"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Selasa, 31 Desember 2013

SYARAT-SYARAT DAN APA-APA YANG DILARANG (31)

Dari Ibnu ‘Abbas r.a., ia berkata ; “Rasulullah s.a.w. melarang menjual bulu yang masih di badan binatang, dan menjual susu yang masih di dalam tetek”. Diriwayatkan oleh Thabrany dalam kitab Al-Ausath dan Darukutny, dan diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Marasil dari Ikrimah; dan diriwayatkan pula dan Ibnu ‘Abbas mauquf dengan sanad yang kuat, dan Baihaqy mentarjihkan mauqufnya.
-------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Buju', halaman 302-303.

ANJURAN KEPADA PEMIMPIN SUPAYA MEMILIH MENTERI YANG SHALIH (1)

Abu Sa’id dan Abu Hurairah r.a. berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Allah tiada mengutus seorang Nabi atau mengangkat seorang Khalifah, melainkan ada dua orang kepercayaan pribadi, seseorang yang menganjurkan kebaikan, dan seorang yang menganjurkan kejahatan. Sedang orang yang selamat yalah yang dipelihara oleh Allah. (HR. Buchary).
---------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 543.

Senin, 30 Desember 2013

SYARAT-SYARAT DAN APA-APA YANG DILARANG (30)

Dari Urwah Al-Bariqy r.a.; “Bahwasanya Nabi s.a.w. memberinya satu dinar untuk dibelikan seekor hewan kurban atau seekor kambing, lantas ia membeli itu dua ekor kambing, dengan satu dinar, lalu ia menjualnya seekor dengan harga satu dinar; kemudian ia datang kepada Nabi s.a.w. membawa seekor kambing dan satu dinar; maka Nabi mendoakan supaya dalam jual-belinya diberkahi Allah; dan adalah ‘Urwah apabila ia membeli pasirpun pastilah ia dapat keuntungan”. Diriwayatkan oleh Imam yang Lima (Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzy dan Nasa’i) kecuali Nasa’i, dan Bukhary telah meriwayatkan hadist itu, tapi ia tidak membawa lafadh itu, dan Tirmidzy membawa syahid (penyaksi) untuk hadist itu dari hadist Hakim bin Hizam.
----------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Buju', halaman 301.

RUMAWI SIAP MENYERBU

Sementara perhatiannya sedang diarahkan ke seluruh jazirah Arab supaya jangan lagi ada pihak yang akan dapat menggoyahkan, dan keamanan di selunuh wilayah itu benar-benar aman sampai ke pelosok-pelosok, tiba-tiba ada berita sampai kepadanya dari pihak Rumawi, bahwa negara itu sedang menyiapkan sebuah pasukan tentara yang hendak menyerang perbatasan tanah Arab sebelah utara, dengan suatu serangan yang akan membuat orang lupa akan penarikan mundur yang secara cerdik dilakukan pihak Arab di Mu’ta dulu itu. Juga akan membuat orang lupa akan pengaruh Muslimin yang deras maju ke segenap penjuru yang hendak membendung kekuasaan Rumawi di Syam dan kekuasaan Persia di Hira. Berita itu tiba sudah begitu konkrit. Ia tidak lagi ragu-ragu dalam mengambil kesempatan ini. Ia hendak menghadapi sendiri kekuatan itu dan akan menghancurkannya sekali dengan mengikis habis setiap harapan dalam hati pemimpin-pemimpin mereka yang bermaksud hendak menyerang dan mengganggu kawasan itu.
Ketika itu musim panas belum berakhir. Suhu panas musim pada awal musim rontok yang sampai pada titik yang sangat tinggi itu merupakan musim maut yang sangat mencekam di wilayah padang pasir. Di samping itu memang perjalanan dari Medinah ke Syam, selain perjalanan yang panjang juga sangat sukar sekali ditempuh. Perlu ada keuletan, persediaan bahan makanan dan air. Jadi, tidak ada jalan lain Muhammad harus memberitahukan niatnya hendak berangkat menghadapi Rumawi itu kepada umum; supaya mereka juga bersiap-siap. Tidak ada jalan lain juga harus menyimpang pula dari kebiasaannya dalam ekspedisi-ekspedisinya yang sudah-sudah yang dalam memimpin pasukannya sering ia menuju ke jurusan lain daripada yang sebenarnya dituju, untuk menyesatkan pihak musuh supaya berita perjalanannya itu tidak diketahui.

SERUAN MUHAMMAD MENGHADAPI RUMAWI
Kemudian Muhammad menyerukan kepada semua kabilah bersiap-siap dengan pasukan yang sebesar mungkin. Orang-orang kaya dari kalangan Muslimin juga dimintanya supaya ikut serta dalam menyiapkan pasukan itu dengan harta yang ada pada mereka serta mengerahkan orang supaya sama-sama menggabungkan diri ke dalam pasukan itu. Dengan demikian, itu akan berarti sekali sehingga dapat membawa rasa cemas ke dalam jiwa pihak Rumawi, yang sudah terkenal oleh banyaknya jumlah orang dan besarnya perlengkapan.
Bagaimana gerangan kaum Muslimin menyambut seruan ini, yang berarti harus meninggalkan istri, anak dan harta-benda, dalam panas musim yang begitu dahsyat, dalam mengarungi lautan tandus padang sahara, kering, air pun tak seberapa, kemudian harus pula menghadapi musuh yang sudah mengalahkan Persia, dan belum dapat dikalahkan oleh kaum Muslimin? Akan tetapi iman mereka, kecintaan mereka kepada Rasul, serta kemesraan kepada agama, mereka pun terjun menyambut seruan itu, berangkat dalam satu arak-arakan yang rasanya dapat menyempitkan ruang padang sahara itu, sambil mengerahkan semua harta dan ternak mereka, siap dengan senjata di tangan, dengan debu yang sudah mengepul, yang begitu sampai beritanya kepada musuh, mereka akan lari tunggang-langgang. Ataukah barangkali perjalanan yang begitu sulit itu, di bawah lecutan udara panas, di bawah ancaman lapar dan haus, mereka akan jadi enggan dan kembali surut?
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 505-506.

RUBAI’ BINTI MA’UDZ

Beliau adalah Rubai’ bin Ma’udz bin Al-Haris bin Rifa’ah bin Al-Haris bin Sawad bin Malik bin Ghanam bin Malik Al-Anshariyah An-Najariyah. Ibu beliau Ummu Yazid binti Qais bin Za’wa’ bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bir Adi bin An-Najar.
Rubai’ termasuk angkatan pertama yang masuk Islam sungguh nampak ketulusan imannya dan kokohnya keyakinannya tatkala beliau berbai’at kepada Rasulullah s.a.w. di bawah sebuah pohon, itulah bai’at yang diberi nama dengan bai’atur-ridhwan. Sehingga beliau termasuk orang yang sukses mendapatkan keridhaan dari Allah sebagaimana yang difirmankan Allah :
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). Serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Fath : 18-19).

Rubai’ binti Ma’udz adalah termasuk sahabiyat agung yang dibina oleh Islam dan kemudian turut andil dalam kehidupan Islamiyah dan mereka terjun dalam membina masyarakat Islam yang agung. Beliau turut berperang di jalan Allah dengan menjaga batas-batas yang telah disyari’atkan oleh Islam. Beliau berbai’at kepada Rasulullah s.a.w. dan meriwayatkan hadits dari beliau dan adalah beliau seorang wanita yang pandai tentang urusan diennya.
Kaum muslimin mengakui kemampuan beliau, bahkan para sahabat senior bertanya kepada beliau dalam perkara dien, dan beliau telah menggambarkan tentang sifat Rasulullah s.a.w. sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Ubaidah bin Muhammah bin Ammar bin Yasir bertanya kepada Rubai’, “gambarkanlah sifat Rasulullah s.a.w. kepadaku!” Beliau menjawab, “Wahai anakku, seandainya engkau melihatnya maka seolah-olah engkau melihat matahari terbit.”
Beliau juga yang telah meriwayatkan tentang sifat wudhu Nabi s.a.w. sebagaimana yang dikeluarkan oleh Abu Dawud di dalam Sunannya dari Rubai’ berkata :
“Adalah Rasulullah mendatangi kami dan berbincang-bincang dengan kami dan beliau bersabda : “Tuangkanlah air agar aku berwudhu dengannya.” Kemudian Rubai’ menyebutkan wudhu Rasulullah beliau berkata : “Maka beliau mencuci kedua telapak tangannya tiga kali…”  Al-Hadits.
Diriwayatkan pula oleh beliau yang berkata : “Suatu ketika Rasulullah mendatangiku tatkala aku menjadi pengantin, beliau masuk ke dalam rumahku dan duduk di tempat tidurku sedangkan beberapa wanita yang masih kecil menabuh rebana dan menyanjung orang tua mereka yang telah syahid dalam perang Badar. Tatkala di antara mereka ada yang bersenandung :
Di tengah-tengah kita ada Nabi s.a.w. yang mengetahui apa yang terjadi besok
Maka Rasulullah bersabda kepadanya :
“Biarkanlah dia dan ucapkanlah apa yang telah diucapkan tadi.”
Rubai’ menikah dengan Iyas bin Bakir dari Bani Laits, dan darinyalah beliau melahirkan seorang anak yang bernama Muhammd bin Iyas. Suatu ketika terjadi dialog antara beliau dengan suaminya karena beliau menyadari bahwa sulit untuk hidup berdampingan dengan suaminya tersebut sehingga beliau berkata : “Engkau memiliki seluruh apa yang aku miliki maka ceraikanlah aku.” Iyas menjawab, “Sudah aku cerai kamu.”
Rubai’ melanjutkan, “Maka aku kembalikan seluruh barang yang menjadi miliknya selain baju besiku, namun ia menggugatkan dalam hal itu di hadapan Utsman, beliau berkata : “Itu adalah termasuk syarat!” maka aku kembalikan barang tersebut kepadanya.”
Adapun peran serta beliau dalam berjihad bersama kaum Muslimin, tidak perlu diragukan lagi Rubai’ berperang bersama kaum muslimin, beliau bertugas menyiapkan minuman bagi pasukan dan membantu mereka serta membawa orang yang terbunuh maupun terluka ke Madinah, beliau melengkapi kepahlawanan pasukan Islam di medan tempur dengan seluruh apa-apa yang menyebabkan timbulnya kekuatan pada diri mereka baik berupa motivasi, bekal dan yang lain-lain. Apabila beliau telah mencukupi urusan mereka, beliau naik ke kuda beliau lalu menyerang musuh-musuh Allah dengan anak panah yang beliau arahkan ke leher mereka dan beliau berusaha melawan tipu daya mereka.
Akhirnya beliau wafat pada masa kekhalifahan Mu’awiyah tahun 45 Hijriyah setelah mengukir sejarah hidupnya sebagai teladan bagi wanita muslimah dalam hal berbuat baik, bertakwa, berilmu dan berjihad di jalan Allah.
-------------------------------------------------
NISAA' HAULAR RASUL, Mahmud Mahdi Al Istanbuli dan Musthafa Abu An Nashr Asy Syalabi (Para Penulis), MENGENAL SHAHABIAH NABI S.A.W. (Edisi Indonesia), Abu Umar Abdullah Asy Syarif (Penterjemah), At-Tibyan Solo, halaman 234 – 236

LARANGAN MEMINTA JABATAN (3)

Abu Hurairah r.a. berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Kamu akan berebut pemerintahan, dan akan menjadi penyesalan pada hari qiyamat. (HR. Buchary)
---------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 541.

SYARAT-SYARAT DAN APA-APA YANG DILARANG (29)

Dari ‘Aisyah r.a., ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : “Hasil itu dengan tanggungan”. Diriwayatkan oleh Imam yang Lima (Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzy dan Nasa’i), dan dilemahkan oleh Bukhary dan Abu Daud, dan disahkan oleh Tirmidzy, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Jarudi, Ibnu Hibban, Hakim dan Ibnul-Qathan.
--------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Buju', halaman 300-301.

Minggu, 29 Desember 2013

LARANGAN MEMINTA JABATAN (2)

Abu Dzarr r.a. berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Ya Abu Dzarr saya melihat kau seorang yang lemah, dan saya suka bagi dirimu apa yang saya suka bagi diriku sendiri. Jangan menjadi pemimpin walau terhadap dua orang, dan jangan menguasai harta anak yatim. (HR. Muslim)

Abu Dzarr r.a. berkata : Ya Rasulullah tidakkah kau memberi jabatan apa-apa padaku? Maka Rasulullah memukul bahuku sambil berkata : Hai Abu Dzarr kau seorang yang lemah, dan jabatan itu sebagai amanat yang pada hari qiyamat hanya akan menjadi penyesalan dan kehinaan. Kecuali orang dapat menunaikan hak kewajibannya, dan memenuhi tanggung-jawabnya. (HR. Muslim)
---------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 541.

Klayar Beach Pacitan East Java

OBYEK WISATA. TravelNusa (Traveler Nusantara). PANTAI KLAYAR adalah pantai karst yang terbentuk dari tanah kapur dengan proses yang bertahun-tahun lamanya. Pantai ini terletak di Desa Kalak, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, sekitar 45 km dari kota Pacitan ke arah barat. Pantai ini masih sangat sepi. Jika datang bukan pada hari libur, Kita hanya akan menemukan beberapa nelayan yang sedang memancing. Hamparan pasir putih membentang dengan ombak sejernih kristal memecah di bibir pantai, diapit bukit karang di kanan dan kirinya. Kita bisa naik ke bukit karang di sebelah kanan dan menikmati pemandangan alam pantai Klayar yang indah dari sebuah gardu pandang yang berdiri diatas bukit.
Setelah puas dengan pemandangan dari atas gardu pandang, Kita berjalan-jalan kearah timur menyusuri pasirnya yang putih menjadi pilihan yang paling pas. Anda akan bertemu dengan sebuah sungai kecil yang mengalir membelah pantai untuk kemudian menyatu dengan air laut. Menyeberangi sungai ini menjadi sensasi tersendiri yang mengasyikkan. Di beberapa titik kedalamannya mencapai paha orang dewasa. Tidak jauh dari muara ini, sungai lain yang lebih kecil namun tidak kalah cantik mengalir tenang membentuk muara yang kedua.
Naik ke pinggang batu karang Sphinx yang cukup lebar dan duduk di sana sambil menikmati gulungan ombak laguna dengan efek air terjunnya di sebelah kanan, air mancur alami di sebelah kiri, karang bolong nun jauh di sana, dan bentangan laut sejauh mata memandang.
Jangan kaget ketika tiba-tiba di belakang Anda menyembur sebuah air mancur. Lagi-lagi sebuah fenomena alam yang luar biasa. Efek blow pipe, ketika ombak datang dengan cukup deras, sebagian airnya masuk ke bawah batu dan menyembur ke atas seolah sebuah air mancur raksasa yang bisa mencapai ketinggian hingga belasan meter. Air mancur ini juga disertai dengan suara melengking mirip siulan sehingga sering disebut sebagai seruling laut.
Di ujung timur Anda akan disapa oleh sebuah laguna yang jelita. Diapit 2 gugusan batu karang yang salah satunya mirip dengan bentuk patung Sphinx, laguna ini terlihat indah dengan gulungan ombak jernih yang menghantam dinding karang dan kemudian memecah dan berputar di hamparan pasir putih. Laguna kecil ini memang mempesona dan membuat betah berlama-lama duduk santai memandangnya. Ombak berkali-kali menghempas batu karang dengan kuatnya dan menimbulkan efek air terjun di dindingnya dengan buih-buih putih yang cantik.

Rute Menuju Lokasi
Ketika mengobrol dengan petugas parkir dan para pedagang kita dapat informasi beberapa alternatif menuju lokasi ke pantai ini. Sementara ini tidak ada kendaraan umum menuju Pantai Klayar. Sebaiknya membawa kendaraan sendiri (motor/mobil) atau carter kendaraan umum yang banyak terdapat di beberapa pasar Kota Pacitan. Berangkat berombongan atau backpacker akan lebih murah apabila mencarter kendaraan.
Jika Kita dari rute Solo, pertama melewati Pracimantoro Wonogiri. Jaraknya sekitar 3 jam perjalanan dari Solo menggunakan mobil dengan kecepatan pelan, kemudian pulangnya bisa lewat Baturetno sampai Solo. Atau dengan naik bus umum jurusan Solo - Pacitan turun pertigaan gua Gong, lalu naik ojek atau naik omprengan sejenis Elf yang sampai ke gua gong atau langsung ke Klayar. Kalau kita dengan rombongan menggunakan bis besar mampir dulu ke Gua Gong, terus naik omprengan sejenis Elf menuju ke pantai Klayar.
Jika Kita dari Gunungkidul Yogyakarta jarak ke pantai Klayar sekitar 110 km, dengan rute Jl. Wonosari – Pathuk – Wonosari – Pracimantoro – Giritontro yang ditempuh dalam waktu sekitar tiga jam. Mengingat pantai Klayar ini belum dilalui oleh angkutan umum, maka untuk menuju lokasi ini Anda harus menggunakan kendaraan pribadi seperti motor atau mobil. Dari jalan utama Pracimantoro – Pacitan, Anda bisa belok ke kanan (ada papan petunjuk arahnya). Jarak dari situ ke pantai Klayar masih kurang lebih 20 km. Beberapa bagian dari jalan menuju pantai Klayar banyak jalan yang berlubang, jadi Anda mesti berhati-hati.

Sekilas Fasilitas
Tiket masuk sekitar Rp 3.000,00/orang. Belum ada angkutan umum menuju pantai Klayar dan belum ada penginapan, jadi datang pagi-pagi dan jangan sampai kesorean di pantai. Sudah ada beberapa warung makan yang menyajikan bakso, mie ayam dan soto. Jaga kebersihan dan jika bisa bawa sampah Anda kembali pulang demi membantu menjaga kelestarian dan keindahan pantai. Jaga etika berwisata di pantai, hilangkan sifat meremehkan dan angkuh saat berada di pantai, ombaknya cukup besar dan lepas. Bersahabatlah dengan alam.
Dengan pemandangan “Patung Sphinx” dan fenomena “Blow Pipe Effect” sepertinya cocok jadi kenangan pre-wedding. Bagi pecinta wisata pantai dan fotografi, lokasi ini pun bisa memanjakan hobi kalian.

SYARAT-SYARAT DAN APA-APA YANG DILARANG (28)

Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya r.a., ia berkata Rasulullah s.a.w. bersabda : “Barangsiapa yang membiarkan anggur pada masa panennya (masanya dipetik) untuk dijualnya kepada yang membuat arak dari anggur, maka ia telah melemparkan dirinya ke dalam api neraka dengan sengaja”. Diriwayatkan oleh Tabrany dalam kitab Al-Ausath dengan sanad yang hasan.
-----------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Buju', halaman 300.

Sabtu, 28 Desember 2013

KETENTUAN ZAKAT DAN PAJAK

Oleh karena itu kaum Muslimin harus mengeluarkan zakat ‘usyr (ialah zakat hasil bumi yang dikenakan 1/10 dari produksi hasil pertanian bila diolah dengan bantuan air hujan atau mata air alam dan 1/20 bila diairi dengan menggunakan tenaga. Ada yang berpendapat, bahwa secara teknik ini bukan zakat, karena yang dikenakan hanya hasilnya) dan orang-orang Arab yang masih bertahan dengan jahiliahnya diharuskan pula membayar kharaj (pajak tanah). Hal ini menimbulkan kegelisahan di kalangan mereka; kadang mereka menggerutu, bahkan lebih dari hanya sekadar menggerutu. Akan tetapi. peraturan baru yang berhubungan dengan agama baru ini, soal pemungutan ‘usyr dan kharaj di seluruh jazirah belum merupakan suatu jalan ke luar. Untuk maksud itu Muhammad kemudian mengutus sahabat-sahabatnya — tak lama setelah ia kembali dari Mekah — untuk memungut ‘usyr dari penghasilan para kabilah yang sudah beragama Islam tanpa mengusik-usik modal pokok. Mereka semua itu berangkat menuju tujuannya masing-masing, dan para kabilah itu pun menyambut mereka dengan ramah sekali dan zakat ‘usyr itu pun dibayarnya dengan segala senang hati. Tak ada pihak yang mau mengelak dari itu selain daripada anak-suku dari Banu Tamim dan Banu’l Mushtaliq. Sementara zakat ‘usyr itu dikenakan kepada kabilah-kabilah dekat kabilah Banu Tamim yang mereka laksanakan berupa ternak dan harta, tiba-tiba Banu’l-’Anbar [anak suku Banu Tamim], sebelum mereka itu dimintai zakat, mereka sudah siap membawa tombak dan pedang mengusir petugas itu dari daerahnya.
Setelah berita ini disampaikan kepada Muhammad, ia segera menugaskan ‘Uyaina bin Hishn memimpin lima puluh orang anggota pasukan berkuda. Mereka diserbu dengan tiada setahu mereka dan mereka pun lari tunggang-langgang. Lebih dari lima puluh orang terdiri dari laki-laki, wanita dan anak-anak menjadi tawanan, dan mereka ini dibawa pulang ke Medinah. Tawanan itu oleh Nabi dipenjarakan. Di kalangan Banu Tamim ini sudah ada sejumlah kaum Muslimin yang pernah ikut berperang di samping Nabi dalam membebaskan Mekah dan di Hunain. Yang sebagian lagi masih tetap dalam jahiliah.
Setelah mengetahui apa yang terjadi terhadap kawan-kawan mereka dan Banu’l-’Anbar itu, mereka mengirimkan utusan ke Medinah, terdiri dari pemuka-pemuka mereka sendiri. Bila mereka sudah sampai di mesjid, mereka memanggil-manggil Nabi dari luar kamar : Muhammad, keluarlah ke mari. Panggilan mereka ini sangat mengganggu Nabi. Sebenarnya ia tidak akan keluar menemui mereka, kalau tidak karena terdengar suara azan sholat lohor. Begitu mereka melihat Nabi, segera mereka melaporkan apa yang telah dilakukan ‘Uyaina terhadap golongan mereka itu. Juga mereka melaporkan tentang beberapa orang yang sudah masuk Islam dan pernah berjuang di sampingnya, selanjutnya dikatakan betapa kedudukan mereka itu di tengah-tengah masyarakat Arab.
“Kami ke mari hendak berlomba”, kata mereka lagi. “Berilah izin kepada penyair dan orator kami.”
Kemudian juru pidato mereka, ‘Utarid bin Hajib herpidato. Setelah selesai, Rasulullah memanggil Thabit bin Qais untuk membalasnya. Seterusnya penyair mereka, Az-Zabriqan bin Badr membacakan sajak-sajak yang kemudian dibalas oleh Hassan bin Thabit. Setelah selesai perlombaan itu, ‘Afra’ bin Habis berkata : Orang ini memang tepat sekali. Oratornya lebih ulung dari orator kita, penyairnya juga lebih pandai dari penyair kita dan suara mereka lebih nyaring dari suara kita. Dan rombongan itu pun menerima Islam. Tawanan-tawanan itu oleh Nabi dibebaskan dan dikembalikan kepada mereka.
Adapun Banu Mushtaliq, begitu mereka melihat pemungut zakat dan pajak, mereka lari ketakutan. Kemudian mereka mengutus orang kepada Nabi melaporkan, bahwa adanya kekuatiran yang tidak pada tempatnya itu telah menimbulkan adanya salah paham.
Pengaruh Muhammad kini sudah mulai terasa sampai ke pelosok-pelosok jazirah. Setiap ada golongan atau kabilah yang mencoba-coba hendak melawan pengaruh itu. Nabi sudah siap pula mengirimkan kekuatan ke sana dan mengharuskan mereka tunduk membayar kharaj dengan tetap dalam kepercayaan mereka, atau sebagai orang Islam dengan membayar zakat.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 503-505.

Ummu Fadhl

Beliau adalah Lubabah binti Al-Haris bin Huzn bin Bajir bin Hilaliyah. Beliau adalah Lubabah Al-Kubra, ia dikenal dengan Kuniyahnya (Ummu Fadhl) dan juga dengan namanya mereka kenal. Ibu dari Lubabah adalah Khaulah binti ‘Auf Al-Qurasyiyah. Ummu Fadhl adalah salah satu dari empat wanita yang dinyatakan keimanannya oleh Rasulullah s.a.w.. Keempat wanita tersebut adalah Maimunah, Ummu Fadhl, Asma’ dan Salma.
Adapun Maimunah adalah Ummul Mukminin saudara kandung dari Ummu Fadhl. Sedangkan Asma’ dan Salma adalah kedua saudarinya dari jalan ayahnya sebab keduanya adalah putri dari ‘Umais.
Ummu Fadhl adalah istri dari Abbas pamanda Rasulullah s.aw. dan ibu dari enam orang yang mulia, pandai dan belum ada seorang wanitapun yang melahirkan laki-laki semisal mereka. Mereka adalah Fadhl, Abdullah Al-Faqih, Ubaidullah Al-Faqih, Ma’bad, Qatsam, dan Abdurrahman. Tentang Ummu Fadhl ini Abdullah bin Yazid berkata :
Tiada seorang wanita pun yang melahirkan orang-orang terkemuka
Yang aku lihat sebagaimana enam putra Ummu Fadhl
Putra dari dua orang tua yang mulia
Pamanda Nabiyul musthafa yang mulia
Penutup para Rasul dan sebaik-baik Rasul


Ummu Fadhl masuk Islam sebelum hijrah, beliau adalah wanita pertama yang masuk Islam setelah Khadijah (Ummul Mukminin) sebagaimana yang dituturkan oleh putra beliau Abdullah bin Abbas :
“Aku dan ibuku adalah termasuk orang-orang yang tertindas dari wanita dan anak-anak.”
Ummu Fadhl termasuk wanita yang berkedudukan tinggi dan mulia di kalangan para wanita. Rasulullah s.a.w. terkadang mengunjungi beliau dan terkadang tidur siang di rumahnya.
Ummu Fadhl adalah seorang wanita yang pemberani dan beriman yang memerangi Abu Lahab si musuh Allah dan membunuhnya. Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak dari Ikrimah berkata: “Abu Rafi’ budak Rasulullah s.a.w. berkata : “Aku pernah menjadi budak Abbas, ketika Islam datang maka Abbas masuk Islam disusul oleh Ummu Fadhl, namun Abbas masih disegani terhadap kaumnya. Abu Lahab tidak dapat menyertai perang Badar dan mewakilkanya kepada Ash bin Hisyam bin Mughirah, begitulah kebiasaan mereka manakala tidak dapat mengikuti suatu peperangan maka dia mewakilkan kepada orang lain. Tatkala datang kabar tentang musibah yang menimpa orang-orang Quraisy pada perang Badar yang mana Allah telah menghinakan dan merendahkan Abu Lahab. Adapun kami merasakan adanya kekuatan dan ‘izzah pada diri kami. Aku adalah seorang laki-laki yang lemah, aku bekerja membuat gelas yang aku pahat di bebatuan sekitar zam-zam, demi Allah suatu ketika aku duduk sedangkan di dekatku ada Ummu Fadhl yang sedang duduk, sebelumnya kami berjalan, namun tidak ada kebaikan yang sampai kepada kami, tiba-tiba datanglah Abu Lahab dengan berlari kemudian duduk, tatkala dia duduk tiba-tiba orang-orang berkiata : “Ini dia Abu.Sufyan bin Harits telah datang dari Badar. Abu Lahab berkata : “Datanglah kemari sungguh aku menanti beritamu Kemudian duduklah Abu Jahal dan orang-orang berdiri mengerumuni di sekitarnya. Berkatalah Abu Lahab, Wahai putra saudaraku beritakanlah kepadaku bagaimana keadaan manusia (dalam perang Badar)?” Abu Sufyan berkata : “Demi Allah tatkala kami menjumpai mereka, tiba-tiba mereka tidak henti-hentinya menyerang pasukan kami, mereka memerangi kami sesuka mereka dan mereka menawan kami sesuka hati mereka. Demi Allah sekalipun demikian tatkala aku menghimpun pasukan kami melihat ada sekelompok laki-laki yang berrkuda hitam putih berada di tengah-tengah manusia, demi Allah mereka tidak menginjakkan kakinya di tanah.”
Abu Rafi’ berkata : “Aku mengangkat batu yang berada di tanganku, kemudian aku berkata : “Demi Allah itu adalah malaikat. Tiba-tiba Abu L.ahab mengepalkan tangannya dan memukul aku dengan pukulan yang keras, maka aku telah membuatnya marah, kemudian dia menarikku dan membantingku ke tanah, selanjutnya dia dudukkan aku dan memukuliku sedangkan aku adalah laki-laki yang lemah. Tiba-tiba berdirilah Ummu Fadhl mengambil sebuah tiang dari batu kemudian beliau pukulkan dengan keras mengenai kepala Abu Lahab sehingga melukainya dengan parah. Ummu Fadhl berkata : “Saya telah melemahkannya sehingga jatuhlah kredibilitasnya.”
Kemudian bangunlah Abu Lahab dalam keadaan terhina, demi Allah dia tidak hidup setelah itu melainkan hanya tujuh malam hingga Allah menimpakan kepadanya penyakit bisul yang menyebabkan kematiannya.”
Begitulah perlakuan seorang wanita mukminah yang pemberani terhadap musuh Allah sehingga menjadi gugurlah kesombongannya dan merosotlah kehormatannya karena ternoda. Alangkah bangganya sejarah Islam yang telah mencatat Ummu Fadhl sebagai teladan bagi para wanita yang dibina oleh Islam.
Ibnu Sa’ad menyebutkan di dalam Thabaqat Al-Kubra bahwa Ummu Fadhl suatu hari bermimpi dengan suatu mimpi yang menakjubkan, sehingga ia bersegera untuk mengadukannya kepada Rasulullah s.a.w., ia berkata : “Wahai Rasulullah saya bermimpi seolah-olah sebagian anggota tubuhmu berada di rumahku.” Rasulullah bersabda : “Mimpimu bagus, kelak Fathimah melahirkan seorang anak laki-laki yang nanti akan engkau susui dengan susu yang engkau berikan buat anakmu (Qatsam).”
Ummu Fadhl keluar dengan membawa kegembiraan karena berita tersebut, dan tidak berselang lama Fathimah melahirkan Hasan bin Ali yang kemudian diasuh oleh Ummu Fadhl.
Ummu Fadhl berkata : “Suatu ketika aku mendatangi Rasulullah s.a.w. dengan membawa bayi tersebut maka Rasulullah s.a.w. segera menggendong dan mencium bayi tersebut, namun tiba-tiba bayi tersebut mengencingi Rasulullah s.a.w. lalu beliau bersabda : “Wahai Ummu Fadhl peganglah anakku ini karena dia telah mengencingiku.”
Ummu Fadhl berkata : “Maka aku ambil bayi tersebut dan aku cubit dia sehingga dia menangis, aku berkata : “Engkau telah menyusahkan Rasulullah s.a.w. karena engkau telah mengencinginya.” Tatkala melihat bayi tersebut menangis Rasululllah s.a.w. bersabda : “Wahai Ummu Fadhl justru engkau menyusahkanku karena telah membuat anakku menangis.” Kemudian Rasulullah s.a.w. meminta air lalu beliau percikkan ke tempat yang terkena air kencing kemudian bersabda :
“Jika bayi laki-laki maka percikilah dengan air, akan tetapi apabila bayi wanita maka cucilah.”
Di dalam riwayat lain Ummu Fadhl berkata : “Lepaslah sarung anda dan pakailah baju yang lain agar aku dapat mencucinya.” Namun Nabi bersabda :
“Yang dicuci hanyalah air kencing bayi wanita dan cukuplah diperciki dengan air apabila terkena air kencing bayi laki-laki.”
Di antara peristiwa yang mengesankan Lubabah binti Al-Haris adalah tatkala banyak orang yang bertanya kepada beliau takkala hari Arafah apakah Rasulullah s.a.w. shaum ataukah tidak? Maka dengan kebijakannya beliau menghilangkan problem yang menimpa kaum muslimin dengan cara beliau memanggil salah seorang anaknya kemudian menyuruhnya untuk mengirimkan segelas susu kepada Nabi s.a.w. tatkala beliau berada di Arafah kemudian tatkala dia menemukan Nabi s.a.w. dengan dilihat oleh semua orang beliau menerima segelas susu tersebut kemudian meminumnya.
Di sisi yang lain Ummu Fadhl mempelajari hadits asy-syarif dan Rasulullah s.a.w. dan beliau meriwayatkan sebanyak tiga puluh hadits. Adapun yang meriwayatkan dari beliau adalah putra beliau Abdullah bin Abbas, Tamam yakni budaknya, Anas bin Malik dan yang lain-lain.
Kemudian wafatlah Ummu Fadhl pada masa khilafah Utsman bin Affan setelah meninggalkan kepada kita contoh yang baik yang patut ditiru sebagai ibu yang shalihah yang telah melahirkan tokoh semisal Abdullah bin Abbas kyai umat ini dan Turjumanul Qur’an (yang ahli dalam hal tafsir Al-Qur’an), begitu pula telah memberikan contoh terbaik bagi kita dalam hal kepahlawanan yang memancar dari akidah yang benar yang muncul darinya keberanian yang mampu menjatuhkan musuh Allah yang paling keras permusuhannya.
-----------------------------------------------------
NISAA' HAULAR RASUL, Mahmud Mahdi Al Istanbuli dan Musthafa Abu An Nashr Asy Syalabi (Para Penulis), MENGENAL SHAHABIAH NABI S.A.W. (Edisi Indonesia), Abu Umar Abdullah Asy Syarif (Penterjemah), At-Tibyan Solo, halaman 228 – 233

LARANGAN MEMINTA JABATAN (1)

Abu Said (Abdurrahman) bin Samurah r.a. berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda kepada saya : Ya Abdurrahman bin Samurah, jangan menuntut kedudukan dalam pemerintahan, karena jika kau diserahi jabatan tanpa minta, kau akan dibantu oleh Allah untuk melaksanakannya, tetapi jika dapat jabatan itu permintaanmu, maka akan diserahkan ke atas bahumu atau kebijaksanaanmu sendiri. Dan apabila kau bersumpah untuk sesuatu kemudian ternyata jika kau lakukan lainnya akan lebih baik, maka tebuslah sumpah itu dan kerjakan apa yang lebih baik itu. (HR. Buchary dan Muslim)
---------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 540-541.

SYARAT-SYARAT DAN APA-APA YANG DILARANG (27)

Dari Abu Hurairah r.a.; “Bahwasanya Rasulullah s.a.w. lewat pada setumpuk makanan, lalu beliau masukkan tangannya pada tumpukan itu, dan tangannya kena kepada yang basah, maka beliau bersabda : “Apa ini hai penjual makanan?” Jawabnya : “Kena hujan, ya Rasulullah”. Beliau bersabda lagi : “Mengapa kamu tidak menaruh yang basah ini di atas supaya dapat dilihat orang?” dan barangsiapa yang menipu, maka ia bukan dari golonganku”. Diriwayatkan oleh Muslim.
-----------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Buju', halaman 299-300.

Jumat, 27 Desember 2013

WAJIB TAAT PEMIMPIN YANG BUKAN MA’SYIYAT (10)

Ibn ‘Abbas r.a. berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Siapa yang membenci sesuatu dari pemerintahnya hendaknya sabar. Sesungguhnya siapa yang keluar dari pemerintahnya walau sekedar satu jengkal, kemudian ia mati, mati dalam jahiliyah. (HR. Buchary dan Muslim).

Abu Bakrah r.a. berkata : Saya telah mendengar dari Rasulullah s.a.w. bersabda : Siapa yang menghina raja (pemerintah), Allah akan menghinakannya. (HR. Attirmidzy).
---------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 539.

Kamis, 26 Desember 2013

SYARAT-SYARAT DAN APA-APA YANG DILARANG (26)

Dari Ibnu Mas’ud r.a., ia berkata ; “Barangsiapa yang membeli seekor kambing yang ditahan susunya, lalu ia mengembalikannya, maka ia harus mengembalikannya beserta satu sho”. Diriwayatkan oleh Bukhary dan ditambah oleh Isma’ly : “Dari korma”
---------------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Buju', halaman 299.

KRITIK SEJARAH YANG CERMAT

Apa yang sudah saya ceritakan tentang Muhammad yang sudah meninggalkan istri-istrinya dan menyuruh mereka supaya memilih, peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah ditinggalkan serta beberapa kejadian yang sebelum itu dan akibatnya, menurut hemat saya itulah cerita yang sebenarnya mengenai sejarah kejadian ini. Cerita ini saling menguatkan satu sama lain, seperti yang ada dalam kitah-kitab tafsir dan kitab-kitab hadits. Demikian juga adanya keterangan-keterangan di sana sini mengenai diri Muhammad dan istri-istrinya dalam pelbagai buku biografi itu. Sungguhpun begitu tiada sebuah juga buku-buku sejarah itu yang membawa peristiwa ini atau mengemukakan peristiwa-peristiwa sebelumnya serta kesimpulan-kesmpulan yang diambilnya seperti yang saya kemukakan dalam buku ini. Dalam menghadapi kejadian seperti ini oleh buku-buku sejarah Nabi itu kebanyakan dilewati begitu saja tanpa ditela’ah lebih lanjut seolah-olah ini dilihatnya sebagai barang yang kesat dipegang dan takut sekali mendekatinya. Ada lagi yang menela’ah madu dan maghafr, tanpa sepatah kata juga menyebut-nyebut soal Hafsha dan Maria.
Sebaliknya oleh pihak Orientalis — soal Hafsha dan Maria, soal Hafsha yang membuka rahasia kepada ‘Aisyah hal yang dijanjikan kepada Nabi akan dirahasiakan — dijadikannya pangkal sebab semua kejadian itu. Dengan demikian mereka berusaha hendak menamhah hal-hal baru untuk meyakinkan pembacanya tentang diri Nabi, bahwa dia laki-laki yang senang kepada wanita dengan cara yang tidak bersih. Menurut hemat saya, penulis-penulis sejarah dari kalangan Muslimin sendiri tidak punya alasan akan mengabaikan kejadian-kejadian ini dengan segala artinya yang sangat dalam itu seperti sudah sebagian kita kemukakan soalnya. Sedang pihak Orientalis, yang dalam hal ini sudah terpengaruh oleh nafsu kekristenannya, mereka sudah menyalahi cara-cara penelitian sejarah. Terhadap siapa pun — lepas diri orang besar seperti Muhammad kritik sejarah yang murni tidak dapat menerima bahwa pengungkapan Hafsha kepada ‘Aisyah karena ia telah menemui suaminya dalam rumahnva dengan hamba sahayanya yang sudah menjadi haknya itu dan dengan demikian ia halal baginya akan dijadikan suatu sebab kenapa Muhammad sampai meninggalkan semua istri selama sebulan penuh, serta mengancam mereka semua akan diceraikan. Juga kritik sejarah yang murni tidak dapat menerima bahwa cerita madu itu telah juga dijadikan sebab adanya perpisahan dan ancaman itu.
Apabila orang itu orang besar seperti Muhammad, lemah-lembut seperti Muhammad, berlapang dada, tahan menderita, orang berwatak dengan segala sifat-sifat yang ada pada Muhammad, yang sudah sepakat diakui pula oleh semua penulis sejarah hidupnya, maka menggambarkan salah satu dari kedua peristiwa itu an sich sebagai sebab ia memisahkan diri dan mengancam hendak menceraikan istri, adalah suatu hal yang kebalikannya, jauh daripada suatu cara kritik sejarah. Sebaliknya, kritik yang akan dapat diterima orang dan sejalan pula dengan logika sejarah ialah apabila peristiwa-peristiwa itu mengikuti jejak yang sebenarnya, yang akan membawa kepada kesimpulan-kesimpulan yang sudah pasti tidak bisa lain akan ke sana. Maka dengan demikian ia akan menjadi masalah biasa, masuk akal dan secara ilmiah dapat diterima. Dan apa yang sudah kita lakukan ini menurut hemat saya adalah langkah yang wajar dalam peristiwa itu, yakni yang sesuai dengan kebijaksanaan Muhammad, dengan segala kebesarannya, keteguhan hati serta pandangannya yang jauh.
Ada beberapa Orientalis yang juga bicara tentang ayat-ayat yang turun pada permulaan Surah At-Tahrim (66) seperti yang sudah saya kutip itu. Disebutkannya bahwa semua kitab-kitab suci di Timur tidak ada yang menyebut-nyebut peristiwa rumah-tangga dengan cara semacam itu.

SERANGAN ORIENTALIS
Rasanya tidak perlu kita mengatakan lagi apa yang tersebut dalam kitab-kitab suci itu semua — termasuk Quran di antaranya tentang masyarakat Luth dengan segala cacat mereka, di samping bagaimana mereka mendebat dua malaikat tamu Luth itu serta tentang apa yang disebutkan dalam kitab-kitab suci itu tentang istri Luth, dan bahwa dia termasuk orang yang tertinggal di belakang. Bahkan Taurat (Perjanjian Lama) membawa cerita tentang Luth dan dua anaknya yang perempuan ketika mereka memberikan minuman anggur kepada bapanya sehingga dua malam berturut-turut ia mabuk, dengan maksud supaya dapat berseketiduran dengan anak itu masing-masing dan dengan demikian supaya beroleh keturunan, karena dikuatirkan keluarga Luth kelak akan punah. setelah Tuhan menurunkan bencana kepada mereka itu. Sebabnya maka semua kitab suci membuat kisah-kisah para rasul serta apa yang mereka lakukan dan segala apa yang terjadi, ialah sebagai suri teladan bagi umat manusia.
Banyak sekali kisah-kisah demikian dalam Ouran. Tuhan menyampaikan kisah-kisah yang baik sekali kepada Rasul. Sedang Quran bukan hanya diturunkan kepada Muhammad, melainkan kepada seluruh umat manusia. Muhammad adalah seorang Nabi dan seorang Rasul, sebelum dia pun telah banyak rasul-rasul lain yang dibawakan kisahnya dalam Quran. Kalau Quran menyampaikan berita-berita tentang Muhammad dan menyangkut pula kehidupan prihadinya yang perlu menjadi contoh buat kaum Muslimin dan teladan yang baik pula, serta memberi isyarat tentang arti dalam tindakan dan kebijaksanaannya itu, maka kisah-kisah para Nabi yang terdapat dalam Quran itu samasekali tidak berarti keluar daripada apa yang terdapat dalam kitab-kitab suci lain. Apabila kita mengatakan, bahwa masalah Muhammad meninggalkan istrinya itu bukan sebab yang berdiri sendiri di samping sebab-sebab lain yang telah menimbulkan cerita itu, juga bukan Hafsha bercerita kepada ‘Aisyah apa yang dilakukan Muhammad dengan Maria — suatu hal yang memang patut dilakukan oleh setiap laki-laki terhadap istrinya atau siapa saja yang menjadi miliknya yang sah — orang akan melihat, bahwa tinjauan yang dikemukakan oleh beberapa Orientalis itu, dari segi kritik sejarah samasekali tidak dapit dibenarkan, juga tidak pula sejalan dengan apa yang ada dalam kitab-kitab suci sehubungan dengan kisah-kisah dan kehidupan para nabi itu.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 499-502.

MAJELIS SYURA DAN PELANTIKAN USMAN (16)

USAHA ABDUR-RAHMAN BIN AUF
Gerangan apa yang mendorong Abdur-Rahman menempuh cara ini!? Dia sudah tahu, banyak kalangan Muslimin yang mencalonkannya untuk kekhalifahan, dan orang-orang Arab merasa puas dan senang sekali karena dia juga termasuk yang mula-mula dalam Islam, dan kekhalifahan tidak lagi pada Banu Hasyim dan Banu Umayyah. Benarkah ia tidak ingin menduduki kekhalifahan sejak Umar menyatakan keinginannya untuk memberikan kepercayaan kepadanya? Kalau begitu mengapa sebelum ia duduk dalam Majelis Syura, dan mengapa tidak dari semula ia menghindari ikut serta dalam Majelis itu? Para sejarawan Muslimin berpendapat bahwa dia tidak akan menolak ikut bersama-sama dengan mereka, yang ketika Rasulullah wafat ia senang hati kepada mereka, dan bahwa dia menampik kekhalifahan itu tidak sulit untuk diidentifikasi sementara ia berada di antara mereka yang dipilih oleh Umar. Ini memang benar. Beberapa orientalis berpendapat bahwa ía melepaskan diri dari pencalonan dan pengangkatan sebagai khalifah untuk kemudian akan diberikan kepada semendanya, Usman. Untuk itu mereka berargumen kepada kata-kata Ali kepada pamannya, Abbas : “ Abdur-Rahman adalah semenda Usman, mereka tidak akan berbeda pendapat. Mereka akan saling mengangkat satu sama lain.”
Malah ada sekelompok orang yang berlebihan dalam menduga-duga. Mereka beranggapan bahwa Abdur-Rahman memperkirakan Usman tidak akan hidup lebih lama lagi, yang ketika itu umurnya sudah 70 tahun, dan bebannya sebagai khalifah pasti akan sangat memberatkan. Maka sudah dapat dipastikan Abdur-Rahman-lah saat itu yang akan menggantikannya. Dugaan yang berlebihan ini samasekali sudah tak masuk akal. Abdur-Rahman bin Auf orang yang teguh imannya, dia tahu bahwa setiap ajal sudah ditentukan. Kalau ajal sudah sampai tak akan dapat dimajukan atau diundurkan sesaat pun. Tentang semendanya, Usman, mungkin saja ia cenderung lebih menyukai Usman daripada Ali. Kesimpulan ini mungkin saja dapat dipercaya, karena dalam kenyataannya memang sudah terjadi, Usman diangkat oleh Abdur-Rahman. Tetapi ini tidak lebih dari suatu kesimpulan, yang adakalanya juga salah. Hanya saja kesimpulan ini bukan mustahil, melihat cara yang ditempuh oleh Abdur-Rahman dalam memilih khalifah.
Agaknya Abdur-Rahman sudah tahu bahwa Usman dan Ali adalah calon utama yang harus bersaing. Karenanya ia berusaha untuk membatasi pencalonan itu. Langkah pertama yang dilakukannya dalam hal ini ia mengajak Ali berbicara empat mata. “Anda akan berkata,” kata Abdur-Rahman, “bahwa dalam hal ini Anda lebih berhak dimasukkan dalam pencalonan daripada mereka karena kekerabatan Anda, karena Anda sudah lebih dulu dalam Islam serta jasa Anda dalam agama. Memang. Tetapi bagaimana seandainya Anda terlewatkan dan dalam hal ini Anda tidak terpilih, siapa di antara mereka menurut hemat Anda yang lebih berhak?” Dijawab oleh Ali : “Usman!” Kemudian ia mengajak Usman berbicara empat mata, dan katanya : “Anda akan mengatakan ‘Saya tetua Banu Abdu-Manaf, menantu Rasulullah sallallãhu ‘alaihi wasallam, bersepupu pula, yang mula-mula dalam Islam dan sudah berjasa, mengapa akan dijauhkan, mengapa dalam hal ini saya akan dilewatkan?’ Tetapi bagaimana seandainya Anda terlewatkan juga dan Anda tidak terpilih, siapa di antara mereka menurut hemat Anda yang lebih berhak?” Dijawab oleh Usman : “Ali!”
Sebelum itu ía sudah berbicara dengan semua anggota Majelis Syura dan dimintanya mereka memberi kuasa kepada tiga orang di antara mereka yang berhak memegang pinmpinan. Maka Zubair memberikan haknya kepada Ali, Sa’d memberi kuasa kepada Abdur-Rahman dan hak Talhah diberikan kepada Usman. Tetapi Abdur-Rahman sudah mengundurkan diri, maka pencalonan itu dibatasi hanya pada Ali dan Usman. Hak memilih salah seorang dari keduanya itu kini berada di tangan Abdur-Rahman.
Adakah dia melakukan istikharah dan mengambil keputusan siapa di antara dua calon itu yang lebih layak diangkat? Dia bebas bertindak untuk menentukan ikrarnya sendiri dan meminta ikrar mereka. Tetapi dia khawatir tidak disetujui oleh mayoritas Muslimin yang sedang berkumpul di Medinah dari berbagai kawasan Kedaulatan Islam seusai mereka menunaikan badah haji dan tertahan oleh terbunuhnya Umar dalam menunggu apa yang akan disampaikan oleh Majelis Syura Oleh karena itu ia berusaha menemui sahabat-sahabat Rasulullah dan para perwira militer serta pemuka-pemuka masyarakat yang baru kembali ke Medinah setelah menunaikan ibadah haji. Mereka semua ditanyai, baik bersama-sama atau satu per satu, yang berkelompok atau yang terpencar, dengan diam-diam dan dengan terbuka sampai dapat menghasilkan dua orang terbaik yang kemudian akan dilantik.
Kalangan sejarawan sependapat bahwa konsultasi-konsultasi Abdur-Rahman telah memperlihatkan banyaknya semacam kesepakatan di barisan Usman, tetapi mereka berbeda pendapat mengenai alasan-alasan yang menyebabkan banyaknya kesepakatan itu. Sebagian mereka mengatakan bahwa orang cenderung kepada tokoh yang tidak sekeras Umar, yang dalam hidupnya telah menjauhi kehidupan duniawi dan menjauhkan orang dari yang demikian. Dalam hal ini Usmanlah orangnya, bukan Ali. Karenanya mereka tidak menghendaki Ali, karena khawatir Ali akan membuat beban kepada mereka seperti yang dilakukan Umar. Sebagian lagi mereka berpendapat bahwa sudah dua hari dua malam Abdur-Rahman berkonsultasi.
Sementara itu Banu Hasyim dan Banu Umayyah berkampanye untuk pihaknya masing-masing. Karena Banu Umayyah lebih banyak jumlah orangnya, lebih kaya dan lebih dermawan, propaganda mereka dapat menekan propaganda Banu Hasyim, dan sebagian besar mereka condong kepada Usman. Kalau ini benar, barangkali propaganda Banu Umayyah itu dasarnya adalah bahwa jika kekuasaan di tangan mereka, orang akan lebih terbuka dan lebih bebas menikmati segala harta dan kekayaan hasil rampasan perang, tidak akan merasakan tekanan seperti pada masa Umar. Pendapat ketiga mengatakan, bahwa orang melihat usia Usman sudah mendekati tujuh puluh enam tahun atau lebih sementara Ali belum mencapai usia enam puluh tahun. Juga mereka mengatakan tentang persahabatan Usman dengan Rasulullah serta posisinya. Selain itu mereka berpendapat kekhalifahannya tidak tertutup buat Ali untuk menggantikannya sebagai khalifah sesudahnya. Rasa kasihan mereka melihat umurnya yang sudah lanjut, penghargaan mereka pada masa lalunya, membuat mereka lebih cenderung kepada Usman dan mau memilihnya.
Mana pun yang benar dari semua alasan itu suara mayoritas yang menyerupai konsensus itu jelas ada di pihak Usman. Kendatipun begitu, Abdur-Rahman bin Auf masih khawatir pembela-pembela Ali akan mencurigainya jika hasil ini sudah diumumkan. Ia pergi ke rumah kemenakannya. Miswar bin Makhramah dan dibangunkannya ia dari tidurnya — yang ketika itu sudah larut malam — pada malam terakhir batas waktu yang sudah ditentukan oleh Umar untuk memilih seorang amirul-Mukminin. Dimintanya ia memanggil Ali dan Usman. Setelah kemudian keduanya datang ia berkata kepada mereka : “Saya sudah menanyakan orang banyak, tetapi saya tidak melihat ada orang yang membeda-bedakan kalian berdua.” Kemudian ia meminta janji mereka masing-masing : Yang terpilih agar berlaku adil, dan yang tidak terpilih supaya tetap taat dan patuh.
Subuh itu ia mengajak kedua mereka setelah terdengar suara azan untuk shalat. Ketika Masjid sudah penuh sesak, ia naik ke mimbar dan berdoa panjang sekali. Setelah itu katanya : “Saudara-saudara, orang-orang dari daerah-daerah perbatasan menginginkan, begitu mereka pulang ke daerah masing-masing sudah tahu siapa pemimpin mereka.” Sa’id bin Zaid menyela : “Kami lihat Andalah yang pantas untuk itu.” Tetapi dijawab oleh Abdur-Rahman : “Kalian sebutkan nama yang lain!” Ammar bin Yasir dan Miqdad bin Amir menyebut nama Ali sementara Abdullah bin Abi Sarh dan Abdullah bin Abi Rabi’ah menyebut nama Usman. Perbedaan pendapat antara kedua golongan ini berlanjut dengan saling mencerca antara Ammar dengan Ibn Abi Sarh.
Khawatir perselisihan itu akan berlarut-larut Sa’d bin Abi Waqqas berteriak marah : Abdur-Rahman! Coba atasi ini sebelum orang banyak terpancing dalam keributan!” Abdur-Rahman menjawab : “Sudah saya pertimbangkan dan saya musyawarahkan. Janganlah kalian menjerumuskun diri!”
Abdur-Rahman masih di tempat duduknya di mimbar dengan tanda-tanda kesungguhan tampak di wajahnya, dan Muslimin yang mengelilinginya sudah memenuhi Masjid. Ia sudah bertekad agar Usman yang menjadi khalifah dan akan mengajak orang membaiatnya. Tetapi adakah hadirin mau segera memenuhi seruannya itu? Ataukah mereka masih terpecah dan masih beradu argumen seperti yang terjadi tadi antara Ammar bin Yasir dengan Abdullah bin Abi Sarh? Kalau ini juga yang terjadi dan mereka terpancing, maka akibatnya adalah bencana besar. Kota Medinah akan menjadi ajang kerusuhan dengan bahaya yang lebih meluas. Kebanyakan orang hanya menjadi budak nafsu dan mengejar kepentingannya sendiri. Demi memperjuangkan semua itu mereka mau mengorbankan keamanan dan keselamatan negara. Tetapi sikap ragu dalam pengangkatan khalifah itu tidak akan dapat mencegah bahaya dan tidak akan menghindarkan kaum Muslimin dari kekacauan, malah akan makin memperkuat timbulnya fitnah itu. Oleh karena itu Abdur-Rahman memanggil Ali dan memegang tangannya seraya berkata : “Bersediakah Anda saya baiat untuk tetap berpegang pada Kitabullah dan sunah Rasulullah serta teladan kedua orang penggantinya?” Ali menjawab : “Saya berharap dapat berbuat dan bekerja apa yang saya ketahui dan menurut kemampuan saya.” Tangan Ali dilepaskan lalu ia memanggil Usman dan memegang tangannya seraya berkata : “Bersediakah Anda saya baiat untuk tetap berpegang pada Kitabullah dan sunah Rasulullah serta teladan kedua orang penggantinya?” Usman menjawab : Ya, demi Allah! Abdur-Rahman mengangkat mukanya ke langit-langit Masjid dan sambil memegang tangan Usman ia berkata tiga kali : “Dengarkanlah dan saksikanlah!” dilanjutkan dengan katanya : “Saya sudah melepaskan beban yang dipikulkan di bahu saya dan saya letakkan di bahu Usman!” Setelah itu ia membaiat Usman, orang-orang di dalam Masjid pun beramai-ramai membaiat Usman.
Sumber-sumber itu tidak sama mengenai sikap Ali dan pelantikan Usman ini. Tetapi semua sepakat bahwa orang beramai-ramai membaiat khalifah tua itu, tak ada yang ketinggalan dan tak ada yang menentang. Adakah itu berarti karena kecintaan mereka kepada Usman, ataukah karena gembira sudah lepas dari suatu bahaya yang mengancam kehidupan negara yang harus segera diselesaikan? Keenam tokoh tersebut adalah orang-orang yang sangat mereka hormati. Malah sesudah pelantikan Usman, ada sumber yang dikaitkan kepada Ali bahwa dia berkata : “Orang melihat Quraisy dan Quraisy melihat keluarganya dengan mengatakan : Kalau Banu Hasyirn sudah diangkat untuk kalian, kalian tidak akan pernah lepas dari mereka, juga Quraisy yang lain tidak akan dapat saling bergantian di antara kalian.” Itu sebabnya, ketika Abdur-Rahman bin Auf meninggalkan Ali bin Abi Talib, tak ada orang yang marah, malah orang menerima Usman sebagai Khalifah dengan senang hati dan rasa puas.
Sumber-sumber mengenai sikap Ali bin Abi Talib terhadap Usman ini masih saling berbeda, yang sukar sekali untuk dapat mengukuhkan salah satunya. Ibn Sa’d dengan sanadnya menyebutkan bahwa orang pertama yang membaiat Usman adalah Abdur-Rahman bin Auf, kemudian Ali bin Abi Talib. Dengan sanad lain ia menuturkan bahwa Abdur-Rahman bin Auf di mimbar duduk di tempat duduk Nabi, dan sesudah dibaiat Usman didudukkan ditingkat kedua. “Orang datang beramai-ramai membaiatnya. Yang pertama kali membaiat adalah Ali bin Abi Talib, malah ada yang mengatakan justru dia yang terakhir.”
Tetapi at-Tabari membawa dua sumber, salah satunya hampir sama dengan sumber-sumber tersebut dan yang kedua sangat berbeda. Keduanya menunjukkan bahwa pemilihan Usman ini meninggalkan dampak yang dalam sekali dalam hati Ali.
Sumber pertama berpendapat bahwa sesudah orang berdatangan membaiat Usman —sesudah dibaiat oleh Abdur-Rahman — Ali masih maju-mundur. Maka kata Abdur-Rahman : “Barangsiapa melanggar janji, sebenarnya ia telah melanggar janjinya sendiri, dan barangsiapa menepati janji yang dijanjikannya kepada Allah, maka ia akan memberinya pahala yang besar .” (Qur’an, 48 : 10).
Kemudian Ali kembali dan setelah menyeruak di tengah orang banyak ia membaiat seraya berkata : “Suatu tipu muslihat yang luar biasa.” Sumber kedua mengatakan bahwa setelah Abdur-Rahman membaiat Usman, Ali berkata kepadanya : “Anda merangkak untuk selamanya. Ini bukan yang pertama kali Anda memperlihatkan kekuatan Anda kepada kami. Tabahkan dan sabarlah, itulah yang terbaik, dan memohonkan pertolongan hanya kepada Allah atas segala yang kalian lukiskan itu! Sungguh, Anda mengangkat Usman itu hanya supaya kekuasaan kembali kepada Anda! Dan setiap hari Allah memperlihatkan kekuasaan baru.”
Dalam hal ini Abdur-Rahman berkata : “Ali, janganlah menjerumuskan diri! Sudah saya pertimbangkan dan sudah saya musyawarahkan dengan khalayak ramai, tetapi ternyata mereka tidak keberatan dengan Usman.” Ali keluar sambil berkata : “Akan tiba waktunya.”
Dengan mengacu pada kedua sumber at-Tabari ini Ibn Kasir mengatakan : “Orang-orang yang sering disebutkan oleh para sejarawan seperti Ibn Jarir (Tabari) dan yang lain tidak tahu bahwa Ali berkata kepada Abdur-Rahman : “Anda telah menipu saya, dan Anda mengangkatnya hanya karena dia semenda Anda, agar dapat berunding dengan Anda setiap hari.” Tetapi karena dia masih maju mundur Abdur-Rahman berkata kepadanya : Barangsiapa melanggar janji, sebenarnya ia telah melanggar janjinya sendiri…. sampai akhir ayat, dan berita-berita lain yang bertentangan dengan yang terdapat dalam kitab-kitab yang sahih, tertolak kembali kepada yang mengatakannya dan yang melakukannya. Wallahualam.”
Untuk memastikan mana salah satu sumber ini yang lebih kuat memang tidak mudah. Besar sekali dugaan kita bahwa semua ini direkayasa sesudah adanya propaganda untuk tujuan-tujuan politik, di antaranya apa yang ditafsirkan oleh Tabari kata-kata Ali bin Abi Talib. Suatu tipu muslihat yang luar biasa, yakni ketika ia dipanggil oleb Abdur-Rahman bin Auf untuk membaiat Usman supaya ia tidak melanggar janjinya sendiri. Ibn Jarir juga menyebutkan bahwa Amr bin As bertemu dengan Ali pada malam-malam selama berlangsung Majelis Syura dan mengatakan kepadanya : “Abdur-Rahman orang yang mau berusaha dan suka bekerja keras dan bila dihadapkan pada tanggung jawab, ia akan sangat berhati-hati. Tapi dia mampu dan lebih berhasrat daripada Anda.” Setelah itu ia menemui Usman dan berkata kepadanya :
“Abdur-Rahman orang yang mau berusaha dan suka bekerja keras, dan akan membaiat Anda dengan penuh kepastian dan tanggung jawab, maka terimalah.” Saya yakin ini adalah cerita yang dikarang-karang setelah terjadi perselisihan antara Ali dengan Amr mengenai Mu’awiyah.
Sebenarnya Amr bin As tidak menyimpan dendam kepada Usman ketika Umar terbunuh. Beberapa sumber melangsir bahwa Usman memecat Amr dari Mesir tak lama setelah pengangkatannya itu. Suara mayoritas menyebutkan bahwa Usman meminta bantuan Amr saat Rumawi menyerang Iskandariah. Sesudah Amr memperoleh kemenangan Usman bermaksud akan mengangkat Amr sebagai komandan angkatan bersenjata Mesir dengan membiarkan Abdullah bin Abi Sarh tetap sebagai wakilnya di Mesir dan kepala urusan pajak. Tetapi Amr menolak dengan mengatakan : “Jadi saya seperti orang yang memegang kedua tanduk sapi betina, orang lain yang memerah susunya!”
Setelah itu ia kembali ke Mekah dan bergubung dengan Mu’awiyah dalam perselisihannya dengan Ali. Semua ini membukiikan bahwa ketika dalam Majelis Syura itu Amr dan Usman sudah sepakat mendorong Amr untuk menipu Ali. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa sumber yang dikutip oleh Tabari sebagai pembenaran atas kata-kata Ali : “Suatu tipu muslihat yang luar biasa” itu samasekali tak punya dasar.
Juga saya yakin bahwa kata-kata yang dikutip dari Ali atau dari Abdur-Rahman bin Auf ataupun dari yang lain lebih menyerupai pemalsuan yang dibuat untuk memuaskan sebagian orang bahwa seolah-olah hal itu memang terjadi, dan yang sebagian lagi tujuannya propaganda politik semata. Saya tidak ingin menjelaskan secara panjang lebar mengenai alasan saya berkeyakinan demikian. Cukup kalau saya menunjuk saja pada para penghimpun hadis Rasulullah s.a.w., bahwa menurut mereka, sepersepuluh dari yang diriwayatkan itu tidak sahih. Penyampaian beberapa ungkapan dengan kata-katanya dari Ali bin Abi Talib atau dari Abdur-Rahman bin Auf, ataupun dari yang lain masih perlu disaring. Para sejarawan itu mencatatnya sesudah berlalu puluhan tahun dari peristiwa-peristiwa yang diceritakan itu dan sesudah berbagai propaganda politik memegang peranan amat penting dalam sejarah Kedaulatan Islam. Dalam keadaan semacam itu tidak heran jika mereka mencatat kata-kata yang mengungkapkan perasaan pihak-pihak yang bersangkutan, kendati kala-kata itu tidak bersumber dari mereka sendiri.
Tetapi masih ada dua masalah yang menurut hemat saya tidak diragukan kebenarannya. Pertama, Ali dan Banu Hasyim tidak puas atas pembaiatan Usman dengan alasan karena mereka masih keluarga Nabi. Kalau sekali pimpinan kekhalifahan diserahkan kepada Banu Umayyah, maka tidak akan pernah keluar lagi dari mereka.
Kedua, mayoritas Muslimin sudah merasa lega dengan pembaiatan Usman dan mereka menerima dengan senang hati dan puas. Ketika dibaiat tak ada dari mereka yang menyebutkan bahwa Usman dari Banu Umayyah, atau menyebut-nyebut adanya permusuhan Banu Umayyah kepada Rasulullah atau adanya persaingan lama terhadap Banu Hasyim dan mereka masuk Islam sudah ketinggalan, baru sesudah Mekah membuka pintu karena sudah tidak mampu lagi mengadakan perlawanan terhadap Muslimin. Tetapi semua mereka mengatakan, bahwa Khalifah tua itu sudah lebih dulu masuk Islam, serta pembelaannya di samping Rasulullah dan hubungannya yang baik dengan kedua istrinya, Ruqayah dan Umm Kulsum. Kemudian hijrahnya ke Abisinia dan ke Medinah dengan mengorbankan harta kekayaannya demi membela agama Allah dan kaum Muslimin.
Sejarah menyebutkan bahwa Talhah bin Ubaidilllah sampai di Medinah pagi hari saat pelantikan Usman itu. Ketika dia diundang untuk juga membaiatnya ia bertanya : Sudah semua Quraisy menerima dengan senang hati? Dijawab : Ya. Ia pergi menemui Usman dan menanyakannya : Semua orang sudah membaiat Anda? Dijawab oleh Usman : Ya. Kata Talhah selanjutnya : Saya sudah puas. Saya juga bersama mereka, Lalu ia pun membaiat. Usman selesai dibaiat dalam suasana optimistis dan penuh harapan untuk masa depan. Sesudah semua acara itu usai, mereka yang datang ke Medinah selesai menunaikan ibadah haji mulai bubar, pulang kembali ke daerah mereka masing-masing — ke Irak, Persia, Syam dan Mesir. Dan semua mereka mengharapkan, semoga Allah dengan karunia-Nya melimpahkan segala kemudahan kepadanya.
Dengan demikian segalanya kembali seperti semula, dan orang pun sudah dalam suasana kehidupan seperti biasa. Tiba saatnya sekarang Usman untuk mulai memikul tanggung jawab pemerintahan, mengemudikannya sesuai dengan bawaannya yang lemah-lembut budi bahasanya yang halus dengan keimanan yang sungguh-sungguh dan pengabdian yang semata-mata untuk kebaikan. Ia akan menghadapi situasi yang berbeda dengan situasi di masa Umar dan di masa Abu Bakr, saat mereka masing-masing memikul tanggung jawab kekhalifahan. Dalam menghadapi semua ini ia memerlukan warna kebijakan baru. Pada mulanya Usman memang jelas sekali berhasil baik. Kemudian ia terhambat oleh usianya yang sudah lanjut serta peristiwa-peristiwa yang sudah tak mampu lagi ia kendalikan.
-----------------------------------------------
Usman bin Affan - Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh PT. Pustaka Litera AntarNusa, Cetakan Kedelapan, Juni 2010, halaman 24-32.

WAJIB TAAT PEMIMPIN YANG BUKAN MA’SYIYAT (9)

Abu Hurairah r.a. berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Siapa yang ta’at padaku, berarti ta’at pada Allah, dan siapa yang melanggar padaku berarti melanggar kepada Allah. Dan siapa yang ta’at pada pimpinan (kepala)nya berarti ta’at padaku, dan siapa ma’shiyat kepada pimpinan (kepala)nya berarti ma ‘shiyat padaku. (HR. Buchary dan Muslim).
---------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 539.

SYARAT-SYARAT DAN APA-APA YANG DILARANG (25)

Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., beliau bersabda : “Janganlah kalian menahan susu unta dan kambing (supaya kelihatan gemuk). Dan barangsiapa yang membeli binatang begitu, dan setelah diperah susunya (kelihatan tidak gemuk) maka baginya boleh memilih dua pilihan yang terbaik, apakah ia memilikinya terus atau mengembalikannya dengan tambahan kurma satu sho”. Muttafaq ‘alaih. Dan dalam riwayat Muslim : “Ia mempunyai tempo untuk memilih-milih selama tiga hari”. Dan dalam sebuah riwayatnya yang ditakliq oleh Bukhary : “Hendaklah ia mengembalikannya dengan tambahan satu sho’ makanan bukan gandum”. Bukhary berkata : “Kurma itu lebih banyak (riwayatnya)”.
------------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Buju', halaman 299.

Rabu, 25 Desember 2013

WAJIB TAAT PEMIMPIN YANG BUKAN MA’SYIYAT (8)

Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Sungguh akan terjadi sepeninggalku nanti monopoli dan mengutamakan diri sendiri, dan hal-hal yang kamu anggap tidak benar. Sahabat bertanya : Apakah yang kau pesankan kepada orang-orang yang mendapati kejadian itu ya Rasulullah? Jawab Nabi : Kamu harus menunaikan kewajibanmu, dan mengharapkan kepada Allah apa yang menjadi hakmu. (HR. Buchary dan Muslim).
---------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 538-539.

Toleransi Islam untuk 25 Desember


Natal jelas bukan perayaan kaum Muslim, dan kaum Muslim harusnya tidak berkepentingan dengan itu. Namun jelas ada hubungannya dengan kaum Muslim mengingat sebagian besar daripada kita juga berhubungan dengan sesama kita yang merayakannya. Karena itu menjadi penting kiranya kita membahas bagaimana pandangan Islam tentang Natal dan seputarnya serta toleransi kita di dalamnya.
Sebagaimana yang kita ketahui, 25 Desember bukanlah hari kelahiran Yesus Sang Mesias (Isa Al-Masih). Walaupun gereja Katolik menganggapnya begitu.
Encyclopedia Britannica (1946), menjelaskan, “Natal bukanlah upacara-upacara awal gereja. Yesus Kristus atau para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya, dan Bible (Alkitab) juga tidak pernah menganjurkannya. Upacara ini diambil oleh gereja dari kepercayaan kafir penyembah berhala.”
Secara sains, dibuktikan tanggal 25 Desember adalah pertama kalinya matahari bergerak ke arah utara dan memberikan kehangatan setelah matahari berada di titik terendah di selatan pada 22-24 Desember (winter solstice) yang menyebabkan bumi berada di titik terdingin.
Karena itulah orang Yunani pada masa awal merayakan lahirnya Dewa Mithra pada 25 Desember, dan orang Latin merayakan hari yang sama sebagai kelahiran kembali Sol Invictus (Dewa Matahari pula).
Singkatnya, Bila kelahiran Yesus disangka 25 Desember, maka itu adalah kesalahan yang nyata. 
Namun, bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah bahwa umat Kristen telah menjadikan tanggal 25 bukan hanya sebagai peringatan, tapi perayaan kelahiran ‘Tuhan Yesus’ bagi mereka. Sehingga permasalahannya berubah menjadi permasalahan aqidah.
Karena itulah dalam Islam, kita pun dilarang ikut-ikutan merayakan Natal, karena itu adalah perayaan aqidah. Termasuk ikut memberikan ‘selamat natal’ atau sekadar ucapan ‘selamat’ saja. Karena sama saja kita mengakui bahwa Natal adalah hari lahir ‘Tuhan Yesus’ bagi mereka. 
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan : “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (TQS al-Maaidah [5] : 73)
Seringkali kita beralasan, “Tapi kan nggak enak, dia bos saya / teman saya / dan lain-lain, masak saya nggak ngucapin, kalo dalam hati mengingkari kan nggak papa, yang penting niatnya! Toleransi dong!”
Perlu kita sampaikan, niat apapun yang kita punya, apabila kita melakukan hal itu, maka sama saja hukumnya. Dan toleransi bukanlah mengikuti perayaan aqidah umat lain. Oleh karena itu harusnya kita lebih takut kepada Allah dibanding kepada manusia.
“Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (TQS al-Maaidah [5] : 44)

Lalu bagaimana toleransi Islam terhadap agama lain? Toleransi kita hanya membiarkan mereka melakukan apa yang mereka yakini tanpa kita ganggu. Itulah toleransi kita.
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (TQS al-Kaafiruun [109] : 6)

Toleransi bukannya ikut-ikutan dengan kebablasan dan justru terjebak dalam kekufuran. Sebagai Muslim harusnya kita menyampaikan bahwa perayaan semacam ini adalah salah. Dan kalaupun toleransi, bukan berarti mengorbankan aqidah kita, mari kita ingat pesan Rasulullah.
”Sungguh kamu akan mengikuti (dan meniru) tradisi umat-umat sebelum kamu bagaikan bulu anak panah yang serupa dengan bulu anak panah lainnya, sampai kalaupun mereka masuk liang biawak niscaya kamu akan masuk ke dalamnya pula”. Sebagian sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, orang-orang Yahudi dan Nasrani-kah?” Beliau menjawab: ”Siapa lagi (kalau bukan mereka)?”. (HR Bukhari dan Muslim)

Walhasil sekali lagi kita mengingatkan bahwa haram hukumnya di dalam Islam mengikuti perayaan Natal, juga termasuk mengucapkan ‘Selamat Natal/Selamat’ ataupun yang semisalnya. Mudah-mudahan Allah menunjuki kita dan mereka.

SYARAT-SYARAT DAN APA-APA YANG DILARANG (24)

Dari Ma’mar bin Abdullah dari Rasulullah s.a.w, beliau bersabda : “Tidak akan menimbun (barang-barang), tidak mau menjual supaya naik harganya, kecuali orang berdosa”. Diriwayatkan oleh Muslim.
-----------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Buju', halaman 298-299.

Selasa, 24 Desember 2013

PERMOHONAN UMAR KEPADA NABI

Sudah sebulan lamanya ia dalam bilik itu sesuai dengan niatnya hendak meninggalkan para istrinya itu samasekali. Ketika itu kaum Muslimin sedang berada dalam mesjid dalam kendaan menekur. Mereka berkata : Rasulullah saw. telah menceraikan istri-istrinya. Jelas sekali kesedihan yang mendalam itu membayang pada wajah mereka. Ketika itu Umar yang berada di tengah-tengah mereka lalu berdiri. Ia hendak pergi ke tempat Nabi dalam biliknya itu. Dipanggilnya Rabah si pelayan supaya dimintakan izin ia hendak menemui Rasulullah. Ia melihat kepada Rabah dengan mengharapkan jawaban. Tapi rupanya Rabah tidak berkata apa-apa, yang berarti bahwa Nabi belum mengizinkan. Sekali lagi Umar mengulangi permintaan itu. Juga sekali lagi Rabah tidak memberikan jawaban. Sekali ini Umar berkata lagi dengan suara lebih keras.
“Rabah, mintakan aku izin kepada Rasulullah — s.a.w. — Kukira dia sudah menduga kedatanganku ini ada hubungannya dengan Hafsha. Sungguh, kalau dia menyuruh aku memenggal leher Hafsha, akan kupenggal.”
Sekali ini Nabi memberi izin dan Umar pun masuk. Bila ia sudah duduk dan membuang pandang ke sekeliling tempat itu, ia menangis.
“Apa yang membuat engkau menangis, Ibn’l-Khattab?” tanya Muhammad.
Yang membuatnya menangis ialah melihat tikar tempat Nabi berbaring itu sampai membekas di rusuknya, dan bilik sempit yang tiada berisi apa-apa selain segenggam gandum, kacang-kacangan (Qaraz, kacang-kacangan dari sejenis pohon paku (acacia nilotica?)) dan kulit yang digantungkan.
Setelah oleh Umar disebutkan apa yang telah menyebabkannya menangis itu dan Nabi mengatakan perlunya meninggalkan kehidupan duniawi, ia pun mulai kembali tenang.
Kemudian kata Umar :
“Rasulullah, apa yang menyebabkan tuan tersinggung karena para istri itu. Kalau mereka itu tuan ceraikan, niscaya Tuhan di sampingmu, demikian juga para malaikat — Jibril dan Mikail — juga saya, Abu Bakr, dan semua orang-orang beriman berada di pihakmu.”
Kemudian ia terus bicara dengan Nabi sehingga bayangan kemarahannya berangsur hilang dari wajahnya dan ia pun tertawa. Setelah Umar melihat hal ini lalu diceritakannya keadaan Muslimin yang di mesjid serta apa yang mereka katakana, bahwa Nabi telah menceraikan istri-istrinya. Dengan adanya keterangan dari Nabi bahwa ia tidak menceraikan mereka, ia minta izin akan mengumumkan hal ini kepada orang-orang yang sekarang masih tinggal di mesjid menunggu.
Ia pergi ke mesiid, dan dengan suara keras ia berkata kepada mereka :
“Rasulullah s.a.w. — tidak menceraikan istrinya.” Sehubungan dengan peristiwa inilah ayat-ayat suci ini turun :
“Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan sesuatu yang telah Tuhan halalkan untukmu; hanya karena engkau ingin memenuhi segala yang disenangi para istrimu? Dan Allah jua Maha Pengampun dan Penyayang. Tuhan telah mewajibkan kamu melepaskan sumpah kamu itu. Dan Tuhan jua Pelindungmu, Dia Mengetahui dan Bijaksana. Tatkala Nabi membisikkan cerita itu kepada salah seorang istrinya, maka bila ia (istri) itu mengumumkan hal tersebut dan Tuhan mengungkupkan hal itu kepadanya, sebagian diterangkannya dan yang sebagian lagi tidak. Bila hal itu kemudian disampaikan kepada istrinya, ia bertanya : “Siapa yang mengatakun itu kepadamu?’ ia menjawab : “Yang mengatakan itu kepadaku Allah Yang Maha Mengetahui. Kalau kamu berdua mau bertobat kepada Allah maka hatimu sudah sudi menerima. Tetapi kalau kamnu berdua Bantu-membantu menyusahkannya, maka Tuhanlah Pelindungnya; demikian juga Jibril dan setiap orang baik-baik di kalangan orang-orang beriman; di samping itu para malaikat juga jadi penolongnya. Jika ia menceraikan kamu, boleh jadi Tuhan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang baik daripada kamu — yang berserah diri, yang beriman, berbakti dan bertobat, yang rendah hati beribadat dan berpuasa, janda-janda atau perawan.” (QS 66 : 1 – 5)
Dengan demikian peristiwa itu selesai. Istri-istri Nabi kembali sadar, dan dia pun kembali kepada mereka setelah mereka benar-benar bertobat, menjadi manusia yang rendah hati beribadat dan beriman. Kehidupan rumah tangganya sekarang kembali tenang, yang memang demikian diperlukan oleh setiap manusia yang sedang melaksanakan suatu beban besar yang ditugaskan kepadanya.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 498-499.

MAJELIS SYURA DAN PELANTIKAN USMAN (15)

AMBISI UNTUK KEDUDUKAN KHALIFAH
Pihak Banu Umayyah tidak kurang ambisinya ingin agar kekhalifahan berada di tangan mereka. Setelah tiba saatnya Umar akan dikebumikan dan jenazahnya dibawa ke Mesjid Nabi (Masid Nabawi) untuk disholatkan, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Talib tampil masing-masing ingin ke depan memimpin sholat itu. Melihat yang demikian Abdur- Rahman bin Auf berkata : “Inilah ambisi orang yang ingin memegang pimpinan. Kalian tentu tahu bahwa dia sudah meminta yang lain di luar kalian. Suhaib, majulah dan sholatlah!”
Mendengar suara anggota-anggota Majelis Syura yang saling berselisih pendapat dengan suara lantang itu Abu Talhah al-Ansari masuk dan berkata : “Saya lebih ngeri melihat kalian saling dorong daripada saling bersaing. Saya tidak akan memperpanjang lebih dari tiga hari yang sudah diperintahkan kepada kalian. Setelah itu saya akan tinggal di rumah dan akan melihat apa yang kalian lakukan!”
Sungguhpun begitu, perselisihan pendapat itu terus berlanjut sehari penuh menurut satu sumber, sumber yang lain mengatakan dua hari. Abdur-Rahman bin Auf khawatir perselisihan itu akan makin memuncak dengan segala akibatnya yang tidak diharapkan, maka katanya kepada kedua kelompok itu : “Siapa di antara kalian yang paling utama akan ditampilkan untuk dikukuhkan memegang pimpinan?” Mereka yang hadir terkejut keheranan sambil melihat kepadanya. Kata-kata apa itu? Mereka bertengkar begitu sengit mau memperebutkan kekhalifahan.
Bagaimana Abdur-Rahman mengharapkan ada dari mereka yang mau mundur dari ambisinya supaya dapat diambil keputusan dalam satu atau dua hari ini, dan dia sendiri tidak akan ikut mengambil bagian dalam pencalonan itu?!
Tetapi keheranan mereka tidak berlangsung lama. Cepat-cepat Abdur-Rahman menyambungnya : “Saya menarik diri dari pencalonan.” Cepat-cepat pula Usman mengatakan : “Saya yang pertama setuju.” Sa’d dan Zubair juga berkata : “Kami setuju.” Karena Talhah tak ada di tempat, tinggal lagi Ali bin Abi Talib yang harus memberikan pendapatnya. Tetapi Ali diam, tidak menyatakan setuju atau menolak. Barangkali ia masih mengira tindakan Abdur-Rahman ini suatu muslihat ingin memberikan jalan untuk pengangkatan semendanya, Usman. Ia diam sambil berpikir-pikir muslihat apa yang akan digunakan. Tetapi Abdur-Rahman tidak memberi waktu lama-lama untuk memberikan pendapatnya, malah ia bertanya : “Abu al-Hasan, bagaimana pendapat Anda?” Ali menyatakan kesangsiannya atas tindakan Ibn Auf itu. “Berjanjilah Anda”, kata Ali, “bahwa Anda akan mendahulukan kebenaran, tidak memperturutkan hawa nafsu, tidak mengutamakan kerabat dan tidak mengabaikan bimbingan bagi umat.” Cepat-cepat Abdur-Rahman tanpa ragu : “Berjanjilah kalian bahwa kalian akan mendukung saya dalam mengadakan perubahan dan menyetujui orang yang saya pilihkan. Saya berjanji kepada Allah tidak akan mengutamakan kerabat dan tidak akan mengabaikan bimbingan kepada Umat Muslimin.”
---------------------------------------
Usman bin Affan - Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh PT. Pustaka Litera AntarNusa, Cetakan Kedelapan, Juni 2010, halaman 23-24.

WAJIB TAAT PEMIMPIN YANG BUKAN MA’SYIYAT (7)

Abu Huraidah (Wa’il) bin Hujur r.a. berkata : Salamah bin Yazid Alju’fy bertanya pada Rasulullah s.a.w. : Ya Rasulullah, bagaimana jika terangkat di atas kami kepala-kepala yang hanya pandai menuntut haknya dan menahan hak kami, maka bagaimanakah kau menyuruh kami berbuat? Pada mulanya Rasulullah mengabaikan pertanyaan itu, hingga ditanya kedua kalinya, maka Rasulullah s.a.w. bersabda : Dengarlah dan ta’atlah maka sungguh bagi masing-masing kewajiban sendiri-sendiri atas mereka ada tanggung-jawab, dan atas kamu tanggung jawabmu. (HR. Muslim)
---------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 538.

Situs Lingga Yoni di Pedalangan Semarang

Lingga Yoni
Bagi masyarakat dulu, Lingga Yoni dijadikan pusat pemujaan kepada Sang Pencipta. Lingga Yoni adalah lambang alat vital laki (Lingga) dan alat vital wanita (Yoni) atau proses penciptaan manusia. Lingga dilambangkan dengan tiang atau tonggak, bisa berbentuk persegi atau silinder. Yoni dilambangkan sebuah wadah yang berbentuk persegi atau lingkaran yang memiliki pancuran.
Lingga Yoni merupakan simbol penciptaann manusia dan dianggap sesuatu yang sangat sakral. Lingga Yoni oleh kalangan tertentu dianggap juga sebagai Lambang Kemakmuran. Kemakmuran manusia itu disebabkan karena mampu mensakralkan dan mensucikan Lingga Yoni.
Beberapa hari lalu ketika berjama’ah dzuhur di Masjid Al-Huda Jl. Durian Utara III RW 02 Kelurahan Pedalangan Kecamatan Banyumanik Semarang, mataku tertarik dengan sebuah batu di bawah pohon beringin kembang di sisi tenggara kompleks masjid tersebut. Dan setelah aku dekati ternyata sebuah yoni dan perkiraanku batu kecil disebelahnya adalah lingga.
Lingga Yoni
Dari hasil telisik yang aku dapatkan ternyata masjid ini berdiri pada tahun 1987, dan menurut keterangan penjaga masjid keberadaan lingga-yoni sudah ada ketika masjid ini dibangun. Pada malam jum’at tertentu, malam satu suro atau pada hari-hari tertentu di bawah pohon beringin tersebut menjadi tempat permohonan atau memuja bagi para penganut kejawen atau orang yang mengaku Islam tetapi masih melaksanakan ritual kejawen. Ketika rasa penasaranku mengelitik aku mencoba bertanya tentang keberadaan lingga-yoni dibawah pohon beringin kembang tersebut kepada penduduk di sekitar lokasi, tetapi ternyata mereka tidak mengetahui asal muasalnya.

Rute
Untuk menuju lokasi lingga-yoni ini bisa ditempuh dari arah jalan Tirtoagung Pedalangan kompleks Akper Semarang atau tak jauh dari Perumahan Graha Estetika, ambil jalur yang ke SD Al-Azhar 14 Semarang jalan Klentengsari terus ikuti sampai bertemu dengan terowongan jalan tol Tembalang – Ungaran ketika bertemu dengan pertigaan kedua ambil jalan kekiri dan temukan masjid yang bersebelahan dengan Balai RW.

SYARAT-SYARAT DAN APA-APA YANG DILARANG (23)

Dari Anas bin Malik r.a.. ia berkata; “Di Madinah di zaman Rasulullah s.a.w. pernah naik harga-harga barang, dan orang-orang berkata : “Ya Rasulullah, harga barang-barang telah naik, karena itu tetapkanlah harga-harga bagi kami”. Maka Rasulullah s.a.w. bersabda : “Sesungguhnya Allahlah yang menetapkan harga, yang menahan dan melepaskan, yang memberi rizki, dan aku mengharapkan agar berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada seorangpun di antara kalian yang menuntut lantaran kedhaliman (penganiayaan) pada jiwa dan harta”. Diriwayatkan oleh Imam yang Lima (Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzy dan Nasa’i), kecuali Nasa’i, dan disahkan, oleh Ibnu Hibban.
------------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Buju', halaman 298.

Tiket Wisata Tanah Lot Tabanan Bali

Tour D’Bali. Masih jelas memori perjalanan ke Bali setahun tahun yang lalu 21 – 25  Desember 2012 yang sangat menyenangkan. Perjalanan wisata ke Bali sudah direncanakan jauh-jauh hari dengan cara nabung Rp. 2.000,- per hari. Perjalanan wisata yang dikelola Setiabudi Tour dan di pandu oleh Bli Agung Adi, mulai dari Pura Uluwatu, Pasar Seni Guwang Sukawati, pantai Kuta, pantai Tanah Lot Tabanan, sampai Pura Ulun Danu Bratan dan lain-lain.
Jika mendengar lagu “Nyanyian Rindu”-nya Ebiet G. Ade, kerinduanku kembali ke Bali sangat kuat untuk menikmati keindahan Kintamani, danau dan gunung Batur. Someday I hope.

Senin, 23 Desember 2013

WAJIB TAAT PEMIMPIN YANG BUKAN MA’SYIYAT (6)

Abdullah bin Amer r.a. berkata : Ketika kami bersama Rasulullah s.a.w. dalam bepergian, maka kami turun berkhemah di tengah jalan, ada di antara kami yang sedang membetulkan khemahnya dan ada yang sedang main-main dengan panah, dan ada yang sedang menggembala ternaknya, tiba-tiba terdengar panggilan pesuruh Rasulullah s.a.w. ASSHOLATU JAMI’ATUN (Mari kita sholat berjama’ah). Maka kami berkumpul kepada Rasulullah s.a.w. maka bersabda Nabi s.a.w. : Tiada seorang Nabi sebelumku melainkan ia berkewajiban menunjukkan ummatnya pada segala kebaikan yang ia ketahui dan memperingatkan mereka dari bahaya yang ia ketahui. Dan ummat ini telah ditentukan selamatnya pada permulaannya, dan pada akhirnya akan ditimpa bala’ dan hal-hal yang kamu ingkari, dan terjadi fitnah, sehingga teranggap ringan setengah dan kejadian yang sebelumnya. Kemudian terjadi fitnah, sehingga seorang mu’min merasa mungkin di sini binasaku, tetapi lalu terhindar daripadanya, kemudian datang pula suatu fitnah, hingga ia berkata : Mungkin kini binasaku. Maka siapa ingin terhindar dari neraka dan masuk sorga, harus ia mati tetap dalam iman percaya pada Allah dan hari kemudian, dan berlaku kepada sesama manusia apa yang ia sendiri suka diperlakukan orang demikian. Dan siapa yang berbai’at pada suatu imam (kepala) dan telah menyanggupkan ta’atnya dan setia hatinya, harus ta’at jika dapat. Maka jika datang lain orang akan merebut kekuasaannya penggallah leher orang yang merebut itu. (HR. Muslim).
--------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 536-538.

SYARAT-SYARAT DAN APA-APA YANG DILARANG (22)

Dari Ali bin Abi Thalib r.a., ia berkata; Rasulullah s.a.w. menyuruh saya supaya menjual dua budak bersaudara, lalu saya menjualnya dan dipisahkan antara dua saudara itu, lalu saya beritahukan perbuatan itu kepada Nabi sa.w., dan beliau bersabda : “Susullah kedua budak itu, dan ambillah kembali, jangan kau jual mereka kecuali bersama-sama”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan rawi-rawinya orang kepercayaan, dan telah disahkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Jarudi, Ibnu Hibban, Hakim, Darukutny dan Ibnul-Qathan.
---------------------------------------
Tarjamah BULUGHUL MARAM, Ibnu Hajar Asqalany, Penerbit : PT. Alma’arif Bandung, Cetakan ke tujuh, 1984, Bab Kitabul Buju', halaman 297-298.

Minggu, 22 Desember 2013

ISTRI NABI GELISAH

Muhammad segera menyadari bahwa rasa cemburulah yang telah mendorong Hafsha menyatakan apa yang telah disaksikannya itu serta membicarakannya kembali dengan Aisyah atau istri-istrinya yang lain. Dengan maksud hendak menyenangkan perasaan Hafsha, ia bermaksud hendak bersumpah mengharamkan Maria buat dirinya kalau Hafsha tidak akan menceritakan apa yang telah disaksikannya itu. Hafsha berjanji akan melaksanakan. Tetapi rasa cemburu sudah begitu berkecamuk dalam hati, sehingga dia tidak lagi sanggup menyimpan apa yang ada dalam hatinya, dan ia pun menceritakan lagi hal itu kepada Aisyah. Aisyah memberi kesan kepada Nabi bahwa Hafsha tidak lagi dapat menyimpan rahasia. Barangkali masalahnya tidak hanya terhenti pada Hafsha dan pada Aisyah saja dari kalangan istri Nabi. Barangkali mereka semua — yang sudah melihat bagaimana Nabi mengangkat kedudukan Maria — telah pula mengikuti Hafsha dan Aisyah ketika kedua mereka ini berterang-terang kepada Nabi sehubungan dengan Maria ini, meskipun cerita demikian sebenarnya tidak lebih daripada suatu kejadian biasa antara seorang suami dengan istrinya, atau antara seorang laki-laki dengan hamba sahaya yang sudah dihalalkan. Dan tidak perlu diributkan seperti yang dilakukan oleh kedua putri Abu Bakr dan Umar itu, yang dari pihak mereka sendiri berusaha hendak membalas karena kecenderungan Nabi kepada Maria. Kita sudah melihat adanya semacam ketegangan dalam saat-saat tertentu antara Nabi dengan para istrinya karena soal belanja, karena soal madu Zainab, atau karena sebab-sehab lain, yang menunjukkan bahwa mereka melihat Nabi lebih mencintai Aisyah atau lebih mencintai Maria.
Begitu memuncaknya keadaan mereka, sehingga pada suatu hari mereka mengutus Zainab binti Jahsy kepada Nabi di rumah Aisyah dan dengan terang-terangan mengatakan bahwa ia berlaku tidak adil terhadap para istrinya, dan karena cintanya kepada Aisyah ia telah merugikan yang lain. Bukankah setiap istri mendapat bagian masing-masing sehari semalam? Kemudian juga Sauda; karena melihat Nabi menjauhinya dan tidak bermuka manis kepadanya, maka supaya Rasul merasa senang, ia telah mengorbankan waktu siang dan malamnya itu untuk Aisyah. Dalam berterus-terang itu Zainab tidak hanya terbatas dengan mengatakan Nabi bersikap tidak adil di antara para istri, bahkan juga ia telah mencerca Aisyah yang ketika itu sedang duduk-duduk, sehingga membuat Aisyah bersiap hendak membalasnya kalau tidak karena adanya syarat dari Nabi, yang membuat dia jadi tenang kembali. Akan tetapi Zainab begitu bersikeras menyerangnya dan mencerca Aisyah melampaui batas, sehingga tak ada jalan lain buat Nabi kecuali membiarkan Aisyah membela diri. Ketika itu Aisyah membalas bicara dan membuat Zainab jadi terdiam dengan demikian Nabi merasa senang dan kagum sekali terhadap putri Abu Bakr itu.

SUATU PERTENTANGAN
Pada waktu-waktu tertentu pertentangan istri-istri Nabi itu sudah begitu memuncak, sebab dia dianggap lebih mencintai yang seorang daripada yang lain, sehingga karenanya Nabi bermaksud hendak menceraikan mereka itu sebagian, kalau tidak karena mereka lalu memberikan kebebasan kepadanya mengenai siapa saja yang lebih disukainya. Setelah Maria melahirkan Ibrahim, rasa iri hati pada mereka makin menjadi-jadi, lebih-lebih pada Aisyah. Dalam menghadapi kegigihan sikap mereka yang iri hati ini Muhammad — yang sudah mengangkat derajat mereka begitu tinggi masih — tetap lemah-lembut. Muhammad tidak punya waktu yang senggang untuk melayani sikap kegigihan serupa itu dan membiarkan dirinya dipermainkan oleh sang istri. Mereka harus mendapat pelajaran dengan sikap yang tegas dan keras. Persoalan pada istri-istri itu harus dapat dikembalikan ke tempat semula. Dia harus kembali dalam ketenangannya berpikir, dalam menjalankan dakwah ajarannya, seperti yang sudah ditentukan Tuhan kepadanya itu. Dapat juga pelajaran itu berupa tindakan meninggalkan mereka atau mengancam mereka dengan penceraian. Kalau mereka mau kembali sadar, baiklah; kalau tidak, berikanlah bagiannya dan ceraikan mereka dengan cara yang baik. Selama sebulan penuh akhirnya Nabi memisahkan diri dari mereka. Tiada orang yang diajaknya bicara mengenai mereka, juga orang pun tak ada yang berani memulai membicarakan masalah mereka itu. Dan selama sebulan itu ia memusatkan pikirannya pada apa yang harus dilakukannya, apa yang harus dilakukan oleh kaum Muslimin dalam menjalankan dakwah Islam, serta menyebarkan agama itu keluar jazirah.
Dalam pada itu Abu Bakr dan Umar serta bapa-hapa mertua Nabi yang lain merasa gelisah sekali melihat nasib Umm’l-Mukminin (Ibu-ibu Orang-orang Beriman) serta apa yang akan terjadi karena kemarahan Rasulullah, dan karena kemarahan Rasul itu akan berakihat pula adanya kemurkaan Tuhan dan para malaikat. Bahkan sudah ada orang berkata, bahwa Nábi telah menceraikan Hafsha putri Umar setelah ia membocorkan apa yang dijanjikannya akan dirahasiakan. Desas-desus pun beredar di kalangan Muslimin bahwa Nabi sudah menceraikan istri-istrinya. Dalam pada itu istri-istri pun gelisah pula, menyesal, yang karena terdorong oleh rasa cemburu, sampai begitu jauh mereka menyakiti hati suami yang tadinya sangat lemah-lembut kepada mereka. Bagi mereka dia adalah saudara, bapa, anak dan segala yang ada dalam hidup dan di balik hidup ini.
Sekarang Muhammad sudah menghabiskan sebagian waktunya dalam sebuah bilik kecil. Dan selama ia dalam bilik itu pelayannya Rabah duduk menunggu di ambang pintu. Jalan masuk ke tempat itu melalui tangga dari batang kurma yang kasar sekali.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 496-498.

MAJELIS SYURA DAN PELANTIKAN USMAN (14)

ABBAS BERSEMANGAT, ALI TENANG DAN BERPANDANGAN JAUH
Abbas bin Abdul-Muttalib paman Nabi memang tidak berhasrat menduduki kekhalifahan untuk dirinya, sebab dia bukanlah dari kalangan Islam yang mula-mula. Malah cenderung ia sebagai orang yang masuk Islam karena Mekah sudah dikalahkan. Ia masuk Islam saat angkatan bersenjata Rasulullah sudah siap membebaskan Mekah. Tetapi di kalangan Banu Hasyim dia yang paling bijak dan menginginkan sekali kekhalifahan berada di kalangan keluarga Nabi. Ada disebutkan bahwa dia berkata kepada Ali bin Abi Talib ketika Umar membentuk Majelis Syura : “Jangan ikut mereka Tetapi Ali menjawab : “Saya tidak menghendaki ada perselisihan.” Dijawab lagi oleh Abbas : “Jadi Anda berpendapat apa yang tidak Anda sukai.”
Ketika itu Umar sudah berkata kepada Majelis Syura : “Jika yang setuju tiga orang dan (yang tidak setuju) tiga orang. pilihlah Abdullah bin Umar menjadi penengah. Dari pihak mana pun dari kedua pihak itu yang diputuskan pilihlah seorang dari mereka. Kalau mereka tidak menyetujui keputusan Abdullah bin Umar, maka ikutlah kalian bersama mereka yang di dalamnya ada Abdur-Rahman bin Auf.”
Sesudah mendengar suara kedua pihak itu Ali keluar dan menemui pamannya Abbas dan kata Ali : “Sudah meninggalkan kita.” Ditanya oleh Abbas : “Dari mana Anda tahu?” Kata Ali : “Usman mengajak saya dengan mengatakan, ikutlah suara terbanyak. Kalau dua orang menyetujui satu orang dan dua orang lagi menetujui satu orang, ikuilah mereka yang di dalamnya ada Abdur-Rahman bin Auf. Sa’d tidak akan menentang sepupunya, dan Abdur-Rahman adalah semenda Usman, mereka tidak akan berbeda pendapat. Maka Abdur-Rahman akan mengangkat Usman, alau Usman akan mengangkat Abdur-Rahman. Kalau yang dua lainnya di pihak saya tidak ada gunanya, lepas bahwa yang saya harapkan itu salah seorang dari mereka.”
Mendengar kata-kata Ali itu Abbas menjawab dengan nada agak keras : “Setiap saya mendorong Anda, Anda kembalikan kepada saya sudah terlambat dengan membawa hal yang tidak saya kehendaki. Ketika Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam wafat saya katakan kepada Anda supaya menanyakan siapa yang akan memegang pimpinan ini, Anda menolak. Saya katakana kepada Anda setelah ia wafat agar cepat-cepat bertindak, Anda menolak. Saya katakana kepada Anda ketika Umar menunjuk Anda untuk Majelis Syura agar jangan ikut mereka, Anda menolak. Berpeganglah pada satu hal : Setiap mereka menawarkan apa pun kepada Anda jawablah : Tidak, kecuali kalau Anda yang akan diangkat. Berhati-hatilah terhadap jamaah itu, mereka akan selalu menjauhkan kita dari persoalan ini sebelum ada yang tampil di luar kita. Ya, memang, kita tidak akan mendapat apa pun selain bencana!”
-----------------------------------------------------
Usman bin Affan - Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh PT. Pustaka Litera AntarNusa, Cetakan Kedelapan, Juni 2010, halaman 22-23.

WAJIB TAAT PEMIMPIN YANG BUKAN MA’SYIYAT (5)

Abu Hurairah r.a. berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w. : Tetaplah mendengar dan ta’at dalam keberatan maupun keringanan, dalam kelancaran dan kesukaran, bahkan dalam reaksi dan berebutan pengaruh dengan kamu. (HR. Muslim).
--------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 536.

Berburu Durian di Pedalaman Muara Teweh

Bersama anak suku pedalaman desa Malawanken
Muara Teweh Kalimantan Tengah, adalah destinasi yang seru dan telah TravelNusa (Traveler Nusantara) kunjungi beberapa waktu lalu. Penyebutan “Muara Teweh” konon berasal dari “Tumbang Tiwei”  sebagai akibat pola penyeragaman sebutan se-Kalimantan Tengah oleh Belanda pada saat itu. (hertzend07).
Hertzend menyebutkan lagi bahwa asal muasal Muara Teweh sangat banyak ragamnya tergantung dari berbagai perspektif bahasa komunitas masyarakat setempat, diantaranya :
  • Dalam kumunitas Suku Bayan Dusun Pepas, disebut Nangei Tiwei (Nangei = Tumbang, Muara; Tiwei = Ikan Seluang Tiwei).
  • Pada komunikasi Suku Bayan Bintang Ninggi, disebut Nangei Musini (Nangei Musini = Muara Musini).
  • Pada Komunitas Suku Dusun Taboyan Malawaken, disebut Ulung Tiwei (Ulung Tiwei = Muara Tiwei, di mana Ulung Tiwei ini merupakan rumpun bahasa sebelah Timur/Mahakam. Misalnya, Ulung Ngiram disingkat Long Ngiram, jadi Ulung Tiwei disingkat Long Tiwei).
  • Pada komunitas Dusun Bakumpai/Kapuas, disebutkan Tumbang Tiwei (Tumbang Tiwei = Muara Tiwei, yang kemudian oleh kolonial Belanda dimelayukan menjadi Muara Teweh).
  • Lebih Jauh, penyebutan nama kota Muara Teweh yang berasal dari kata Tumbang Tiwei tersebut tampaknya sejalan adanya suku-suku Dusun Barito Utara, seperti dikutip dari buku “Kalimantan Membangun Alam dan Kebudayaan”, karya Tjilik Riwut (Mantan Gubernur Kalimantan Tengah).

Rumah Betang dan komunitas penduduk yang menjadi dasar cikal-bakal bagi komunitas Muara Teweh, yakni Juking Hara dan Tanjung Layen dengan beberapa ciri pertanda peninggalan sejarahnya masing-masing. Juking Hara dan daerah sekitarnya adalah tempat dikuburkannya Tumenggung Mangkusari, tempat peristiwa Bukit Bendera dan Kuburan Belanda serta tempat didirikannya benteng belanda untuk pertama kalinya Tahun 1865. Sedangkan Lebo Tanjung Layen (Lebo Tanjung Kupang) tempat kedudukan kota Muara Teweh sekarang, yakni di sekitar Masjid Jami Muara Teweh, dengan sungai Kupang yaitu sungai yang membelah Simpang Merdeka dan Simpang Perwira yang ada hingga saat ini. (hertzsend07).

Wikipedia. Muara Teweh pun melahirkan para pahlawan dari etnis Dayak masa penjajahan Belanda diantaranya : 
  1. Tumenggung Surapati, meninggal 1904 dimakamkan di kota Puruk Cahu, kabupaten Murung Raya.
  2. Panglima Batur, dari suku Dayak Bakumpai dimakamkan di Komplek Makam Pangeran Antasari, Banjarmasin Utara, Banjarmasin.
  3. Panglima Unggis, dimakamkan di desa Ketapang, Gunung Timang, Barito Utara.
  4. Panglima Sogo, yang turut menenggelamkan kapal Onrust milik Belanda 26 Desember 1859 di Lewu Lutung Tuwur, makamnya di desa Malawaken, Teweh Tengah, Barito Utara.
  5. Panglima Batu Balot (Tumenggung Marha Lahew), panglima wanita yang pernah menyerang Fort Muara Teweh tahun 1864-1865, makamnya di desa Malawaken (Teluk Mayang), Kecamatan Teweh Tengah, Barito Utara.
  6. Panglima Wangkang dari suku Dayak Bakumpai di Marabahan, putera dari Damang Kendet dan ibunya wanita Banjar dari Amuntai.
  7. Perang Montalat tahun 1861 juga menyebabkan gugurnya dua putera Ratu Zaleha yang dimakamkan di desa Majangkan, Gunung Timang, Barito Utara.

Traveler Notes Menuju Muara Teweh
Sungai Barito
Kali ini TravelNusa (Traveler Nusantara) pengen menikmati durian asli Muara Teweh, kebetulan ada saudara di tempat tujuan sehingga tak terlalu resah-gelisah mikirin tempat merebahkan badan. Perjalanan dimulai dari Bandara A. Yani Semarang TravelNusa (Traveler Nusantara) terbang menuju Bandara Syamsuddin Noor Banjarmasin selama 1,5 jam perjalanan terbang. Setelah menunggu urusan bagasi selama 2 jam TravelNusa (Traveler Nusantara) melanjutkan perjalanan darat menuju Muara Teweh selama 9 jam akhirnya sampai juga di tempat tujuan.

Menikmati Durian di Desa Malawanken Pedalaman Muara Teweh
Pagi itu TravelNusa (Traveler Nusantara) berencana mencari buah durian segar di desa Malawanken. Ma’af arah-arahnya sampai terlupa detailnya saking exited dengan indahnya Indonesia. Perjalanan dari rumah saudara TravelNusa (Traveler Nusantara) menuju destinasi kira-kira 40 menit perjalanan motor dengan kecepatan rata-rata 80 km/jam di jalan beraspal yang mulus dan melewati sungai Barito yang terkenal itu, menyenangkan.
Jalan desa Malawanken
Akhirnya sampai juga di destinasi yang TravelNusa (Traveler Nusantara) tuju. Ternyata di sepanjang jalan sudah dijajakan buah durian di depan rumah penduduk di desa Malawanken. Mungkin kalau di Semarang seperti berwisata kuliner durian di desa-desa kecamatan Gunungpati atau desa-desa kecamatan Mijen, tetapi jarak antar rumah disini sangat jauh hampir 1 kilometer-an.
Sepertinya pemerintah daerah terus berusaha mengembangkan sentra wisata kuliner dari hasil kebun buah-buahan di daerah ini dan di beberapa tempat yang TravelNusa (Traveler Nusantara) lewati sebelumnya ada banyak budidaya ikan sungai di sepanjang sungai Barito dan sungai-sungai kecil lainnya, kata saudara TravelNusa (Traveler Nusantara) itu budidaya ikan seluang, ikan khas sungai Barito.