Lalu mereka kembali lagi mengadakan perundingan. Sebaliknya Muhammad, ia berpendapat tidak akan memberikan kesempatan mereka mengadakan persiapan untuk memeranginya. Oleh karena itu sudah percaya pada kekuatan sendiri dan pada pertolongan Tuhan kepadanya, ia berharap akan dapat menyergap mereka dengan tiba-tiba, sehingga mereka tidak lagi sempat mengadakan perlawanan dan dengan demikian mereka menyerah tanpa pertumpahan darah.
SURAT IBN BALTA‘A KEPADA QURAISY
Oleh karena itu diperintahkannya supaya orang bersiap-siap. Dan setelah persiapan selesai, diberitahukan kepada mereka, bahwa kini ia siap berangkat ke Mekah, dan diperintahkan pula supaya mereka cepat-cepat. Sementara itu ia berdoa kepada Tuhan mudah-mudahan Quraisy tidak sampai mengetahui berita perjalanan Muslimin itu.
Ketika tentara Muslimin sudah siap-siap akan berangkat, Hatib bin Abi Balta’a mengirim sepucuk surat di tangan seorang wanita dari Mekah, budak salah seorang Banu ‘Abd’l-Muttalib bernama Sarah dengan diberi upah supaya surat itu disampaikan kepada pihak Ouraisy, yang isinya memberitahukan, bahwa Muhammad sedang mengadakan persiapan hendak menghadapi mereka. Sebenarnya Hatib orang besar dalam Islam. Tapi sebagai manusia, dari segi kejiwaannya ia mempunyai beberapa kelemahan, yang kadang cukup menekan jiwanya sendiri dan menghanyutkannya ke dalam suatu masalah yang memang tidak dikehendakinya. Masalah ini oleh Muhammad segera pula diketahui.
Cepat-cepat disuruhnya Ali bin Abi Talib dan Zubair bin’l-Awwam mengejar Sarah. Wanita itu disuruh turun, surat dicarinya di tempat barang tapi tidak juga diketemukan. Wanita itu diperingatkan, bahwa kalau surat itu tidak dikeluarkan, merekalah yang akan membongkarnya. Melihat keadaan yang begitu sungguh-sungguh, wanita itu berkata :
"Lalulah."
Kemudian ia membuka ikatan rambutnya dan surat itu pun dikeluarkan, yang oleh kedua orang itu lalu dibawa kembali ke Medinah.
Sekarang Hatih dipanggil oleh Muhammad dan ditanya kenapa ia sampai berbuat demikian.
“Rasulullah”, kata Hatib. “Demi Allah. saya tetap beriman kepada Allah dan kepada Rasulullah. Sedikit pun tak ada perubahan pada diri saya. Akan tetapi saya, yang tidak punya hubungan keluarga atau kerabat dengan mereka itu, mempunyai seorang anak dan keluarga di tengah-tengah mereka. Maka itu sebabnya saya hendak menenggang mereka.”
“Rasulullah”, sela Umar bin’li-Khattab. “Serahkan kepada saya, akan saya penggal lehernya. Orang ini bermuka dua.”
“Dari mana engkau mengetahui itu, Umar”, kata Rasulullah. “Mudah-mudahan Allah sudah menempatkan dia sebagai orang-orang Badr ketika terjadi Perang Badr.”
Lalu katanya : “Berbuatlah sekehendak kamu. Sudah kumaafkan kamu.”
Dan Hatib memang orang yang ikut dalam Perang Badr. Ketika itulah firman Tuhan datang :
“Orang-orang yang beriman! janganlah musuh-Ku dan musuh kamu dijadikan sahabat-sahabat kamu, dengan memperlihatkan kasih-sayang kamu kepada mereka.” (QS 60 : 1)
Sekarang pasukan tentara Muslimin sudah mulai bergerak dari Medinah menuju Mekah, dengan tujuan membebaskan kota itu serta menguasai Rumah Suci, yang oleh Tuhan telah dijadikan tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 453-454.
SURAT IBN BALTA‘A KEPADA QURAISY
Oleh karena itu diperintahkannya supaya orang bersiap-siap. Dan setelah persiapan selesai, diberitahukan kepada mereka, bahwa kini ia siap berangkat ke Mekah, dan diperintahkan pula supaya mereka cepat-cepat. Sementara itu ia berdoa kepada Tuhan mudah-mudahan Quraisy tidak sampai mengetahui berita perjalanan Muslimin itu.
Ketika tentara Muslimin sudah siap-siap akan berangkat, Hatib bin Abi Balta’a mengirim sepucuk surat di tangan seorang wanita dari Mekah, budak salah seorang Banu ‘Abd’l-Muttalib bernama Sarah dengan diberi upah supaya surat itu disampaikan kepada pihak Ouraisy, yang isinya memberitahukan, bahwa Muhammad sedang mengadakan persiapan hendak menghadapi mereka. Sebenarnya Hatib orang besar dalam Islam. Tapi sebagai manusia, dari segi kejiwaannya ia mempunyai beberapa kelemahan, yang kadang cukup menekan jiwanya sendiri dan menghanyutkannya ke dalam suatu masalah yang memang tidak dikehendakinya. Masalah ini oleh Muhammad segera pula diketahui.
Cepat-cepat disuruhnya Ali bin Abi Talib dan Zubair bin’l-Awwam mengejar Sarah. Wanita itu disuruh turun, surat dicarinya di tempat barang tapi tidak juga diketemukan. Wanita itu diperingatkan, bahwa kalau surat itu tidak dikeluarkan, merekalah yang akan membongkarnya. Melihat keadaan yang begitu sungguh-sungguh, wanita itu berkata :
"Lalulah."
Kemudian ia membuka ikatan rambutnya dan surat itu pun dikeluarkan, yang oleh kedua orang itu lalu dibawa kembali ke Medinah.
Sekarang Hatih dipanggil oleh Muhammad dan ditanya kenapa ia sampai berbuat demikian.
“Rasulullah”, kata Hatib. “Demi Allah. saya tetap beriman kepada Allah dan kepada Rasulullah. Sedikit pun tak ada perubahan pada diri saya. Akan tetapi saya, yang tidak punya hubungan keluarga atau kerabat dengan mereka itu, mempunyai seorang anak dan keluarga di tengah-tengah mereka. Maka itu sebabnya saya hendak menenggang mereka.”
“Rasulullah”, sela Umar bin’li-Khattab. “Serahkan kepada saya, akan saya penggal lehernya. Orang ini bermuka dua.”
“Dari mana engkau mengetahui itu, Umar”, kata Rasulullah. “Mudah-mudahan Allah sudah menempatkan dia sebagai orang-orang Badr ketika terjadi Perang Badr.”
Lalu katanya : “Berbuatlah sekehendak kamu. Sudah kumaafkan kamu.”
Dan Hatib memang orang yang ikut dalam Perang Badr. Ketika itulah firman Tuhan datang :
“Orang-orang yang beriman! janganlah musuh-Ku dan musuh kamu dijadikan sahabat-sahabat kamu, dengan memperlihatkan kasih-sayang kamu kepada mereka.” (QS 60 : 1)
Sekarang pasukan tentara Muslimin sudah mulai bergerak dari Medinah menuju Mekah, dengan tujuan membebaskan kota itu serta menguasai Rumah Suci, yang oleh Tuhan telah dijadikan tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 453-454.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar