Suatu hari sahabat-sahabatnya berusaha hendak meringankan penderitaannya itu dengan mengingatkan kepada nasehat-nasehatnya, bahwa orang yang menderita sakit jangan mengeluh. Ia menjawab, bahwa apa yang dialaminya dalam hal ini lebih dari yang harus dipikul oleh dua orang. Dalam keadaan sakit keras serupa itu dan di dalam rumah banyak orang, ia berkata :
“Bawakan dawat dan lembaran, akan ku (minta) tuliskan surat buat kamu, supaya sesudah itu kamu tidak lagi akan pernah sesat.”
Dan orang-orang yang hadir ada yang berkata, bahwa sakit Rasulullah s.a.w. sudah sangat gawat pada kita sudah ada Qur’an, maka sudah cukuplah dengan Kitabullah itu. Ada yang menyebutkan, bahwa Umarlah yang mengatakan itu. Di kalangan yang hadir itu terdapat perselisihan.
Ada yang mengatakan : Biar dituliskan, supaya sesudah itu kita tidak tersesat. Ada pula yang keberatan karena sudah cukup dengan Kitabullah.
Setelah melihat pertengkaran itu, Muhammad berkata :
“Pergilah kamu sekalian Tidak patut kamu berselisih di hadapan Nabi.”
Tetapi Ibn ‘Abbas masih berpendapat, bahwa mereka membuang waktu karena tidak segera menuliskan apa yang hendak dikatakan oleh Nabi. Sebaliknya Umar masih tetap dengan pendapatnya, bahwa dalam Kitab Suci Tuhan berfirman : “Tiada sesuatu yang Kami abaikan dalam Kitab itu.” (QS 6 : 38)
Berita sakitnya Nabi yang bertambah keras itu telah tersiar dari mulut ke mulut, sehingga akhirnya Usama dan anak buahnya yang ada di Jurf itu turun pulang ke Medinah. Bila Usama kemudian masuk menemui Nabi di rumah ‘Aisyah, Nabi sudah tidak dapat berbicara. Tetapi setelah dilihatnya Usama, ia mengangkat tangan ke atas kemudian meletakkannya kepada Usama sebagai tanda mendoakan.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 569-570.
“Bawakan dawat dan lembaran, akan ku (minta) tuliskan surat buat kamu, supaya sesudah itu kamu tidak lagi akan pernah sesat.”
Dan orang-orang yang hadir ada yang berkata, bahwa sakit Rasulullah s.a.w. sudah sangat gawat pada kita sudah ada Qur’an, maka sudah cukuplah dengan Kitabullah itu. Ada yang menyebutkan, bahwa Umarlah yang mengatakan itu. Di kalangan yang hadir itu terdapat perselisihan.
Ada yang mengatakan : Biar dituliskan, supaya sesudah itu kita tidak tersesat. Ada pula yang keberatan karena sudah cukup dengan Kitabullah.
Setelah melihat pertengkaran itu, Muhammad berkata :
“Pergilah kamu sekalian Tidak patut kamu berselisih di hadapan Nabi.”
Tetapi Ibn ‘Abbas masih berpendapat, bahwa mereka membuang waktu karena tidak segera menuliskan apa yang hendak dikatakan oleh Nabi. Sebaliknya Umar masih tetap dengan pendapatnya, bahwa dalam Kitab Suci Tuhan berfirman : “Tiada sesuatu yang Kami abaikan dalam Kitab itu.” (QS 6 : 38)
Berita sakitnya Nabi yang bertambah keras itu telah tersiar dari mulut ke mulut, sehingga akhirnya Usama dan anak buahnya yang ada di Jurf itu turun pulang ke Medinah. Bila Usama kemudian masuk menemui Nabi di rumah ‘Aisyah, Nabi sudah tidak dapat berbicara. Tetapi setelah dilihatnya Usama, ia mengangkat tangan ke atas kemudian meletakkannya kepada Usama sebagai tanda mendoakan.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 569-570.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar