"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Kamis, 17 Juli 2014

Perjalanan Pasukan Menuju Balqa’

Sementara pasukan Usamah berangkat, Abu Bakr dan Umar kebali ke Medinah. Dengan dipimpin oleh seorang komandan muda pasukan itu berangkat mengarungi padang pasir dan sahara gersang di puncak musim panas bulan Juni. Sesudah dua puluh hari perjalanan ia sampai ke Balqa’ dan di tempat itulah Mu ‘tah, di tempat itu pula Zaid bin Harisah dan kedua sahabatnya Ja’far bin Abi Talib dan Abdullah bin Rawahah gugur sebagai syahid. Di sini Usamah dan pasukannya bermarkas dan memulai serangannya ke Abil dengan menyebarkan pasukan berkudanya ke daerah-daerah kabilah di Quda’ah. Musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya yang mau merintangi jalannya habis disapunya tanpa belas kasihan lagi. Semboyan Muslimin dalam perang ketika itu : “Mati untuk kemenangan.”
Selama dalam perang pasukan Muslimin berhasil membunuh dan menawan serta membakar kota-kota yang mengadakan perlawanan. Rampasan perang yang mereka peroleh pun tidak sedikit. Dengan demikian Usamah sudah dapat menuntut balas atas kematian ayahnya dan kaum Muslimin di Mu’tah, dan sekaligus telah pula melaksanakan perintah Rasulullah untuk menapakkan kudanya ke perbatasan Balqa’ dan Darum di bumi Palestina, menyergap musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya itu di pagi buta, membunuh mereka dan membakar dengan api. Semua itu dilaksanakan sampai selesai secara silih berganti sebelum pihak musuh menyadari.
Setelah menyelesaikan tugasnya itu Usamah kembali dengan pasukannya ke Medinah membawa kemenangan dengan menunggang kuda yang dulu dinaiki ayahnya ketika terbunuh di atas kuda itu juga.
Pasukan yang sudah sukses itu kembali ke Medinah. Ia tidak lalu tergila-gila dengan kemenangan itu dengan menelusuri jejak musuhnya atau menyerbu perbatasan Rumawi dan terus menerobos sampai ke sarang-sarang mereka. Ia kembali sementara usia mudanya bertambah agung dengan kemenangannya itu. Kaum Muhajirin dan Ansar yang tadinya menggerutu karena kepeminipinan Usamah, sekarang merasa bangga dengan perjuangan anak muda itu serta keberaniannya yang luar biasa di medan perang. Dengan penuh iman mereka mengulang-ulang apa yang dikatakan oleh Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam : “Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan.”
Pemimpin-pemimpin militer yang pernah berjaya tak pernah membayangkan bahwa Usamah akan maju menelusuri jejak musuh. Soalnya, karena politik yang biasa dijalankan oleh Rasulullah dan yang terbayang dalam pikiran semua kaum Muslimin, hanya terbatas untuk mengamankan perbatasan kawasan Arab dengan Rumawi, tidak menyinggung Rumawi sendiri yang menyerbu daerah Arab sehagai pembalasan untuk orang-orang Yahudi atau yang lain yang pernah berkomplot terhadap kaum Muslimin.
Wajar saja bila Rumawi dengan kerajaannya yang begitu luas serta pengaruh kekuasaanya yang besar itu namanya masih menggoncangkan semua bangsa. Tetapi hal itu tidak mengubah perselisihan yang ada antara pihak Arab dengan Rumawi sebagai pihak yang berkuasa sampai tahun-tahun terakhir masa hidup Nabi. Bukankah Dihyah al-Kalbi sudah pergi membawa surat Nabi kepada Heraklius, dan Heraklius sedang dalam puncak kejayaannya pada tahun ketujuh Hijri itu, atau tiga tahun sebelum Nabi wafat? Dia sudah menyaksikan sendiri betapa kuatnya kerjaan Rumawi waktu itu! Dan orang-orang Yahudi, bukankah padi tahun ketujuh Hijri itu mereka juga sudah berangkat ke Palestina menyusul kekalahan mereka di Khaibar, Fadak dan Taima’? Hati mereka memikul dendam kepada Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Mereka bersekongkol menghasut pihak.. Rumawi agar menyerbu Muslimin dengan membawa sukses seperti sudah terbukti ketika memerangi Persia yang juga telah berhasil.
Sudah tentu pihak Muslimin akan menjaga perbatasannya sendiri dari serbuan Rumawi. Dan Usamah setelah mendapat kemenangan menghadapi musuh, ia menarik pasukannya kembali ke Medinah untuk mendampingi Abu Bakr bersama-sama dengan kaum Muslimin yang lain, tanpa bermaksud hendak menyerang Rumawi. Tak seorang pun membayangkan bahwa perang itu akan pecah juga setelah dua tahun kemudian, dimulai oleh Abu Bakr sesuai dengan jalannya peristiwa, dan diselesaikan oleh para penggantrnya yang kemudian, dan dengan demikian dapat menghancurkan imperium Rumawi yang selama berabad-abad ditakuti sehingga semua bangsa tunduk di bawah telapak kakinya.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 82 - 84.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar