"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Jumat, 01 Januari 2016

Ciri-ciri Munafiq

QS. al-Baqarah (2) : 8 - 20; membicarakan tentang orang yang berlainan atas apa yang diucapkannya dengan mulutnya dan pendirian hati yang sebenarnya.

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِاللَّـهِ وَبِالْيَوْمِ الْءَاخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ
Dan diantara manusia ada yang berkata, "Kami beriman kepada Allah dan hari Kemudian", padahal mereka bukanlah orang yang beriman. (8)
يُخٰدِعُونَ اللَّـهَ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّآ أَنفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri, sedang mereka tidak sadar. (9)
فِى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّـهُ مَرَضًا ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌۢ بِمَا كَانُوا۟ يَكْذِبُونَ
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakit mereka dan bagi mereka azab yang pedih, disebabkan apa-apa yang telah mereka dustakan. (10)
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا۟ فِى الْأَرْضِ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ
Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi", mereka berkata, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berbuat kebaikan". (11)
أَلَآ إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلٰكِن لَّا يَشْعُرُونَ
Ingatlah, bahwa sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang merusak, akan tetapi mereka tidak sadar. (12)
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ ءَامِنُوا۟ كَمَآ ءَامَنَ النَّاسُ قَالُوٓا۟ أَنُؤْمِنُ كَمَآ ءَامَنَ السُّفَهَآءُ ۗ أَلَآ إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَآءُ وَلٰكِن لَّا يَعْلَمُونَ
Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab, "Apakah kami akan beriman sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman?". Ingatlah sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang bodoh akan tetapi mereka tidak mengetahui. (13)
وَإِذَا لَقُوا۟ الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قَالُوٓا۟ ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوْا۟ إِلَىٰ شَيٰطِينِهِمْ قَالُوٓا۟ إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِءُونَ
Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, "Kami telah beriman". Dan apabila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, "Sesungguhnya kami bersama kamu, kami hanyalah orang-orang yang mengolok-olokkan". (14)
اللَّـهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِى طُغْيٰنِهِمْ يَعْمَهُونَ
Allah memperolok-olokkan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan. (15)
أُو۟لٰٓئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا۟ الضَّلٰلَةَ بِالْهُدَىٰ فَمَا رَبِحَت تِّجٰرَتُهُمْ وَمَا كَانُوا۟ مُهْتَدِينَ
Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka, dan tiadalah mereka memperoleh petunjuk. (16)

مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِى اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّآ أَضَآءَتْ مَا حَوْلَهُۥ ذَهَبَ اللَّـهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِى ظُلُمٰتٍ لَّا يُبْصِرُونَ
Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka tatkala api itu menerangi sekelilingnya, Allah menghilangkan cahaya (yang menerangi) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, mereka tidak dapat melihat. (17)
صُمٌّۢ بُكْمٌ عُمْىٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ
(mereka) tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). (18)
أَوْ كَصَيِّبٍ مِّنَ السَّمَآءِ فِيهِ ظُلُمٰتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصٰبِعَهُمْ فِىٓ ءَاذَانِهِم مِّنَ الصَّوٰعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ ۚ وَاللَّـهُ مُحِيطٌۢ بِالْكٰفِرِينَ
Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinga mereka dengan anak jarinya karena (mendengar suara) petir sebab takut mati. Dan Allah meliputi orang-orang kafir. (19)
يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصٰرَهُمْ ۖ كُلَّمَآ أَضَآءَ لَهُم مَّشَوْا۟ فِيهِ وَإِذَآ أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا۟ ۚ وَلَوْ شَآءَ اللَّـهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصٰرِهِمْ ۚ إِنَّ اللَّـهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali (kilat) itu menerangi mereka, berjalanlah mereka di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Dan kalau Allah menghendaki niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (20)

Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dari Mujahid dikemukakan bahwa ....... tiga belas ayat (QS. 2 : 8 - 20) menegaskan ciri-ciri, sifat dan kelakuan kaum munafiqin. (HR. al-Faryabi dan Ibnu Jarir).
Dalam suatu riwayat dari Ibnu 'Abbas رضي الله عنهما, Murrah, Ibnu Mas'ud رَضِيَ اللََّهُ عَنْه dan beberapa orang sahabat lainnya dikemukakan bahwa dua orang munafiq Madinah lari dari Rasulullah kepada kaum musyrikin. Dijalan di timpa hujan (sebagaimana diterangkan dalam QS. 2 : 19 dan 20). Tiap kali ada petir mereka menutup telinganya dengan jari, karena takut memekakkan telinganya, dan mati karenanya. Apabila kilat bersinar, mereka berjalan, dan apabila tiada sinar kilat, mereka tidak dapat melihat. Mereka kembali ke jalan semula untuk pulang dan menyesali perbuatan mereka. Dan keesokan harinya mereka menghadap kepada Rasulullah ﷺ menyerahkan diri masuk Islam dengan sebaik-baiknya. Allah mengumpamakan kejadian dua orang munafiq ini kepada kaum munafiqin lainnya yang ada di Madinah. Apabila menghadiri majlis Rasulullah ﷺ mereka menutup telinga dengan jarinya karena takut terkena oleh sabda Rasulullah yang menerangkan hal ihwal mereka, sehingga terbongkarlah rahasianya, atau mereka jadi tunduk, karena terpikat hatinya. Perbandingan antara kedua orang munafiq dengan munafiqin Madinah ialah :
  1. Kedua orang munafiq menutup telinganya karena takut mendengar guruh yang memekakkan, dan apabila kilat bersinar mereka berjalan. Sedang kaum munafiqin Madinah menutup telinga karena takut terkena sabda Rasul, akan tetapi di sa'at banyak harta, anak buah dan mendapat ghonimah atau kemenangan mereka ikut sert dengan kaum Muslimin dan berkata : "Nyatalah sekarang benarnya agama Muhammad itu", dan mereka merasa tenteram.
  2. Kedua orang munafiq, apabila tiada cahaya kilat, mereka berhenti dan tertegun. Sedang kaum munafiqin Madinah apabila habis hartanya, anak buahnya dan terkena musibah, mereka berkata : "Inilah akibat agama Muhammad, mereka kembali murtad dan kufur. 
(HR. Ibnu Jarir).

Tafsir Ayat
QS. 2 : 8. "Dan diantara manusia ada yang berkata, "Kami beriman kepada Allah dan hari Kemudian", padahal mereka bukanlah orang yang beriman".  Mereka berkata dengan mulutnya bahwa mereka percaya, mereka percaya kepada Allah, percaya akan hari Kemudian, tetapi yang sebenarnya adalah mereka itu orang yang tidak percaya. Mulutnya mengakui percaya, tetapi hatinya tidak dan pada perbuatannya lebih terbukti lagi bahwa pengakuan mulutnya tidak sesuai dengan apa yang tersimpan di hati. Sifat ini bernama nifaq dan pelakunya bernama munafiq. Kata Munafiq atau nifaq itu asal artinya ialah lobang tempat bersembunyi di bawah tanah. Lobang perlindungan dari bahaya udara, disebut nifaq. Dari sinilah diambil arti dari orang yang menyembunyikan keadaan yang sebenarnya sebagai suatu pengicuhan atau penipuan.
QS. 2 : 9. "Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman,...". Dengan mulut yang manis kecindan yang murah, berlagak sebagai orang yang jujur, pura-pura sebagai orang beriman, fasih lidah berkata-kata, dihias dengan firman Tuhan dan sabda Rasul supaya orang percaya bahwa dia bersungguh-sungguh. ",..... padahal mereka hanya menipu diri sendiri, sedang mereka tidak sadar".  Sikap pura-pura itu sudah nyata tidak dapat memperdayakan Allah; niscaya Tuhan Allah tidak dapat dikicuhkan. Mungkin sesama manusia dapat tertipu sementara, tetapi akan berapalah lamanya? Tidaklah lama masanya mereka akan dapat melakukan berpura-pura itu, akhirnya kedok yang menutup muka mereka itu akan terbuka juga. Mereka hendak memperdayakan Allah dan orang yang beriman, padahal dengan tidak mereka sadari, mereka telah memperdayakan diri mereka sendiri.
QS. 2 : 10. "Dalam hati mereka ada penyakit, ....". Pokok penyakit yang terutama dari dalam hati mereka, merasa diri lebih pintar, lebih kuat dan lebih tinggi. Lantaran takut berterus terang dan kehilangan orang banyak. Itulah yang menyebabkan sikap lahir dengan sikap batin menjadi pecah; akhirnya ",...  lalu Allah menambah penyakit mereka..."; penyakit dengki, penyakit hati busuk, penyakit penyalah terima. Tiap orang bercakap terasa diri sendiri yang kena juga, meski telah mengambil muka kian ke mari, namun dalam hati sendiri ada juga keinsafan bahwa orang tidak percaya. ".... dan bagi mereka azab yang pedih, disebabkan apa-apa yang telah mereka dustakan".  Azab yang paling pedih yang mereka rasai ialah lantaran dusta mereka sendiri. Tiap berkata jarang yang benar. Mengatakan percaya kepada Allah dan hari Akhirat. Tetapi sikap hidup selalu menyatakan bahwa mereka bukan orang yang beriman kepada Allah dan tidak ada bukti perbuatan yang menunjukkan kedua hal itu benar-benar keyakinannya. Merekapun telah disiksa oleh dusta mereka sendiri. Apa saja yang mereka kerjakan menjadi serba salah.
QS. 2 : 11. "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi", mereka berkata, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berbuat kebaikan". "Lempar batu sembunyi tangan", mereka berusaha menghalang-halangi perbaikan, pembangunan rohani dan jasmani yang sedang dijalankan oleh Rasul dan orang-orang yang beriman. Hati mereka sakit melihatnya, lalu mereka buat sikap lain secara sembunyi untuk menentang perbaikan itu. Kalau ditegur secara baik, jangan begitu, mereka jawab bahwa maksud mereka adalah baik. Mereka mencari jalan perbaikan atau jalan yang damai. Lidah yang tidak bertulang pandai saja menyusun kata yang elok-elok bunyinya, padahal kosong isinya.
QS. 2 : 12. "Ingatlah, bahwa sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang merusak, akan tetapi mereka tidak sadar". Dengan cara diam-diam munafiq Yahudi telah mencari daya upaya supaya segala rencana Nabi s.a.w. kandas. Orang-orang yang belum ada kepercayaan, kalau datang ke Madinah, kalau ada kesempatan mereka bisiki, mencemoohkan Islam. Padahal sejak Nabi ﷺ datang ke Madinah telah diikat janji akan hidup berdampingan secara damai. Kalau ditanya kepada mereka, mereka menyatakan bahwa maksud mereka baik, mencari jalan damai. Kalau mereka berpegang-teguh benar-benar dengan agama mereka, agama Yahudi, tidaklah mungkin mereka akan berbuah demikian. Tetapi setelah agama menjadi satu macam Ta'ashshub, membela golongan, walaupun dengan jalan yang salah, tidaklah mereka sadar lagi apa akibat dari pekerjaan mereka itu. Dan dalam hal ini kadang-kadang mereka berkumpul jadi satu dengan munafiq golongan Abdullah bin Ubay. Ayat ini sudah menegaskan. Ala!, Ketahuilah! Sesungguhnya mereka itu perusak-perusak semua. Tetapi mereka tidak sadar. Ayat ini telah membayangkan apa yang akan kejadian di belakang, yang akan membawa celaka bagi diri mereka sendiri. Mereka tidak menyadari akibat dibelakang. Disini nampak bahwa salah ialah pemimpin yang cerdik, yang memikirkan lebih jauh diantara mereka.
QS. 2 : 13. "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab, "Apakah kami akan beriman sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman?". Ingatlah sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang bodoh akan tetapi mereka tidak mengetahui".  Inilah rahasia pokok, merasa diri lebih pintar, merasa diri turun derajat kalau mengakui percaya kepada Rasul, sebab awak orang berkedudukan tinggi selama ini, baik pemuka-pemuka Yahudi dan Abdullah bin Ubay dan pengikutnya. Mereka memandang bahwa orang-orang yang telah menyatakan iman kepada Rasulullah itu bukanlah dari golongan orang-orang yang terpandang dalam masyarakat selama ini. Mereka tidak hendak menilai apa artinya beriman, yang mereka nilai hanya kedudukan dari orang-orang yang telah mnenyatakan iman. Mereka pandang bahwa orang-orang yang menjadi pengikut Muhammad itu hanyalah orang bodoh-bodoh soal aagama, sebab mereka mempunyai kitab Taurat. Maka bagi kaum munafiq Yahudi ini kepintaran mereka dalam soal agama tidak lagi untuk diamalkan tetapi untuk dimegahkan.
QS. 2 : 14. "Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, "Kami telah beriman". Dan apabila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, "Sesungguhnya kami bersama kamu, kami hanyalah orang-orang yang mengolok-olokkan". Inilah perangai munafiq, bila berhadapan mulutnya manis, bila dibelakang lain bicara. Inilah sebab karena kelemahan jiwa, takut menghadapi kenyataan kepada orang beriman mereka mengaku telah beriman, dan bila bertemu dengan teman-teman mereka jadilah ia setan, mereka takut didakwa, mengapa telah berubah pendirian. Mereka sibuk mencampuri orang-orang yang telah menjadi pengikut Muhammad sebagai suatu "siasat" saja, sebagai olok-olok. Namun pendirian yang asli, mempertahankan yang lama tidaklah mau mereka merubahnya. Mereka merasa telah menang sebab dapat memperolok-olokkan orang yang beriman.
QS. 2 : 15. "Allah memperolok-olokkan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan".  Pada ayat sebelumnya mereka mengakui telah memperolok-olokkan orang yang beriman , padahal sebenarnya mereka telah diperolok-olokkan Allah dan mereka pun tidak sadar. Yang mereka perolok-olok itu siapa? Ialah orang-orang yang beriman kepada Allah, akan mempunyai seorang pemimpin besar yang disokong oleh Wahyu. Sandaran mereka yang diperolok-olok ialah Allah. Maka jadilah mereka yang diperolok-olokkan Tuhan, dan kesesatan itu diperpanjang, sehingga mereka tidak sadar sama sekali.
QS. 2 : 16. "Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk,...". Artinya Nabi ﷺ telah datang membawa hudan, petunjuk. Hati kecil mereka dengan insan yang berakal mengakui bahwa petunjuk Tuhan yang dibawa Nabi itu adalah benar, tidak dapat dibantah. Tetapi karena rayuan hawa nafsu dan tipudaya setan-setan yang halus dan kasar, terjadilah pertarungan batin. Akan mengikuti petunjuk atau akan tetap dalam kesesatan? Rupanya hawa nafsu dan setan mengalahkan jiwa murni karena kelemahan diri. Lalu diadakanlah pertukaran (barter); badan, petunjuk diserahkannya kepada orang lain, dan dhalalah, kesesatan diambil dirinya.  "..., maka tidaklah beruntung perniagaan mereka, ...". Awak sudah payah, resah gelisah siang dan malam "berniaga" pendirian, disangka jelas berlaba, rupanya pokok tua yang termakan. Kadang-kadang timbul pertanyaan dalam hati apa hasilnya yang telah aku kerjakan. Usiaku telah habis, tenagaku telah punah, aku halangi kebenaran dalam pertumbuhannya, namun dia berkembang juga dan aku sendiri tidak rebah tegaknya. "..., dan tiadalah mereka memperoleh petunjuk". Dan kebenaran hanya satu, di luar kebenaran adalah batil. Kalau mengelak dari pimpinan Wahyu, akan mengambil juga pimpinan yang lain, yaitu pimpinan untuk terus sesat. Itulah pimpinan, itulah petunjuk setan.
QS. 2 : 17. "Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api,...". Mengapa api mereka nyalakan? Ialah karena mereka mengharap mendapat terang dari cahaya api itu. "..., maka tatkala api itu menerangi sekelilingnya, Allah menghilangkan cahaya (yang menerangi) mereka ...". Api telah mereka nyalakan dan telah menggejolak naik dan yang disekelilingnya telah diberi cahaya, tetapi mata mereka sendiri tidak melihat lagi, oleh karena telah silau oleh cahaya api itu. "... dan membiarkan mereka dalam kegelapan, mereka tidak dapat melihat". Alangkah tepatnya perumpamaan tuhan ini. Sebab sebelum nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan risalahnya dalam kalangan Yahudi ada pengharapan menunggu kedatangan nabi akhir zaman yang mereka namai Messias. Mereka selalu membanggakan kepada orang Arab Madinah bahwa Taurat ada menyebutkan bahwa mereka akan kedatangan nabi lagi. Sekarang nabi telah datang. Api yang telah lama mereka harapkan. Arab Madinah yang dahulunya dihinakan oleh Yahudi, dikatakan orang-orang "Ummi", orang-orang yang tidak cerdas telah menyambut nyala api itu dengan segala suka cita. Tetapi Yahudi-yahudi itu kehilangan cahaya itu, walaupun api unggun ada dihadapan rumah mereka sendiri.
QS. 2 : 18. "(mereka) tuli, bisu dan buta,...". Telinga mereka mendengar, mulut bisa bicara dan mata bisa melihat, tetapi kalau pancaindera lahir telah putus hubungannya dengan batin. Batin mereka telah ditutup oleh suatu pendirian salah yang telah ditetapkan sendiri, intisari agama Yahudi ajaran asli nabi Musa telah hilang. Mereka bertahan pada huruf-huruf, tetapi mereka tidak peduli lagi pada isinya. Mereka menyangka mereka lebih di dalam segala hal, itulah yang menjadikan mereka kurang. "..., maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)". Sebab langkah salah yang telah dimulai dari bermula telah membawa mereka masuk jurang, menuju kehancuran.
QS. 2 : 19. "Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat;...". Hujan bermakna kesuburan sesudah kering, kemakmuran sesudah kemarau. Tetapi hujan lebat ini datangnya adalah dengan dahsyat; pertama langit jadi gelap oleh tebalnya awan mendung. Lalu terdengarlah guruh dan petir, kilat pun sambung-menyambung, ngeri rasanya. "...; mereka menyumbat telinga mereka dengan anak jarinya karena (mendengar suara) petir sebab takut mati. ...". Padahal tiap-tiap hujan lebat sebagai penutup kemarau panjang, mestilah diiringi oleh gelap, guruh kilat dan petir. Kebenaran Ilahi akan tegak di alam. Kebenaran laksana hujan. Untuk mengelu-elukan datangnya mestilah gelap gulita dahulu. Kegelapan bukan kutuk laknat, tetapi karena langit bumi dipenuhi air yang akan turun. Guruh berbunyi mendayu dan mengerang, artinya peringatan-peringatan keras sering dengan kedatangan hidayat Ilahi; Suara Rasul s.a.w. akan keras laksana guruh memberantas adat lama pusaka usang, taklid dan berkeras mempertahankan pusaka nenek moyang. Bila kehendak Tuhan akan ditegakkan, semua orang wajib patuh. Karena yang mulia disisi Allah hanyalah orang yang bertakwa. Tuhan hanya menghitung amalmu. Pendirian palsu tidaklah berlaku, yang lalu hanyalah ikhlas. Allah telah mengancam dalam surat at-Taubah : 24; barangsiapa yang benar-benar mengharap petunjuk Allah, hendaklah sanggup menanggalkan cinta dari ayah, ibu, anak, isteri, kawan, saudara, keluarga, harta, perniagaan karena takut rugi, hilang rumah tempat tinggal. Dan bulatkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Kalau tidak begitu, maka awaslah karena hukum Tuhan pasti datang. Dan orang munafiq takut mendengar ayat ini, mereka niscaya menyumbatkan jari mereka ke dalam telinga. ".... Dan Allah meliputi orang-orang kafir".  Allah mengepung mereka dari segala penjuru. Ainal mafarr? Kemana mereka akan lari?
QS. 2 : 20. "Hamnpir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. ...". Oleh karena mereka meraba-raba di dalam gelap, terutama kegelapan jiwa, maka kilat yang sambung-menyambung itu nyaris membawa celaka mereka. Bagi orang Mukmin, mereka tahan melihat guruhnya dan melihat pancaran apinya yang hebat itu, tetapi si munafiq menjadi kebingungan karena tidak tentu jalan yang akan ditempuh. "... . Setiap kali (kilat) itu menerangi mereka, berjalanlah mereka di bawah sinar itu,...". mereka angsur melangkah ke muka selangkah. "..., dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. ...". Perjalanan tidak diteruskan lagi, karena mereka hanya meraba-raba, sebab pelita yang terang tidak ada di dalam dada mereka, yaitu pelita IMAN. "... Dan kalau Allah menghendaki niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. ...". Artinya sia-sia penglihatan dan pendengaran yang masih ada pada mereka, mudah sajalah bagi Allah menghilangkan sama sekali, sehingga tamatlah mereka di dalam kekufuran dan kesesatan, tersebab dari sikap jiwa yang ragu-ragu, lalu mengambil jalan yang salah, lalu kepadaman suluh.  "... Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". Sebab itu berlindunglah kepada-Nya dari bahaya yang demikian.

Dapatlah kita renungkan dari surat al-Baqarah ayat 8 sampai ayat 20, jiwa yang ragu, pribadi yang pecah, munafiq, lain di mulut lain dihati, menjadikan hidup terkatung-katung tak tentu rebah tegak. Ayat-ayat ini menjadi cermin bagi kita untuk mengkoreksi dan memeriksa keadaan jiwa kita sendiri, kalau-kalau penyakit munafiq ada pada kita entah sedikit entah banyak. Taffakurlah kita pada sahabat mulia Umar bin Khattab r.a. yang senantiasa berharap Huzaifah bin al-Yaman memperingatkannya jika ada sifat-sifat munafiq melekat tanpa disadari pada diri sahabat mulia Umar bin Khattab ini.
---------------
Bibliography :
Tafsir Al-Azhar Juzu' 1, Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam, cetakan ke-empat 1981, halaman 168 - 185. 
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke-5, 1985, halaman 17 - 20 - 22.
Al Qur'an Terjemahan Indonesia, Tim DISBINTALAD (Drs. H.A. Nazri Adlany, Drs. H. Hanafie Tamam dan Drs. H.A. Faruq Nasution); Penerbit P.T. Sari Agung Jakarta, cetakan ke tujuh 1994, halaman 3 - 6.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar