LONDON, Senin (Middle East Monitor): Pejabat Kementerian Luar Negeri ‘Israel’ menyatakan terkejut atas keputusan Gereja Metodis Amerika (UMC) yang melarang segala investasi keuangan di lima bank terbesar ‘Israel’. Keputusan tersebut terkait dengan pertimbangan hak asasi manusia, yakni pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan penjajah Zionis di Palestina.
Bank Hapoalim, Bank Leumi, First International Bank of Israel, Israel Discount Bank dan Bank Mizrai-Tefahot ada di antara 39 perusahaan yang dilarang oleh dana pensiun UMC karena gagal memenuhi pedoman kebijakan investasi terkait HAM. Sebuah perusahaan konstruksi ‘Israel’ Shikun & Binui, juga termasuk yang diboikot, karena keterlibatannya dalam pembangunan permukiman ilegal Yahudi di Palestina.
Menurut surat kabar Haaretz, keputusan AS itu ditanggapi dengan serius dan mengakibatkan kekhawatiran di kalangan pejabat Kementerian Luar Negeri ‘Israel’. Keputusan itu dianggap sebagai salah satu keputusan paling berbahaya yang pernah dibuat oleh sebuah lembaga di AS terkait penerapan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan ‘Israel’ karena aktivitas-aktivitas mereka di Tepi Barat.
Haaretz mengutip pernyataan pejabat di Kementerian Luar Negeri ‘Israel’ bahwa mereka masih mempelajari keputusan tersebut dan konsekuensinya. Mereka juga akan berupaya membujuk kepala gereja untuk mencabut keputusan tersebut atau setidaknya mengurangi dampaknya. UMC merupakan salah satu institusi Protestan terbesar di AS, dengan sekitar tujuh juta anggota.* (Middle East Monitor | Sahabat Al-Aqsha)
Bank Hapoalim, Bank Leumi, First International Bank of Israel, Israel Discount Bank dan Bank Mizrai-Tefahot ada di antara 39 perusahaan yang dilarang oleh dana pensiun UMC karena gagal memenuhi pedoman kebijakan investasi terkait HAM. Sebuah perusahaan konstruksi ‘Israel’ Shikun & Binui, juga termasuk yang diboikot, karena keterlibatannya dalam pembangunan permukiman ilegal Yahudi di Palestina.
Menurut surat kabar Haaretz, keputusan AS itu ditanggapi dengan serius dan mengakibatkan kekhawatiran di kalangan pejabat Kementerian Luar Negeri ‘Israel’. Keputusan itu dianggap sebagai salah satu keputusan paling berbahaya yang pernah dibuat oleh sebuah lembaga di AS terkait penerapan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan ‘Israel’ karena aktivitas-aktivitas mereka di Tepi Barat.
Haaretz mengutip pernyataan pejabat di Kementerian Luar Negeri ‘Israel’ bahwa mereka masih mempelajari keputusan tersebut dan konsekuensinya. Mereka juga akan berupaya membujuk kepala gereja untuk mencabut keputusan tersebut atau setidaknya mengurangi dampaknya. UMC merupakan salah satu institusi Protestan terbesar di AS, dengan sekitar tujuh juta anggota.* (Middle East Monitor | Sahabat Al-Aqsha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar