Pihak Hawazin yang sudah menyusur turun dari tempatnya semula, sekarang sudah berhadapan muka dengan Muslimin dalam lembah itu. Sinar siang sudah mulai tampak dan remang pagi dengan sendirinya menghilang. Di samping Rasulullah sekarang sudah berkumpul beberap ratus orang siap akan berhadapan dengan kabilah-kabilah itu. Jumlah mereka ini bertambah juga. Dan dengan kembalinya mereka itu, semangat yang tadinya sudah lemah kini kembali berkobar-kobar. Pihak Anshar sendiri berteriak : “Hai Anshar!” Lalu mereka saling memanggil-manggil. “Hai Khazraj!”
Perasaan lega mulai terasa oleh Muhammad tatkala dilihatnva mereka kini kembali lagi.
Sementara Muhammad menyaksikan pertempuran itu berkobar dengan pertarungan yang semakin sengit dan melihat moril anak buahnya makin tinggi dalam memukul lawan, ia berkata : “Sekarang pertempuran benar-benar berkobar. Tuhan tidak menyalahi janji kepada Rasul-Nya.
KEMENANGAN MUSLIMIN
Kepada Abbas dimintanya segenggam batu kerikil dan kemudian kerikil itu dilemparkannya ke muka musuh seraya katanya : “Wajah-wajah yang buruk!” Dan terjunlah kaum Muslimin itu ke tengah-tengah gelanggang dengan tidak lagi menghiraukan maut demi di jalan Allah Mereka percaya, bahwa kemenangan pasti datang dan barangsiapa gugur ia akan mendapat kemenangan yang lebih besar lagi daripada hidup. Perjuangan ketika itu hebat sekali. Baik Hawazin maupun Thaqif dan pengikut-pengikutnya, begitu melihat bahwa setiap perlawanan ternyata tidak berhasil, bahkan mereka sendiri terancam akan habis samasekali, cepat-cepat mereka lari dalam keadaan berantakan tanpa melihat ke kanan kiri lagi, dengan meninggalkan wanita-wanita dan anak-anak mereka sebagai rampasan perang di tangan kaum Muslimin, yang ketika itu dihitung sebanyak 22.000 ekor unta, 40.000 kambing dan 4.000 ‘uqiya (‘uqiya, dahulu kala sama dengan 40 dirham (drakhma) dan di luar hadis sama dengan setengah 1/6 ratl. yakni 1/12 bagian, dan ini tergantung kepada istilah negeri masing-masing. Pada umumnya ‘Uqiya sekarang ditaksir sekitar 30 gram) perak. Sedang tawanan perang yang terdiri dari 6.000 orang itu telah dipindahkan dengan pengawalan ke Wadi Ji’rana. Mereka ditempatkan di sana sementara menunggu Muslimin kembali dari mengejar sisa-sisa musuh serta sekaligus mengepung pihak Thaqif di Ta’if.
Muslimin meneruskan pengejarannya terhadap musuh mereka itu. Lebih tertarik lagi mereka mengadakan pengejaran itu karena Rasul mengumumkan. bahwa barangsiapa dapat menyerbu orang musyrik, maka ia boleh merampasnya. Ketika itu Rabi’a bin’d-Dughunna telah dapat mengejar seekor unta yang membawa pelangkin, yang diduganya berisi wanita: ia pun ingin menampasnya. Unta itu berlutut dan ternyata isinya seorang laki-laki tua yang oleh pemuda itu tidak dikenalnya, yaitu Duraid bin’sh-Shimma. Kepada Rahi’a itu Duraid bertanya : Mau diapakan dirinya. “Akan kubunuh kau”, jawabnya, sambil mengayunkan pedang. Tetapi tidak berhasil.
“Jahat sekali ibumu mempensenjataimu!” kata Duraid. “Ambillah pedangku di belakang itu dan pukulkan. Keluarkan tulang dan otaknya. Begitulah aku menghantam orang dengan pedang itu. Dan kalau kau sudah pulang. katakan kepada ibumu bahwa engkau telah membunuh Duraid bin’sh-Shimma. Sudah sering sekali aku melindungi wanita-wanitamu.”
Sesampainya di rumah, oleh Rabi’a hal itu diceritakan kepada ibunya.
“Dasar tangan celaka kau”, kata ibunya. “Dia mengatakan itu hanya akan mengingatkan kita akan jasa-jasanya kepada engkau. Dia telah memerdekakan tiga orang ibu pada suatu pagi : Yaitu aku, ibuku dan ibu ayahmu.”
-------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 476-477.
Perasaan lega mulai terasa oleh Muhammad tatkala dilihatnva mereka kini kembali lagi.
Sementara Muhammad menyaksikan pertempuran itu berkobar dengan pertarungan yang semakin sengit dan melihat moril anak buahnya makin tinggi dalam memukul lawan, ia berkata : “Sekarang pertempuran benar-benar berkobar. Tuhan tidak menyalahi janji kepada Rasul-Nya.
KEMENANGAN MUSLIMIN
Kepada Abbas dimintanya segenggam batu kerikil dan kemudian kerikil itu dilemparkannya ke muka musuh seraya katanya : “Wajah-wajah yang buruk!” Dan terjunlah kaum Muslimin itu ke tengah-tengah gelanggang dengan tidak lagi menghiraukan maut demi di jalan Allah Mereka percaya, bahwa kemenangan pasti datang dan barangsiapa gugur ia akan mendapat kemenangan yang lebih besar lagi daripada hidup. Perjuangan ketika itu hebat sekali. Baik Hawazin maupun Thaqif dan pengikut-pengikutnya, begitu melihat bahwa setiap perlawanan ternyata tidak berhasil, bahkan mereka sendiri terancam akan habis samasekali, cepat-cepat mereka lari dalam keadaan berantakan tanpa melihat ke kanan kiri lagi, dengan meninggalkan wanita-wanita dan anak-anak mereka sebagai rampasan perang di tangan kaum Muslimin, yang ketika itu dihitung sebanyak 22.000 ekor unta, 40.000 kambing dan 4.000 ‘uqiya (‘uqiya, dahulu kala sama dengan 40 dirham (drakhma) dan di luar hadis sama dengan setengah 1/6 ratl. yakni 1/12 bagian, dan ini tergantung kepada istilah negeri masing-masing. Pada umumnya ‘Uqiya sekarang ditaksir sekitar 30 gram) perak. Sedang tawanan perang yang terdiri dari 6.000 orang itu telah dipindahkan dengan pengawalan ke Wadi Ji’rana. Mereka ditempatkan di sana sementara menunggu Muslimin kembali dari mengejar sisa-sisa musuh serta sekaligus mengepung pihak Thaqif di Ta’if.
Muslimin meneruskan pengejarannya terhadap musuh mereka itu. Lebih tertarik lagi mereka mengadakan pengejaran itu karena Rasul mengumumkan. bahwa barangsiapa dapat menyerbu orang musyrik, maka ia boleh merampasnya. Ketika itu Rabi’a bin’d-Dughunna telah dapat mengejar seekor unta yang membawa pelangkin, yang diduganya berisi wanita: ia pun ingin menampasnya. Unta itu berlutut dan ternyata isinya seorang laki-laki tua yang oleh pemuda itu tidak dikenalnya, yaitu Duraid bin’sh-Shimma. Kepada Rahi’a itu Duraid bertanya : Mau diapakan dirinya. “Akan kubunuh kau”, jawabnya, sambil mengayunkan pedang. Tetapi tidak berhasil.
“Jahat sekali ibumu mempensenjataimu!” kata Duraid. “Ambillah pedangku di belakang itu dan pukulkan. Keluarkan tulang dan otaknya. Begitulah aku menghantam orang dengan pedang itu. Dan kalau kau sudah pulang. katakan kepada ibumu bahwa engkau telah membunuh Duraid bin’sh-Shimma. Sudah sering sekali aku melindungi wanita-wanitamu.”
Sesampainya di rumah, oleh Rabi’a hal itu diceritakan kepada ibunya.
“Dasar tangan celaka kau”, kata ibunya. “Dia mengatakan itu hanya akan mengingatkan kita akan jasa-jasanya kepada engkau. Dia telah memerdekakan tiga orang ibu pada suatu pagi : Yaitu aku, ibuku dan ibu ayahmu.”
-------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 476-477.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar