"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Kamis, 11 Oktober 2012

PERSAUDARAAN DI KALANGAN MUSLIMIN

Sekarang ia bermusyawarah dengan kedua wazirnya itu, Abu Bakar dan Umar —demikianlah mereka dinamakan. Dengan sendirinya yang menjadi pokok pikirannya yang mula-mula ialah menyusun barisan kaum Muslimin serta mempererat persatuan mereka, guna menghilangkan segala bayangan yang akan membangkitkan api permusuhan lama di kalangan mereka itu. Untuk mencapai maksud ini diajaknya kaum Muslimin supaya masing-masing dua bersaudara, demi Allah. Dia sendiri bersaudara dengan Ali bin Abi Talib. Hamzah pamannya bersaudara dengan Zaid bekas budaknya. Abu Bakar bersaudara dengan Kharija bin Zaid, Umar ibn’l-Khattab bersaudara dengan ‘Itban bin Malik al-Khazraji. Demikian juga setiap orang dari kalangan Muhajirin yang sekarang sudah banyak jumlahnya di Yathrib — sesudah mereka yang tadinya masih tinggal di Mekah menyusul ke Medinah setelah Rasul hijrah — dipersaudarakan pula dengan setiap orang dari pihak Anshar, yang oleh Rasul lalu dijadikan hukum saudara sedarah senasab. Dengan persaudaraan demiklan itu persaudanaan kaum Muslimin bertambah kukuh adanya.
Ternyata kalangan Anshar memperlihatkan sikap keramah-tamahan yang luar biasa terhadap saudara-saudara mereka kaum Muhajirin ini, yang sejak semula sudah mereka sambut dengan penuh gembira. Sebabnya ialah, mereka telah meninggalkan Mekah, dan bersama itu mereka tinggalkan pula segala yang mereka miliki, harta-benda dan semua kekayaan. Sebagian besar ketika mereka memasuki Medinah sudah hampir tak ada lagi yang akan dimakan di samping mereka memang bukan orang berada dan berkecukupan selain ‘Usman bin ‘Affan. Sedangkan yang lain sedikit sekali yang dapat membawa sesuatu yang berguna dari Mekah.
------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 197

Tidak ada komentar:

Posting Komentar