Keesokan harinya orang-orang terkemuka dari kalangan Muslimin dan mereka yang pura-pura Islam — atau orang-orang munafik seperti disebutkan waktu itu dan seperti dilukiskan pula oleh Quran — oleh Nabi diminta berkumpul; lalu mereka sama-sama bermusyawarah, bagaimana seharusnya menghadapi musuh Nabi ‘alaihis-salam berpendapat akan tetap bertahan dalam kota dan membiarkan Quraisy di luar kota. Apabila mereka mencoba menyerbu masuk kota maka penduduk kota ini akan lebih mampu menangkis dan mengalahkan mereka. Abdullah bin Ubay bin Salul mendukung pendapat Nabi itu dengan mengatakan :
“Rasulullah, biasanya kami bertempur di tempat ini, kaum wanita dan anak-anak sebagai benteng kami lengkapi dengan batu. Kota kami sudah terjalin dengan bangunan sehingga ia merupakan benteng dari segenap penjuru. Apabila musuh sudah muncul, maka wanita-wanita dan anak-anak melempari mereka dengan batu. Kami sendiri menghadapi mereka di jalan-jalan dengan pedang. Rasulullah, kota kami ini masih belum pernah diterobos orang. Setiap ada musuh menyerbu kami ke kota ini kami selalu dapat menguasainya, dan setiap kami menyerbu musuh keluar, maka selalu kami yang dikuasai. Biarkanlah mereka itu. Rasulullah, ikutlah pendapat saya dalam hal ini. Saya mewarisi pendapat demikian ini dari pemuka-pemuka dan ahli-ahli pikir golongan kami
Apa yang dikatakan oleh Abdullah bin Uhay itu adalah merupakan pendapat terbesar sahabat-sahabat Rasulullah — baik Muhajirin ataupun Anshar, mereka sependapat dengan Rasul a.s. Akan tetapi pemuda-pemuda yang bersemangat yang belum mengalami perang Badr — juga orang-orang yang sudah pernah ikut dan mendapat kemenangan di hati yang penuh iman, bahwa tak ada sesuatu kekuatan yang dapat mengalahkan mereka — lebih suka berangkat keluar menghadapi musuh di tempat mereka berada. Mereka kuatir akan disangka segan keluar dan mau bertahan di Medinah karena takut menghadapi musuh. Seterusnya apabila mereka ini di pinggiran dan di dekat kota akan lebih kuat dari musuh. Ketika dulu mereka di Badr penduduk tidak mengenal mereka samasekali.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 289-290.
“Rasulullah, biasanya kami bertempur di tempat ini, kaum wanita dan anak-anak sebagai benteng kami lengkapi dengan batu. Kota kami sudah terjalin dengan bangunan sehingga ia merupakan benteng dari segenap penjuru. Apabila musuh sudah muncul, maka wanita-wanita dan anak-anak melempari mereka dengan batu. Kami sendiri menghadapi mereka di jalan-jalan dengan pedang. Rasulullah, kota kami ini masih belum pernah diterobos orang. Setiap ada musuh menyerbu kami ke kota ini kami selalu dapat menguasainya, dan setiap kami menyerbu musuh keluar, maka selalu kami yang dikuasai. Biarkanlah mereka itu. Rasulullah, ikutlah pendapat saya dalam hal ini. Saya mewarisi pendapat demikian ini dari pemuka-pemuka dan ahli-ahli pikir golongan kami
Apa yang dikatakan oleh Abdullah bin Uhay itu adalah merupakan pendapat terbesar sahabat-sahabat Rasulullah — baik Muhajirin ataupun Anshar, mereka sependapat dengan Rasul a.s. Akan tetapi pemuda-pemuda yang bersemangat yang belum mengalami perang Badr — juga orang-orang yang sudah pernah ikut dan mendapat kemenangan di hati yang penuh iman, bahwa tak ada sesuatu kekuatan yang dapat mengalahkan mereka — lebih suka berangkat keluar menghadapi musuh di tempat mereka berada. Mereka kuatir akan disangka segan keluar dan mau bertahan di Medinah karena takut menghadapi musuh. Seterusnya apabila mereka ini di pinggiran dan di dekat kota akan lebih kuat dari musuh. Ketika dulu mereka di Badr penduduk tidak mengenal mereka samasekali.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 289-290.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar