"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Kamis, 22 November 2012

UMAR BIN KHATTHAB

‘Umar bin Abdul’uzza. Satu keturunan dengan Rasulullah pada kakeknya Ka’ab bin Luay. Beliau salah seorang Kepala Quraisy, termasuk orang-orang terkemuka Kota Makkah. Nama ibunya Hantamah binti. Hasyim, saudara perempuan dari Abu Jahal. Ketika masuk Islam beliau digelari dengan Alfaraq (artinya pemisah antara yang hak dan yang bathil). Juga digelari dengan Abu Hafash (anak singa). Beliau dilahirkan di Makkah, pada tahun 13 sesudah lahirnya Rasulullah.
Waktu kecil menggembala kambing. Sesudah dewasa beliau berdagang ke Sirya. Sekalipun beliau bukan orang kaya tetapi disegani orang. Semua takut pada ‘Umar, karena galaknya dan beraninya. Pikirannya cerdas, pengaruhnya besar di kalangan rakyat. Segala tutur katanya diturut orang.

KEISLAMANNYA
Dulu sebelum ‘Umar masuk Islam, beliau adalah sebagai musuh Islam yang terbesar. Pernah beliau hendak membunuh Nabi. Tetapi sebelum sampai ke rumah Nabi, beliau mendapat berita bahwa adiknya yang perempuan sudah masuk Islam. Bukan main marahnya ‘Umar mendengar berita itu, serasa disambar geledek. Segera ia kembali ke rumah adiknya itu. ‘Umar mengetuk pintu “Siapa di luar?” Sahut dari dalam”
”Aku ‘Umar bin Khattab. Ayo buka pintu”.
Waktu itu orang di dalam sedang membaca Qur’an. Demi mendengar suaranya, mereka diam, sunyi senyap semua bersembunyi.
Setelah pintu dibuka oleh adiknya, masuklah ‘Umar berkata : “Kudengar kau sudah berani meninggalkan agama leluhur? Dan kini kau masuk Islam?. Nah, ini rasakanlah”. Sambil menampar muka wanita itu; darah meleleh.
Demi dilihatnya darah bercucuran dari mukanya, menangislah wanita itu tersedu-sedu.
”Hai ‘Umar! Pukullah .............. ayo pukullah lagi. Berbuatlah sekehendakmu. Aku sudah masuk Islam. Mau apa ?“ Kata wanita itu menantang dengan suara terputus-putus.
”Umar terus masuk, lalu duduk di sebuah bangku. Dilihatnya ada sebuah kitab di pojok.
”Itu apa? menunjuk kepada kitab itu. “Bawa kemari !” Perintahnya pula.
”Tidak boleh. Orang junub dan belum berwudlu dilarang menjamah kitab itu”
”Apa, Tidak boleh? Siapa melarang? Bawa kemari! Kalau tidak mau aku tampar lagi mukamu”.
Setelah diberikannya kitab itu, dibacanya Bismillah...... Dengan nama Allah yang Pengasih Penyayang. ”Umar tercengang. Dilemparkannya kitab itu.
Tetapi ia penasaran, ingin mengetahui lebih lanjut apa isinya. Lalu diambilnya kembali. Dibacanya lagi. Sabbaha lillahi ............. semua makhluk seisi langit dan bumi sama memuja dan memuji Tuhan Yang Maha Mulia dan Bijaksana, sampai pada ayat, Aminu billahi warasulihi ....... Berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya
Seirama dengan alunan jiwanya, meluncurlah ucapan kalimat Syahadat dari mulut ‘Umar Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasululiah.
Demi didengar ‘Umar mengucapkan Syahadat, semua yang bersembunyi pada keluar sambil bertäkbir serentak.
‘Berbahagialah kau ‘Umar” kata mereka “Rasulullah pernah berdo’a begini “Ya Allah, jayakanlah kiranya Agama Islam ini dengan masuknya salah seorang dari kedua jago itu, ya’ni ‘Umar atau Abu Jahal”. Dan kami berharap, kiranya kaulah yang diterima oleh Allah. Nah, terimalah ücapan “Selamat” dari kami ini.
Kemudian ‘Umar pergi menemui Rasulullah s.aw. “Siapa itu ?“ tanya dari dalam setelah didengar ada orang mengetuk pintu.
“Aku ‘Umar bin Khatthab”.
Semua orang yang ada di dalam tidak ada yang berani membukakan pintu. Sementara itu Rasulullah menyuruh buka, dengan katanya : “Bukalah, kalau Allah akan menghendaki kebaikan, tentu diberikan-Nya hidayah”.
Waktu ’Umar masuk, terus didampingi oleh dua orang, sambil dipegang kedua lengannya.
“Lepaskan dia” Perintah Rasuiullah, setelah ‘Umar di hadapan beliau.
”Masuklah Islam. Kau hai’‘Umar”. Seru Rasulullah memegang baju ‘Umar. “Ya Tuhan, tunjukilah dia” sambungnya pula.
Asyhadu alla ilaha ilallah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
Bergema suara takbir oleh seisi rumah Rasulullah, menyambut keislaman ‘Umar.

SUDAH ISLAM
Dengan masuknya ‘Umar dalam Islam pada tahun enam dari Risalah, dengan bergabungnya ‘Umar kepada Rasulullah, berarti Islam telah mempunyai tulang punggung yang kuat. Sebelum itu, orang Islam tidak berani melakukan ibadah secara terang-terangan, api setelah ’Umar menggabungkan diri, ‘Umar menyatakan kepada Rasulullah supaya ummat Islam berdemontrasi, beribadat secara terang-terangan.
Maka keluarlah ummat Islam bersama-sama Rasulullah dalam dua barisan. Masing-masing dipimpin oleh ’Umar dan Hamzah.
Mereka berjalan menuju mesjid untuk melakukan sholat secara berterang-terangan dengan membaca takbir. Beliau sangat disegani dan ditakuti, karena keberanian dan kekerasannya. Demikianlah waktu beliau hendak pergi hijrah ke Madinah, beliau menjumpai dulu khalayak ramai secara jantan.
Beliau pergi dulu ke Ka’bah dengan menyandang pedangnya, di mana kepala-kepala Quraisy sedang berkumpul. Sesudah thawaf dan sholat dua raka’at, menghadaplah beliau kepada mereka dengan katanya : “Saya hendak pergi berhijrah. Barangsiapa yang ingin ibunya kehilangan anaknya, siapa yang suka anaknya jadi yatim piatu dan siapa yang mau isterinya jadi janda, hadanglah saya di dibalik lembah itu”. Terus beliau pergi.

JADI KHALIFAH
Sebagaimana tersebut di bagian lain, bahwa ‘Umar menjadi Khalifah atas penunjukan Khalifah Abubakar. Maka pada tanggal 22 Jumadil akhir tahun 13 H. beliau dilantik. Dalam pidatonya di antaranya, beliau mengatakan :
“Bangsa Arab, adalah umpama unta yang jinak, ke mana saja hendak dibawa oleh penuntunnya, diapun mau. Karenanya pemimpin hendaklah waspada, kemana mereka itu hendak dibawa? Adapun saya, demi Tuhan saudara-saudara hendak kupimpin ke jalan yang semestinya”

KECINTAANNYA TERHADAP RAKYAT
Suatu malam, gelap-gulita udarapun amat dinginnya. Khalifah ‘Umar bersama shahabat Aslam pergi ke sebuah kampung di luar kota, meronda rakyatnya. Nun jauh di sana kelihatan berkedip-kedip nyala api. “Hai Aslam, lihatlah itu! kau lihat ada nyala api itu?” Saya kira itu rombongan kafilah yang kemalaman di jalan, tentunya mereka itu kedinginan. Mari kita kè sana”.
Keduanya berlari-lari kecil, menghampiri api itu.
Tetapi apa mereka lihat? Seorang wanita sedang menanak, anaknya pada menangis.
”Umar memberi salam : “Assalamu alaikum”! salam” sahut wanita itu. “Bolehkah saya masuk?”
”Silakan”
”Sedang mengapa Saudari ?“
”Kami kedinginan, tuan”.
“Dan itu anak-anak kenapa mereka menangis ?“
”Mereka lapar, tuan”
”Tetapi itu apa? Bukankah kau sedang bertanak ?“
”Tidak, itu hanya untuk menghibur mereka saja, supaya diam. Yah, tuan akan menyaksikan, beginilah keadaan kami di bawah pemerintahan ‘Umar”.
”Kasihan, apa ‘Umar tahu keadaan kalian di sini ?“
”Itu seharusnya. Sebab beliau sebagai Khalifah pemerintah kita. Tetapi beliau tidak ada menaruh perhatian kepada rakyatnya yang menderita ini”. Lalu ’Umar menoleh kepada Aslam, seraya katanya :
”Mari kita pulang dulu”.
Setelah sampai di gudang, dikeluarkannya satu karung gandum dan beberapa potong dendeng.
“Angkatlah ini di atas pundakku, Aslam !“
“Biarlah saya saja yang memikul, Ya Amirul Mu’minin”.
“Apa? Apakah kau mau memikul dosaku nanti di hari Qiamat ?“
Gandum itu dipikulnya sendiri oleh khalifah ‘Umar. Sesampainya di khemah, dihempaskan karung gandum itu. Lalu dibukanya, disenduknya beberapa cupak.
“Biarlah saya sendiri yang memasaknya” katanya kepada wanita itu. Lalu diaduk-aduknya periuk itu, sambil meniup-niup api. Dari sela-sela janggutnya yang tebal itu, kelihatan asap seperti rumput kebakaran. Setelah masak, diturunkannya periuk itu seraya minta mangkuk kosong.
“Nah ini berilah anak-anakmu makan semua !“
Sesudah mereka kenyang semua, lalu berdiri dan semua ketawa gembira. “Alhamdulillaah” kata ‘Umar.
“Terima kasih tuan. Sungguh tuan lebih baik daripada Khalifah kita”. Sahut wanita itu memuji-muji. “Terimakasih kembali, dan saya harap katamu itu baik saja. Dan kalau kamu mau datang kepada Khalifah, saya ada di sana insya Allah, nah selamat tinggal”.

DEMOKRASI 
‘Umar adalah Khalifah pertama yang berhaluan Demokrasi dalam cara Pemerintahannya. Beliau suka sekali bermusyawarah dan suka menghargai pendapat orang lain. Beliau tidak suka bertindak dengan keputusannya sendiri saja. Tetapi semua soal-soal yang penting mengenai kenegaraan, dibicarakannya dalam sidang para Shahabat yang disebut Ahlul Hilli wal Aqdi.
“Soal-soal penting harus dibicarakan bersama, dengan jalan bermusyawarah” kata beliau.
Cara ‘Umar bermusyawarah baik sekali. Pertama-tama beliau meminta dulu pendapat umum. Sudah itu diundangnya para Shahabat Nabi s.a.w. para pemimpin rakyat untuk bersama-sama memperbincangkan soal-soal yang sulit, lalu diputusnya soal itu berdasarkan suara terbanyak.

TAHUN DEBU
Tahun 18 H adalah tahun kemarau yang amat panjang. Panasnya membakar, tidak terkira-kira teriknya. Angin bertiup menerbangkan debu padang pasir membubung naik ke udara membuat pemandangan jadi gelap. Karenanya tahun itu disebut tahun debu, hujanpun sudah lama tidak turun, pohon-pohonan menjadi kering, daun-daunpun rontok seolah-olah alam sudah tidak berjiwa lagi. Kurma dan gandum yang menjadi makanan orang Arab tidak menjadi. Karenanya kelaparan semakin menghebat di mana-mana. Orang-orang Baduwi berduyun-duyun datang ke Madinah minta makan.
Sungguh sedih Khalifah ‘Umar memikirkan penderitaan rakyatnya. Demi melihat badan mereka kurus kering, muka pucat tidak berdarah, mata cekung. Beliau berjanji : “Tidak akan makan daging dan susu, selama rakyatnya belum terhindar dari bahaya kelaparan”
Statu hari, sahayanya berbelanja ke pasar membeli kiju dan susu. Tetapi kedua barang itu tidak dimakamnya. Dibagi-bagikannya kepada rakyat.
”Saya tidak akan makan yang enak-enak selama rakyatku masih kelaparan dan sengsara”. Kata beliau.
“Bagaimana saya akan dapat merasa apa yang dirasai dan diderita oleh rakyat, kalau saya tidak menyertai apa yang diderita oleh mereka”
Di mana daerah yang berlimpah-limpah makanannya, terutama makanan pokok, diperintahkan supaya mengirimkan bantuan kepada daerah yang sedang ditimpa kelaparan. Di antaranya, Abu ‘Ubaidah datang dari Sirya membawa 4.000 ekor unta penuh dengan muatan gandum.
Beliau sendiri yang membagi-bagikan gandum itu kepada rakyat. Dan setiap hari unta yang 4000 itu dipotong 200 ekor, untuk dibagi-bagikan dagingnya.

PERSAMAAN
Jibillah, demikian nama seorang raja yang sengaja datang ke Madinah hendak menyatakan Islam, berikut pengiringnya 500 orang berkuda. Kedatangannya disambut oleh Khalifah ‘Umar dengan segala kehormatan dan gembira. Waktu raja itu sedang melakukan ibadah haji, kainnya terinjak orang. Bukan main marahnya raja itu. Dengan tidak ampun lagi orang itu ditempelengnya hingga berdarah hidungnya. Hal itu diadukannya kepada Khalifah.
Raja dipanggilnya menghadap. “Hai Jibillah, apa gerangan sebabnya, maka tuan menempeleng saudara itu ?“ Tanya Khalifah, memeriksa perkaranya.
“Dia menginjak sarungku”. Jawab raja.
“Jika tuan sudah mengaku, demikian, sekarang tuan tinggal pilih: Apa mau minta ma’af, atau mau menerima pembalasan yang setimpal dari orang itu ?“
“Apa pembalasan? Itu tidak mungkin! Bukankah aku ini raja, sedang dia rakyat jembel ?“ “Itu betul. Tetapi Islam sudah mempersamakan kalian berdua. Islam memandang semua manusia Muslim, tuan dan dia itu sama. Tidak ada perbedaan antara seorang raja dengan rakyat, samasekali tidak ada lebihnya sama lain.
”Sebenarnya yang saya harapkan memeluk Islam itu saya akan lebih jaya lagi dari Jahiliah”.
”Memang demikian sebenarnya”. “Tetapi ya Amirul, saya harap tangguhkan dulu perkara ini sampai besok”.
”Baiklah, itu hakmu”.
Tetapi keesokan harinya raja Jibillah itu lolos, pergi ke Konstantinopel meminta perlindungan kepada Hiraclius.

NEGARA AMAN DAN DAMAI
Khousru ada mengutus seorang peninjau, untuk meninjau keadaan ‘Umar dari dekat.
Setelah peninjau itu berada di tengah-tengah kota Madinah, ia bertanya-tanya kepada penduduk kota.
”Mana dan siapa raja tuan ?“
”Kami tidak mempunyai raja, hanya kami ada mempunyai seorang yang disebut kepala negara dia sedang keluar kota”.
Peninjau dari Persi itu terus pergi mencarinya. Dilhatnya ‘Umar sedang berbaring di atas pasir, di bawah panas matahari, berteduh di bawah sebuah pohon dengan berbantal bajunya, sedang keringatnya bercucuran dari mukanya membasahi bumi.
Demi dilihatnya keadaan ‘Umar demikian, orang itu merasa kagum bercampur takut, ia berkata dalam hatinya :
”Inilah orang yang sangat dikagumi dan ditakuti oleh raja-raja, beginilah keadaannya. Kau ‘Umar telah berlaku adil, karenanya kau bisa enak tidur. Lain halnya dengan raja kami, oleh karena telah berbuat sewenang-wenang, ia selalu gelisah, tidak bisa tidur dengan amannya.

NEGARA YANG ADIL
Suatu waktu ketika Khalifah ‘Umar sedang duduk-duduk datanglah seorang warga Mesir, meminta perlindungan :
“Ya Amiral mu’minin, apakah boleh di tempat ini saya minta perlindungan kepada Tuan ?“
“Ya boleh, saya jamin keselamatanmu, ada apa”.
“Waktu saya berpacuan kuda, saya sudah mendahului putera Amru bin ‘As (Gubernur Mesir) karenanya saya dicambuknya bertubi-tubi, dengan katanya : “Aku ini anak bangsawan, kau tahu ?” Hal ini terus diadukan kepada bapaknya. Rupanya ‘Amru curiga, kalau saya datang mengadukan kepada tuan. Karenanya saya dipenjarakan. Tetapi saya dapat meloloskan diri, terus menghadap kepada tuan”.
Oleh ‘Umar ditulisnya surat kepada ‘Amru, meminta datang pada musim Haji tahun itu beserta anaknya. Sudah itu ia berkata kepada orang Mesir tadi.
“Tinggallah di sini tunggu sampai ia datang”.
Setelah selesai mengerjakan haji, duduklah Khalifah ‘Umar di muka orang banyak didampingi oleh ‘Amru dengan anaknya di sampingnya. Lalu dipanggilnya orang Mesir itu seraya diberikan kepadanya cambuk guna menyambuk anak ‘Amru. Setelah dicambuknya beberapa kali Khalifah menyuruh terus pukul : “Ayo terus pukul anak ‘bangsawan itu”.
”Sudah cukup, ya Amiril mu’minin”
Kalifah memberi peringatan kepada ‘Amru, katanya :
”Hai ‘Amru, mengapa kau sudah berani memperbudak manusia, sedang mereka itu dilahirkan oleh ibunya merdeka”‘Amru meminta ma’af
Tidak sekali-kali saya ada mempunyai perasaan demikian, ya Amiril mu’minin. Tindakan Khalifah ini sesuai dengan hadits Nabi :
(Yang diakui sebagai manusia muslim itu, ialah apabila semua orang Islam merasa aman dari gangguan tangan dan lidahnya).

ABDI RAKYAT
Suatu waktu Ahnaf bin Qais datang mengunjungi ”Umar beserta rombongan dari Irak. Waktu itu hari amat panasnya sedang Khalifah tengah mengobati unta sakit, dari hasil sedekah. ‘Umar minta tolong kepada Ahnaf :
”Ya Ahnaf, tanggalkanlah bajumu, mari tolong saya mengobati unta sedekah ini kepunyaan anak yatim simiskin dan janda.
“Semoga Tuhan mengampunimu, ya Amirilmu’minin”. Menjawab salah seorang di antara rombongan itu. “Sebaiknya Tuan suruh saja hamba, itu sudah cukup”.
Jawab ‘Umar : Mana ada hamba yang lebih rendah dari aku sendiri dan saudara ‘Ahnaf ini? Memang beginilah hendaknya, siapa yang memerintah kaum muslimin, dia adalah abdi mereka.

KESEDERHANAANNYA
Setelah Sa’ad bin Abi Waqqas dapat menduduki negara Parsi dapat mensita barang-barang permata Khosru, ia ingin mempersembahkan barang beberapa butir kepada ‘Umar.
Pesuruh yang membawa permata itu menceritakan dari catatan laporannya. “Waktu itu matahari sedang turun, saya lihat ‘Umar sedang memberi makan kepada fakir miskin, sembari, memerintahkan kepada pelayannya : “Taruhlah di sini sayur, di sini roti”. Setelah mereka habis makan, pulanglah. ‘Umar ke rumahnya akupun mengikuti dari belakang. Ia berseru kepada isterinya : “Kultsum, Ummu Kultsum. Sediakan makan”.
Apa yang dihidangkan itu? Hanya beberapa potong roti dengan garam sedikit.
Waktu itu saya berdiri di ambang pintu. ‘Umar melihat aku, disangkanya aku seorang di antara mereka, ditatapnya aku lalu ia berkata : “Rupanya engkau masih belum kenyang ya? Demi Allah roti yang kamu makan itu, inilah dia seperti yang kumakan juga”.
“Saya ini utusan Sa’ad ya Amiril Mu’minin” sahut saya. “Saya disuruh menyampaikan dua butir permata dari mahkota Khosru. Ini saya bawa dalam cupuk, terimalah”. “Baik, tarohlah di situ”. Perintahnya acuh tak acuh”.
Sudah itu sayapun pulang ke Kufah. Tetapi sebelum saya sampa ke Kufah, saya disusul oleh seorang pesuruhnya, katanya : “Kembalilah, Amiril Mu’minin memanggil kau kembali”.
Sayapun kembali lagi ke Madinah
“Celaka”, kata ‘Umar kepadaku, “Apa yang telah kau perbuat itu? Sepulangmu itu, aku terus tidur.
Aku mimpi ada dua orang malaikat datang kepadaku. Tanganku dipegangnya, terus dituntunnya aku ke tempat cepuk yang kau letakkan. Apa yang kulihat? Api menjilat-jilat. Nah ini, ambillah kembali permata ini. Juallah, dan uangnya bagikan kepada rakyat”.

KASIH SAYANG TERHADAP RAKYAT
Satu waktu seorang Gubernur datang menghadap, waktu itu ‘Umar sedang berbaring, dikerumuni anaknya yang sedang bermain-main. Hal itu menurut pendapat Gubernur tidak dibenarkan terutama bagi seorang Kepala Negara. Maka ‘Umar bertanya :
“Habis bagaimana sikapmu ?“
“Dimana aku masuk, semua diam, tidak ada yang berani bicara”. “Wah jika demikian, maka mulai hari ini kau ku berhentikan dari jabatanmu. Sebab engkau tidak ada mempunyai rasa belas kasihan terhadap anak-anakmu sendiri apa lagi terhadap rakyat”.

MENERIMA KRITIK RAKYAT
Waktu maskawin memuncak setinggi-tingginya “Umar menyarankan supaya maskawin diatasi. Sarannya itu diumumkan kepada khalayak ramai di mesjid. Tetapi  ada seorang wanita yang tampil ke muka menyanggah sarannya itu katanya :
“Ya Amiril mu’minin bagaimana kau sudah berani memutuskan begitu, sedang Tuhan ada berfirman yang artinya : (Jika berhasrat mengawini seorang wanita sebagai ganti isterimu, dengan memberi maskawin sampai satu Qinthar mas, maka tidaklah berhak kamu mengambil sedikit juga dari padanya).
Sanggahan wanita itu dibenarkan dan diterima oleh ‘Umar dengan katanya : “Benar wanita itu dan ‘Umarlah yang salah”.
Pada masa pemerintahan ‘Umar perkembangan Islam mendapat kemajuan pesat sekali, sampai jauh masuk ke ibukota Kerajaan Parsi yang dulu rajanya pernah merobek-robek surat da’wah Nabi s.a.w., yakni kota Mada’in. Dengan jatuhnya kota ini, maka dengan sendirinya seluruh propinsinya jatuh di bawah kekuasaan Ummat Islam, seperti Fars, Kirman, Markan, Khurasan, Sijisten, Azerbaijan, demikian juga tanah jajahannya Irak dengan seluruh daerahnya.
Kerajaan Romawi Timurpun yang dulu Nabi pernah mengutus seorang diplomatnya kepada Hiraclius, tetapi utusan itu dibunuh oleh Syurahbil, dapat ditaklukkan. Dengan jatuhnya Romawi Timur, maka seluruh tanah Antiocie sebagai pusat kemaharajaan jajahannya telah dapat diduduki seluruhnya seperti Damascus ibu kota negara Sirya dengan seluruh daerahnya, juga Palestina, Mesir, Iskandariyah, Himsh, Hama Kimrin, Alepo dan lain-lain kota penting.

WAFAT 
Pada akhir bulan Dzulhijjah 23 H. Khalifah ‘Umar telah wafat dalam usia 63 tahun, sesudah memangku pemerintahan selama 10 tahun 6 bulan. Beliau wafat sebagai syahid yang gugur dibunuh oleh seorang budak bangsa Parsi, Faeruz namanya, alias Abulu’lu’ah
Dimana Faeruz mencari-cari kesempatan untuk membalas dendamnya, maka pada suatu hari waktu ‘Umar sedang sholat shubuh berjamaah di mesjid, tiba-tiba ia diserang dari belakang oleh Faeruz, ditikamnya pula 13 orang, 7 orang di antaranya meninggal. Setelah Faeruz tertangkap, ia terus bunuh diri. ‘Umar dikebumikan di dekat kuburan Rasulullah s.a.w.

PEMILIHAN UMUM 
waktu ‘Umar mau meninggal, dipanggilnya ‘Ali, “Utsman, Zubair, Sa’ad dan Abdurrahman.
Kepada mereka diminta supaya bermusyawarah dalam hal ke khalifahan, sambil menunggu Thathah. Jika sesudah lewat tiga hari belum juga datang, maka supaya musyawarah dilangsungkan. Dalam pada itu disaksikan oleh Abdullah, putera ‘Umar
tetapi bukan sebagai calon. Selanjutnya ‘Umar memerintahkan kepada Miqdad sebagai formatur, katanya :
“Jika aku sudah dikebumikan, hendaklah kau undang para tokoh-tokoh enam orang itu pimpinlah permusyawaratan olehmu.
Jika terdapat suara 5 lawan 1 dan yang satu itu tidak menerima penggallah batang lehernya.
Jika 4 lawan 2 dan yang dua itu tidak mau menerima, pancunglah kepala keduanya.
Jika 3 lawan 3, hendaklah Abdullah bin ‘Umar yang memutuskan, jika mereka tidak mau menerima, maka ambillah suara dimana fihak Abdurahman bin Auf. Jika yang tiga orang lainnya tidak mau menerima suara rakyat banyak ini, bunuhlah ketiganya.

KATA-KATANYA YANG BERMUTU
  1. Orang yang pintar ialah yang mau memaafkan kesalahan orang lain.
  2. Seandainya sifat tahu budi, dan sifat tahan uji itu dua kendaraan, tidak perlu aku memilih salah satu yang mana akan aku tunggangi.
  3. Waspadalah terhadap orang yang kau benci.
  4. Jauhilah penyakit cinta buta, sebelum kau dihinggapi.
  5. Hendaknya janganlah kecintaanmu itu dibuat-buat dan jangan pula kebencianmu itu membawa bencana kepadamu.
  6. Pemerintah yang sial ialah yang rakyatnya sengsara.
  7. Siapa yang tidak kenal yang buruk ia terperosok ke dalamnya.
  8. Jika tidak ada hari Qimat, tentu berlainan apa yang kita lihat sekarang ini.
  9. Periksalah kesalahanmu sendiri lebih dulu, sebelum memeriksa kesalahan orang lain, sebab yang demikian itu lebih mudah dikerjakan, daripada menerima perhitungan di hari pembalasan kelak.
----------------------------------------------
Empat Besar Sahabat-sahabat Rasulullah dan Imam Madzhab, M. Said, Penerbit PT. Alma’arif Bandung, cetakan ke-IV, halaman 28 - 44

Tidak ada komentar:

Posting Komentar