Berkembangnya Pemerintahan Islam Demikian di Masa Abu Bakr
Bentuk pemerintahan Abu Bakr membuktikan bahwa memang lebih dekat pada kesederhanaan orang-orang Arab Badui dan menurut tradisi Arab semata-mata, yang samasekali tak terpengaruh oleh sistem-sistem lain yang ada ketika itu, di Rumawi atau di Persia. Kendati dalam kesederhanaannya itu ia merupakan mata rantai yang kuat menyambung masa pemerintahan di zaman Rasulullah dengan masa kedaulatan besar itu. Eratnya hubungan dari segi duniawi ini lebih mirip dengan masa Rasulullah. Ia tak pernah mengerjakan sesuatu yang tidak dikerjakan oleh Nabi, dan tidak pula meninggalkan apa pun yang dikerjakan oleh Nabi. Tetapi dia tak sampai menjadi orang jumud, yang hanya bertaklid. Bahkan kesedihannya ditinggalkan Rasulullah membuka pintu ijtihad lebar-lebar baginya dalam bidang politik kaum Muslimin. Karena ijtihadnya jugalah maka Allah memberikan kemenangan kepadanya dalam membebaskan Irak dan Syam. Kemudian setelah itu ia merintis jalan untuk sebuah pemerintah kesatuan di negeri Arab atas dasar permusyawaratan dalam batas-batas perintah dan larangan Allah. Dalam menghadapi suatu masalah ia tak pernah bersikap fanatik secara berlebihan, tetapi ia menempuh jalan di bawah cahaya Allah, demi kepentingan hamba-hamba Allah juga. Yang sering mengantarkan imannya ke jalan yang lurus ialah karena pertanggungjawabannya kepada Allah, juga pertanggungjawabannya kepada hamba-Nya. Allah keras sekali dalam membuat perhitungan.
Perkembangannya Selama Berabad-abad Kemudian
Sesudah Abu Bakr pemerintahan Islam berkembang dalam berbagai bentuknya. Umar bin Khattab di masa pemerintahannya membentuk dewan, dengan mengambil contoh sistem pemerintahan di Persia dan Rumawi dengan tetap berpegang pada Kitabullah dan batas-batas hukumnya. Kemudian pada pemerintahan Usman sudah mulai mendekati pemerintahan otoriter yang tak sesuai dengan tradisi Arab. Inilah yang menjadi pencetus pemberontakan, yang berakhir dengan terbunuhnya Usman sendiri. Kepemimpinan pemerintahan pada masa Banu Umayyah telah pula berubah menjadi kerajaan tirani, diwariskan turun-temurun kepada keluarga. Begitu juga halnya dengan pemerintahan Banu Abbas. Di tengah-tengah kondisi semacam ini tangan-tangan asing dari Persia dan Rumawi pun mulai pula tampak pengaruhnya. Barangkali tadinya di masa Umar dan Usman masih tersembunyi. Kemudian mulai tampak jelas sedikit demi sedikit di masa Banu Umayyah, untuk kemudian muncul terang-terangan di masa Banu Abbas.
Pengaruh Orang-orang Asing dalam Menyusun Pemerintahan di Dunia Islam
Dalam pada itu ulama-ulama Islam — sebagian besar orang-orang asing — menyusun dasar-dasar dan penjabarannya untuk pemerintahan dengan mengacu kepada Qur ‘an dan sunah Rasulullah. Antara para ulama itu terjadi perbedaan pendapat sekitar sistem ini. Itulah penyebab terjadinya pemberontakan-pemberontakan, yang kadang berkesudahan dengan penguasa itu yang terjungkir, kadang pemberontakan itu yang ditumpas dengan tangan besi dan keadaan kembali di tangan penguasa. Alangkah besarnya perbedaan antara pemerintah Abu Bakr dengan tradisi Arab yang serba sederhana itu, yang masih terpengaruh oleh kehidupan orang-orang pedalaman sahara, dengan pemerintah-pemerintah Banu Umayyah dan Banu Abbas, dengan para ulama dan fukahanya yang telah menyusunkan beberapa sistem yang cukup terinci serta dasar-dasar yang begitu luas.
Keimanan Abu Bakr bahwa dia bertanggungjawab kepada Allah dan kepada manusia itulah yang memberi petunjuk jalan kepadanya. Karena rasa tanggungjawab itulah pula maka setiap tindakan yang akan dilakukannya ia musyawarahkan terlebih dulu dan beristikharah kepada Allah. Jika Allah sudah memberikan pilihan kepadanya maka barulah ia bertindak. Kalau sudah mengambil suatu keputusan ia tak pernah ragu. Setiap masalah yang dikemukakannya kepada kaum Muslimin telah dipertimbangkannya matang-matang.
Kita sudah melihat dulu apa yang telah dilakukannya, kemudian kita lihat juga bagaimana ketika ia dalam keadaan sakit mendengarkan laporan Musanna asy-Syaibani yang baru kembali dari Irak dengan mengusulkan agar memakai tenaga orang-orang yang pernah murtad dan sudah kembali kepada Islam untuk menghadapi Persia, dan bagaimana pula ia berpesan kepada Umar agar memberikan bantuan kepada Musanna dengan menyertakan mereka bersamanya berangkat ke medan perang. Selama dalam sakitnya itu Abu Bakr begitu banyak memikirkan masalah-masalah kaum Muslimin, lebih-lebih mengenai persatuan mereka. Yang sangat dikhawatirkannya jika sampai terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat. Oleh karena itu ia berwasiat, dan wasiatnya ini merupakan pekerjaannya yang terakhir mengenai pemerintahan, demi kebaikan Islam dan kaum Muslimin.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 360-362.
Bentuk pemerintahan Abu Bakr membuktikan bahwa memang lebih dekat pada kesederhanaan orang-orang Arab Badui dan menurut tradisi Arab semata-mata, yang samasekali tak terpengaruh oleh sistem-sistem lain yang ada ketika itu, di Rumawi atau di Persia. Kendati dalam kesederhanaannya itu ia merupakan mata rantai yang kuat menyambung masa pemerintahan di zaman Rasulullah dengan masa kedaulatan besar itu. Eratnya hubungan dari segi duniawi ini lebih mirip dengan masa Rasulullah. Ia tak pernah mengerjakan sesuatu yang tidak dikerjakan oleh Nabi, dan tidak pula meninggalkan apa pun yang dikerjakan oleh Nabi. Tetapi dia tak sampai menjadi orang jumud, yang hanya bertaklid. Bahkan kesedihannya ditinggalkan Rasulullah membuka pintu ijtihad lebar-lebar baginya dalam bidang politik kaum Muslimin. Karena ijtihadnya jugalah maka Allah memberikan kemenangan kepadanya dalam membebaskan Irak dan Syam. Kemudian setelah itu ia merintis jalan untuk sebuah pemerintah kesatuan di negeri Arab atas dasar permusyawaratan dalam batas-batas perintah dan larangan Allah. Dalam menghadapi suatu masalah ia tak pernah bersikap fanatik secara berlebihan, tetapi ia menempuh jalan di bawah cahaya Allah, demi kepentingan hamba-hamba Allah juga. Yang sering mengantarkan imannya ke jalan yang lurus ialah karena pertanggungjawabannya kepada Allah, juga pertanggungjawabannya kepada hamba-Nya. Allah keras sekali dalam membuat perhitungan.
Perkembangannya Selama Berabad-abad Kemudian
Sesudah Abu Bakr pemerintahan Islam berkembang dalam berbagai bentuknya. Umar bin Khattab di masa pemerintahannya membentuk dewan, dengan mengambil contoh sistem pemerintahan di Persia dan Rumawi dengan tetap berpegang pada Kitabullah dan batas-batas hukumnya. Kemudian pada pemerintahan Usman sudah mulai mendekati pemerintahan otoriter yang tak sesuai dengan tradisi Arab. Inilah yang menjadi pencetus pemberontakan, yang berakhir dengan terbunuhnya Usman sendiri. Kepemimpinan pemerintahan pada masa Banu Umayyah telah pula berubah menjadi kerajaan tirani, diwariskan turun-temurun kepada keluarga. Begitu juga halnya dengan pemerintahan Banu Abbas. Di tengah-tengah kondisi semacam ini tangan-tangan asing dari Persia dan Rumawi pun mulai pula tampak pengaruhnya. Barangkali tadinya di masa Umar dan Usman masih tersembunyi. Kemudian mulai tampak jelas sedikit demi sedikit di masa Banu Umayyah, untuk kemudian muncul terang-terangan di masa Banu Abbas.
Pengaruh Orang-orang Asing dalam Menyusun Pemerintahan di Dunia Islam
Dalam pada itu ulama-ulama Islam — sebagian besar orang-orang asing — menyusun dasar-dasar dan penjabarannya untuk pemerintahan dengan mengacu kepada Qur ‘an dan sunah Rasulullah. Antara para ulama itu terjadi perbedaan pendapat sekitar sistem ini. Itulah penyebab terjadinya pemberontakan-pemberontakan, yang kadang berkesudahan dengan penguasa itu yang terjungkir, kadang pemberontakan itu yang ditumpas dengan tangan besi dan keadaan kembali di tangan penguasa. Alangkah besarnya perbedaan antara pemerintah Abu Bakr dengan tradisi Arab yang serba sederhana itu, yang masih terpengaruh oleh kehidupan orang-orang pedalaman sahara, dengan pemerintah-pemerintah Banu Umayyah dan Banu Abbas, dengan para ulama dan fukahanya yang telah menyusunkan beberapa sistem yang cukup terinci serta dasar-dasar yang begitu luas.
Keimanan Abu Bakr bahwa dia bertanggungjawab kepada Allah dan kepada manusia itulah yang memberi petunjuk jalan kepadanya. Karena rasa tanggungjawab itulah pula maka setiap tindakan yang akan dilakukannya ia musyawarahkan terlebih dulu dan beristikharah kepada Allah. Jika Allah sudah memberikan pilihan kepadanya maka barulah ia bertindak. Kalau sudah mengambil suatu keputusan ia tak pernah ragu. Setiap masalah yang dikemukakannya kepada kaum Muslimin telah dipertimbangkannya matang-matang.
Kita sudah melihat dulu apa yang telah dilakukannya, kemudian kita lihat juga bagaimana ketika ia dalam keadaan sakit mendengarkan laporan Musanna asy-Syaibani yang baru kembali dari Irak dengan mengusulkan agar memakai tenaga orang-orang yang pernah murtad dan sudah kembali kepada Islam untuk menghadapi Persia, dan bagaimana pula ia berpesan kepada Umar agar memberikan bantuan kepada Musanna dengan menyertakan mereka bersamanya berangkat ke medan perang. Selama dalam sakitnya itu Abu Bakr begitu banyak memikirkan masalah-masalah kaum Muslimin, lebih-lebih mengenai persatuan mereka. Yang sangat dikhawatirkannya jika sampai terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat. Oleh karena itu ia berwasiat, dan wasiatnya ini merupakan pekerjaannya yang terakhir mengenai pemerintahan, demi kebaikan Islam dan kaum Muslimin.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 360-362.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar