"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Senin, 23 November 2015

Konsep Dasar Arsitektur Masjid

(Gambar : Muhammad Chandra's Blog)
Pada dasarnya untuk membangun atau merencanakan sebuah masjid hendaknya kembali kepada tuntunan-tuntunan yang terdapat pada sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Dalam membangun masjid, arsitek tidak dapat melihat sejarah atau bangunan-bangunan masjid yang telah ada saja, melainkan memahami atau belajar berdasarkan inti ajaran Islam itu sendiri atau menurut istilahnya “the teaching it self”. Namun, tentunya kaidah-kaidah arsitektur tetap perlu diperhatikan, sebagaimana layaknya bangunan-bangunan lain.
Kaidah-kaidah yang perlu diperhatikan bagi sebuah masjid, seperti yang dituturkan Miftah dalam bukunya berjudul “Masjid” antara lain, bahwa masjid selain mengarah ke kiblat di Masjidil Haram, Mekkah, juga hendaknya dibangun benar-benar sesuai dengan fungsi dan tujuannya, sehingga perlu dihindari kemungkinan adanya bagian-bagian bangunan atau ruangan yang memang dilarang dalam Islam. Hindari peletakkan tiang yang sejajar dengan shaf sholat.
Dari Abdul Hamid bin Mahmud, dia berkata :

صليت مع أنس بن مالك يوم الجمعة، فدفعنا إلى السواري، فتقدمنا وتأخرنا، فقال أنس: كنا نتقي هذا على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Saya shalat bersama Anas bin Malik pada hari Jum’at. Kami beranjak ke tiang-tiang mesjid. Ada di antara kami yang maju dan ada pula yang mundur. Lalu Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata: “Dahulu kami selalu menghindari ini pada masa Rasulullah صلى الله عليه وسلم . [HR. Abu Daud (673) dan At Tirmidzi (229). Hadits shahih.]

Di dalam hadits di atas, terdapat larangan untuk membuat shaf yang berada sejajar dengan tiang-tiang mesjid. Alasannya adalah karena hal ini dapat membuat shaf menjadi terputus sehingga mengurangi kesempurnaan sholat. Larangan ini bersifat makruh. Demikian pendapat sebagian ulama seperti Ahmad dan Ishaq bin Rahawaih.

Ditekankan pula, bahwa identitas yang menunjukkan pengaruh agama-agama lain hendaknya sejauh mungkin dihindarkan walau hanya berupa elemen kecil yang samar sekalipun. Dalam hal ini perlu sekali kearifan dan kesensitifan Arsitek untuk meng-expose atau menvisualisasikan elemen-elemen konstruksi. (sumber : ZULFIKRI's Webblog).   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar