Sekarang Shafia berada di tangan Muslimin sebagai salah seorang tawanan perang. “Shafia adalah ibu Banu Quraidza dan Banu Nadzir. Dia hanya pantas buat tuan”, demikian dikatakan kepada Nabi.
Setelah wanita itu dimerdekakan kemudian ia diperistri oleh Nabi seperti biasanya dilakukan oleh orang-orang besar yang menang perang. Mereka kawin dengan putri-putri orang-orang besar guna mengurangi tekanan karena bencana yang dialaminya dan memelihara pula kedudukannya yang terhormat.
Kuatir akan timbulnya dendam kepada Rasul dalam hati wanita — yang baik ayahnya, suaminya atau pun golongannya sudah terbunuh itu — maka semalaman itu dalam perjalanan pulang dan Khaibar Abu Ayyuh Khalid al-Anshari dengan membawa pedang terhunus berjaga-jaga di sekitar kemah tempat perkawinan Muhammad dengan Shafia itu dilangsungkan. Pagi harinya, setelah Rasul melihatnya, ia ditanya : “Ada apa!”
“Saya kuatir akan keselamatan tuan dari perbuatan wanita itu”, katanya. “karena avahnya, suaminya dan golongannya sudah dibunuh sedang belum selang lama dia masih kafir.”
Akan tetapi sampai Muhammad wafat ternyata Shafia sangat setia kepadanya. Ketika menderita sakit terakhir istri-istrinya sedang berada di sekelilingnya, Shafia berkata :
“Ya Nabiullah. Sekiranya saya saja yang menderita sakit ini.”
Istri-istri Nabi saling mengedipkan mata kepadanya.
“Bersihkan mulutmu”, kata Nabi kepada mereka.
“Dari apa ya Nabiullah?” kata mereka pula.
“Dari kedipan matamu kepada teman sejawatmu itu. Demi Allah, dia sungguh jujur.”
Setelah Nabi wafat . Shafia masih mengalami masa khilafat Mu’awiyah. Pada masa itulah ia meninggal dan dimakamkan di Baqi’.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 426-427.
Setelah wanita itu dimerdekakan kemudian ia diperistri oleh Nabi seperti biasanya dilakukan oleh orang-orang besar yang menang perang. Mereka kawin dengan putri-putri orang-orang besar guna mengurangi tekanan karena bencana yang dialaminya dan memelihara pula kedudukannya yang terhormat.
Kuatir akan timbulnya dendam kepada Rasul dalam hati wanita — yang baik ayahnya, suaminya atau pun golongannya sudah terbunuh itu — maka semalaman itu dalam perjalanan pulang dan Khaibar Abu Ayyuh Khalid al-Anshari dengan membawa pedang terhunus berjaga-jaga di sekitar kemah tempat perkawinan Muhammad dengan Shafia itu dilangsungkan. Pagi harinya, setelah Rasul melihatnya, ia ditanya : “Ada apa!”
“Saya kuatir akan keselamatan tuan dari perbuatan wanita itu”, katanya. “karena avahnya, suaminya dan golongannya sudah dibunuh sedang belum selang lama dia masih kafir.”
Akan tetapi sampai Muhammad wafat ternyata Shafia sangat setia kepadanya. Ketika menderita sakit terakhir istri-istrinya sedang berada di sekelilingnya, Shafia berkata :
“Ya Nabiullah. Sekiranya saya saja yang menderita sakit ini.”
Istri-istri Nabi saling mengedipkan mata kepadanya.
“Bersihkan mulutmu”, kata Nabi kepada mereka.
“Dari apa ya Nabiullah?” kata mereka pula.
“Dari kedipan matamu kepada teman sejawatmu itu. Demi Allah, dia sungguh jujur.”
Setelah Nabi wafat . Shafia masih mengalami masa khilafat Mu’awiyah. Pada masa itulah ia meninggal dan dimakamkan di Baqi’.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 426-427.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar