TETANGGA RASULULLAH DI SURGA
Zubair menjelma sebagai pengusaha sukses dan kaya raya. Subhanallah, semua hartanya ia sedekahkan untuk kepentingan dakwah Islam. Karena itu, Rasulullah menjamin Zubair menjadi tetangga Nabi di surga.
JIKA masa kecil Zubair dilimpahi kasih sayang dari sang paman. Naufil, lain halnya ketika ia sudah masuk Islam. Setelah Zuhair mengenapkan syahadat, sang paman yang dulu sangat menyayanginya berubah menjadi musuh yang paling kejam. Ia bahkan menjadi lebih kejam dari Safiyah yang dulu selalu memukuli Zubair ketika kecil.
Ahli sejarah mengatakan, kebencian dan kekejaman Naufil terhadap Zubair sangat besar. Naufil sering membungkus seluruh badan Zubair menggunakan kasur, kemudian ia menyalakan api di sekelilingnya. Ketika Zubair tercekik tidak bisa bernafas karena dipenuhi asap, pamannya sang kejam memaksanya untuk kembali ke ajaran nenek moyangnya.
MENJADI PENGUSAHA
Walau sudab disiksa dan dipaksa, namun dengan berani Zubair menolak perintah pamannya. Dengan gagah, Zubair remaja berkata, “Tidak mungkin saya melepaskan keimanan saya atas ‘Allah SWT. Jika saya mati, saya harus mati dalam keadaan muslim dan bukan sebagai kafir.”
Ketika kekejaman Naufil mencapai puncaknya, dengan izin Rasulullah SAW, Zubair akhirnya meninggalkan Makkah dan berhijrah ke Abyssinia (sekarang Ethiopia). Namun, ia tidak tinggal lama di kota ini.
Setelah beberapa waktu, ia kembali ke Makkah dan mulai berbisnis. Bisnis yang digeluti Zubair membuatnya kaya raya dan menjadi salah satu sabahat terkaya selain Usman bin Affan.
Meski demikian, Zubair merupakan orang yang menginfakkan jiwa dan raganya. termasuk hartanya untnk menegakkan kalimah Allah di muka bumi. Zubair memiliki seribu orang budak, dan selalu membayar pajaknya. Namun, ia tidak pernah mengambil uang-uang tersebut melainkan menginfakkannya di jalan Allah SWT.
HIJRAH KE MADINAH
Karena kesibukan bisnisnya, Zubair tidak ikut menyertai kepergian Rasulullah SAW berhijrah dari Makkah ke Madinah. Saat ini terjadi, Zubair tengah dalam perjalanan bisnis ke Suriah. Ketika ia kembali ke Makkah, ia bertemu Rasulullah SAW dan Abu Bakar Siddiq yang tengah berangkat menuju Madinah dari Makkah. Karena saat itu ia berada dalam rombongan bisnis, Zubair memutuskan menunda kepergiannya hijrab bersama Rasulullah. Ia membekali Rasulullah dengan pakaian dan perbekalan untuk perjalanan ke Madinah. Namun tak lama kemudian, bersama sang bunda Safiyah dan istrinya Asma, Zubair pergi menyusul Rasulullah SAW ke Madinah.
Di Madinah, Rasulullah SAW telah berhasil mewunjudkan hubungan kekerabatan berdasar Islam antara golongan Muhajirin dari Makkah dengan golongan Anshor dari Madinah. Berdasarkan hubungan ini, Zubair menjadi saudara se-Islam dengan Salma, putra Salama yang berasal dari Bani Ash-hal, sebuah klan keluarga di Madinah dari suku Aus. Zubair meninggal 33 tahun setelah hijrah. Suatu ketika Rasulullah SAW bersabda. “Zubair dan Thalhah akan menjadi tetanggaku di sorga.”
-------------------------------------------------------------------------
Tabloid NURANI, 05/qie, Edisi 434 Tahun VIII Minggu I Mei 2009, halaman 26
Zubair menjelma sebagai pengusaha sukses dan kaya raya. Subhanallah, semua hartanya ia sedekahkan untuk kepentingan dakwah Islam. Karena itu, Rasulullah menjamin Zubair menjadi tetangga Nabi di surga.
JIKA masa kecil Zubair dilimpahi kasih sayang dari sang paman. Naufil, lain halnya ketika ia sudah masuk Islam. Setelah Zuhair mengenapkan syahadat, sang paman yang dulu sangat menyayanginya berubah menjadi musuh yang paling kejam. Ia bahkan menjadi lebih kejam dari Safiyah yang dulu selalu memukuli Zubair ketika kecil.
Ahli sejarah mengatakan, kebencian dan kekejaman Naufil terhadap Zubair sangat besar. Naufil sering membungkus seluruh badan Zubair menggunakan kasur, kemudian ia menyalakan api di sekelilingnya. Ketika Zubair tercekik tidak bisa bernafas karena dipenuhi asap, pamannya sang kejam memaksanya untuk kembali ke ajaran nenek moyangnya.
MENJADI PENGUSAHA
Walau sudab disiksa dan dipaksa, namun dengan berani Zubair menolak perintah pamannya. Dengan gagah, Zubair remaja berkata, “Tidak mungkin saya melepaskan keimanan saya atas ‘Allah SWT. Jika saya mati, saya harus mati dalam keadaan muslim dan bukan sebagai kafir.”
Ketika kekejaman Naufil mencapai puncaknya, dengan izin Rasulullah SAW, Zubair akhirnya meninggalkan Makkah dan berhijrah ke Abyssinia (sekarang Ethiopia). Namun, ia tidak tinggal lama di kota ini.
Setelah beberapa waktu, ia kembali ke Makkah dan mulai berbisnis. Bisnis yang digeluti Zubair membuatnya kaya raya dan menjadi salah satu sabahat terkaya selain Usman bin Affan.
Meski demikian, Zubair merupakan orang yang menginfakkan jiwa dan raganya. termasuk hartanya untnk menegakkan kalimah Allah di muka bumi. Zubair memiliki seribu orang budak, dan selalu membayar pajaknya. Namun, ia tidak pernah mengambil uang-uang tersebut melainkan menginfakkannya di jalan Allah SWT.
HIJRAH KE MADINAH
Karena kesibukan bisnisnya, Zubair tidak ikut menyertai kepergian Rasulullah SAW berhijrah dari Makkah ke Madinah. Saat ini terjadi, Zubair tengah dalam perjalanan bisnis ke Suriah. Ketika ia kembali ke Makkah, ia bertemu Rasulullah SAW dan Abu Bakar Siddiq yang tengah berangkat menuju Madinah dari Makkah. Karena saat itu ia berada dalam rombongan bisnis, Zubair memutuskan menunda kepergiannya hijrab bersama Rasulullah. Ia membekali Rasulullah dengan pakaian dan perbekalan untuk perjalanan ke Madinah. Namun tak lama kemudian, bersama sang bunda Safiyah dan istrinya Asma, Zubair pergi menyusul Rasulullah SAW ke Madinah.
Di Madinah, Rasulullah SAW telah berhasil mewunjudkan hubungan kekerabatan berdasar Islam antara golongan Muhajirin dari Makkah dengan golongan Anshor dari Madinah. Berdasarkan hubungan ini, Zubair menjadi saudara se-Islam dengan Salma, putra Salama yang berasal dari Bani Ash-hal, sebuah klan keluarga di Madinah dari suku Aus. Zubair meninggal 33 tahun setelah hijrah. Suatu ketika Rasulullah SAW bersabda. “Zubair dan Thalhah akan menjadi tetanggaku di sorga.”
-------------------------------------------------------------------------
Tabloid NURANI, 05/qie, Edisi 434 Tahun VIII Minggu I Mei 2009, halaman 26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar