita pulang dulu”.
Setelah sampai di gudang, dikeluarkannya satu karung gandum dan beberapa potong dendeng.
“Angkatlah ini di atas pundakku, Aslam !“
“Biarlah saya saja yang memikul, Ya Amirul Mu’minin”.
“Apa? Apakah kau mau memikul dosaku nanti di hari Qiamat ?“
Gandum itu dipikulnya sendiri oleh khalifah ‘Umar. Sesampainya di khemah, dihempaskan karung gandum itu. Lalu dibukanya, disenduknya beberapa cupak.
“Biarlah saya sendiri yang memasaknya” katanya kepada wanita itu. Lalu diaduk-aduknya periuk itu, sambil meniup-niup api. Dari sela-sela janggutnya yang tebal itu, kelihatan asap seperti rumput kebakaran. Setelah masak, diturunkannya periuk itu seraya minta mangkuk kosong.
“Nah ini berilah anak-anakmu makan semua !“
Sesudah mereka kenyang semua, lalu berdiri dan semua ketawa gembira. “Alhamdulillaah” kata ‘Umar.
“Terima kasih tuan. Sungguh tuan lebih baik daripada Khalifah kita”. Sahut wanita itu memuji-muji. “Terimakasih kembali, dan saya harap katamu itu baik saja. Dan kalau kamu mau datang kepada Khalifah, saya ada di sana insya Allah, nah selamat tinggal”.

DEMOKRASI 
‘Umar adalah Khalifah pertama yang berhaluan Demokrasi dalam cara Pemerintahannya. Beliau suka sekali bermusyawarah dan suka menghargai pendapat orang lain. Beliau tidak suka bertindak dengan keputusannya sendiri saja. Tetapi semua soal-soal yang penting mengenai kenegaraan, dibicarakannya dalam sidang para Shahabat yang disebut Ahlul Hilli wal Aqdi.
“Soal-soal penting harus dibicarakan bersama, dengan jalan bermusyawarah” kata beliau.
Cara ‘Umar bermusyawarah baik sekali. Pertama-tama beliau meminta dulu pendapat umum. Sudah itu diundangnya para Shahabat Nabi s.a.w. para pemimpin rakyat untuk bersama-sama memperbincangkan soal-soal yang sulit, lalu diputusnya soal itu berdasarkan suara terbanyak.

TAHUN DEBU
Tahun 18 H adalah tahun kemarau yang amat panjang. Panasnya membakar, tidak terkira-kira teriknya. Angin bertiup menerbangkan debu padang pasir membubung naik ke udara membuat pemandangan jadi gelap. Karenanya tahun itu disebut tahun debu, hujanpun sudah lama tidak turun, pohon-pohonan menjadi kering, daun-daunpun rontok seolah-olah alam sudah tidak berjiwa lagi. Kurma dan gandum yang menjadi makanan orang Arab tidak menjadi. Karenanya kelaparan semakin menghebat di mana-mana. Orang-orang Baduwi berduyun-duyun datang ke Madinah minta makan.
Sungguh sedih Khalifah ‘Umar memikirkan penderitaan rakyatnya. Demi melihat badan mereka kurus kering, muka pucat tidak berdarah, mata cekung. Beliau berjanji : “Tidak akan makan daging dan susu, selama rakyatnya belum terhindar dari bahaya kelaparan”
Statu hari, sahayanya berbelanja ke pasar membeli kiju dan susu. Tetapi kedua barang itu tidak dimakamnya. Dibagi-bagikannya kepada rakyat.
”Saya tidak akan makan yang enak-enak selama rakyatku masih kelaparan dan sengsara”. Kata beliau.
“Bagaimana saya akan dapat merasa apa yang dirasai dan diderita oleh rakyat, kalau saya tidak menyertai apa yang diderita oleh mereka”
Di mana daerah yang berlimpah-limpah makanannya, terutama makanan pokok, diperintahkan supaya mengirimkan bantuan kepada daerah yang sedang ditimpa kelaparan. Di antaranya, Abu ‘Ubaidah datang dari Sirya membawa 4.000 ekor unta penuh dengan muatan gandum.
Beliau sendiri yang membagi-bagikan gandum itu kepada rakyat. Dan setiap hari unta yang 4000 itu dipotong 200 ekor, untuk dibagi-bagikan dagingnya.

PERSAMAAN
Jibillah, demikian nama seorang raja yang sengaja datang ke Madinah hendak menyatakan Islam, berikut pengiringnya 500 orang berkuda. Kedatangannya disambut oleh Khalifah ‘Umar dengan segala kehormatan dan gembira. Waktu raja itu sedang melakukan ibadah haji, kainnya terinjak orang. Bukan main marahnya raja itu. Dengan tidak ampun lagi orang itu ditempelengnya hingga berdarah hidungnya. Hal itu diadukannya kepada Khalifah.
Raja dipanggilnya menghadap. “Hai Jibillah, apa gerangan sebabnya, maka tuan menempeleng saudara itu ?“ Tanya Khalifah, memeriksa perkaranya.
“Dia menginjak sarungku”. Jawab raja.
“Jika tuan sudah mengaku, demikian, sekarang tuan tinggal pilih: Apa mau minta ma’af, atau mau menerima pembalasan yang setimpal dari orang itu ?“
“Apa pembalasan? Itu tidak mungkin! Bukankah aku ini raja, sedang dia rakyat jembel ?“ “Itu betul. Tetapi Islam sudah mempersamakan kalian berdua. Islam memandang semua manusia Muslim, tuan dan dia itu sama. Tidak ada perbedaan antara seorang raja dengan rakyat, samasekali tidak ada lebihnya sama lain.
”Sebenarnya yang saya harapkan memeluk Islam itu saya akan lebih jaya lagi dari Jahiliah”.
”Memang demikian sebenarnya”. “Tetapi ya Amirul, saya harap tangguhkan dulu perkara ini sampai besok”.
”Baiklah, itu hakmu”.
Tetapi keesokan harinya raja Jibillah itu lolos, pergi ke Konstantinopel meminta perlindungan kepada Hiraclius.

NEGARA AMAN DAN DAMAI
Khousru ada mengutus seorang peninjau, untuk meninjau keadaan ‘Umar dari dekat.
Setelah peninjau itu berada di tengah-tengah kota Madinah, ia bertanya-tanya kepada penduduk kota.
”Mana dan siapa raja tuan ?“
”Kami tidak mempunyai raja, hanya kami ada mempunyai seorang yang disebut kepala negara dia sedang keluar kota”.
Peninjau dari Persi itu terus pergi mencarinya. Dilhatnya ‘Umar sedang berbaring di atas pasir, di bawah panas matahari, berteduh di bawah sebuah pohon dengan berbantal bajunya, sedang keringatnya bercucuran dari mukanya membasahi bumi.
Demi dilihatnya keadaan ‘Umar demikian, orang itu merasa kagum bercampur takut, ia berkata dalam hatinya :
”Inilah orang yang sangat dikagumi dan ditakuti oleh raja-raja, beginilah keadaannya. Kau ‘Umar telah berlaku adil, karenanya kau bisa enak tidur. Lain halnya dengan raja kami, oleh karena telah berbuat sewenang-wenang, ia selalu gelisah, tidak bisa tidur dengan amannya.

NEGARA YANG ADIL
Suatu waktu ketika Khalifah ‘Umar sedang duduk-duduk datanglah seorang warga Mesir, meminta perlindungan :
“Ya Amiral mu’minin, apakah boleh di tempat ini saya minta perlindungan kepada Tuan ?“
“Ya boleh, saya jamin keselamatanmu, ada apa”.
“Waktu saya berpacuan kuda, saya sudah mendahului putera Amru bin ‘As (Gubernur Mesir) karenanya saya dicambuknya bertubi-tubi, dengan katanya : “Aku ini anak bangsawan, kau tahu ?” Hal ini terus diadukan kepada bapaknya. Rupanya ‘Amru curiga, kalau saya datang mengadukan kepada tuan. Karenanya saya dipenjarakan. Tetapi saya dapat meloloskan diri, terus menghadap kepada tuan”.
Oleh ‘Umar ditulisnya surat kepada ‘Amru, meminta datang pada musim Haji tahun itu beserta anaknya. Sudah itu ia berkata kepada orang Mesir tadi.
“Tinggallah di sini tunggu sampai ia datang”.
Setelah selesai mengerjakan haji, duduklah Khalifah ‘Umar di muka orang banyak didampingi oleh ‘Amru dengan anaknya di sampingnya. Lalu dipanggilnya orang Mesir itu seraya diberikan kepadanya cambuk guna menyambuk anak ‘Amru. Setelah dicambuknya beberapa kali Khalifah menyuruh terus pukul : “Ayo terus pukul anak ‘bangsawan itu”.
”Sudah cukup, ya Amiril mu’minin”
Kalifah memberi peringatan kepada ‘Amru, katanya :
”Hai ‘Amru, mengapa kau sudah berani memperbudak manusia, sedang mereka itu dilahirkan oleh ibunya merdeka”‘Amru meminta ma’af
Tidak sekali-kali saya ada mempunyai perasaan demikian, ya Amiril mu’minin. Tindakan Khalifah ini sesuai dengan hadits Nabi :
(Yang diakui sebagai manusia muslim itu, ialah apabila semua orang Islam merasa aman dari gangguan tangan dan lidahnya).

ABDI RAKYAT
Suatu waktu Ahnaf bin Qais datang mengunjungi ”Umar beserta rombongan dari Irak. Waktu itu hari amat panasnya sedang Khalifah tengah mengobati unta sakit, dari hasil sedekah. ‘Umar minta tolong kepada Ahnaf :
”Ya Ahnaf, tanggalkanlah bajumu, mari tolong saya mengobati unta sedekah ini kepunyaan anak yatim simiskin dan janda.
“Semoga Tuhan mengampunimu, ya Amirilmu’minin”. Menjawab salah seorang di antara rombongan itu. “Sebaiknya Tuan suruh saja hamba, itu sudah cukup”.
Jawab ‘Umar : Mana ada hamba yang lebih rendah dari aku sendiri dan saudara ‘Ahnaf ini? Memang beginilah hendaknya, siapa yang memerintah kaum muslimin, dia adalah abdi mereka.

KESEDERHANAANNYA
Setelah Sa’ad bin Abi Waqqas dapat menduduki negara Parsi dapat mensita barang-barang permata Khosru, ia ingin mempersembahkan barang beberapa butir kepada ‘Umar.
Pesuruh yang membawa permata itu menceritakan dari catatan laporannya. “Waktu itu matahari sedang turun, saya lihat ‘Umar sedang memberi makan kepada fakir miskin, sembari, memerintahkan kepada pelayannya : “Taruhlah di sini sayur, di sini roti”. Setelah mereka habis makan, pulanglah. ‘Umar ke rumahnya akupun mengikuti dari belakang. Ia berseru kepada isterinya : “Kultsum, Ummu Kultsum. Sediakan makan”.
Apa yang dihidangkan itu? Hanya beberapa potong roti dengan garam sedikit.
Waktu itu saya berdiri di ambang pintu. ‘Umar melihat aku, disangkanya aku seorang di antara mereka, ditatapnya aku lalu ia berkata : “Rupanya engkau masih belum kenyang ya? Demi Allah roti yang kamu makan itu, inilah dia seperti yang kumakan juga”.
“Saya ini utusan Sa’ad ya Amiril Mu’minin” sahut saya. “Saya disuruh menyampaikan dua butir permata dari mahkota Khosru. Ini saya bawa dalam cupuk, terimalah”. “Baik, tarohlah di situ”. Perintahnya acuh tak acuh”.
Sudah itu sayapun pulang ke Kufah. Tetapi sebelum saya sampa ke Kufah, saya disusul oleh seorang pesuruhnya, katanya : “Kembalilah, Amiril Mu’minin memanggil kau kembali”.
Sayapun kembali lagi ke Madinah
“Celaka”, kata ‘Umar kepadaku, “Apa yang telah kau perbuat itu? Sepulangmu itu, aku terus tidur.
Aku mimpi ada dua orang malaikat datang kepadaku. Tanganku dipegangnya, terus dituntunnya aku ke tempat cepuk yang kau letakkan. Apa yang kulihat? Api menjilat-jilat. Nah ini, ambillah kembali permata ini. Juallah, dan uangnya bagikan kepada rakyat”.

KASIH SAYANG TERHADAP RAKYAT
Satu waktu seorang Gubernur datang menghadap, waktu itu ‘Umar sedang berbaring, dikerumuni anaknya yang sedang bermain-main. Hal itu menurut pendapat Gubernur tidak dibenarkan terutama bagi seorang Kepala Negara. Maka ‘Umar bertanya :
“Habis bagaimana sikapmu ?“
“Dimana aku masuk, semua diam, tidak ada yang berani bicara”. “Wah jika demikian, maka mulai hari ini kau ku berhentikan dari jabatanmu. Sebab engkau tidak ada mempunyai rasa belas kasihan terhadap anak-anakmu sendiri apa lagi terhadap rakyat”.

MENERIMA KRITIK RAKYAT
Waktu maskawin memuncak setinggi-tingginya “Umar menyarankan supaya maskawin diatasi. Sarannya itu diumumkan kepada khalayak ramai di mesjid. Tetapi  ada seorang wanita yang tampil ke muka menyanggah sarannya itu katanya :
“Ya Amiril mu’minin bagaimana kau sudah berani memutuskan begitu, sedang Tuhan ada berfirman yang artinya : (Jika berhasrat mengawini seorang wanita sebagai ganti isterimu, dengan memberi maskawin sampai satu Qinthar mas, maka tidaklah berhak kamu mengambil sedikit juga dari padanya).
Sanggahan wanita itu dibenarkan dan diterima oleh ‘Umar dengan katanya : “Benar wanita itu dan ‘Umarlah yang salah”.
Pada masa pemerintahan ‘Umar perkembangan Islam mendapat kemajuan pesat sekali, sampai jauh masuk ke ibukota Kerajaan Parsi yang dulu rajanya pernah merobek-robek surat da’wah Nabi s.a.w., yakni kota Mada’in. Dengan jatuhnya kota ini, maka dengan sendirinya seluruh propinsinya jatuh di bawah kekuasaan Ummat Islam, seperti Fars, Kirman, Markan, Khurasan, Sijisten, Azerbaijan, demikian juga tanah jajahannya Irak dengan seluruh daerahnya.
Kerajaan Romawi Timurpun yang dulu Nabi pernah mengutus seorang diplomatnya kepada Hiraclius, tetapi utusan itu dibunuh oleh Syurahbil, dapat ditaklukkan. Dengan jatuhnya Romawi Timur, maka seluruh tanah Antiocie sebagai pusat kemaharajaan jajahannya telah dapat diduduki seluruhnya seperti Damascus ibu kota negara Sirya dengan seluruh daerahnya, juga Palestina, Mesir, Iskandariyah, Himsh, Hama Kimrin, Alepo dan lain-lain kota penting.

WAFAT 
Pada akhir bulan Dzulhijjah 23 H. Khalifah ‘Umar telah wafat dalam usia 63 tahun, sesudah memangku pemerintahan selama 10 tahun 6 bulan. Beliau wafat sebagai syahid yang gugur dibunuh oleh seorang budak bangsa Parsi, Faeruz namanya, alias Abulu’lu’ah
Dimana Faeruz mencari-cari kesempatan untuk membalas dendamnya, maka pada suatu hari waktu ‘Umar sedang sholat shubuh berjamaah di mesjid, tiba-tiba ia diserang dari belakang oleh Faeruz, ditikamnya pula 13 orang, 7 orang di antaranya meninggal. Setelah Faeruz tertangkap, ia terus bunuh diri. ‘Umar dikebumikan di dekat kuburan Rasulullah s.a.w.

PEMILIHAN UMUM 
waktu ‘Umar mau meninggal, dipanggilnya ‘Ali, “Utsman, Zubair, Sa’ad dan Abdurrahman.
Kepada mereka diminta supaya bermusyawarah dalam hal ke khalifahan, sambil menunggu Thathah. Jika sesudah lewat tiga hari belum juga datang, maka supaya musyawarah dilangsungkan. Dalam pada itu disaksikan oleh Abdullah, putera ‘Umar
tetapi bukan sebagai calon. Selanjutnya ‘Umar memerintahkan kepada Miqdad sebagai formatur, katanya :
“Jika aku sudah dikebumikan, hendaklah kau undang para tokoh-tokoh enam orang itu pimpinlah permusyawaratan olehmu.
Jika terdapat suara 5 lawan 1 dan yang satu itu tidak menerima penggallah batang lehernya.
Jika 4 lawan 2 dan yang dua itu tidak mau menerima, pancunglah kepala keduanya.
Jika 3 lawan 3, hendaklah Abdullah bin ‘Umar yang memutuskan, jika mereka tidak mau menerima, maka ambillah suara dimana fihak Abdurahman bin Auf. Jika yang tiga orang lainnya tidak mau menerima suara rakyat banyak ini, bunuhlah ketiganya.

KATA-KATANYA YANG BERMUTU
  1. Orang yang pintar ialah yang mau memaafkan kesalahan orang lain.
  2. Seandainya sifat tahu budi, dan sifat tahan uji itu dua kendaraan, tidak perlu aku memilih salah satu yang mana akan aku tunggangi.
  3. Waspadalah terhadap orang yang kau benci.
  4. Jauhilah penyakit cinta buta, sebelum kau dihinggapi.
  5. Hendaknya janganlah kecintaanmu itu dibuat-buat dan jangan pula kebencianmu itu membawa bencana kepadamu.
  6. Pemerintah yang sial ialah yang rakyatnya sengsara.
  7. Siapa yang tidak kenal yang buruk ia terperosok ke dalamnya.
  8. Jika tidak ada hari Qimat, tentu berlainan apa yang kita lihat sekarang ini.
  9. Periksalah kesalahanmu sendiri lebih dulu, sebelum memeriksa kesalahan orang lain, sebab yang demikian itu lebih mudah dikerjakan, daripada menerima perhitungan di hari pembalasan kelak.
----------------------------------------------
Empat Besar Sahabat-sahabat Rasulullah dan Imam Madzhab, M. Said, Penerbit PT. Alma’arif Bandung, cetakan ke-IV, halaman 28 - 44

MENJUNJUNG TINGGI KEHORMATAN KAUM MUSLIMIN (3)

Abu Hurairah r.a. berkata : Ketika Rasulullah s.a.w. : mencium cucunya (Al-Hasan bin Ali) bertepatan di situ ada Al-Aqra’ bin Habis maka berkata Al-Aqra’: Saya telah mempunyai sepuluh anak dan belum pernah saya mencium seorangpun dari anak-anak saya itu. Maka Rasulullah melihat kepada Al-Aqra’ dan berkata : Siapa yang tiada mengasihani tidak dikasihi oleh Allah. (Siapa yang tidak mempunyai rasa belas kasih tidak dikasihi). (HR. Buchary dan Muslim)

’Aisjah r.a. berkata, beberapa orang Badui datang kepada Rasulullah dan bertanya : Apakah kamu biasa mencium anak-anak kamu? Jawab Nabi : Ya. Berkata mereka : Demi Allah kami tidak biasa mencium anak-anak. Bersabda Nabi s.a.w. : Apakah dayaku, kalau Allah telah mencabut dari hatimu rasa belas kasih dan rahmat.
(HR. Buchary dan Muslim)

Djarir bin Abdillah r.a. berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w. : Siapa yang tidak kasih kepada sesama manusia, tidak dikasihi Allah.
(HR. Buchary dan Muslim)
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 235-236.

Rabu, 21 November 2012

MENGHILANGKAN NAJIS (2)

Dari Amr bin Kharijah r.a., ia berkata ; “Nabi s.a.w. pernah berkhotbah pada kami di Mina sambil duduk di atas kendaraannya sedang air liur kendaraannya (untanya) meleleh atas pundakku”. Dikeluarkan oleh Ahmad dan disahkan oleh Tirmidzi.
---------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 17.

MENAKUT-NAKUTI YAHUDI

Di balik satuan-satuan dan ekspedisi-ekspedisi bersenjata ini barangkali masih ada tujuan lain yang dimaksud oleh Muhammad. Barangkali maksudnya akan menakut-nakuti orang-orang Yahudi yang tinggal di Medinah dan sekitarnya. Kita sudah menyaksikan, bahwa ketika Muhammad baru sampai di Medinah, pihak Yahudi berhasrat hendak merangkulnya. Akan tetapi setelah mereka mengadakan perjanjian perdamaian dan persetujuan akan kebebasan mengadakan dakwah agama serta melaksanakan upacara dan kewajiban agama, begitu mereka melihat keadaan Muhammad yang stabil dan panji Islam yang megah dan menjulang tinggi, mulai mereka membalik memusuhi Nabi dan berusaha hendak menjerumuskannya. Kalaupun dalam melakukan permusuhan ini mereka tidak berterus-terang karena dikuatirkan kepentingan perdagangan mereka akan jadi kacau bila sampai terjadi perang saudara antara penduduk Medinah, atau karena masih memelihara perjanjian perdamaian dengan mereka itu, maka mereka telah menempuh segala macam cara menyebarkan fitnah di kalangan orang-orang Islam serta membangkitkan kebencian antara Muhajirin dan Anshar, membangunkan kembali dengkian lama antara Aus dan Khazraj dengan menyebut-nyebut sejarah Bu’ath dan cerita yang terdapat dalam persajakan.

INTRIK-INTRIK YAHUDI
Kaum Muslimin sudah mengetahui benar adanya komplotan mereka serta caranya yang berlebih-lebihan itu, sampai-sampai mereka dimasukkan ke dalam kelompok kaum munafik, malah dianggap lebih berbahaya lagi. Mereka pernah dikeluarkan dari mesjid secara paksa. Orang tidak mau duduk-duduk atau bicara dengan mereka. Dan akhirnya Nabi a.s. menolak mereka sesudah diusahakannya meyakinkan mereka dengan alasan dan bukti. Sudah tentu pula apabila orang-orang Yahudi Medinah dibiarkan berbuat sekehendak hati, mereka akan terus menjadi-jadi dan terus berusaha mengobarkan fitnah. Dari segi istilah kecermatan diplomasi tidak cukup hanya peringatan dan meminta kewaspadaan terhadap kelicikan mereka itu saja, tapi harus pula supaya mereka berasa bahwa, Muslimin juga punya kekuatan yang akan dapat menumpas setiap fitnah yang ada, membasmi jaringan-jaringan fitnah serta mengikis sampai ke akar-akarnya. Cara yang paling baik untuk membuat mereka berasa ini ialah dengan mengirimkan satuan-satuan serta menghadapkannya pada bentrokan-bentrokan senjata pada beberapa tempat, tapi jangan sampai kekuatan Muslimin itu jadi hancur, yang oleh pihak Yahudi memang diinginkan, dan juga diinginkan oleh pihak Quraisy.
Tipu-daya inilah yang sudah terjadi. Dan terjadinya ini terhadap orang semacam Hamzah, orang yang cepat marah. Untuk menghentikan pertempuran tidak cukup hanya dengan perantaraan seorang pemisah yang mengajak berdamai padahal belum terjadi suatu kontak senjata. Kemudian berhentinya pertempuran itu pun dengan terhormat, dengan suatu siasat yang sudah teratur, dengan taktik yang jelas bermaksud mencapai tujuan-tujuan tertentu, yakni seperti yang sudah kita sebutkan dari satu segi guna menakut-nakuti pihak Yahudi, dan dari segi lain suatu usaha ke arah persetujuan dengan pihak Quraisy untuk memberikan kebebasan yang penuh dalam menjalankan dakwah agama serta upacara-upacara keagamaan, yang sebenarnya memang tidak pernah sampai terjadi.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 231-233.

MENJUNJUNG TINGGI KEHORMATAN KAUM MUSLIMIN (2)

Abu Musa r.a. berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w. : Siapa yang berjalan di masjid atau di pasar sedang ia membawa anak panah, hendaknya memegang ujungnya, jangan sampai terkena (mengganggu) seorang muslim. (HR. Buchary dan Muslim).
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 235.

Selasa, 20 November 2012

MENGHILANGKAN NAJIS (1)

Dari Anas bin Malik r.a., ia berkata ; Rasulullah s.a.w. ditanya tentang arak yang dijadikan cuka. Beliau bersabda : “Tidak boleh”. Dikeluarkan oleh Muslim danTirmidzi.

Dan dari padanya pula, ia berkata; Tatkala di peperangan Khaibar, Rasulullah s.a.w. menyuruh Abu Tholhah, lalu ia berseru : “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kamu makan daging keledai-keledai negeri, karena ia itu kotor”.
Muttafaq ‘alaih.
---------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 17.

NASIHAT WAHAB BIN MUNABBIH

Wahab bin Munabbih datang kepada Atha’ al-Khurasani dan berkata : “Malanglah nasibmu, wahai Atha’, bukankah aku mengatakan kepadamu bahwa kamu membawa ilmumu ke pintu para raja dan para pengikut dunia? Malanglah nasibmu, Atha’! Engkau akan datang kepada yang akan menutup pintunya untukmu dan dia akan menampakkan kefakiranmu kepadamu dan dia akan menutup kekayaannya untukmu. Engkau kini telah meninggalkan (Allah) Yang selalu membuka pintu-Nya kepadamu, sedangkan Dia akan memperlihatkan kepadamu kekayaan-Nya dengan berkata :
Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu ....“ (Al-Mu’min : 60)
Malanglah nasibmu, wahai Atha’. Rela dan puaslah kamu dengan kerendahan dunia, namun kamu memegang hikmah (kebenaran yang hakiki)! Janganlah kamu rela dan puas dengan hikmah yang sedikit walaupun engkau memegang dunia! Malanglah nasibmu, wahai Atha’! Padahal, apabila kamu sudah merasa cukup dengan apa-apa yang hanya menjadi keperluanmu, sesungguhnya apa-apa yang paling sedikit dari dunia adalah cukup untuk kehidupanmu. Akan tetapi, apabila kamu tidak merasa cukup dengan apa-apa yang hanya menjadi keperluanmu, ketahulilah bahwa tidak ada satu pun yang ada di dunia ini yang cukup untuk memenuhi keperluanmu! “Malanglah nasibmu, wahai Atha’! Pada hakikatnya, perutmu itu adalah suatu lautan dari lautan-lautan yang ada atau dia adalah suatu lembah dari lembah-lembah yang ada, maka ia tidak akan dapat dipenuhi oleh apa pun kecuali oleh tanah!”
----------------------------------------------
MEMPERTAJAM KEPEKAAN SPIRITUAL, Majdi Muhammad Asy-Syahawy, Bina Wawasan Press, Jakarta 2001, halaman 83-84.

MENJUNJUNG TINGGI KEHORMATAN KAUM MUSLIMIN (1)

Abu Musa r.a. berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Seorang Mu’min bagi sesama mu’min, bagaikan bangunan yang kuat menguatkan setengah pada setengahnya. (HR. Buchary dan Muslim)

An-Nu’man bin Basjir r.a. berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w.: Perumpamaan kaum mu’minin dalam cinta kasih dan rahmat hati mereka bagaikan satu badan. Apabila satu anggauta menderita, maka menjalarlah penderitaan itu ke seluruh badan hingga tidak dapat tidur dan panas. (HR. Buchary, Muslim).
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 234-235.

Senin, 19 November 2012

BEJANA-BEJANA (5)

Dari Abu Tsa’labah Alkhusyny r.a., ia berkata ; Saya bertanya : “Ya Rasulullah kami berada di tanah (negeri) kaum ahli kitab, apakah kami boleh makan pada bejana-bejana mereka?”. Nabi bersabda : “Jangan kamu makan pada bejana-bejana mereka, kecuali kalau kamu sekalian tidak mendapatkan yang lainnya, cucilah dia dan makanlah padanya”. Muttafaq 'alaih.

Dari Imran bin Hushain r.a. ; Bahwasanya Nabi s.a.w. dan shahabat-shahabatnya pernah berwudlu’ pada mazadah (tempat air) kepunyaan perempuan musyrik.
Muttafaq ‘alaih.

Dari Anas bin Malik r.a. ; “Bahwasanya bejana kepunyaan Nabi s.a.w. retak, maka di tempat yang retak itu beliau membuat pengikat daripada perak”.
Dikeluarkan oleh Bukhari.
---------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 16-17.

ANSHAR DAN AGRESI

Pendapat ini kuat sekali landasannya, yakni bahwa dalam perjalanan Nabi s.a.w. ke Buwat dan ‘Usyaira itu tidak sedikit kalangan Anshar dari penduduk Medinah yang menyertainya. Padahal Anshar itu hanya berikrar untuk mempertahankannya, bukan untuk melakukan serangan bersama-sama. Hal ini akan jelas terlihat dalam Perang Besar Badar, tatkala Muhammad kemudian kembali tanpa melakukan pertempuran yang juga disetujui oleh orang-orang Medinah. Apabila pihak Anshar, memang tidak melihat adanya suatu pelanggaran terhadap ikrar mereka jika Muhammad mengadakan perjanjian dengan pihak lain, ini tidak berarti bahwa mereka juga harus ikut memerangi penduduk Mekah. Bagi keduanya alasan berperang yang akan dibenarkan oleh etik Arab atau oleh tata hubungan mereka satu sama lain, tidak ada. Meskipun dalam perjanjian-perjanjian perdamaian yang diadakan Muhammad guna memperkuat kedudukan Medinah di samping melemahkan tujuan dagang Quraisy itu merupakan suatu proteksi, namun hal ini samasekali tidak berarti sama dengan suatu pengumuman perang atau sesuatu usaha ke arah itu.
Jadi pendapat yang mengatakan bahwa keberangkatan satuan-satuan Hamzah, ‘Ubaida bin’l-Harith dan Sa’d bin Abi Waqqash hanya untuk memerangi Quraisy, dan menamakannya sebagai suatu penyerbuan, sukar sekali dapat dicernakan. Juga adanya pendapat bahwa kepergian Muhammad ke Abwa’, Buwat dan Usyaira tidak lain dari suatu penyerbuan, adalah sangat dibuat-buat, yang pada dasarnya sudah tertolak oleh keberatan-keberatan yang kami kemukakan tadi. Penulis-penulis riwayat hidup Muhammad yang telah mengambil alih pendapat tersebut tidak lain memperlihatkan bahwa mereka menulis peri hidup Muhammal itu baru pada akhir-akhir abad kedua Hijrah, dan bahwa mereka sangat terpengaruh oleh adanya peperangan-peperangan yang terjadi kemudian sesudah Perang Besar Badar. Segala bentrokan-bentrokan yang terjadi sebelum itu, yang tujuannya bukan untuk berperang. lalu mereka anggap sebagai peperangan, yang dikaitkan pula pada peristiwa-peristiwa kaum Muslimin masa Nabi.
Rupanya tidak sedikit kalangan Orientalis yang memang sudah mengetahui adanya sanggahan demikian ini, meskipun tidak mereka sebutkan dalam buku-buku mereka itu. Adapun yang membuat kita menduga mereka sudah mengetahui hal ini — di samping usaha mereka menyesuaikan diri dengan ahli-ahli sejarah dari kalangan Islam mengenai tujuan Muhajirin dan terutama Muhammad dalam menghadapi pihak Mekah sejak mula-mula mereka tinggal di Medinah — ialah karena mereka sudah menyebutkan, bahwa satuan-satuan yang mula-mula ini tujuannya tidak lain ialah merampok barang-barang dagangan kafilah dan bahwa kebiasaan merampok sudah menjadi watak orang-orang pedalaman dan bahwa penduduk Medinah hanya tertarik pada barang rampasan dalam mengikuti Muhammad dengan melanggar janji mereka di Aqaba.

WATAK PENDUDUK MEDINAH
Ini adalah pendapat yang terbalik, sebab penduduk Medinah — seperti juga penduduk Mekah — bukanlah orang-orang pedalaman yang hidupnya dari menjarah dan merampok. Di samping itu sesuai dengan watak orang yang hidup dan hasil pertanian, mereka pun lebih suka tinggal menetap dan samasekali mereka tidak tertarik melakukan perang kecuali jika ada alasan yang luar biasa.
Sebaliknya kaum Muhajirin, mereka berhak membebaskan hartabenda mereka dari tangan Quraisy. Tetapi sungguhpun begitu mereka bukan pihak yang mendahului sebelum terjadinya peristiwa Badar. Juga bukan itu pula yang telah mendorong dikirimnya satuan-satuan dan ekspedisi-ekspedisi yang mula-mula itu. Selanjutnya, masalah perang ini memang belum diundangkan dalam Islam, sedang Muhammad dan sahabat-sahahatnya bertindak bukanlah dengan tujuan ala pedalaman (badui) seperti diduga oleh kaum Orientalis, melainkan apa yang sudah berlaku dan dilaksanakan oleh Muhammad dan sahabat-sahahatnya ialah jangan sampai ada orang yang mau diperdayakan dari agamanya dan supaya ada kebebasan berdakwah sebagaimana mestinya. Nanti penjelasan dan pembuktiannya akan kita lihat juga. Di situ akan tampak lebih jelas di depan kita, bahwa tujuan Muhammad dengan perjanjian-penjanjian itu ialah guna memperkuat Medinah, supaya jangan ada jalan bagi pihak Quraisy dalam mengejar kehendaknya itu, atau mencoba melakukan kekerasan terhadap kaum Muslimin seperti yang pernah mereka usahakan dulu ketika hendak mengembalikan orang-orang Islam dari Abisinia. Dalam pada itu ia pun tidak keberatan mengadakan penjanjian dengan pihak Quraisy asalkan kebebasan berdakwah untuk agama Allah tetap dijamin, dan jangan ada lagi kebencian. Agama hanyalah bagi Allah.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 230-231.

HARAM BERLAKU DHALIM (19)

Khaulah binti Tsamir (isteri Hamzah) r.a. berkata : Saya telah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : Sesungguhnya ada beberapa orang yang mempergunakan harta Allah (baitil-mal) dengan tiada hak, maka bagi mereka api neraka pada hari qiyamat. (HR. Buchary)

Amanat yang diserahkan di tangannya dari harta untuk kepentingan kaum muslimin, tiada berhak untuk dimakannya tetap haram sama dengan kalau di tangan lain orang, kita tidak boleh berbuat sesuka hati sendiri, kita hanya boleh memakai dalam kebutuhan kita yang sesuai dengan kepentingan kaum muslimin.
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 232.

Minggu, 18 November 2012

BEJANA-BEJANA (4)

Dari Salamah bin Almuhabbiq r.a., ia berkata ; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Menyamak kulit bangkai itu adalah mensucikannya”, disahkan oleh Ibnu Hibban.

Dari Maimunah r.a., ia berkata Nabi s.a.w. melalui seekor kambing yang diseret oleh orang-orang, Nabi bersabda ; “Alangkah baiknya kalau kamu ambil kulitnya”. Mereka berkata ; ” Kambing ini adalah bangkai”. Nabi bersabda : “Air dan daun salam (obat samak) dapat mensucikannya”. Dikeluarkan oleh Abu Daud dan Nasa'i.
--------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 15-16.

KARAMAH SA’ID BIN ZAID R.A.

Urwah bin Zubair berkata bahwa Sa’id bin Zaid bin Amru bin Nufail r.a. diperkarakan oleh Arwa binti Aus bin al-Hakam. Arwa menuduh Sa’id telah mengambil sebagian dari tanahnya. Sa’id berkata : “Apakah aku telah mengambil sebagian dari tanahnya setelah aku mendengar suatu keputusan dari Rasulullah saw.?” Dia ditanya : “Apa yang kamu dengar dari Rasulullah saw.?” Dia menjawab bahwa Nabi saw. telah bersabda : ”Barangsiapa yang mencuri sejengkal tanah, akan digantungkan padanya tujuh lapis bumi.” Kemudian Marwan berkata kepada Sa’id : “Aku tidak akan menanyakan bukti atau persaksian kepadamu setelah ini.” Sa’id berkata : “Ya Allah, jika dia berbohong, butakanlah matanya dan bunuhlah dia di tanahnya.” Sebelum wanita itu mati matanya buta. Ketika dia berjalan di tanahnya, dia terjatuh ke dalam sebuah lubang yang menyebabkan kematiannya.”
----------------------------------------------
MEMPERTAJAM KEPEKAAN SPIRITUAL, Majdi Muhammad Asy-Syahawy, Bina Wawasan Press, Jakarta 2001, halaman 43-44.

HARAM BERLAKU DHALIM (18)

Ibn Umar r.a. berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w. : Seorang mu’min tetap dalam kelapangan dalam agamanya, selama ia tidak menumpahkan darah yang haram. (HR. Buchary).
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 232.

Sabtu, 17 November 2012

BEJANA-BEJANA (3)

Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata ; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Apabila kulit itu disamak, maka ia jadi suci”. Dikeluarkan oleh Muslim. Dan menurut riwayat Iman yang Empat (Abu Daud, Ibnu Majah Tirmidzi, Nasa’i): “Kulit yang mana saja bila disamak (pasti jadi suci)”.
------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 15.

MENYUDUTKAN PERDAGANGAN QURAISY

Di samping itu kafilah-kafilah Quraisy ini dikawal oleh penduduk Mekah yang mempunyai hubungan darah dan pertalian kerabat dengan sebagian besar kaum Muhajirin. Jadi tidak mudah bagi mereka itu mau saling bunuh, atau satu sama lain mau melakukan balas-dendam, atau akan melibatkan Mekah dan Medinah bersama-sama ke dalam suatu perang saudara, suatu hal yang selama tiga belas tahun terus-menerus, dari mulai kerasulan Muhammad sampai pada waktu hijrahnya, kaum Muslimin dan orang-orang pagan di Mekah sudah mampu menghindarinya. Orang-orang Islam itu sudah mengetahui bahwa Ikrar ‘Aqaba dulu itu adalah ikrar pertahanan (defensif), pihak Aus dan Khazraj sama-sama berjanji akan melindungi Muhammad. Mereka tidak pernah memberikan janji kepadanya atau kepada siapa pun dari sahabat-sahabatnya bahwa mereka akan melakukan tindakan permusuhan (agresi).
Sungguhpun sudah begitu, memang tidak mudah orang akan menyerah begitu saja kepada ahli-ahli sejarah, yang dalam penulisan sejarah hidup Nabi yang baru dimulai hampir dua abad kemudian sesudah wafatnya itu mengatakan, bahwa satuan-satuan dan perjalanan-perjalanan yang mula-mula itu tujuannya memang sengaja hendak melakukan perang. Oleh karena itu, dalam hal ini seharusnya ada suatu penafsiran yang lebih dekat diterima akal dan sesuai pula dengan politik kaum Muslimin pada periode mula-mula mereka berada di Medinah, serta sejalan pula dengan kebijaksanaan Rasul yang pada masa itu didasarkan pada prinsip-prinsip persetujuan dan saling pengertian dengan pelbagai macam kabilah; di satu pihak guna menjamin adanya kebebasan melakukan dakwah agama, di pihak lain guna menjamin adanya kerja sama yang baik dan bertetangga baik.
Menurut hemat saya adanya satuan-satuan yang mula-mula ini tidak lain maksudnya supaya pihak Quraisy mengerti, bahwa kepentingan mereka sebenarnya bergantung kepada adanya saling pengertian dengan pihak Muslimin yang juga dari keluarga mereka, yang telah terpaksa keluar dari Mekah, karena mengalami tekanan-tekanan. Pengertian ini berarti bahwa kedua belah pihak harus menghindari adanya bencana permusuhan dan kebencian serta menjamin bagi pihak Islam adanya kebebasan menjalankan dakwah agama, dan bagi pihak Mekah adanya keselamatan dan keamanan perdagangan mereka dalam perjalanannya ke Syam.
Sebenarnya perdagangan yang dikirimkan dari Mekah dan Ta’if dan yang didatangkan ke Mekah dari bagian Selatan, adalah perdagangan yang cukup besar. Sebuah kafilah adakalanya berangkat dengan 2.000 unta dengan muatan seharga lebih dari 50.000 dinar. Menurut perkiraan Sprenger ekspor Mekah setiap tahunnya mencapai jumlah 250.000 dinar atau kira-kira 160.000 pounsterling. Apabila bagi pihak Quraisy sudah pasti bahwa bahaya yang mengancam pendagangan ini datangnya dari anak negeri sendiri yang kini sudah mengungsi ke Medinah, hal ini telah membuatnya berpikir-pikir dalam hal mengadakan saling pengertian dengan mereka, suatu saling pengertian yang memang diharapkan oleh pihak Muslimin, yakni jaminan adanya kebebasan melakukan dakwah agama serta kebebasan memasuki Mekah dan melakukan tawaf di Kabah. Tetapi saling pengertian demikian ini takkan ada kalau Quraisy tidak dapat memperhitungkan kekuatan pihak Muhajirin dan anak negerinya sendiri itu, yang kini akan mencegat dan menutup jalan lalulintas perdagangannya.
Inilah yang menurut penafsiran saya yang menyebabkan Hamzah dan rombongannya dari kalangan Muhajirin kembali, setelah berhadapan dengan Abu Jahl bin Hisyam di pantai Jazirah, begitu keduanya dilerai oleh Majdi bin ‘Amr. Selanjutnya seringnya satuan-satuan Muslimin itu menuju rute perdagangan pihak Mekah dengan suatu jumlah yang sukar sekali dapat dibayangkan bahwa mereka sedang menuju perang, dapat ditafsirkan demikian. Juga ini pula yang mengartikan betapa besarnya hasrat Nabi setelah melihat kecongkakan Quraisy dan sikapnya dalam menghadapi kekuatan Muhajirin — ingin mengadakan perdamaian dengan kabilah-kabilah yang tinggal di sepanjang rute perdagangan itu serta mengadakan persekutuan dengan mereka yang beritanya tentu akan sampai kepada Quraisy. Dengan itu kalau-kalau mereka mau insaf dan kembali memikirkan perlunya ada saling pengertian dan persetujuan itu.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 228-230

HARAM BERLAKU DHALIM (17)

Ummi Salamah r.a. berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w. : Sesungguhnya saya seorang manusia biasa, dan kamu mengadukan perkara kepadaku, mungkin salah seorang diantara kamu lebih pandai menjelaskan hujjah da’waannya dari yang lain, sehingga saya putuskan baginya sebagaimana keterangannya yang saya dengar. Maka siapa yang telah saya menangkan dengan hak lain orang, sama saja seperti saya memberinya sepotong api neraka. (HR. Buchary dan Muslim).

Kemungkinan kepandaian putar lidah menyebabkan seolah-olah ia benar, tetapi dalam hakikatnya ia tidak benar, sehingga mendapat kemenangan dalam perkara dan terambil olehnya hak orang lain yang haram baginya dan bakal masuk ke dalam neraka.
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 231-232.

Jumat, 16 November 2012

BEJANA-BEJANA (2)

Dari Ummu Salamah, ia berkata ; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Orang yang minum pada bejana perak, tidak lain hanyalah ia menuangkan api neraka Jahanam ke dalam perutnya”. Muttafaq alaih.
--------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 15.

KARAMAH SA’AD BIN ABU WAQQASH R.A.

Jahir bin Samurah berkata: “Para penduduk Kufah melapor kepada Khalifah Umar bin Khattab tentang tidak baiknya kelakuan gubernur mereka, Sa’ad bin Abu Waqqash. Umar pun memecatnya dan mengangkat gubernur yang baru, yaitu Amman bin Yasir. Kemudian mereka juga melapor kepada Khalifah Umar bahwa Sa’ad bin Abu Waqqash tidak baik dalam shalat! Kemudian Umar mengirim seorang utusan kepada Sa’ad dan berkata : “Wahai Abu Ishaq (panggilan lain dari Sa’ad bin Abu Waqqash), sesungguhnya rakyat Anda melaporkan bahwa Anda tidak baik dalam melaksanakan shalat.” Sa’ad menjawab : “Demi Allah, sungguh saya sudah melakukan shalat bersama mereka sebagaimana shalatnya Rasulullah saw., tidak kurang darinya. Jika melakukan shalat ‘Isya, saya akan berdiri lama pada dua rakaat yang pertama dan berdiri ringan pada dua rakaat yang kedua.” Utusan itu berkata : “Akan tetapi begitulah yang dikatakan orang-orang tentangmu, wahai Abu Ishaq.”
Kemudian Umar mengutus seorang utusan -atau beberapa utusan ke Kufah untuk menanyakan kepada para khalayak ramai tentang karakter Sa’ad. Tidak ada satu pun masjid di sana yang tidak mereka tanya. Namun, mereka menjawab dan memuji kesempurnaan shalatnya, sehingga mereka memasuki masjid milik Bani ‘Abis. Berkatalah seorang laki-laki dari mereka yang bernama Usamah bin Qatadah yang bergelar Abu Sa’dah : “Jika kamu meminta pendapat kami, sesungguhnya Sa’ad tidak mau berjalan dengan pasukan dan tidak mau membagi harta dengan adil dan tidak adil pula dalam menghukum!” Maka Sa’ad berkata : “Demi Allah, aku akan mendoakan mereka dengan tiga hal : “Ya Allah sekiranya hamba-Mu itu dusta, hanya untuk riya, dan mencari-cari nama baik (terkenal), panjangkanlah umurnya dan panjangkanlah kefakirannya serta hadapkanlah dia pada cobaan (fitnah).”
Setelah itu apabila dia (Abu Sa’dah) ditanya orang, dia akan menjawab : “Aku adalah seorang tua renta yang sesat, aku telah tertimpa doa Sa’ad bin Abu Waqqash.”
Abdul Malik bin Umair (perawi hadits ini dari Jabir bin Samurah) berkata : “Kemudian, saya melihat bahwa kedua alis matanya gugur karena terlalu tua, dan apabila melihat anak-anak gadis berjalan di jalan-jalan, dia akan mengerdipkan mata kepada mereka.”
----------------------------------------------
MEMPERTAJAM KEPEKAAN SPIRITUAL, Majdi Muhammad Asy-Syahawy, Bina Wawasan Press, Jakarta 2001, halaman 42-43.

HARAM BERLAKU DHALIM (16)

Abu Hurairah r.a. berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w. : Tahukah kamu siapakah orang yang pailit itu? Jawab sahabat : Orang yang pailit, yaitu orang yang jatuh bangkrut dagangannya, hingga habis semua kekayaannya, baik uang maupun perkakasnya, Bersabda Nabi : Sesungguhnya orang yang pailit dari ummatku yaitu orang yang datang pada hari Qiyamat lengkap membawa sholat, puasa dan zakat. Tetapi di samping itu ia sudah mencaci-maki pada si ini, dan menuduh si ini, dan makan harta si anu dan menumpahkan darah si itu, dan memukul si ini, maka diberikan si ini dan hasanat kebaikan amalnya, dan si itu dari hasanatnya, dan apabila telah habis hasanat kebaikannya, sedang belum terbayar semua tuntutan orang-orang lainnya, maka diambilkan dari dosa-dosa orang yang pernah dianiaya (diganggu) untuk ditanggungkan kepadanya, kemudian dari itu dilemparkan ia ke dalam neraka. (HR. Muslim).

Pembayaran segala sesuatu di akherat hanya dengan amal kebaikan, sebab di sana tidak berlaku uang emas ataupun perak, perhitungannya hanya dilakukan dengan amal hasanat kebaikan.
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 230-231.

Kamis, 15 November 2012

BEJANA-BEJANA (1)

Dari Huzaifah bin Alyaman r.a., ia berkata ; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Janganlah kamu sekalian minum pada bejana-bejana emas atau perak, dan janganlah makan pada piring-piring emas atau perak; karena bejana-bejana itu untuk mereka (kafir) di dunia dan bagi kamu di akhirat”. Muttafaq alaih.
--------------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabuth-Thaharah, halaman 14-15.

PENDAPAT AHLI-AHLI SEJARAH TENTANG PERANG PERTAMA

Bukankah semua peristiwa ini sudah dapat dijadikan bukti, bahwa kaum Muhajirin — dan terutama Muhammad — memang sudah memikirkan akan membalas dendam terhadap Quraisy dan memulai mengadakan permusuhan dan melakukan perang? Setidak-tidaknya — menurut pikiran ahli-ahli sejarah itu — ini membuktikan, bahwa dengan mengirimkan satuan-satuan dan ekspedisi-ekspedisi pendahuluan itu tujuan mereka adalah dua :
Pertama, mengadakan pencegatan terhadap kafilah-kafilah Quraisy dalam perjalanan mereka ke Syam atau sekembalinya dari sana dalam perjalanan musim panas, dengan sedapat mungkin merenggut harta yang dibawa pergi atau barang-barang dagangan yang akan dibawa pulang oleh kafilah-kafilah itu.
Kedua, mengambil jalur kafilah Quraisy dalam perjalanannya ke Syam itu dengan jalan mengadakan perjanjian-perjanjian perdamaian serta persekutuan dengan kabilah-kabilah sepanjang jalan Medinah-Pantai Laut Merah. Hal ini akan mempermudah pihak Muhajirin melakukan serangan terhadap kafilah-kafilah Quraisy itu, tanpa ada sesuatu apa yang akan dapat melindungi mereka dari Muhammad dan sahabat-sahahatnya, sebagai tetangga kabilah-kabilah tersebut, yaitu suatu perlindungan yang akan mencegah kaum Muslimin — selaku pihak yang berkuasa dan kuat — bertindak terhadap orang-orang dan harta-benda mereka itu. Adanya satuan-satuan yang oleh Nabi s.a.w. pimpinannya diserahkan masing-masing kepada Hamzah, ‘Ubaida bin’l-Harith dan Sa’d bin Abi Waqqash, demikian tiga persekutuan-persekutuan yang telah diadakan dengan Banu Dzamra, Banu Mudlij, dan lain-lain, memperkuat maksud tujuan kedua tadi, begitu juga pengambilan jalan penduduk Mekah ke Syam membuktikan pula sebagian tujuan kaum Muslimin itu.

PENDAPAT KAMI TENTANG SATUAN-SATUAN INI
Bahwa dengan adanya satuan-satuan (sariya) yang dimulai enam bulan sesudah mereka tinggal di Medinah dan yang hanya diikuti oleh pihak Muhajirin saja tujuannya hendak memerangi Ouraisy dan menyerbu kafilah-kafilah mereka, ini akan membuat orang jadi sangsi dan harus berpikir lagi. Pasukan Hamzah tidak lebih dari 30 orang dari Muhajirin, pasukan ‘Ubaida tidak lebih dari 60 orang, demikian juga pasukan Sa’d yang menurut suatu sumber 8 orang, dan menurut sumber yang lain 20 orang. Sedang petugas-petugas yang mengawal kafilah-kafilah Quraisy biasanya berlipat ganda jumlahnya. Sejak Muhammad tinggal di Medinah dan mulai mengadakan persekutuan dengan kahilah-kabilah setempat dan dengan daerah-daerah yang berdekatan, pihak Quraisy makin memperbanyak jumlah orang dan perlengkapannya. Baik Hamzah, Ubaida ataupun Sa’d, betapapun keberanian mereka itu sebagai kepala satuan-satuan Muhajirin, namun persiapan yang ada pada mereka tidak cukup memberi semangat untuk melakukan perang. Bagi mereka ini semua, kiranya cukup dengan menakut-nakuti Quraisy saja, tanpa mengadak perang; kecuali apa yang dilakukan orang tentang anak panah, yang pernah dilepaskan Sa’d itu.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 227-228