"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Senin, 17 Maret 2014

Pemerintahan Umar bin Khattab (11)

Pembagian : Rampasan Perang dan Zakat
Umar dipusingkan oleh besarnya kekayaan yang dikirimkan oleh para pejabatnya. Ia melihat bahwa harus ada suatu ketentuan cara penghitungan dan pendistribusiannya. Kekayaan ini tidak termasuk harta zakat dan sedekah yang dibayarkan kaum Muslimin di Semenanjung, karena pembagiannya kepada mereka sudah disebutkan dalam firman Allah : Sedekah hanya untuk fakir san miskin, para amil dan seterusnya. Sedekah (dan zakat) ini kebanyakan tidak dikirimkan ke Medinah, melainkan dibagikan kepada kaumfakir miskin setempat dari pendududk yang menunaikan zakat dan sedekahnya itu. Yang dikirim ke Medinah sebagian besar terdiri dari unta dan binatang ternak lainnya. Kemudian setelah pembagian untuk keperluan mereka yang disebutkan dalam ayat zakat itu sudah dipenuhi, binatang diselar dengan tanda khusus dan ditempatkan di dekat Medinah di suatu tempat yang diberi nama al-Hima. Kalau kaum Muslimin mengadakan ekspedisi militer, mereka yang tidak memiliki binatang beban atau senjata untuk keperluan perang, dibantu dengan unta dan harta itu. Kaum fikir miskin dari kalangan Muslimin mendapat tunjangan dari kelebihan itu.
Rampasan perang yang diperoleh kaum Muslimin dalam ekspedisi yang diadakan oleh Rasulullah, selesai pertempuran dia sendiri yang membagikan dan tak ada lagi yang tersisa. Abu Bakr juga mengikuti jejak Nabi dan bertindak sesuai dengan yang telah dilakukannya. Kelebihan rampasan perang di Irak dibagikan kepada penduduk Medinah, tak ada yang tersisa. Yang demikian ini juga yang berjalan pada permulaan kekhalifahan Umar. Tetapi dengan sudah makin meluasnya kawasan yang dibebaskan dan ditaklukkan, kekayaan dan rampasan perang juga bertambah. Yang juga membuka pemasukan lain yang lebih besar dan lebih langgeng ialah pemasukan dari kharaj dan jizyah. Pihak Muslimin sudah meniadakan persetujuan dengan pihak-pihak yang ditaklukkan, di Irak, Persia, Syam dan Mesir. Mereka yang membayar jizyah tiap kepala rata-rata dua dinar. Belum termasuk kharaj tanah yang dibayarkan para petani. Sebagian dikeluarkan kembali untuk segala fasilitas umum serta ketertiban hukum di daerah mereka sendiri, sesudah itu kelebihannya baru dikirimkan ke Medinah. Begitu besar hasil pemasukan itu, sebelum selesai perang Persia dan sebelum dimulai perang Mesir, sehingga memaksa Khalifah untuk memikirkan suatu sistem moneter atau keuangan Negara yang baru tumbuh itu.
-------------------------
Umar bin Khattab, Sebuah Tela'ah Mendalam Tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya, Muhammad Husain Haekal,diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Februari 2011, halaman 624-625.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar