Orang Arab Menyambut Berbagai Kesenangan dan Sebabnya
Hiruk-pikuk fanatik kabilah di masa Umar sudah mulai reda, karena kaum Muslimin sudah disibukkan oleh perjuangan dan perang pembebasan. Tetapi hasil rampasan perang yang mereka peroleh akibat pembebasan itu, dan perubahan cara hidup penduduk pedalaman di perkotaan —di Irak, Syam dan Mesir— dalam hati banyak orang, kecenderungan lama terhadap kekayaan materi dan cara hidup mereka itu bangkit kembali.
Di masa jahiliah orang-orang Arab itu tergila-gila pada minuman keras, perempuan dan nyanyi-nyanyian, dan tergoda untuk memperturutkan hawa nafsu, sesuai dengan kemampuan mereka, kaya atau miskin. Setelah memasuki masa penaklukan dan mereka hidup makmur, segala macam kesenangan tersedia di depan mata mereka, banyak dari mereka yang langsung hanyut memperturutkan apa yang semula memang menjadi kesenangan mereka. Alangkah cepatnya mereka berdalih dengan menggunakan alasan yang akan meyakinkan, bahwa dalam hal ini mereka tidak melanggar perintah dan larangan Allah serta hukuman yang harus dilaksanakan! Dengan demikian, ada di antara mereka yang lalu terjun ke dalam minuman, dengan anggapan bahwa perbuatan demikian itu tidak berdosa, dan Allah tidak menentukan hukuman atas seorang peminum, baik Rasulullah ataupun Abu Bakr tak sampai menjatuhkan hukuman kepada seorang peminum. Mengenai perempuan, banyak mereka yang menyalurkan kesenangannya itu kepada mereka yang sudah menjadi miliknya (Ma malakat yaminuhu, harfiah yang dimiliki tangan kanannya : yakni hamba sahaya yang diperoleh dari rampasan perang). Mereka terdiri dari tawanan-tawanan perang Persia dan Rumawi dan antara mereka yang cantik-cantik dan genit. Mereka dibagi-bagikan kepada prajurit-prajurit seperti membagi-bagikan harta rampasan, dan ada yang ditawarkan di pasar-pasar sebagai budak. Orang boleh membelinya dan diperlakukan sesuka hatinya.
Ketika oleh Abu Ubaidah mereka ditanya, mereka tidak mungkir, tetapi mereka berdalih dengan mengatakan : “Kami sudah membuat pilihan dan ini yang kami pilih. Firman-Nya : “Tidakkah kamu mau berhenti juga, bukanlah suatu perintah kepada kami.” Mengenai kejadian dengan Abdur-Rahman bin Umar ketika ia minum khamar di Mesir sudah kami ceritakan. Abdur-Rahman pergi menemui Amr bin As agar dirinya dijatuhi hukuman. Juga sudah kami sebutkan cerita sekitar orang-orang yang dilihat oleh Umar malam-malam sedang minum-minum di pinggiran kota Medinah. Tatkala keesokan harinya salah seorang dari mereka ditanya apa yang telah mereka lakukan tadi malam, orang itu malah menjawab : Bukankah Tuhan melarang kita memata-matai!? Contoh-contoh ini sudah kita uraikan sesuai dengan tempatnya. Hal ini menunjukkan bahwa minum minuman keras merajalela pada beberapa golongan kaum Muslimin vaktu itu, serta bagaimana kerasnya Umar melarang minum minuman keras dan hukuman yang dijatuhkannya.
Cerita-cerita tentang soal perempuan ini masih lebih banyak lagi, ada pula yang dikaitkan dengan tokoh-tokoh terpandang. Sudah kita lihat bagaimana tawanan-taanan perang yang cantik-cantik itu dipilih sudah merupakan hal biasa, tak ada orang yang akan membantahnya. dan tidak pula ada orang yang akan menyalahkan. Ali bin Abi Talib, Khalid bin Walid dan beberapa sahabat besar lainnya memilih tawanan-tawanan perang Persia dan Rumawi, di antaranya ada yang melahirkan ada juga yang tidak.
Barangkali yang dapat kita tafsirkan tentang kebanyakan orang yang gemar pada minuman keras dan perempuan serta kesenangan lain, karena orang Arab memang sudah menyukainya sejak sebelum Islam. Mereka selalu dalam perang dan perkelahian yang terus-menerus. Begitu kembali dari medan perang, mereka sudah siap selalu untuk kembali kepada perbuatan itu. Di Basrah, di Kufah dan kota-kota lain di Irak dan di Syam barak-barak ternpat berhimpunnya anggota-anggota pasukan yang kembali dari medan perang sudah bersiap-siap untuk itu. Dewasa ini kita dapat menyaksikannya dan sejarah pun bercerita tentang peristiwa-peristiwa masa silam, bahwa perang itu memang menimbulkan nafsu dalam hati kebanyakan orang dan nafsu ini mendorongnya untuk mencari kepuasan. Rahasianya ialah bahwa bila perang sudah usai tak ada yang dapat mengisi kekosongan tentara itu selain bercerita membangga-banggakan peranan yang mereka lakukan, dan peranan rekan-rekannya yang gugur di medan pertempuran. Pada waktu itu suatu pertempuran tidak akan memakan waktu seperti pertempuran dewasa ini. Kita sudah melihat pertempuran Kadisiah hanya menghabiskan waktu tak lebih dari tiga hari, dan pertempuran Nahawand berakhir sama lamanya atau bahkan lebih cepat. Perang itu tidak akan memakan waktu lama kalau tidak karena pengepungan yang dilakukan pasukan Muslimin terhadap kota-kota yang kukuh seperti Damsyik atau Kaisariah, Babilon atau Iskandariah. Setiap mendapat kemenangan, tentara itu kembali dengan membawa rampasan perang dan barang-barang rampasan, di antaranya tawanan-tawanan perempuan dan gadis-gadis dari negeri-negeri yang ditaklukkan.
Dalam peristiwa-peristiwa peperangan sudah banyak diceritakan bahwa di negeri yang sudah ditaklukkan itu selama beberapa hari setelah penaklukan dibolehkan untuk memberikan kelonggaran kepada tentara, makan dan minum, menikmati segala yang disenanginya. Tentara yang kembali dari peperangan membawa tawanan-tawanan perang perempuan dibolehkan menikmati segala yang sudah menjadi miliknya. Orang yang tidak mendapat bagian, tetapi juga ingin mendapat kesenangan, ia akan mencari jalan untuk mendapat kesenangan itu setelah kembali. Begitulah keadaan tentara pada setiap zaman, yang juga sampai sekarang. Itulah yang dapat diungkapkan kepada kita sebagian apa yang diceritakan dalam buku-buku sastra dan buku-buku sejarah, seperti yang juga terjadi serupa dalam masa perang pembebasan itu.
Tetapi ungkapan ini tidak memperlihatkan rahasia sekitar kegemaran orang Arab pada kesenangan ini, sesudah masa penaklukan dan sesudah perang usai. Pada masa Banu Umayyah dan Banu Abbas serta masa-masa kemunduran setelah itu banyak mereka yang masih menggemari minuman keras. Pendapat umum pun tidak terlalu asing terhadap orang-orang semacam itu. Malah kebanyakan orang senang sekali mendengarkan cerita-cerita tentang mereka dan segala yang menjadi kesenangan mereka. Kalaulah watak perang dapat membangkitkan nafsu berahi dan mengajak agar memenuhi keinginan itu, nafsu demikian itu sebenarnya memang sudah ada dalam jiwanya, dan bukan mengada-ada. Oleh karenanya, perang Arab itu tak lebih hanya merupakan terangsangnya kembali nafsu jahiliah di kalangan beberapa orang, yang oleh Umar justru akan dihadapi secara tegas.
-------------------------
Umar bin Khattab, Sebuah Tela'ah Mendalam Tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya, Muhammad Husain Haekal,diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Februari 2011, halaman 665-669.
Hiruk-pikuk fanatik kabilah di masa Umar sudah mulai reda, karena kaum Muslimin sudah disibukkan oleh perjuangan dan perang pembebasan. Tetapi hasil rampasan perang yang mereka peroleh akibat pembebasan itu, dan perubahan cara hidup penduduk pedalaman di perkotaan —di Irak, Syam dan Mesir— dalam hati banyak orang, kecenderungan lama terhadap kekayaan materi dan cara hidup mereka itu bangkit kembali.
Di masa jahiliah orang-orang Arab itu tergila-gila pada minuman keras, perempuan dan nyanyi-nyanyian, dan tergoda untuk memperturutkan hawa nafsu, sesuai dengan kemampuan mereka, kaya atau miskin. Setelah memasuki masa penaklukan dan mereka hidup makmur, segala macam kesenangan tersedia di depan mata mereka, banyak dari mereka yang langsung hanyut memperturutkan apa yang semula memang menjadi kesenangan mereka. Alangkah cepatnya mereka berdalih dengan menggunakan alasan yang akan meyakinkan, bahwa dalam hal ini mereka tidak melanggar perintah dan larangan Allah serta hukuman yang harus dilaksanakan! Dengan demikian, ada di antara mereka yang lalu terjun ke dalam minuman, dengan anggapan bahwa perbuatan demikian itu tidak berdosa, dan Allah tidak menentukan hukuman atas seorang peminum, baik Rasulullah ataupun Abu Bakr tak sampai menjatuhkan hukuman kepada seorang peminum. Mengenai perempuan, banyak mereka yang menyalurkan kesenangannya itu kepada mereka yang sudah menjadi miliknya (Ma malakat yaminuhu, harfiah yang dimiliki tangan kanannya : yakni hamba sahaya yang diperoleh dari rampasan perang). Mereka terdiri dari tawanan-tawanan perang Persia dan Rumawi dan antara mereka yang cantik-cantik dan genit. Mereka dibagi-bagikan kepada prajurit-prajurit seperti membagi-bagikan harta rampasan, dan ada yang ditawarkan di pasar-pasar sebagai budak. Orang boleh membelinya dan diperlakukan sesuka hatinya.
Ketika oleh Abu Ubaidah mereka ditanya, mereka tidak mungkir, tetapi mereka berdalih dengan mengatakan : “Kami sudah membuat pilihan dan ini yang kami pilih. Firman-Nya : “Tidakkah kamu mau berhenti juga, bukanlah suatu perintah kepada kami.” Mengenai kejadian dengan Abdur-Rahman bin Umar ketika ia minum khamar di Mesir sudah kami ceritakan. Abdur-Rahman pergi menemui Amr bin As agar dirinya dijatuhi hukuman. Juga sudah kami sebutkan cerita sekitar orang-orang yang dilihat oleh Umar malam-malam sedang minum-minum di pinggiran kota Medinah. Tatkala keesokan harinya salah seorang dari mereka ditanya apa yang telah mereka lakukan tadi malam, orang itu malah menjawab : Bukankah Tuhan melarang kita memata-matai!? Contoh-contoh ini sudah kita uraikan sesuai dengan tempatnya. Hal ini menunjukkan bahwa minum minuman keras merajalela pada beberapa golongan kaum Muslimin vaktu itu, serta bagaimana kerasnya Umar melarang minum minuman keras dan hukuman yang dijatuhkannya.
Cerita-cerita tentang soal perempuan ini masih lebih banyak lagi, ada pula yang dikaitkan dengan tokoh-tokoh terpandang. Sudah kita lihat bagaimana tawanan-taanan perang yang cantik-cantik itu dipilih sudah merupakan hal biasa, tak ada orang yang akan membantahnya. dan tidak pula ada orang yang akan menyalahkan. Ali bin Abi Talib, Khalid bin Walid dan beberapa sahabat besar lainnya memilih tawanan-tawanan perang Persia dan Rumawi, di antaranya ada yang melahirkan ada juga yang tidak.
Barangkali yang dapat kita tafsirkan tentang kebanyakan orang yang gemar pada minuman keras dan perempuan serta kesenangan lain, karena orang Arab memang sudah menyukainya sejak sebelum Islam. Mereka selalu dalam perang dan perkelahian yang terus-menerus. Begitu kembali dari medan perang, mereka sudah siap selalu untuk kembali kepada perbuatan itu. Di Basrah, di Kufah dan kota-kota lain di Irak dan di Syam barak-barak ternpat berhimpunnya anggota-anggota pasukan yang kembali dari medan perang sudah bersiap-siap untuk itu. Dewasa ini kita dapat menyaksikannya dan sejarah pun bercerita tentang peristiwa-peristiwa masa silam, bahwa perang itu memang menimbulkan nafsu dalam hati kebanyakan orang dan nafsu ini mendorongnya untuk mencari kepuasan. Rahasianya ialah bahwa bila perang sudah usai tak ada yang dapat mengisi kekosongan tentara itu selain bercerita membangga-banggakan peranan yang mereka lakukan, dan peranan rekan-rekannya yang gugur di medan pertempuran. Pada waktu itu suatu pertempuran tidak akan memakan waktu seperti pertempuran dewasa ini. Kita sudah melihat pertempuran Kadisiah hanya menghabiskan waktu tak lebih dari tiga hari, dan pertempuran Nahawand berakhir sama lamanya atau bahkan lebih cepat. Perang itu tidak akan memakan waktu lama kalau tidak karena pengepungan yang dilakukan pasukan Muslimin terhadap kota-kota yang kukuh seperti Damsyik atau Kaisariah, Babilon atau Iskandariah. Setiap mendapat kemenangan, tentara itu kembali dengan membawa rampasan perang dan barang-barang rampasan, di antaranya tawanan-tawanan perempuan dan gadis-gadis dari negeri-negeri yang ditaklukkan.
Dalam peristiwa-peristiwa peperangan sudah banyak diceritakan bahwa di negeri yang sudah ditaklukkan itu selama beberapa hari setelah penaklukan dibolehkan untuk memberikan kelonggaran kepada tentara, makan dan minum, menikmati segala yang disenanginya. Tentara yang kembali dari peperangan membawa tawanan-tawanan perang perempuan dibolehkan menikmati segala yang sudah menjadi miliknya. Orang yang tidak mendapat bagian, tetapi juga ingin mendapat kesenangan, ia akan mencari jalan untuk mendapat kesenangan itu setelah kembali. Begitulah keadaan tentara pada setiap zaman, yang juga sampai sekarang. Itulah yang dapat diungkapkan kepada kita sebagian apa yang diceritakan dalam buku-buku sastra dan buku-buku sejarah, seperti yang juga terjadi serupa dalam masa perang pembebasan itu.
Tetapi ungkapan ini tidak memperlihatkan rahasia sekitar kegemaran orang Arab pada kesenangan ini, sesudah masa penaklukan dan sesudah perang usai. Pada masa Banu Umayyah dan Banu Abbas serta masa-masa kemunduran setelah itu banyak mereka yang masih menggemari minuman keras. Pendapat umum pun tidak terlalu asing terhadap orang-orang semacam itu. Malah kebanyakan orang senang sekali mendengarkan cerita-cerita tentang mereka dan segala yang menjadi kesenangan mereka. Kalaulah watak perang dapat membangkitkan nafsu berahi dan mengajak agar memenuhi keinginan itu, nafsu demikian itu sebenarnya memang sudah ada dalam jiwanya, dan bukan mengada-ada. Oleh karenanya, perang Arab itu tak lebih hanya merupakan terangsangnya kembali nafsu jahiliah di kalangan beberapa orang, yang oleh Umar justru akan dihadapi secara tegas.
-------------------------
Umar bin Khattab, Sebuah Tela'ah Mendalam Tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya, Muhammad Husain Haekal,diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Februari 2011, halaman 665-669.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar