"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Rabu, 15 Mei 2013

AISYAH JATUH SAKIT

Kemudian Aisyah jatuh sakit. sakit yang cukup keras. Bila ia datang menengoknya dan ibunya ada di tempat itu merawatnya, tidak lebih ia hanya berkata: “Bagaimana?” Sungguh pilu hati Aisyah merasakannya bila ia melihat sikap Nabi begitu kaku kepadanya. Ia bicara dengan hatinya sendiri, tidakkah karena Juwairia yang sekarang menggantikan tempatnya dalam hati suaminya? Begitu sesak dadanya karena sikap Muhammad yang kaku kepadanya itu, sehingga pernah ia berkata : “Kalau kauizinkan, aku akan pindah ke rumah ibu, supaya ia dapat merawatku.”
Ia pun pindah ke tempat ibunya. Sikapnya yang berlebih-lebihan itu menimbulkan kepedihan pula dalam hatinya sendiri. Lebih dari dua puluh hari ia menderita sakit, baru kemudian ia sembuh. Segala pembicaraan orang yang terjadi tentang dirinya, dia tidak tahu.
Sebaliknya Muhammad, ia merasa sangat terganggu karena berita-berita yang disebarkan orang itu. Sekali ia mengucapkan pidato ini di hadapan orang banyak.
“Saudara-Saudara, kenapa orang-orang mengganggu saya mengenai keluarga saya. Mereka mengatakan hal-hal yang tidak sebenarnya mengenai diri saya. Padahal yang saya ketahui mereka itu orang baik-baik. Lalu mereka mengatakan sesuatu yang ditujukan kepada seseorang, yang saya ketahui, demi Allah, dia juga orang baik; tak pernah ia datang ke salah satu rumah saya hanya jika bersama dengan saya.”
Kemudian Usaid bin Hudzair berdiri seraya berkata : “Rasulullah, kalau mereka itu dari saudara-saudara kami kalangan Aus, biarlah kami selesaikan, dan kalau mereka itu dari saudara-saudara kami golongan Khazraj perintahkanlah juga kepada kami. Sungguh patut leher mereka itu dipenggal.”
Akan tetapi Sa’d bin ‘Ubada lalu menjawab, bahwa dia berani mengatakan itu karena dia mengetahui bahwa mereka dari golongan Khazraj. Kalau mereka itu dari Aus tentu takkan mengatakannya. Orang ramai lalu mengadakan perundingan, dan hampir-hampir terjadi suatu bencana fitnah, kalau tidak karena Rasul segera campur tangan dengan suatu kebijaksanaan yang baik sekali.

BERITA SAMPAI KEPADA AISYAH
Akhirya berita itu pun sampai juga kepada Aisyah, diceritakan oleh seorang wanita dari Muhajirin. Terkejut sekali mendengar berita itu, hampir-hampir ia jatuh pingsan. Ia menangis tersedu-sedu, tak dapat lagi ia menahan air mata yang begitu deras berderai, sehingga terasa seolah pecah jantungnya. Ia pergi menjumpai ibunya, dengan membawa beban perasaan yang cukup berat, hampir-hampir terbawa jatuh terhuyung.
“Ampun, Ibu”, katanya, dengan suara tersekat oleh air mata. “Orang-orang sudah begitu rupa bicara di luar, tapi samasekali tidak ibu katakan kepada saya.”
Melihat kesedihan yang begitu menekan perasaan, ibunya berusaha hendak meringankannya.
“Anakku”, katanya, “jangan terlampau gundah. Seorang wanita cantik yang dimadu, yang dicintai suami, tidak jarang menjadi buah bibir madunya dan buah bibir orang.”
Akan tetapi dengan kata-kata itu Aisyah belum terhibur juga. Kembali ia merasa lebih pedih lagi bila teringat sikap Nabi kepadanya yang terasa kaku, padahal tadinya sangat lemah-lembut. Ia merasa, bahwa berita itu tampaknya terkesan juga dalam hati Nabi, dan karenanya ia ia curiga. Tetapi, gerangan apa yang akan dapat diperbuatnya? Akan dimulainya sajakah ia yang bicara serta menyebutkan berita itu, dan akan bersumpah bahwa ia samasekali tidak berdosa? Jadi kalau begitu ia menuduh diri sendiri, kemudian menyanggah tuduhan itu dengan sumpah dan permohonan. Ataukah sudah saja membuang muka seperti dia, dan juga membalasnya bersikap kepadanya seperti dia pula? Tetapi dia adalah Rasul Allah, dia telah memilihnya di atas istri-istrinya yang lain. Bukan salah dia kalau orang sampai menyiarkan desas-desus tentang dirinya, karena dia telah terlambat dari pasukan tentara dan kembali pulang dengan Shafwan. Ya Allah! Berikanlah jalan keluar kepadanya dalam suasana yang demikian rumit itu, supaya terbuka kepada Muhammad keadaan yang sebenarnya tentang dirinya itu, supaya ia pun kembali seperti dalam suasana semula, penuh cinta, penuh kasih dan selalu lemah lembut kepadanya.
----------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 381-382.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar