"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Rabu, 30 Januari 2013

SUARA-SUARA YANG MAU MENYERANG MEN GHADAPI MUSUH

Salah seorang di antara mereka ada yang berkata : “Saya tidak ingin melihat Quraisy kembali ke tengah-tengah golongannya lalu mengatakan : Kami telah mengepung Muhammad di dalam benteng dan kubu-kubu Yathrib. Ini akan membuat Quraisy lebih berani. Mereka sekarang sudah menginjak-injak daun palm kita. Kalau tidak kita usir mereka dari kebun kita, kebun kita tidak akan dapat ditanami lagi. Orang-orang Quraisy yang sudah tinggal selama setahun dapat mengumpulkan orang, dapat menarik orang-orang Arab, dari badwinya sampai kepada Ahabisynya. Kemudian, dengan membawa kuda dan mengendarai unta, mereka kini telah sampai ke halaman kita. Mereka akan mengurung kita di dalam rumah kita sendiri? Di dalam benteng kita sendiri? Lalu mereka pulang kembali dengan kekayaan tanpa mengalami luka sama sekali. Kalau kita turuti, mereka akan lebih berani. Mereka akan menyerang kita dan menaklukkan daerah-daerah kita. Kota kita akan berada di bawah pengawasan mereka. Kemudian jalan kita pun akan mereka potong.”
Selanjutnya penganjur-penganjur yang menghendaki supaya keluar menyongsong musuh masing-masing telah berbicara berturut-turut. Mereka semua mengatakan, bahwa bila Tuhan memberikan kemenangan kepada mereka atas musuh itu, itulah yang mereka harapkan, dan itu pula kebenaran yang telah dijanjikan Tuhan kepada Rasul-Nya. Kalaupun mereka mengalami kekalahan dan mati syahid pula, mereka akan mendapat surga.

SUARA KEBERANIAN DAN KEPAHLAWANAN
Kata-kata yang menanamkan semangat keberanian dan mati syahid ini, sangat menggetarkan hati mereka. Jiwa mereka tergugah semua untuk sama-sama menempuh arus ini, untuk berbicara dengan nada yang sama. Waktu itu, bagi orang-orang yang kini sedang berhadap-hadapan dengan Muhammad, orang-orang yang hatinya sudah penuh dengan iman kepada Allah dan Rasul-Nya, kepada Quran dan Hari Kemudian, yang tampak di hadapan mereka hanyalah wajah kemenangan terhadap musuh agresor itu. Pedang-pedang mereka akan mencerai-beraikan musuh itu, akan membuat mereka centang-perenang, dan rampasan perang akan mereka kuasai. Lukisan surga adalah bagi mereka yang terbunuh di jalan agama. Di tempat itu akan terdapat segala yang menyenangkan hati dan mata, akan bertemu dengan kekasih yang juga sudah turut berperang dan mati syahid.
“Ucapan yang sia-sia tidak mereka dengar di tempat itu, juga tidak yang akan membawa dosa. Yang ada hanyalah ucapan “Damai! Damai!” (QS 56 : 25-26)
“Mudah-mudahan Tuhan memberikan kemenangan kepada kita, atau sebaiknya kita mati syahid.” kata Khaithama Abu Sa’d bin Khaithama. “Dalam perang Badr saya telah meleset. Saya sangat mendambakannya sekali, sehingga begitu besarnya kedambaan saya sampai saya bersama anak saya turut ambil bagian dalam pertempuran itu. Tapi kiranya dia yang beruntung; ia telah gugur, mati syahid. Semalam saya bermimpi bertemu dengan anak saya, dan dia berkata : Susullah kami, kita bertemu dalam surga. Sudah saya terima apa yang dijanjikan Tuhan kepada saya. Ya Rasulullah, sungguh rindu saya akan menemuinya dalam surga. Saya sudah tua, tulang sudah rapuh. Saya ingin bertemu Tuhan.”

SUARA-SUARA YANG MAU MENYERANG LEBIH BANYAK

Setelah jelas sekali suara terbanyak ada pada pihak yang mau menyerang dan menghadapi musuh di luar kota, Muhammad berkata kepada mereka : “Saya kuatir kamu akan kalah.”
Tetapi mereka ingin berangkat juga. Tak ada jalan lain ia pun menyerah kepada pendapat mereka. Cara musyawarah ini sudah menjadi undang-undang dalam kehidupannya. Dalam sesuatu masalah ia tidak mau bertindak sendiri, kecuali yang sudah diwahyukan Tuhan kepadanya.
Hari itu hari Jum’at. Nabi memimpin sholat jamaah, dan kepada mereka diberitahukan, bahwa atas ketabahan hati mereka mereka akan beroleh kemenangan. Lalu dimintanya mereka bersiap menghadapi musuh.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 290-292.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar