TIME TUNNEL. Nekat Traveler mungkin itulah aku yang nekat memperjalankan impian bagi hati yang rindu madrasah Nabawiyah. Siang terik itu menemani perjalananku dan tiba-tiba seseorang berseru dari kejauhan : “Wahai saudara seperjalanan dari 1400 tahun lebih yang akan datang, berteduhlah sejenak bersamaku!”
Aku coba mengingat-ingat wajahnya yang telah berubah seiring usia. Kesederhanaan dan laku penuh kesabaran yang nampak padanya mengingatkanku kepada Abu Dzar Al-Ghifari adalah beliau yang kini ada dihadapanku.
“Marilah sekedar minum susu kambing bersamaku untuk sedikit melepas dahagamu”, ujar beliau.
“Wahai sahabat dan murid Rasulullah makanlah bersamaku sedikit bekal yang kubawah sebagai hadiah atas kebaikan pada muridmu ini”, jawabku.
Dan kami pun menikmati bersama rejeki dari Allah hari itu, beliau tersenyum dan paham betul akan kehadiranku, menuntut ilmu. Kemudian beliau memulai cerita, pada suatu hari Rasulullah ﷺ bertanya : “Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu bila menjumpai para pembesar yang mengambil barang upeti untuk diri mereka pribadi?” Jawab beliau : “Demi yang telah mengutus anda dengan kebenaran, akan saya tebas mereka dengan pedang!” Sabda Rasulullah ﷺ pula : “Maukah kamu aku beri jalan yang lebih baik dari itu ….? Ialah bersabar sampai kamu menemuiku.” Dan wasiat itu terus beliau laksanakan sepanjang usia.
Setelah al-Faruqul adhim (Umar bin Khattab) berpulang ke rahmatullah, beliau mulai mencium adanya pesona dunia yang memperdaya para pengemban risalah. Harta yang oleh Allah dijadikan pelayan berubah rupa menjadi tuan yang mengendalikan manusia.
Kemudian dengan bekal, “Dan tidak ada haq bagi seorang Mu’min untuk membunuh Mu’min lainnya kecuali karena tidak sengaja.” (QS. 4 : 92). Maka pergilah beliau menemui pusat-pusat kekuasaan dan gudang harta, Syria tempat Mu’awiyah bin Abi Sufyan memerintah wilayah Islam. Dan ketika dihadapan Mu’awiyah bin Abi Sufyan tanpa tedeng aling-aling beliau membacakan “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih. Yaitu ketika emas dan perak dipanaskan dalam api neraka, lalu diseterikakan ke kening, ke pinggang dan punggung mereka –sambil dikatakan– Nah, inilah dia yang kalian simpan untuk diri kalian itu, maka rasailah akibatnya!” (QS 9 : 34-35). Dan beliau terus menasehati Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan para anak-buahnya agar melepas kesenangan dunia kecuali sekedaar keperluan sehari-hari.
Dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan sadar akan bahaya bagi kedudukannya, lalu menyurati Khalifah Utsman bin Affan dengan menyatakan : “Abu Dzar telah merusak orang-orang Syria”. Sebagai jawaban Khalifah Utsman bin Affan meminta Abu Dzar kembali ke Madinah.
Dan di Rabadzah ini beliau menjauhkan diri dari godaan kehidupan dunia yang menjadi pangkal fitnah sebagaimana ia telah mendengar Nabi ﷺ bersabda : “…..ia merupakan amanat, dan di hari qiamat menyebabkan kehinaan dan penyesalan …., kecuali orang yang mengembalikan secara benar dan menunaikan kewajiban yang dipikulkan kepadanya….” Tak kurang tawaran dunia dari Khalifah Utsman bin Affan pun ditolak untuk mengendurkan dakwah yang dilakukannya. Dan tak sedikit pula ujian yang datang dari orang-orang utusan Kufah yang ingin melakukan gerakan revolusi menyalakan fitnah dengan menggunakan ucapan dan dakwahnya untuk memenuhi keinginan dan siasat licik mereka, beliau terus menolak dengan tegas dan menjauhi sikap memberontak.
“Wahai saudara seperjalanan dari 1400 tahun lebih yang akan datang, aku hendak berbagi nasehat Rasulullah kepadamu”, kata beliau.
“Ingatlah tujuh perkara yang junjunganku wasiatkan : (1) Santuni orang-orang miskin dan mendekatkan diri kepada mereka. (2) Dalam soal dunia, lihatlah yang dibawahmu, jangan yang diatasmu. (3) Jangan meminta dari sesuatu kepada orang lain. (4) Agar menghubungkan tali silaturahmi. (5) Katakanlah yang hak meskipun pahit. (6) Dalam menjalankan Agama Allah janganlah takut celaan orang. (7) Perbanyaklah menyebut “Laa haula walaa quwwata illaa billah”, tutur beliau
“Wahai sahabat dan murid Rasulullah terimakasih telah berbagi ilmu dengan muridmu ini, sudilah kiranya engkau menjadi imam sholat Asharku hari ini?”, tanyaku.
Dan kamipun mempersiapkan diri memenuhi panggilan Tuhan kami.
-----------
Inspirasi : Rijal Haolar Rasul (Karakteristik Perihidup 60 Shahabat Rasulullah), Khalid Muhammad Khalid, Penerbit : CV. Penerbit Diponegoro Cetakan keduapuluh 2006.
Aku coba mengingat-ingat wajahnya yang telah berubah seiring usia. Kesederhanaan dan laku penuh kesabaran yang nampak padanya mengingatkanku kepada Abu Dzar Al-Ghifari adalah beliau yang kini ada dihadapanku.
“Marilah sekedar minum susu kambing bersamaku untuk sedikit melepas dahagamu”, ujar beliau.
“Wahai sahabat dan murid Rasulullah makanlah bersamaku sedikit bekal yang kubawah sebagai hadiah atas kebaikan pada muridmu ini”, jawabku.
Dan kami pun menikmati bersama rejeki dari Allah hari itu, beliau tersenyum dan paham betul akan kehadiranku, menuntut ilmu. Kemudian beliau memulai cerita, pada suatu hari Rasulullah ﷺ bertanya : “Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu bila menjumpai para pembesar yang mengambil barang upeti untuk diri mereka pribadi?” Jawab beliau : “Demi yang telah mengutus anda dengan kebenaran, akan saya tebas mereka dengan pedang!” Sabda Rasulullah ﷺ pula : “Maukah kamu aku beri jalan yang lebih baik dari itu ….? Ialah bersabar sampai kamu menemuiku.” Dan wasiat itu terus beliau laksanakan sepanjang usia.
Setelah al-Faruqul adhim (Umar bin Khattab) berpulang ke rahmatullah, beliau mulai mencium adanya pesona dunia yang memperdaya para pengemban risalah. Harta yang oleh Allah dijadikan pelayan berubah rupa menjadi tuan yang mengendalikan manusia.
Kemudian dengan bekal, “Dan tidak ada haq bagi seorang Mu’min untuk membunuh Mu’min lainnya kecuali karena tidak sengaja.” (QS. 4 : 92). Maka pergilah beliau menemui pusat-pusat kekuasaan dan gudang harta, Syria tempat Mu’awiyah bin Abi Sufyan memerintah wilayah Islam. Dan ketika dihadapan Mu’awiyah bin Abi Sufyan tanpa tedeng aling-aling beliau membacakan “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih. Yaitu ketika emas dan perak dipanaskan dalam api neraka, lalu diseterikakan ke kening, ke pinggang dan punggung mereka –sambil dikatakan– Nah, inilah dia yang kalian simpan untuk diri kalian itu, maka rasailah akibatnya!” (QS 9 : 34-35). Dan beliau terus menasehati Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan para anak-buahnya agar melepas kesenangan dunia kecuali sekedaar keperluan sehari-hari.
Dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan sadar akan bahaya bagi kedudukannya, lalu menyurati Khalifah Utsman bin Affan dengan menyatakan : “Abu Dzar telah merusak orang-orang Syria”. Sebagai jawaban Khalifah Utsman bin Affan meminta Abu Dzar kembali ke Madinah.
Dan di Rabadzah ini beliau menjauhkan diri dari godaan kehidupan dunia yang menjadi pangkal fitnah sebagaimana ia telah mendengar Nabi ﷺ bersabda : “…..ia merupakan amanat, dan di hari qiamat menyebabkan kehinaan dan penyesalan …., kecuali orang yang mengembalikan secara benar dan menunaikan kewajiban yang dipikulkan kepadanya….” Tak kurang tawaran dunia dari Khalifah Utsman bin Affan pun ditolak untuk mengendurkan dakwah yang dilakukannya. Dan tak sedikit pula ujian yang datang dari orang-orang utusan Kufah yang ingin melakukan gerakan revolusi menyalakan fitnah dengan menggunakan ucapan dan dakwahnya untuk memenuhi keinginan dan siasat licik mereka, beliau terus menolak dengan tegas dan menjauhi sikap memberontak.
“Wahai saudara seperjalanan dari 1400 tahun lebih yang akan datang, aku hendak berbagi nasehat Rasulullah kepadamu”, kata beliau.
“Ingatlah tujuh perkara yang junjunganku wasiatkan : (1) Santuni orang-orang miskin dan mendekatkan diri kepada mereka. (2) Dalam soal dunia, lihatlah yang dibawahmu, jangan yang diatasmu. (3) Jangan meminta dari sesuatu kepada orang lain. (4) Agar menghubungkan tali silaturahmi. (5) Katakanlah yang hak meskipun pahit. (6) Dalam menjalankan Agama Allah janganlah takut celaan orang. (7) Perbanyaklah menyebut “Laa haula walaa quwwata illaa billah”, tutur beliau
“Wahai sahabat dan murid Rasulullah terimakasih telah berbagi ilmu dengan muridmu ini, sudilah kiranya engkau menjadi imam sholat Asharku hari ini?”, tanyaku.
Dan kamipun mempersiapkan diri memenuhi panggilan Tuhan kami.
-----------
Inspirasi : Rijal Haolar Rasul (Karakteristik Perihidup 60 Shahabat Rasulullah), Khalid Muhammad Khalid, Penerbit : CV. Penerbit Diponegoro Cetakan keduapuluh 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar