Karena sudah dipercaya, suatu saat Mush’ab dipilih Rasulullah S.A.W. untuk melakukan suatu tugas penting. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan Islam kepada sahabat Anshar.
Dan bukan tidak menyadari sepenuhnya bahwa Rasul sendiri telah memikulkan tugas amat penting ke atas pundak pemuda itu dan menyerahkan kepadanya tanggnng jawab nasib Agama Islam di kota Madinah, suatu kota yang tak lama lagi akan menjadi kota hijrah, pusat dakwah.
Di samping itu, Mush’ab juga bertugas mengajak orang lain untuk menganut Agama Allah, serta mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijrahnya Rasul.
Sebenarnya di kalangan sahahat ketika itu, masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah daripada Mush’ab. Tetapi Rasulullah menjatuhkan pilihannya kepada “Mush’ab yang baik”.
TUGAS PENTING
Mush’ab memikul amanat itu dengan bekal karunia Allah kepadanya, berupa pikiran yang cerdas dan budi yang luhur. Sesampainya di Madinah, didapatinya Kaum Muslimin di sana tidak lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah baiat di bukit Aqabah. Tetapi tiada sampai beberapa bulan kemudian, meningkatlah orang yang sama-sama memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya.
Pada musim haji berikutnya dari perjanjian Aqobah, kaum Muslimin Madinah mengirim utusan yang mewakili mereka menemui Nabi. Dan utusan itu dipimpin oleh garu mereka, duta yang dikirim Nabi kepada mereka, yaitu Mush’ab bin Umair.
Dengan tindakannya yang tepat dan bijaksana. Mush’ab bin Umair telah membuktikan bahwa pilihan Rasulullah S.A.W. atas dirinya itu tepat.
Ia sadar bahwa tugasnya adalah menyeru kepada Allah, menyampaikan berita gembira lahirnya suatu Agama yang mengajak manusia mencapai hidayah Allah, membimbing mereka ke jalan yang lurus.
PEMUDA CERDIK
Di Madinah Mush’ab tinggal sebagai tamu di rumah As’ad bin Zararah. Dengan didampingi As’ad, Ia pergi mengunjungi kabilah-kabilah. Rumah-rumah dan tempat-tempat pertemuan, untuk membacakan ayat-ayat Kitab Suci dari Allah, menyampaikan kalimatullah “bahwa Allah TuhanMaha Esa” secara hati-hati.
Pernah ia menghadapi beberapa peristia yang mengancam keselamatan diri serta sahabatnya, yang nyaris celaka kalau tidak karena kecerdasan akal dan kebesaran jiwanya. Suatu hari, ketika ia sedang memberikan petuah kepada orang-orang, tiba-tiba Mush’ab disergap Usaid bin Hudlair kepala suku kabilah Abdul Asyhal di Madinah. Usaid menodongkan lembingnya kepada Mush’ah. Bukan main marah dan murkanya Usaid, menyaksikan Mush’ab dengan agama yang diserukannya.
Padahal menurut anggapan Usaid. Tuhan mereka yang bersimpuh lena di tempatnya masing-masing mudah dihubungi secara kongkrit. Tidak begitu dengan agama yang baru saja mereka kenal ini. Tuhannya Muhammad S.A.W. tidak diketahui tempat-Nya dan tak seorangpun yang dapat melihat-Nya. Itulah yang membuat mereka kurang bisa menerima.
----------------------------------------------
Tabloid NURANI, 05/qie, Edisi 454 Tahun VIII Minggu I Oktober 2009, halaman 26
Dan bukan tidak menyadari sepenuhnya bahwa Rasul sendiri telah memikulkan tugas amat penting ke atas pundak pemuda itu dan menyerahkan kepadanya tanggnng jawab nasib Agama Islam di kota Madinah, suatu kota yang tak lama lagi akan menjadi kota hijrah, pusat dakwah.
Di samping itu, Mush’ab juga bertugas mengajak orang lain untuk menganut Agama Allah, serta mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijrahnya Rasul.
Sebenarnya di kalangan sahahat ketika itu, masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah daripada Mush’ab. Tetapi Rasulullah menjatuhkan pilihannya kepada “Mush’ab yang baik”.
TUGAS PENTING
Mush’ab memikul amanat itu dengan bekal karunia Allah kepadanya, berupa pikiran yang cerdas dan budi yang luhur. Sesampainya di Madinah, didapatinya Kaum Muslimin di sana tidak lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah baiat di bukit Aqabah. Tetapi tiada sampai beberapa bulan kemudian, meningkatlah orang yang sama-sama memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya.
Pada musim haji berikutnya dari perjanjian Aqobah, kaum Muslimin Madinah mengirim utusan yang mewakili mereka menemui Nabi. Dan utusan itu dipimpin oleh garu mereka, duta yang dikirim Nabi kepada mereka, yaitu Mush’ab bin Umair.
Dengan tindakannya yang tepat dan bijaksana. Mush’ab bin Umair telah membuktikan bahwa pilihan Rasulullah S.A.W. atas dirinya itu tepat.
Ia sadar bahwa tugasnya adalah menyeru kepada Allah, menyampaikan berita gembira lahirnya suatu Agama yang mengajak manusia mencapai hidayah Allah, membimbing mereka ke jalan yang lurus.
PEMUDA CERDIK
Di Madinah Mush’ab tinggal sebagai tamu di rumah As’ad bin Zararah. Dengan didampingi As’ad, Ia pergi mengunjungi kabilah-kabilah. Rumah-rumah dan tempat-tempat pertemuan, untuk membacakan ayat-ayat Kitab Suci dari Allah, menyampaikan kalimatullah “bahwa Allah TuhanMaha Esa” secara hati-hati.
Pernah ia menghadapi beberapa peristia yang mengancam keselamatan diri serta sahabatnya, yang nyaris celaka kalau tidak karena kecerdasan akal dan kebesaran jiwanya. Suatu hari, ketika ia sedang memberikan petuah kepada orang-orang, tiba-tiba Mush’ab disergap Usaid bin Hudlair kepala suku kabilah Abdul Asyhal di Madinah. Usaid menodongkan lembingnya kepada Mush’ah. Bukan main marah dan murkanya Usaid, menyaksikan Mush’ab dengan agama yang diserukannya.
Padahal menurut anggapan Usaid. Tuhan mereka yang bersimpuh lena di tempatnya masing-masing mudah dihubungi secara kongkrit. Tidak begitu dengan agama yang baru saja mereka kenal ini. Tuhannya Muhammad S.A.W. tidak diketahui tempat-Nya dan tak seorangpun yang dapat melihat-Nya. Itulah yang membuat mereka kurang bisa menerima.
----------------------------------------------
Tabloid NURANI, 05/qie, Edisi 454 Tahun VIII Minggu I Oktober 2009, halaman 26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar