"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Minggu, 30 Maret 2014

AL-KHANSA’

Nama beliau adalah Tamadhar binti Amru bin Al-Haris bin Asy-Syarid. Seorang wanita penyair yang tersohor. Sya’ir terlantun dari lisan beliau di saat kematian saudaranya Shakhr di masa jahiliyah, maka beliau meratap dengan ratapan yang menyedihkan, yang akhirnya sya’ir tersebut menjadi sya’ir yang paling terkenal dalam hal sya’ir duka cita. Di antara sya’ir yang bagus yang beliau ciptakan adalah :
Menangislah dengan kedua matamu atau sebelah mata
Apakah aku akan kesepian karena tiada lagi penghuni di dalam rumah

Dan di antara sya’ir beliau yang bagus adalah :
Kedua mataku menangis dan tiada akan membeku
Bagaimana mata tidak menangis untuk Sakhr yang mulia
Bagaimana mata tidak menangis untuk sang pemberani
Bagaimana mata tidak menangis untuk seorang pemuda yang luhur.


Beliau mendatangi Rasulullah s.a.w. bersama kaumnya dari Bani Salim kemudian mengumumkan ke-Islamannya dan menganut akidah tauhid, amat baik keislaman beliau sehingga menjadi lambang yang cemerlang dalam keberanian, kebesaran jiwa dan merupakan perlambang kemuliaan bagi sosok wanita muslimah.
Rasulullah s.a.w. pernah meminta kepadanya untuk bersya’ir, maka ketika beliau bersya’ir, Rasulullah s.a.w. menyahut :
“Wahai Khansa’ dan hari-hariku di tangan-Nya.”

Ketika Adi bin Hatim datang kepada Rasulullah s.a.w. ia berkata kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya di tengah-tengah kami ada orang yang paling ahli dalam sya’ir, ada juga orang yang paling dermawan di antara manusia dan orang yang paling ahli menunggang kuda. Kemudian Nabi bersabda : Siapakah nama mereka?” Adi bin Hatim berkata : Adapun orang yang paling ahli bersya’ir adalah Al-Qais bin Hajar, sedangkan yang paling dermawan adalah Hatim bin Sa’ad (yakni bapaknya Adi), adapun yang paling ahli dalam berkuda adalah Amru bin Ma’ad Yakrab.” Rasulullah bersabda : “Tidak benar apa yang kamu katakan wahai Adi, adapun orang yang paling ahli dalam syai’ir adalah Khansa’ binti Amru, adapun orang yang paling dermawan adalah Muhammad (yakni pribadi beliau sedangkan orang yang paling ahli berkuda adalah Ali bin Abi Thalib.”
Di samping kelebihan tersebut --hingga karena keistimewaannya dikatakan, “Telah dikumpulkan para pakar sya’ir dan ternyata tidak didapatkan seorang wanita yang lebih ahli tentang sya’ir daripada beliau-- , beliau juga memiliki kedudukan dan prestasi jihad yang mengagumkan dalam berpartisipasi bagi Islam dan membela kebenaran. Beliau turut menyertai peperangan-peperangan bersama kaum muslimin dan menyertai pasukan mereka yang memperoleh kemenangan.
Ketika Mutsanna bin Haritsah Asy-Syaibaani berangkat ke Qadisiyah di masa Amirul Mukminin Umar bin Khaththab Khansa’ berangkat bersama ke empat putranya untuk menyertai pasukan tersebut.
Di medan peperangan di saat malam ketika para pasukan sedang siap berperang satu sama lain, Khansa’ mengumpulkan ke empat putranya untuk memberikan pengarahan kepada mereka dan mengobarkan semangat kepada mereka untuk berperang dan agar mereka tidak lari dari peperangan serta agar mereka mengharapkan syahid di jalan Allah. Maka dengarkanlah wasiat Al Khansa’ yang agung tersebut “
“Wahai anak-anakku, sesungguhnya kalian telah masuk Islam dengan ketaatan, kalian telah berhijrah dengan sukarela dan demi Allah yang tiada ilah kecuali Dia, sesungguhnya kalian adalah putra-putra dari seorang wanita yang tidak pernah berkhianat kepada ayah kalian, kalian juga tidak pernah memerlukan paman kalian, tidak pernah merusak kehormatan kalian dan tidak pula berubah nasab kalian. Kalian mengetahui apa yang telah Allah janjikan bagi kaum muslimin berupa pahala yang agung bagi yang memerangi orang-orang kafir, dan ketahuilah bahwa negeri yang kekal lebih baik dari negeri yang fana, Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imran : 200).
Maka ketika datang waktu esok jika Allah menghendaki kalian masih selamat, persiapkanlah diri kalian untuk memerangi musuh dengan penuh semangat dan mohonlah kepada Allah untuk kemenangan kaum muslimin. Jika kalian melihat perang telah berkecamuk, ketika api telah berkobar maka terjunlah kalian di medan laga, bersabarlah kalian menghadapi panasnya perjuangan, niscaya kalian akan berjaya dengan ghanimah dan kemuliaan atau syahid di negeri yang kekal.
Sementara itu ke empat putranya mendengarkan wejangan tersebut dengan penuh seksama, mereka keluar dari kamar ibu mereka dengan menerima nasihatnya dan tekad hatinya untuk melaksanakan nasehat tersebut, maka ketika datang waktu pagi, mereka segera bergabung bersama pasukan dan bertolak untuk menghadapi musuh sedangkan mereka berangkat seraya melantunkan sya’ir. Yang paling besar bersenandung :
Wahai saudaraku, sesungguhnya ibunda sang penasehat.
Telah berwasiat kepada kita kemarin malam
Dengan penjelasan yang terang dan gamblang
Maka bersegeralah menuju medan tempur yang penuh bahaya.
Yang kalian hadapi hanyalah
Kawanan anjing yang sedang menggonggong
Sedang mereka yakin bahwa dirinya akan binasa oleh kalian
Adapun kalian telah dinanti dengan kehidupan yang baik
Ataukah syahid untuk mendapatkan ghanimah yang menguntungkan

Kemudian dia maju untuk berperang hingga terbunuh. Kemudian yang kedua bersenandung :
Sesungguhnya ibunda yang tegas dan lugas
Yang memiliki wawasan yang luas dan pikiran yang lurus
Telah memerintahkan kepada kita kepada jalan yang lurus
Suatu nasehat darinya sebagai tanda berbuat baik terhadap anak
Maka bersegeralah terjun di medan perang dengan jantan
Hingga mendapatkan kemenangan penyejuk hati
Ataukah syahid sebagai kemuliaan abadi
Di Jannah Firdaus dan hidup penuh bahagia


Kemudian dia maju dan berperang hingga menemui syahid. Kemudian giliran putra Al-Khansa’ yang ketiga bersenandung :
Demi Allah aku tak akan mendurhakai ibuku walau satu hurufpun
Beliau telah perintahkan aku untuk berperang
Sebuah nasehat, perlakuan baik, tulus dan penuh kasih sayang
Maka bersegeralah terjun ke medan perang yang dahsyat
Hingga kalian dapatkan keluarga Kisra dalam kekalahan
Jika tidak maka mereka akan membobol perlindungan kalian
Kami melihat bahwa kemalasan kalian adalah suatu kelemahan Adapun yang terbunuh di antara kalian adalah kemenangan dan pendekatan diri kepada-Nya
Kemudian dia maju dan bertempur hingga mendapatkan syahid. Kemudian giliran putra Al-Khansa’ yang terakhir bersenandung :
Bukanlah aku putra dari Al-Khansa’, bukan pula milik Al-Akhram
Bukan pula Amru yang memiliki keagungan
Jika aku tidak bergabung dengan pasukan yang memerangi Persia
Maju dalam kancah yang menakutkan
Hingga berjaya di dunia dan mendapat ghanimah
Ataukah mati di jalan yang paling mulia


Kemudian dia maju untuk bertempur hingga beliau terbunuh.
Ketika berita syahidnya empat bersaudara tersebut sampai kepada ibunya yang mukminah dan sabar, beliau tidaklah menjadi goncang ataupun meratap, bahkan beliau mengatakan suatu perkataan yang masyhur yang dicatat oleh sejarah dan akan senantiasa diuilang-ulang oleh sejarah sampai waktu yang dikehendaki Allah, yakni :
“Segala puji bagi Allah yang memuliakan diriku dengan syahidya mereka, dan aku berharap kepada Rabb-ku agar Dia mengumpulkan diriku dengan mereka dalam rahmat-Nya.
Adalah Umar bin Khathab mengetahui betul tentang keutamaan Al-Khansa’ dan putra-putranya sehingga beliau senantiasa membeikan bantuan yang merupakan jatah ke empat anaknya kepada beliau hingga beliau wafat.
Kemudian wafatlah Al-Khansa’ di Badiyah pada awal kekhalian Utsman bin Affan r.a pada tahun 24 Hijriyah.
Semoga Allah merahmati Al-Khansa’ yang benar-benar beliau sebagai seorang ibu yang tidak sebagaimana layaknya ibu yang lain, kalau saja para ummahatul Islam setelahnya semisal beliau niscaya, tiada hilang mereka yang telah hilang, tak akan dapat tidur mata orang yang sedang gelisah.
---------------------------------
NISAA' HAULAR RASUL, Mahmud Mahdi Al Istanbuli dan Musthafa Abu An Nashr Asy Syalabi (Para Penulis), MENGENAL SHAHABIAH NABI S.A.W. (Edisi Indonesia), Abu Umar Abdullah Asy Syarif (Penterjemah), At-Tibyan Solo, halaman 237 – 241

Tidak ada komentar:

Posting Komentar