Kebijakan Umar terhadap Para Pejabatnya
Untuk maksud itulah Umar mengirimkan pesan kepada para pejabatnya tersebut. Mereka dikirim kepada orang-orang Arab pedalaman itu bukan untuk merendahkan mereka, melainkan untuk menegakkan hukum Allah seadil-adilnya. Kepada mereka ia berkata : “Perlakukanlah semua orang di tempat kalian itu sama, yang dekat seperti yang jauh dan yang jauh seperti yang dekat. Hati-hatilah terhadap suap dan menjalankan hukum karena hawa nafsu dan bertindak di waktu marah. Tegakkan dengan benar walaupun sehari hanya sesaat.” Ia merasa dirinya bertanggung jawab terhadap hati nuraninya dan terhadap Allah untuk menegakkan keadilan itu di segala tempat. Jika ada pejabatnya di ujung dunia mana pun yang merugikan seseorang, maka seolah dialah yang berbuat begitu. Suatu hari ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya : Bagaimana kalau saya menempatkan orang yang terbaik yang saya ketahui atas kalian lalu saya perintahkan dia berlaku adil, sudahkah saya menjalankan tugas saya?” Mereka menjawab : Ya! “Tidak,” kata Umar. “sebelum saya melihat sendiri pekerjaannya, dia melaksanakan apa yang saya perintahkan atau tidak.” Itu sebabnya ia mengadakan pengawasan terhadap para pejabatnya begitu ketat seperti yang kita lihat tindakannya memecat Khalid bin Walid dan penyelidikannya terhadap Amr bin As. Sumber-sumber menyebutkan mengenai cerita-cerita tentang ketatnya Umar mengadakan pengawasan yang hampir-hampir tak dapat dipercaya. Diceritakan bahwa ketika di Syam Abu Ubaidah memberi kelapangan kepada keluarganya. Setelah hal ini diketahui oleh Umar penghasilannya dikurangi sehingga rupanya berubah pucat, pakaiannya lusuh dan keadaannya memprihatinkan. Setelah kemudian Umar tahu apa terjadi itu ia berkata : “Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Ubaidah. Alangkah bersih dan tabahnya dia!” Kemudian ia mengembalikan apa yang tadinya diperketatnya itu. Begitu ketatnya Umar mengawasi pejabat-pejabatnya sehingga ada yang dipecat hanya karena diragukan tanpa ada bukti yang kuat. Kadang ia memecat hanya karena curiga di luar batas keraguan. Suatu hari ia ditanya orang mengenai hal itu, maka jawabnya : “Yang mudah untuk memperbaiki suatu masyarakat, menggantikan seorang kepala dengan yang lain.”
Kita sudah sering melihat dia memecat seorang pejabat tinggi dan jabatannya bukan karena kecurigaan, tetapi dengan pemecatannya itu ia mengharapkan adanya perbaikan, di antaranya seperti ketika memecat Sa’d bin Abi Waqqas di Kufah tanpa ada alasan selain karena ada sekelompok orang dari penduduk kota itu marah kepadanya dan mengadu kepada Umar, bahwa dia tidak melakukan pembagian secara merata dan tidak berlaku adil kepada rakyat dan tidak mengadakan ekspedisi militer. Untuk itu Umar telah mengutus Muhammad bin Masmalah ke Kufah. Dia melihat orang semua menerima kepemimpinan Sa’d. Sungguh-pun begitu dia dipecat juga, karena dikhawatirkan akan timbul malapetaka mengingat pasukan Persia sudah berkumpul siap akan menyerang dan mengadakan pembalasan.
Setiap tahun pada musim haji Umar mengumpulkan para pejabatnya di Mekah. Ia menanyai mereka tentang tugas-tugas yang mereka jalankan, dan menanyakan tentang mereka kepada orang yang datang, untuk melihat kejelian mereka dalam menjalankan kewajiban dan kebersihan mereka dalam menggunakan penghasilan untuk diri dan untuk keluarga mereka. Yang pertama sekali didahulukannya kebersihan para pejabat itu. Karenanya semua pejabat sebelum memangku jabatan kekayaan mereka dihitung. Kalau sesudah itu mereka memiliki kelebihan, maka kebersihan pejabat demikian patut diragukan. Segera diadakan pemeriksaan atas kekayaan mereka itu. Adakalanya kekayaan itu dirampas, dengan mengatakan kepada mereka : Kami mengirimkan kalian sebagai pejabat, bukan sebagai pedagang!
Tetapi ketatnya pengawasan terhadap para pejabat itu tidak dimaksudkan untuk merendahkan dan melemahkan kekuasaan atau kewibawaan mereka. Kepada mereka diberi kebebasan penuh, keputusan-keputusan mereka berlaku dan kekuasaan mereka sama dengan kekuasaan Umar sepanjang mereka menjalangkan keadilan dan tetap berpegang teguh. Jika ada orang yang berbuat makar terhadap mereka atau tidak mengindahkan perintah mereka, orang itu akan dikenai hukuman yang berat. Penduduk Irak pernah melempari pemimpin mereka dengan batu-batu kerikil sebagai penghinaan, seperti yang pernah mereka lakukan serupa sebelum itu. Umar marah sekali. Ia mengingatkan penduduk Syam : “Bersiap-siaplah untuk penduduk Irak, karena setan sudah bertelur dan sudah menetas di tengah-tengah mereka.” Di samping itu ia juga mendengarkan argumen yang dikemukakan pejabatnya. Kalau memuaskan ia menyembunyikan rasa puasnya dan memujinya kemudian. Pernah ia datang ke Syam dengan menunggang keledai. Ia disambut oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dalam sebuah pawai besar-besaran. Muawiyah turun dan memberi salam kepada Umar sebagai Khalifah, tetapi Umar terus berjalan tanpa membalas salamnya. Abdur-Rahman bin Auf menegurnya : Amirulmukminin, Anda membuatnya tersinggung. coba diajaknya bicara! Umar menoleh kepada Mu’awiyah sambil menanyakan : “Anda yang memimpin pawai yang saya lihat itu?”
“Ya,” jawab Muawiyah.
“Anda suka menyembunyikan diri padahal banyak orang yang memerlukan bantuan menunggu Anda!”
“Ya,” kata Muawiyah lagi.
“Mengapa begitu!?”
“Karena di negeri ini banyak mata-mata musuh. Kalau kami tidak mengadakan persiapan dan perlengkapan mereka akan menganggap kami sepele dan akan menyerang kami. Hal kami tidak menampakkan diri sebenarnya kami khawatir dengan berpakaian lusuh rakyat akan bersikap kurang ajar, padahal saya pejabat tinggi Anda. Kalau Anda meminta saya mengurangi akan saya kurangi, kalau Anda menyuruh menambah akan saya tambah dan kalau Anda hentikan saya akan hentikan.” Setelah diam sejenak Umar berkata : “Setiap saya menanyakan sesuatu kepada Anda selalu Anda mendapat jalan keluarnya. Kalau Anda jujur, pendapat itu memang dapat diterima akal, tetapi kalau Anda dusta maka itulah tipu muslihat yang cerdik sekali. Saya tidak memerintahkan dan tidak pula melarang Anda.”
Umar gembira sekali bila melihat para pejabatnya mencurahkan perhatian demi kepentingan dan kebaikan rakyat, dan ia akan memujinya luar biasa. Ketika mengangkat Umair bin Sa’d untuk Hims ia menulis : “Datanglah bersama rampasan perang yang Anda peroleh untuk pasukan Muslimin.” Setelah orang itu datang ia ditanya apa yang sudah dilakukannya. “Anda mengirim saya sampai di kota itu. Saya mengumpulkan penduduk yang baik-baik dan saya serahi pengumpulan rampasan itu kepada mereka. Sesudah terkumpul semua saya letakkan di tempatnya. Kalau masih ada yang dapat dibagi untuk di sini tentu saya bawa ke mari.”
“Jadi tak ada yang dapat Anda bawa samasekali?” Setelah ditegaskan lagi bahwa sudah dia keluarkan semua untuk penduduk Hims Umar berkata : “Umair telah membuat era baru.”
Umair inilah yang berkata saat ia di atas mimbar di kota Hims : “Islam akan tetap kuat selama penguasa kuat, dan penguasa akan kuat bukan karena dapat membunuh dengan pedang atau memukul dengan cambuk, tetapi karena mampu mengambil keputusan yang benar dan berlaku adil.” Tidak heran jika kata-kata yang bijaksana yang memang menjadi pegangannya. Umar berkata : Alangkah beruntungnya saya kalau mendapat orang seperti Umair bin Sa’d yang dapat saya mintai bantuan dalam segala urusan umat.”
-------------------------
Umar bin Khattab, Sebuah Tela'ah Mendalam Tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya, Muhammad Husain Haekal,diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Februari 2011, halaman 617-620.
Untuk maksud itulah Umar mengirimkan pesan kepada para pejabatnya tersebut. Mereka dikirim kepada orang-orang Arab pedalaman itu bukan untuk merendahkan mereka, melainkan untuk menegakkan hukum Allah seadil-adilnya. Kepada mereka ia berkata : “Perlakukanlah semua orang di tempat kalian itu sama, yang dekat seperti yang jauh dan yang jauh seperti yang dekat. Hati-hatilah terhadap suap dan menjalankan hukum karena hawa nafsu dan bertindak di waktu marah. Tegakkan dengan benar walaupun sehari hanya sesaat.” Ia merasa dirinya bertanggung jawab terhadap hati nuraninya dan terhadap Allah untuk menegakkan keadilan itu di segala tempat. Jika ada pejabatnya di ujung dunia mana pun yang merugikan seseorang, maka seolah dialah yang berbuat begitu. Suatu hari ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya : Bagaimana kalau saya menempatkan orang yang terbaik yang saya ketahui atas kalian lalu saya perintahkan dia berlaku adil, sudahkah saya menjalankan tugas saya?” Mereka menjawab : Ya! “Tidak,” kata Umar. “sebelum saya melihat sendiri pekerjaannya, dia melaksanakan apa yang saya perintahkan atau tidak.” Itu sebabnya ia mengadakan pengawasan terhadap para pejabatnya begitu ketat seperti yang kita lihat tindakannya memecat Khalid bin Walid dan penyelidikannya terhadap Amr bin As. Sumber-sumber menyebutkan mengenai cerita-cerita tentang ketatnya Umar mengadakan pengawasan yang hampir-hampir tak dapat dipercaya. Diceritakan bahwa ketika di Syam Abu Ubaidah memberi kelapangan kepada keluarganya. Setelah hal ini diketahui oleh Umar penghasilannya dikurangi sehingga rupanya berubah pucat, pakaiannya lusuh dan keadaannya memprihatinkan. Setelah kemudian Umar tahu apa terjadi itu ia berkata : “Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Ubaidah. Alangkah bersih dan tabahnya dia!” Kemudian ia mengembalikan apa yang tadinya diperketatnya itu. Begitu ketatnya Umar mengawasi pejabat-pejabatnya sehingga ada yang dipecat hanya karena diragukan tanpa ada bukti yang kuat. Kadang ia memecat hanya karena curiga di luar batas keraguan. Suatu hari ia ditanya orang mengenai hal itu, maka jawabnya : “Yang mudah untuk memperbaiki suatu masyarakat, menggantikan seorang kepala dengan yang lain.”
Kita sudah sering melihat dia memecat seorang pejabat tinggi dan jabatannya bukan karena kecurigaan, tetapi dengan pemecatannya itu ia mengharapkan adanya perbaikan, di antaranya seperti ketika memecat Sa’d bin Abi Waqqas di Kufah tanpa ada alasan selain karena ada sekelompok orang dari penduduk kota itu marah kepadanya dan mengadu kepada Umar, bahwa dia tidak melakukan pembagian secara merata dan tidak berlaku adil kepada rakyat dan tidak mengadakan ekspedisi militer. Untuk itu Umar telah mengutus Muhammad bin Masmalah ke Kufah. Dia melihat orang semua menerima kepemimpinan Sa’d. Sungguh-pun begitu dia dipecat juga, karena dikhawatirkan akan timbul malapetaka mengingat pasukan Persia sudah berkumpul siap akan menyerang dan mengadakan pembalasan.
Setiap tahun pada musim haji Umar mengumpulkan para pejabatnya di Mekah. Ia menanyai mereka tentang tugas-tugas yang mereka jalankan, dan menanyakan tentang mereka kepada orang yang datang, untuk melihat kejelian mereka dalam menjalankan kewajiban dan kebersihan mereka dalam menggunakan penghasilan untuk diri dan untuk keluarga mereka. Yang pertama sekali didahulukannya kebersihan para pejabat itu. Karenanya semua pejabat sebelum memangku jabatan kekayaan mereka dihitung. Kalau sesudah itu mereka memiliki kelebihan, maka kebersihan pejabat demikian patut diragukan. Segera diadakan pemeriksaan atas kekayaan mereka itu. Adakalanya kekayaan itu dirampas, dengan mengatakan kepada mereka : Kami mengirimkan kalian sebagai pejabat, bukan sebagai pedagang!
Tetapi ketatnya pengawasan terhadap para pejabat itu tidak dimaksudkan untuk merendahkan dan melemahkan kekuasaan atau kewibawaan mereka. Kepada mereka diberi kebebasan penuh, keputusan-keputusan mereka berlaku dan kekuasaan mereka sama dengan kekuasaan Umar sepanjang mereka menjalangkan keadilan dan tetap berpegang teguh. Jika ada orang yang berbuat makar terhadap mereka atau tidak mengindahkan perintah mereka, orang itu akan dikenai hukuman yang berat. Penduduk Irak pernah melempari pemimpin mereka dengan batu-batu kerikil sebagai penghinaan, seperti yang pernah mereka lakukan serupa sebelum itu. Umar marah sekali. Ia mengingatkan penduduk Syam : “Bersiap-siaplah untuk penduduk Irak, karena setan sudah bertelur dan sudah menetas di tengah-tengah mereka.” Di samping itu ia juga mendengarkan argumen yang dikemukakan pejabatnya. Kalau memuaskan ia menyembunyikan rasa puasnya dan memujinya kemudian. Pernah ia datang ke Syam dengan menunggang keledai. Ia disambut oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dalam sebuah pawai besar-besaran. Muawiyah turun dan memberi salam kepada Umar sebagai Khalifah, tetapi Umar terus berjalan tanpa membalas salamnya. Abdur-Rahman bin Auf menegurnya : Amirulmukminin, Anda membuatnya tersinggung. coba diajaknya bicara! Umar menoleh kepada Mu’awiyah sambil menanyakan : “Anda yang memimpin pawai yang saya lihat itu?”
“Ya,” jawab Muawiyah.
“Anda suka menyembunyikan diri padahal banyak orang yang memerlukan bantuan menunggu Anda!”
“Ya,” kata Muawiyah lagi.
“Mengapa begitu!?”
“Karena di negeri ini banyak mata-mata musuh. Kalau kami tidak mengadakan persiapan dan perlengkapan mereka akan menganggap kami sepele dan akan menyerang kami. Hal kami tidak menampakkan diri sebenarnya kami khawatir dengan berpakaian lusuh rakyat akan bersikap kurang ajar, padahal saya pejabat tinggi Anda. Kalau Anda meminta saya mengurangi akan saya kurangi, kalau Anda menyuruh menambah akan saya tambah dan kalau Anda hentikan saya akan hentikan.” Setelah diam sejenak Umar berkata : “Setiap saya menanyakan sesuatu kepada Anda selalu Anda mendapat jalan keluarnya. Kalau Anda jujur, pendapat itu memang dapat diterima akal, tetapi kalau Anda dusta maka itulah tipu muslihat yang cerdik sekali. Saya tidak memerintahkan dan tidak pula melarang Anda.”
Umar gembira sekali bila melihat para pejabatnya mencurahkan perhatian demi kepentingan dan kebaikan rakyat, dan ia akan memujinya luar biasa. Ketika mengangkat Umair bin Sa’d untuk Hims ia menulis : “Datanglah bersama rampasan perang yang Anda peroleh untuk pasukan Muslimin.” Setelah orang itu datang ia ditanya apa yang sudah dilakukannya. “Anda mengirim saya sampai di kota itu. Saya mengumpulkan penduduk yang baik-baik dan saya serahi pengumpulan rampasan itu kepada mereka. Sesudah terkumpul semua saya letakkan di tempatnya. Kalau masih ada yang dapat dibagi untuk di sini tentu saya bawa ke mari.”
“Jadi tak ada yang dapat Anda bawa samasekali?” Setelah ditegaskan lagi bahwa sudah dia keluarkan semua untuk penduduk Hims Umar berkata : “Umair telah membuat era baru.”
Umair inilah yang berkata saat ia di atas mimbar di kota Hims : “Islam akan tetap kuat selama penguasa kuat, dan penguasa akan kuat bukan karena dapat membunuh dengan pedang atau memukul dengan cambuk, tetapi karena mampu mengambil keputusan yang benar dan berlaku adil.” Tidak heran jika kata-kata yang bijaksana yang memang menjadi pegangannya. Umar berkata : Alangkah beruntungnya saya kalau mendapat orang seperti Umair bin Sa’d yang dapat saya mintai bantuan dalam segala urusan umat.”
-------------------------
Umar bin Khattab, Sebuah Tela'ah Mendalam Tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya, Muhammad Husain Haekal,diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Februari 2011, halaman 617-620.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar