Sementara mereka dalam keadaan begitu tiba-tiba Abu Bakr datang. Ia segera kembali dari Sunh setelah berita sedih itu diterimanya. Ketika dilihatnya Muslimin demikian, dan Umar sedang berpidato, ia tidak berhenti lama-lama di tempat itu melainkan terus ke rumah ‘Aisyah tanpa menoleh lagi ke kanan-kiri. Ia minta izin akan masuk, tapi dikatakan kepadanya, orang tidak perlu minta izin untuk hari ini.
Bila ia masuk, dilihatnya Nabi di salah satu bagian dalam rumah itu sudah diselubungi dengan burd hibara (sejenis kain bersulam buatan Yaman). Ia menyingkapkan selubung itu dari wajah Nabi dan setelah menciumnya ia berkata :
“Alangkah sedapnya di waktu engkau hidup, alangkah sedapnya pula di waktu engkau mati.”
Kemudian kepala Nabi diangkatnya dan diperhatikannya paras mukanya, yang ternyata memang menunjukkan ciri-ciri kematian.
“Demi ibu-bapaku (ucapan sebagai tanda cinta dan mendoakan)? Maut yang sudah ditentukan Tuhan kepadamu sekarang sudah sampai kaurasakan. Sesudah itu takkan ada lagi maut menimpamu!”
Kemudian dikembalikannya kepala itu ke bantal, ditutupkannya kembali kain burd itu ke mukanya. Sesudah itu ia keluar. Ternyata Umar masih bicara dan mau meyakinkan orang bahwa Muhammad tidak meninggal. Orang banyak memberikan jalan kepada Abu Bakr.
“Sabar, sabarlah Umar!” katanya setelah ia berada di dekat Umar. “Dengarkan!”
Tetapi Umar tidak mau diam dan juga tidak mau mendengarkan. Ia terus bicara. Sekarang Abu Bakr menghampiri orang-orang itu seraya memberi isyanat, bahwa dia akan bicara dengan mereka. Dan dalam hal ini siapa lagi yang akan seperti Abu Bakr! Bukankah dia Ash-Siddiq yang telah dipilih oleh Nabi dan sekiranya Nabi akan mengambil orang sebagai teman kesayangan tentu dialah teman kesayangannya?! Oleh karena itu cepat-cepat orang memenuhi seruannya itu dan Umar ditinggalkan.
Setelah mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Abu Bakr berkata :
“Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal. Tetapi barangsiapa mau menyembah Allah, Allah hidup selalu tak pernah mati.”
Kemudian ia membacakan firman Tuhan : “Muhammad hanyalah seorang rasul. Sebelum dia pun telah banyak rasul-rasul yang sudah lampau. Apabila dia mati atau terbunuh, apakah kamu akan berbalik ke belakang? Barangsiapa berbalik ke belakang, ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Dan Allah akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. 3 : 144).
Ketika itu Umar juga turut mendengarkan tatkala dilihatnya orang banyak pergi ke tempat Abu Bakr. Setelah didengarnya Abu Bakr membacakan ayat itu. Umar jatuh tersungkur ke tanah Kedua kakinya sudah tak dapat menahan lagi, setelah ia yakin bahwa Rasulullah memang sudah wafat. Adapun orang banyak, yang sebelum itu sudah terpengaruh oleh pendapat Umar, begitu mendengar bunyi ayat yang dibacakan Abu Bakr, baru mereka sadar; seolah mereka tidak pernah mengetahui, bahwa ayat ini pernah turun. Dengan demikian segala perasaan yang masih ragu-ragu bahwa Muhammad sudah berpulang ke rahmat Allah, dapat dihilangkan.
BENARKAH MUHAMMAD SUDAH WAFAT
Sudah melampaui bataskah Umar ketika ia berkeyakinan bahwa Muhammad tidak mati, ketika mengajak orang lain supaya juga yakin seperti dia? Tidak! Para sarjana sekarang mengatakan kepada kita, bahwa matahari akan terus memercik sepanjang abad sebelum tiba waktunya ia habis hilang samasekali. Akan percayakah orang pada pendapat ini tanpa ia ragukan lagi kemungkinannya? Matahari yang memancarkan sinar dan kehangatan sehingga karenanya alam ini hidup, bagaimana akan habis, bagaimana akan padam sesudah itu kemudian alam ini masih akan tetap ada? Muhammad pun tidak kurang pula dari matahari itu sinarnya, kehangatannya, kekuatannya. Seperti matahari yang telah melimpahkan jasa, Muhammad pun telah pula melimpahkan jasa. Seperti halnya dengan matahari yang telah berhubungan dengan alam, jiwa Muhammad pun telah pula berhubungan dengan semesta alam ini, dan selalu sebutan Muhammad s.a.w. mengharumkan alam ini keseluruhannya. Jadi tidak heran apabila Umar yakin bahwa Muhammad tidak mungkin akan mati. Dan memang benar ia tidak mati, dan tidak akan mati.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 576-578.
Bila ia masuk, dilihatnya Nabi di salah satu bagian dalam rumah itu sudah diselubungi dengan burd hibara (sejenis kain bersulam buatan Yaman). Ia menyingkapkan selubung itu dari wajah Nabi dan setelah menciumnya ia berkata :
“Alangkah sedapnya di waktu engkau hidup, alangkah sedapnya pula di waktu engkau mati.”
Kemudian kepala Nabi diangkatnya dan diperhatikannya paras mukanya, yang ternyata memang menunjukkan ciri-ciri kematian.
“Demi ibu-bapaku (ucapan sebagai tanda cinta dan mendoakan)? Maut yang sudah ditentukan Tuhan kepadamu sekarang sudah sampai kaurasakan. Sesudah itu takkan ada lagi maut menimpamu!”
Kemudian dikembalikannya kepala itu ke bantal, ditutupkannya kembali kain burd itu ke mukanya. Sesudah itu ia keluar. Ternyata Umar masih bicara dan mau meyakinkan orang bahwa Muhammad tidak meninggal. Orang banyak memberikan jalan kepada Abu Bakr.
“Sabar, sabarlah Umar!” katanya setelah ia berada di dekat Umar. “Dengarkan!”
Tetapi Umar tidak mau diam dan juga tidak mau mendengarkan. Ia terus bicara. Sekarang Abu Bakr menghampiri orang-orang itu seraya memberi isyanat, bahwa dia akan bicara dengan mereka. Dan dalam hal ini siapa lagi yang akan seperti Abu Bakr! Bukankah dia Ash-Siddiq yang telah dipilih oleh Nabi dan sekiranya Nabi akan mengambil orang sebagai teman kesayangan tentu dialah teman kesayangannya?! Oleh karena itu cepat-cepat orang memenuhi seruannya itu dan Umar ditinggalkan.
Setelah mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Abu Bakr berkata :
“Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal. Tetapi barangsiapa mau menyembah Allah, Allah hidup selalu tak pernah mati.”
Kemudian ia membacakan firman Tuhan : “Muhammad hanyalah seorang rasul. Sebelum dia pun telah banyak rasul-rasul yang sudah lampau. Apabila dia mati atau terbunuh, apakah kamu akan berbalik ke belakang? Barangsiapa berbalik ke belakang, ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Dan Allah akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. 3 : 144).
Ketika itu Umar juga turut mendengarkan tatkala dilihatnya orang banyak pergi ke tempat Abu Bakr. Setelah didengarnya Abu Bakr membacakan ayat itu. Umar jatuh tersungkur ke tanah Kedua kakinya sudah tak dapat menahan lagi, setelah ia yakin bahwa Rasulullah memang sudah wafat. Adapun orang banyak, yang sebelum itu sudah terpengaruh oleh pendapat Umar, begitu mendengar bunyi ayat yang dibacakan Abu Bakr, baru mereka sadar; seolah mereka tidak pernah mengetahui, bahwa ayat ini pernah turun. Dengan demikian segala perasaan yang masih ragu-ragu bahwa Muhammad sudah berpulang ke rahmat Allah, dapat dihilangkan.
BENARKAH MUHAMMAD SUDAH WAFAT
Sudah melampaui bataskah Umar ketika ia berkeyakinan bahwa Muhammad tidak mati, ketika mengajak orang lain supaya juga yakin seperti dia? Tidak! Para sarjana sekarang mengatakan kepada kita, bahwa matahari akan terus memercik sepanjang abad sebelum tiba waktunya ia habis hilang samasekali. Akan percayakah orang pada pendapat ini tanpa ia ragukan lagi kemungkinannya? Matahari yang memancarkan sinar dan kehangatan sehingga karenanya alam ini hidup, bagaimana akan habis, bagaimana akan padam sesudah itu kemudian alam ini masih akan tetap ada? Muhammad pun tidak kurang pula dari matahari itu sinarnya, kehangatannya, kekuatannya. Seperti matahari yang telah melimpahkan jasa, Muhammad pun telah pula melimpahkan jasa. Seperti halnya dengan matahari yang telah berhubungan dengan alam, jiwa Muhammad pun telah pula berhubungan dengan semesta alam ini, dan selalu sebutan Muhammad s.a.w. mengharumkan alam ini keseluruhannya. Jadi tidak heran apabila Umar yakin bahwa Muhammad tidak mungkin akan mati. Dan memang benar ia tidak mati, dan tidak akan mati.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 576-578.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar