Note Trip, 18 Muharram 1437 H. "Mas Bijak, aku merasa tidak salah kok diajak taubat ! ya kita diberi kesempatan bisa berfikir ya harus bersyukur kepada-Nya dan memanfaatkan anugerah dan karunia-Nya ya to mas ..?", jawaban Profesor Gemblung tatkala di nasehati temannya di warung makan siang itu masih terngiang di kepalaku, kesombongan Abdullah bin Ubay bin Sahlul dan Iblis berpadu dalam dirinya.
Barangkali dia seorang profesor yang tidak pernah mengaji, mungkin juga kurang membaca buku agama atau boleh jadi dengan kesombongannya itu Allah tutup pintu hidayah baginya. Kalau saja Profesor Gemblung mau meluangkan waktu membaca "Manfa'at Bertaubat" dari buku "Minhajul 'Abidin"-nya Imam Al-Ghazali رحمه الله, halaman 51-52, insyaALLAH dengan syahadat yang benar akan mendapatkan hidayah Allah.
Andai pula sang Profesor Gemblung mau membuka buku "Tafsir Al-Azhar Juzu' 2"-nya Prof Dr. Haji Abdulmalik
Abdulkarim Amrullah (Hamka), halaman 139 - 141, pada tafsir QS. al-Baqarah (2) : 199 dengan syahadat yang benar insyaALLAH akan mendapatkan hidayah Allah ;
ثُمَّ أَفِيضُوا۟ مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا۟ اللَّـهَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Sesudah
itu berangkatlah kamu dari tempat berangkatnya orang-orang banyak (dari
Arafah), dan minta ampunlah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Sepulang wukuf, Allah ta'ala menyuruh kita meminta ampun. Padahal kita baru saja mengerjakan pekerjaan wajib yang sudah pasti berpahala. Ingatlah apa yang kita kerjakan belumlah sepadan dengan kurnia Ilahi yang kita terima di dunia. Usia yang kita lalui terlalu pendek, dan masa untuk beribadah sngatlah sedikit, sedangkan anugrah yang telah kita terima dan akan kita terima insyaALLAH di akhirat nanti adalah sangat Maha Besar. Imbangan amal kita dengan ganjaran Tuhan laksana sebutir pasir di hadapan gunung atau setetes air di hadapan samudra raya. Masihkah menunggu berbuat salah untuk memohon ampun?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar