Dengan kebijaksanaan dan ketelitian perkiraannya Abu Bakr berpendapat tidak akan memberi kelonggaran kepada musuh-musuhnya itu, bahkan akan membuat mereka lebih hina lagi. Kepada Usamah dan anak buahnya ia berkata : Beristirahatlah kalian. Kemudian setelah mewakilkan Usamah untuk Medinah, ia memanggil sahabat-sahabatnya yang dulu untuk bersama-sama ke Zul-Qassah. Tetapi kaum Muslimin menyampaikan permohonan dengan mengatakan : “Khalifah Rasulullah, janganlah mempertaruhkan diri. Kalau Anda mengalami bencana, orang akan kacau. Dan Anda tinggal di sini akan lebih kuat menghadapi musuh. Maka kirim sajalah yang lain. Kalaupun ia mengalami musibah, Anda dapat menunjuk yang lain.”
Tetapi Abu Bakr bila menghendaki sesuatu tidak akan pernah mundur. “Tidak”, jawabnya kepada mereka. “Aku tidak akan mundur. Aku tidak akan menghibur kalian dengan diriku.”
Dia pun berangkat dengan barisan sayap kanan dan sayap kiri serta barisan belakang, seperti sebelum itu, hingga mencapai Rabazah di Abraq yang terletak di belakang Zul-Qassah. Di situ ia menghadapi kabilah-kabilah Abs, Banu Zubyan dan Banu Bakr dan berhasil mereka dikalahkan dan tempat itu dibebaskan dari mereka. Daerah Abraq milik Banu Zubyan. Setelah mereka keluar, Abu Bakr mengumumkan bahwa daerah itu sudah di bawah kekuasaanya dan kekuasaan sahabat-sahabatnya, dan katanya : “Haram bagi Banu Zubyan memiliki daerah ini yang oleh Allah sudah dianugerahkan kepada kita.” Dan daerah-daerah itu kemudian tetap ditempati kaum Muslimin. Abu Bakr menolak permintaan Banu Sa’laba ketika datang ke daerah itu setelah keadaan sudah stabil akan menempati kembali rumah-rumah mereka.
Penumpasan kaum pembangkang yang menolak menunaikan zakat itu selesai sudah. Sekali ini keadaan kota Medinah sudah sangat kukuh setelah diperkuat dengan pasukan Usamah, yang cukup makmur dengan rampasan perang yang diperolehnya disamping zakat kaum Muslimin yang sudah dibayar setelah Khalifah mendapatkan kemenangan. Bukankah sudah waktunya sekarang bagi Banu Zubyan, Abs, Gatafan, Banu Bakr dan kabilah-kabilah lain yang berdekatan dengan Medinah untuk kembali sadar dari pembangkangannya, dan tunduk kepada Abu Bakr serta ketentuan Islam dengan perintah Allah dan Khalifah Rasulullah? Pemberontakan yang dipimpin oleh Aswad di Yaman sudah hancur, Muslimin sudah mendapat kemenangan di perbatasan Rumawi. Abu Bakr kini tampil dengan kekuatan imannya yang tak terkalahkan. Sampai pada saat Rasulullah kembali ke rahmatullah kabilah-kabilah itu adalah umat Muslimin yang masih teguh berpegang pada agamanya, dan mereka kini akan kembali ke pangkuan Islam dan menyatakan setia kepada Abu Bakr dan bersama-sama memerangi musuh Allah.
Yang demikian ini tentu menurut pikiran yang sehat dan sesuai dengan kenyataan. Kaum Muslimin dari kalangan Muhajirin dan Ansar, mereka itulah yang telah menundukkan segenap Semenanjung dengan kekuatan iman mereka. Mereka sekarang dalam puncak kekuatannya. yang belum dialami waktu perang Badr atau pada bentrokan-bentrokan pertama masa Rasulullah. Mekah dan Ta’if sudah di pihak Medinah dan penguasa-penguasa di segenap penjuru sudah memberikan pengakuan. Di samping itu pula, warga kabilah-kabilah yang memberontak kepada Abu Bakr itu adalah Muslimin juga. Kalau kabilah-kabilah itu mampu mengacaukan, mereka tidak akan kuasa atas kalangan yang kuat di antara mereka, khawatir akan timbul kegelisahan dan kekacauan di kalangan suku-suku dan kelompok-kelompok terpandang. Maukah mereka kembali kepada kesadaran berpikir dan akal sehat?
Yang Kalah Bergabung dengan Tulaihah
Tidak! Malah dengan kejahatannya itu mereka merasa bangga, dan ia tertipu tentang Allah. Benar jugalah bunyi peribahasa : Keras kepala mendatangkan kekafiran. Mereka keluar dari daerahnya sendiri dan bergabung dengan Tulaihah bin Khuwailid dari Banu Asad yang mengaku nabi. Nikmat yang diberikan Allah kepada mereka berupa agama Islam mereka tinggalkan. Orang-orang beriman yang berpegang teguh pada agama Allah di tengah-tengah mereka, sudah tidak mampu lagi melawan sikap keras kepala dan kekufuran mereka itu. Ada yang pergi meninggalkan tempat itu dengan perasaan benci dan jemu tanpa dapat berbuat sesuatu.
Penggabungan kabilah-kabilah itu memperkuat kedudukan Tulaihah dan Musailimah juga memperkuat semangat pembangkangan di Yaman. Oleh karena itu, Abu Bakr tetap pada pendiriannya semula untuk memerangi mereka sampai tuntas. Sekiranya kabilah-kabilah itu mau menggunakan akal sehat dan berpikir logis, niscaya kemauan Tulaihah dan semacamnya akan runtuh dan seluruh Semenanjung akan berada di bawah naungan Islam dan dalam suasana yang aman.
Sikap Para Kabilah Terhadap Abu Bakr dan Sebaliknya
Orang tak akan mendapatkan alasan lain melihat sikap keras kepala dan ulah mereka berbalik dari Islam selain karena fanatik kesukuan dan tetap bertahan dengan status baduinya dan kekuasaannya sendiri, seperti sudah disebutkan di atas, di samping sikap mereka memang sudah sangat berlebihan, sehingga tak ada jalan lain untuk mengendalikannya kecuali dengan kekerasan. Kalau mereka sudah dipukul mundur tatkala hendak menyerang Medinah, atau kemudian dikosongkan dari tempat-tempat mereka itu, sudah menjadi watak orang-orang badui berupaya hendak membalas dendam. Dan untuk melaksanakan balas dendamnya mereka bergabung kepada Banu Asad dan kepada Tulaihah. Barangkali dengan bantuan mereka coreng di keningnya yang sangat hina akan terangkat. Tetapi semua itu tak dapat mengembalikan harga diri mereka.
Abu Bakr sendiri samasekali sudah tidak punya sifat kesukuan semacam itu dan jauh dari segala yang ada hubungannya dengan itu. Dengan sepenuh hati dan pikiran serta kemauan yang keras ia hanya ingin melaksanakan langkah yang sudah digariskan oleh Rasulullah. Itulah kebijaksanaan politiknya yang sudah diumumkannya ketika ia dibaiat, dan yang terus dipertahankan hingga akhir hayat menemui Tuhannya.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 95 - 97.
Tetapi Abu Bakr bila menghendaki sesuatu tidak akan pernah mundur. “Tidak”, jawabnya kepada mereka. “Aku tidak akan mundur. Aku tidak akan menghibur kalian dengan diriku.”
Dia pun berangkat dengan barisan sayap kanan dan sayap kiri serta barisan belakang, seperti sebelum itu, hingga mencapai Rabazah di Abraq yang terletak di belakang Zul-Qassah. Di situ ia menghadapi kabilah-kabilah Abs, Banu Zubyan dan Banu Bakr dan berhasil mereka dikalahkan dan tempat itu dibebaskan dari mereka. Daerah Abraq milik Banu Zubyan. Setelah mereka keluar, Abu Bakr mengumumkan bahwa daerah itu sudah di bawah kekuasaanya dan kekuasaan sahabat-sahabatnya, dan katanya : “Haram bagi Banu Zubyan memiliki daerah ini yang oleh Allah sudah dianugerahkan kepada kita.” Dan daerah-daerah itu kemudian tetap ditempati kaum Muslimin. Abu Bakr menolak permintaan Banu Sa’laba ketika datang ke daerah itu setelah keadaan sudah stabil akan menempati kembali rumah-rumah mereka.
Penumpasan kaum pembangkang yang menolak menunaikan zakat itu selesai sudah. Sekali ini keadaan kota Medinah sudah sangat kukuh setelah diperkuat dengan pasukan Usamah, yang cukup makmur dengan rampasan perang yang diperolehnya disamping zakat kaum Muslimin yang sudah dibayar setelah Khalifah mendapatkan kemenangan. Bukankah sudah waktunya sekarang bagi Banu Zubyan, Abs, Gatafan, Banu Bakr dan kabilah-kabilah lain yang berdekatan dengan Medinah untuk kembali sadar dari pembangkangannya, dan tunduk kepada Abu Bakr serta ketentuan Islam dengan perintah Allah dan Khalifah Rasulullah? Pemberontakan yang dipimpin oleh Aswad di Yaman sudah hancur, Muslimin sudah mendapat kemenangan di perbatasan Rumawi. Abu Bakr kini tampil dengan kekuatan imannya yang tak terkalahkan. Sampai pada saat Rasulullah kembali ke rahmatullah kabilah-kabilah itu adalah umat Muslimin yang masih teguh berpegang pada agamanya, dan mereka kini akan kembali ke pangkuan Islam dan menyatakan setia kepada Abu Bakr dan bersama-sama memerangi musuh Allah.
Yang demikian ini tentu menurut pikiran yang sehat dan sesuai dengan kenyataan. Kaum Muslimin dari kalangan Muhajirin dan Ansar, mereka itulah yang telah menundukkan segenap Semenanjung dengan kekuatan iman mereka. Mereka sekarang dalam puncak kekuatannya. yang belum dialami waktu perang Badr atau pada bentrokan-bentrokan pertama masa Rasulullah. Mekah dan Ta’if sudah di pihak Medinah dan penguasa-penguasa di segenap penjuru sudah memberikan pengakuan. Di samping itu pula, warga kabilah-kabilah yang memberontak kepada Abu Bakr itu adalah Muslimin juga. Kalau kabilah-kabilah itu mampu mengacaukan, mereka tidak akan kuasa atas kalangan yang kuat di antara mereka, khawatir akan timbul kegelisahan dan kekacauan di kalangan suku-suku dan kelompok-kelompok terpandang. Maukah mereka kembali kepada kesadaran berpikir dan akal sehat?
Yang Kalah Bergabung dengan Tulaihah
Tidak! Malah dengan kejahatannya itu mereka merasa bangga, dan ia tertipu tentang Allah. Benar jugalah bunyi peribahasa : Keras kepala mendatangkan kekafiran. Mereka keluar dari daerahnya sendiri dan bergabung dengan Tulaihah bin Khuwailid dari Banu Asad yang mengaku nabi. Nikmat yang diberikan Allah kepada mereka berupa agama Islam mereka tinggalkan. Orang-orang beriman yang berpegang teguh pada agama Allah di tengah-tengah mereka, sudah tidak mampu lagi melawan sikap keras kepala dan kekufuran mereka itu. Ada yang pergi meninggalkan tempat itu dengan perasaan benci dan jemu tanpa dapat berbuat sesuatu.
Penggabungan kabilah-kabilah itu memperkuat kedudukan Tulaihah dan Musailimah juga memperkuat semangat pembangkangan di Yaman. Oleh karena itu, Abu Bakr tetap pada pendiriannya semula untuk memerangi mereka sampai tuntas. Sekiranya kabilah-kabilah itu mau menggunakan akal sehat dan berpikir logis, niscaya kemauan Tulaihah dan semacamnya akan runtuh dan seluruh Semenanjung akan berada di bawah naungan Islam dan dalam suasana yang aman.
Sikap Para Kabilah Terhadap Abu Bakr dan Sebaliknya
Orang tak akan mendapatkan alasan lain melihat sikap keras kepala dan ulah mereka berbalik dari Islam selain karena fanatik kesukuan dan tetap bertahan dengan status baduinya dan kekuasaannya sendiri, seperti sudah disebutkan di atas, di samping sikap mereka memang sudah sangat berlebihan, sehingga tak ada jalan lain untuk mengendalikannya kecuali dengan kekerasan. Kalau mereka sudah dipukul mundur tatkala hendak menyerang Medinah, atau kemudian dikosongkan dari tempat-tempat mereka itu, sudah menjadi watak orang-orang badui berupaya hendak membalas dendam. Dan untuk melaksanakan balas dendamnya mereka bergabung kepada Banu Asad dan kepada Tulaihah. Barangkali dengan bantuan mereka coreng di keningnya yang sangat hina akan terangkat. Tetapi semua itu tak dapat mengembalikan harga diri mereka.
Abu Bakr sendiri samasekali sudah tidak punya sifat kesukuan semacam itu dan jauh dari segala yang ada hubungannya dengan itu. Dengan sepenuh hati dan pikiran serta kemauan yang keras ia hanya ingin melaksanakan langkah yang sudah digariskan oleh Rasulullah. Itulah kebijaksanaan politiknya yang sudah diumumkannya ketika ia dibaiat, dan yang terus dipertahankan hingga akhir hayat menemui Tuhannya.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 95 - 97.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar