"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Kamis, 03 Juli 2014

AL-ISLAM DIEN SEMPURNA, YANG DIABAIKAN

Islam adalah dienul wahyi. Ia diwahyukan atau diturunkan oleh Dzat yang Haq yang merupakan sumber dari segala kebenaran, yaitu Allah SWT. Karena bersumber dari Dzat yang maha mutlaq, Islam merupakan dien yang pasti benar, asli, terlepas dari campur tangan manusia! Keaslian Islam sebagai dienul wahyi ini terdapat pada nama “Islam” itu sendiri dan ajarannya. Penamaan “Islam” ini tidak ada hubungannya dengan nama pembawanya, negara/tempat pertama tumbuhnya, dan bangsa/suku bangsa yang tinggal didaerah tempat pertama tumbuhnya. Nama tersebut semata pemberian Allah sebagai ajaran yang diikuti oleh orang-orang yang berserah diri hanya kepada-Nya (muslim). Disamping namanya, keaslian Islam yang bersumber dari wahyu ini, terdapat pada ajarannya. Ajaran Islam selalu terpelihara keaslian dan kemurniannya karena dijaga sendiri oleh Allah. Islam, yakni penyerahan diri dan ketunduk-patuhan kepada Allah, merupakan dien semua Nabi dan Rasul Allah sebagaimana diterangkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an (Ibrahim (3:67), Sulaiman (27:44), Ya’kub (2:133), Musa (10:84), Isa (3:52) sebagaimana pula disabdakan oleh Rasuluhlah SAW, “Sesungguhnya kami, para Nabi, dien kami adalah satu.” (R. Bukhori & Muslim). Nabi dan Rasul sebelum Muhammad SAW diutus untuk bangsa dan kaum tertentu pada waktu tertentu, hingga saat datang nabi yang mengikutinya. Sedangkan Rasulullah SAW diutus untuk seluruh manusia (Q.S. 34:28) sebagai rahmat untuk semesta alam (Q.S. 21:107) hingga akhir zaman. Karena risalah Muhammad ini diperuntukkan bagi semua manusia dan berlaku sampai hari Kiamat, tentu ia lengkap dan sempurna sehingga mampu menjawab segala tantangan zarnan yang semakin rumit dan kompleks. Dan sebagai syari’at yang  paripurna, ia memang diturunkan sebagai penyempurna risalah sebelumnya (Q.S. 5:48). Untuk itulah, Allah telah menyempurnakan Islam itu dan kemudian menjadikannya sebagai dien (sistem hidup) yang Ia ridloi (Q.S. Al-Maidah, 5:3).
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu dien-mu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridloi Islam sebagai dien bagimu.”
Kesempurnaan Islam sebagai dien (sistem hidup) meliputi pengaturannya yang total terhadap segala aspek hidup dan kehidupan manusia secara seimbang dan terpadu, baik dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia, maupun sesama makhluk. Karena itu Islam tidak perlu ditambah-tambah atau dicampuradukkan dengn dien lainnya. Seorang muslim harus sudah merasa cukup dan ridlo bila hidupnya hanya diatur dengan Islam. Ia tidak perlu merasa kurang dan rendah diri berhadapan dengan segala dien yang ada di dunia ini Sebab Islam merupakan dien yang tinggi dan mulia dan tidak ada yang menyamainya. “Al-islamu ya’luu Wa laa yu’laa ‘alaih”. Islam adalah satu-satunya dien yang diakui di sisi Allah (Q.S. 3:19) dan segala dien selain Islam adalah tertolak (Q.S. 3:85).
Demikianlah, begitu totalnya kesempurnaan Islam sehingga gaungnya pun menggetarkan hati manusia yang mendengarnya.
Namun begitu, kualitas kaum muslimin pada umumnya dengan berbagai konsekuensi terhadap dien-nya masih perlu dipertanyakan. Menggapa Dienul Islam yang agung, suci, dan mulia itu secara hakiki tak kunjung tegak untuk mengendalikan serta mewarnai dunia. Hal ini membuktikan bahwa secara esensial umat Islam belum bebas dari segala belenggu. Dan, yang lebih memprihatinkan adalah tidak/ kurang bersemangatnya umat Islam untuk memutuskan belenggu yang menjerat mereka itu. Umat Islam masih membiarkan dirinya terjajah. Ia, umat Islam memang masih mengabaikan dien mereka. Allah telah mengaruniai umat Islam dengan banyak potensi yang dapat menjadikannya sebagai umat yang kuat. Namun, karena pengabaian terhadap diennya itu, mereka belum mampu mendayagunakan berbagai potensi tersebut. Apakah itu potensi/ sumber daya alam, potensi /sumber daya manusia, maupun potensi aqidah Islamiyyah.
Allah menciptakan begitu banyak kekayaan alam di dunia Islam atau di negara-negara mayoritas berpenduduk muslim. Tumbuh- tumbuhan dan hewan yang ada di hutan: tanah yang subur untuk persawahan dan perladangan: beragam ikan, mutiara. dan lain-lain yang ada di lautan; bijih besi, uranium, emas, perak, batu bara dan minyak yang dikandung perut bumi; serta berjuta kekayaan alam lainnya. Namun sayang mereka belum dapat mendayagunakan potensi alam tersebut secara optimal. Bahkan mereka masih menggantungkan diri terhadap bangsa-bangsa besar yang kufar.
Potensi lainnya adalah potensi/ sumber daya manusia. Dewasa ini, kaum muslimin dunia berjumlah sekitar 1,2 milyar dari kira-kira 5 milyar manusia. Jumlah yang begitu banyak ini seharusnya benar-benar menjadi sebab kuatnya umat Islam. Pada kenyataannya, jumlah yang besar itu belum mewujudkan “khairu ummah” (umat terbaik) karena belum totalnya komitmen terhadap dien mereka. Bahkan, mereka tidak suka lagi dengan jumlah mereka yang banyak sebagaimana Rasulullah membanggakannya.
Aqidah Islamiyyah juga merupakan potensi luar biasa yang ditakuti musuh-musuh Islam. Dengan kekuatan aqidahnya inilah umat Islam mampu menghadapi problema kehidupan dengan berbagai suka dan dukanya. Dan pilihan prinsipnya sama baik, hidup mulia atau mati syahid. Namun demikian, umat Islam masih dihantui perjalanan hidupnya dengan dien selain Islam.
Jadi, semua potensi atau sumber daya luar biasa itu seolah mandul dan tidak menunjukkan kedayagunaannya untuk menguatkan Islam. Penyebabnya adalah belum terpenuhinya faktor-faktor pendaya guna berbagai potensi di atas. Sejumlah pendaya guna yang harus dimiliki umat Islam adalah “al-ilm” (ilmu), “al-maal” (dana), “al-quwwah” (kekuatan), dan “al-adl” (keadilan). Tanpa ilmu (ilmu kauni), potensi kekayaan alam tidak dapat diolah secara optimal oleh manusia-manusianya betapa pun mereka beraqidah kuat. Selanjutnya, walaupun banyak muslim yang pandai, jika tidak tersedia dana yang cukup, tidak bisa juga dicapai pemanfaatan sumber daya alam secara optimal. Adanya ilmu dan dana tanpa disertai kekuatan dalam segala hal, umat Islam akan kesulitan untuk mempertahankan diri dari serangan-serangan musuh. Sebaliknya, kekuatan yang tidak diiringi neraca keadilan hanya akan digunakan untuk saling menghancurkan sesama muslim. Permusuhan dan kebencian diantara sesame muslim hanya akan menyebabkan kelemahan dan memberikan peluang bagi musuh-musuh
Islam untuk terus menguasai dan mengendalikan dunia Islam. Ilmu, dana, kekuatan, dan keadilan belum berfungsi sebagai mana mestinya bagi perjuangan Islam bila umat Islam pemiliknya belum paham terhadap dienul Islam.
Kepahaman terhadap Islam ini hanya dapat terwujud dengan “tarbiyatul Islamiyyah istimroriyyah” (mempelajari Islam secara intensif/ mendalam dan kontinu/ berkesinambungan). Merupakan pengabaian terhadap dien ini apabila umat Islam tidak mau mempelajarinya, atau mempelajari hanya secara ala kadarnya. Sungguh fatal akibat membiarkan diri dalam kebodohan terhadap dienul Islam ini. Pola pikir, selera, tindakannya tidak Islami. Tidak merasa terlibat dalam perjuangan Islam. Merasa tidak punya pekerjaan atau kewajiban terhadap Islam dan umat Islam. Tidak mau tahu bagaimana suatu persoalan dipecahkan menurut Islam. Tidak mengindahkan peringatan-peringatan Allah. Membuat keputusan berdasarkan prasangka, terlepas dari kebenaran Islam. Memandang Islam hanya sebagai bagian dari struktur kehidupan dan bukan mengatur seluruh aspek kehidupan. Menyangka baik setiap perbuatannya. Merasa sudah beriman sebelum bersungguh-sungguh dan lulus dalam setiap ujian keimanan. Dibuai. khayalan, hidup di dunia bahagia, mati masuk surga, tanpa adanya usaha. Merasa tidak bersalah atas timbunan dosa sehingga merasa aman dari siksa Allah dan tidak segera berusaha untuk mendapatkan ampunan dan rahmat-Nya. Maha benar Allah dengan firman-Nya bahwa yang sesungguhnya takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu (mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah dengan pemahaman terhadap dienul Islam) (Q.S. 35 : 28). Wallahu a’lam bishshawab.
-----------------------------------------
Buletin Da'wah 'IZZAH No. 41/II 19 Rajab 1412 H / 24 Januari 1991 M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar