Apa yang sudah saya ceritakan tentang Muhammad yang sudah meninggalkan istri-istrinya dan menyuruh mereka supaya memilih, peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah ditinggalkan serta beberapa kejadian yang sebelum itu dan akibatnya, menurut hemat saya itulah cerita yang sebenarnya mengenai sejarah kejadian ini. Cerita ini saling menguatkan satu sama lain, seperti yang ada dalam kitah-kitab tafsir dan kitab-kitab hadits. Demikian juga adanya keterangan-keterangan di sana sini mengenai diri Muhammad dan istri-istrinya dalam pelbagai buku biografi itu. Sungguhpun begitu tiada sebuah juga buku-buku sejarah itu yang membawa peristiwa ini atau mengemukakan peristiwa-peristiwa sebelumnya serta kesimpulan-kesmpulan yang diambilnya seperti yang saya kemukakan dalam buku ini. Dalam menghadapi kejadian seperti ini oleh buku-buku sejarah Nabi itu kebanyakan dilewati begitu saja tanpa ditela’ah lebih lanjut seolah-olah ini dilihatnya sebagai barang yang kesat dipegang dan takut sekali mendekatinya. Ada lagi yang menela’ah madu dan maghafr, tanpa sepatah kata juga menyebut-nyebut soal Hafsha dan Maria.
Sebaliknya oleh pihak Orientalis — soal Hafsha dan Maria, soal Hafsha yang membuka rahasia kepada ‘Aisyah hal yang dijanjikan kepada Nabi akan dirahasiakan — dijadikannya pangkal sebab semua kejadian itu. Dengan demikian mereka berusaha hendak menamhah hal-hal baru untuk meyakinkan pembacanya tentang diri Nabi, bahwa dia laki-laki yang senang kepada wanita dengan cara yang tidak bersih. Menurut hemat saya, penulis-penulis sejarah dari kalangan Muslimin sendiri tidak punya alasan akan mengabaikan kejadian-kejadian ini dengan segala artinya yang sangat dalam itu seperti sudah sebagian kita kemukakan soalnya. Sedang pihak Orientalis, yang dalam hal ini sudah terpengaruh oleh nafsu kekristenannya, mereka sudah menyalahi cara-cara penelitian sejarah. Terhadap siapa pun — lepas diri orang besar seperti Muhammad kritik sejarah yang murni tidak dapat menerima bahwa pengungkapan Hafsha kepada ‘Aisyah karena ia telah menemui suaminya dalam rumahnva dengan hamba sahayanya yang sudah menjadi haknya itu dan dengan demikian ia halal baginya akan dijadikan suatu sebab kenapa Muhammad sampai meninggalkan semua istri selama sebulan penuh, serta mengancam mereka semua akan diceraikan. Juga kritik sejarah yang murni tidak dapat menerima bahwa cerita madu itu telah juga dijadikan sebab adanya perpisahan dan ancaman itu.
Apabila orang itu orang besar seperti Muhammad, lemah-lembut seperti Muhammad, berlapang dada, tahan menderita, orang berwatak dengan segala sifat-sifat yang ada pada Muhammad, yang sudah sepakat diakui pula oleh semua penulis sejarah hidupnya, maka menggambarkan salah satu dari kedua peristiwa itu an sich sebagai sebab ia memisahkan diri dan mengancam hendak menceraikan istri, adalah suatu hal yang kebalikannya, jauh daripada suatu cara kritik sejarah. Sebaliknya, kritik yang akan dapat diterima orang dan sejalan pula dengan logika sejarah ialah apabila peristiwa-peristiwa itu mengikuti jejak yang sebenarnya, yang akan membawa kepada kesimpulan-kesimpulan yang sudah pasti tidak bisa lain akan ke sana. Maka dengan demikian ia akan menjadi masalah biasa, masuk akal dan secara ilmiah dapat diterima. Dan apa yang sudah kita lakukan ini menurut hemat saya adalah langkah yang wajar dalam peristiwa itu, yakni yang sesuai dengan kebijaksanaan Muhammad, dengan segala kebesarannya, keteguhan hati serta pandangannya yang jauh.
Ada beberapa Orientalis yang juga bicara tentang ayat-ayat yang turun pada permulaan Surah At-Tahrim (66) seperti yang sudah saya kutip itu. Disebutkannya bahwa semua kitab-kitab suci di Timur tidak ada yang menyebut-nyebut peristiwa rumah-tangga dengan cara semacam itu.
SERANGAN ORIENTALIS
Rasanya tidak perlu kita mengatakan lagi apa yang tersebut dalam kitab-kitab suci itu semua — termasuk Quran di antaranya tentang masyarakat Luth dengan segala cacat mereka, di samping bagaimana mereka mendebat dua malaikat tamu Luth itu serta tentang apa yang disebutkan dalam kitab-kitab suci itu tentang istri Luth, dan bahwa dia termasuk orang yang tertinggal di belakang. Bahkan Taurat (Perjanjian Lama) membawa cerita tentang Luth dan dua anaknya yang perempuan ketika mereka memberikan minuman anggur kepada bapanya sehingga dua malam berturut-turut ia mabuk, dengan maksud supaya dapat berseketiduran dengan anak itu masing-masing dan dengan demikian supaya beroleh keturunan, karena dikuatirkan keluarga Luth kelak akan punah. setelah Tuhan menurunkan bencana kepada mereka itu. Sebabnya maka semua kitab suci membuat kisah-kisah para rasul serta apa yang mereka lakukan dan segala apa yang terjadi, ialah sebagai suri teladan bagi umat manusia.
Banyak sekali kisah-kisah demikian dalam Ouran. Tuhan menyampaikan kisah-kisah yang baik sekali kepada Rasul. Sedang Quran bukan hanya diturunkan kepada Muhammad, melainkan kepada seluruh umat manusia. Muhammad adalah seorang Nabi dan seorang Rasul, sebelum dia pun telah banyak rasul-rasul lain yang dibawakan kisahnya dalam Quran. Kalau Quran menyampaikan berita-berita tentang Muhammad dan menyangkut pula kehidupan prihadinya yang perlu menjadi contoh buat kaum Muslimin dan teladan yang baik pula, serta memberi isyarat tentang arti dalam tindakan dan kebijaksanaannya itu, maka kisah-kisah para Nabi yang terdapat dalam Quran itu samasekali tidak berarti keluar daripada apa yang terdapat dalam kitab-kitab suci lain. Apabila kita mengatakan, bahwa masalah Muhammad meninggalkan istrinya itu bukan sebab yang berdiri sendiri di samping sebab-sebab lain yang telah menimbulkan cerita itu, juga bukan Hafsha bercerita kepada ‘Aisyah apa yang dilakukan Muhammad dengan Maria — suatu hal yang memang patut dilakukan oleh setiap laki-laki terhadap istrinya atau siapa saja yang menjadi miliknya yang sah — orang akan melihat, bahwa tinjauan yang dikemukakan oleh beberapa Orientalis itu, dari segi kritik sejarah samasekali tidak dapit dibenarkan, juga tidak pula sejalan dengan apa yang ada dalam kitab-kitab suci sehubungan dengan kisah-kisah dan kehidupan para nabi itu.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 499-502.
Sebaliknya oleh pihak Orientalis — soal Hafsha dan Maria, soal Hafsha yang membuka rahasia kepada ‘Aisyah hal yang dijanjikan kepada Nabi akan dirahasiakan — dijadikannya pangkal sebab semua kejadian itu. Dengan demikian mereka berusaha hendak menamhah hal-hal baru untuk meyakinkan pembacanya tentang diri Nabi, bahwa dia laki-laki yang senang kepada wanita dengan cara yang tidak bersih. Menurut hemat saya, penulis-penulis sejarah dari kalangan Muslimin sendiri tidak punya alasan akan mengabaikan kejadian-kejadian ini dengan segala artinya yang sangat dalam itu seperti sudah sebagian kita kemukakan soalnya. Sedang pihak Orientalis, yang dalam hal ini sudah terpengaruh oleh nafsu kekristenannya, mereka sudah menyalahi cara-cara penelitian sejarah. Terhadap siapa pun — lepas diri orang besar seperti Muhammad kritik sejarah yang murni tidak dapat menerima bahwa pengungkapan Hafsha kepada ‘Aisyah karena ia telah menemui suaminya dalam rumahnva dengan hamba sahayanya yang sudah menjadi haknya itu dan dengan demikian ia halal baginya akan dijadikan suatu sebab kenapa Muhammad sampai meninggalkan semua istri selama sebulan penuh, serta mengancam mereka semua akan diceraikan. Juga kritik sejarah yang murni tidak dapat menerima bahwa cerita madu itu telah juga dijadikan sebab adanya perpisahan dan ancaman itu.
Apabila orang itu orang besar seperti Muhammad, lemah-lembut seperti Muhammad, berlapang dada, tahan menderita, orang berwatak dengan segala sifat-sifat yang ada pada Muhammad, yang sudah sepakat diakui pula oleh semua penulis sejarah hidupnya, maka menggambarkan salah satu dari kedua peristiwa itu an sich sebagai sebab ia memisahkan diri dan mengancam hendak menceraikan istri, adalah suatu hal yang kebalikannya, jauh daripada suatu cara kritik sejarah. Sebaliknya, kritik yang akan dapat diterima orang dan sejalan pula dengan logika sejarah ialah apabila peristiwa-peristiwa itu mengikuti jejak yang sebenarnya, yang akan membawa kepada kesimpulan-kesimpulan yang sudah pasti tidak bisa lain akan ke sana. Maka dengan demikian ia akan menjadi masalah biasa, masuk akal dan secara ilmiah dapat diterima. Dan apa yang sudah kita lakukan ini menurut hemat saya adalah langkah yang wajar dalam peristiwa itu, yakni yang sesuai dengan kebijaksanaan Muhammad, dengan segala kebesarannya, keteguhan hati serta pandangannya yang jauh.
Ada beberapa Orientalis yang juga bicara tentang ayat-ayat yang turun pada permulaan Surah At-Tahrim (66) seperti yang sudah saya kutip itu. Disebutkannya bahwa semua kitab-kitab suci di Timur tidak ada yang menyebut-nyebut peristiwa rumah-tangga dengan cara semacam itu.
SERANGAN ORIENTALIS
Rasanya tidak perlu kita mengatakan lagi apa yang tersebut dalam kitab-kitab suci itu semua — termasuk Quran di antaranya tentang masyarakat Luth dengan segala cacat mereka, di samping bagaimana mereka mendebat dua malaikat tamu Luth itu serta tentang apa yang disebutkan dalam kitab-kitab suci itu tentang istri Luth, dan bahwa dia termasuk orang yang tertinggal di belakang. Bahkan Taurat (Perjanjian Lama) membawa cerita tentang Luth dan dua anaknya yang perempuan ketika mereka memberikan minuman anggur kepada bapanya sehingga dua malam berturut-turut ia mabuk, dengan maksud supaya dapat berseketiduran dengan anak itu masing-masing dan dengan demikian supaya beroleh keturunan, karena dikuatirkan keluarga Luth kelak akan punah. setelah Tuhan menurunkan bencana kepada mereka itu. Sebabnya maka semua kitab suci membuat kisah-kisah para rasul serta apa yang mereka lakukan dan segala apa yang terjadi, ialah sebagai suri teladan bagi umat manusia.
Banyak sekali kisah-kisah demikian dalam Ouran. Tuhan menyampaikan kisah-kisah yang baik sekali kepada Rasul. Sedang Quran bukan hanya diturunkan kepada Muhammad, melainkan kepada seluruh umat manusia. Muhammad adalah seorang Nabi dan seorang Rasul, sebelum dia pun telah banyak rasul-rasul lain yang dibawakan kisahnya dalam Quran. Kalau Quran menyampaikan berita-berita tentang Muhammad dan menyangkut pula kehidupan prihadinya yang perlu menjadi contoh buat kaum Muslimin dan teladan yang baik pula, serta memberi isyarat tentang arti dalam tindakan dan kebijaksanaannya itu, maka kisah-kisah para Nabi yang terdapat dalam Quran itu samasekali tidak berarti keluar daripada apa yang terdapat dalam kitab-kitab suci lain. Apabila kita mengatakan, bahwa masalah Muhammad meninggalkan istrinya itu bukan sebab yang berdiri sendiri di samping sebab-sebab lain yang telah menimbulkan cerita itu, juga bukan Hafsha bercerita kepada ‘Aisyah apa yang dilakukan Muhammad dengan Maria — suatu hal yang memang patut dilakukan oleh setiap laki-laki terhadap istrinya atau siapa saja yang menjadi miliknya yang sah — orang akan melihat, bahwa tinjauan yang dikemukakan oleh beberapa Orientalis itu, dari segi kritik sejarah samasekali tidak dapit dibenarkan, juga tidak pula sejalan dengan apa yang ada dalam kitab-kitab suci sehubungan dengan kisah-kisah dan kehidupan para nabi itu.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 499-502.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar