"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Kamis, 08 Mei 2014

MAUT (1)

Hakekat mati
Peristiwa yang disebut “maut” atau “mati” ialah perginya ruh dari jasad. Jasad yang ditinggalkan ruh dikatakan mati, artinya tidak bergerak, tidak berkembang dan tidak mampu bertahan. Jasad itu akan busuk dan hancur lalu kembali asal menjadi tanah, tetapi ruh hidup terus dan abadi, kembali ke alam rohani atau alam barzakh. Dalam istilah, ruh itu dikatakan : “kembali menghadap Tuhan”, atau “kembali kepada Tuhan” dalam arti menghadap.
Orang telah membahas tanpa hasil yang memuaskan, suatu masalah yang hingga kini tetap merupakan masalah yang pelik. Masalah itu ialah tentang apa yang menyebabkan ruh meninggalkan jasad dan siapakah yang menentukan berapa lama ruh berada dalam jasad. Pertanyaan pertama dapat dijawab dengan mengatakan bahwa perginya ruh dari jasad disebabkan karena terjadinya kerusakan pada alat-alat dalam tubuh, tetapi itu masih tergantung pada kondisi masing-masing orang dan taraf kerusakan yang berlainan. Pertanyaan kedua menurut ilmu pengetahuan belum terjawab samasekali.
Kedatangan maut yang selalu tiba-tiba tanpa dapat diperhitungkan, terjadinya kecelakaan yang meminta korban jiwa dan panjang umur manusia yang berlainan; semua itu memberi petunjuk dan kesan bahwa maut itu ditentukan serta diatur oleh kekuatan dan kebijaksanaan Tuhan.
Setiap makhluq yang hidup mempunyai naluri untuk mempertahankan hidupnya, atau dengan kata lain, mempertahankan selama mungkin beradanya ruh dalam tubuh. Mati adalah satu hal yang sangat ditakuti terutama oleh manusia. Adapun sebab-musabab dari ketakutan ini, Ibnu Maskawaih dalam kitabnya “Tahdhibul Akhlaq wa Tattbirul A ‘roq” menulis sebagai berikut :
“Sesungguhnya ketakutan kepada mati hanyalah terdapat pada orang yang tidak mengerti apa sebenarnya mati itu, atau tidak tahu ke mana ruhnya pergi, atau menyangka bahwa apabila tubuhnya telah rusak maka sirna pulalah dzatnya dengan ruhnya samasekali sedang dunia masih terus wujud tanpa dia, atau juga karena ia mengira bahwa mati itu melalui rasa sakit yang amat sangat, atau karena ia tidak mengerti ke maria tujuan manusia setelah matinya, atau karena ia segan berpisah dengan kesenangan dunia dan bartanya. Kesemua itu adalab persangkaan yang tidak benar”.
Selanjutnya Ibnu Maskawaih mengatakan bahwa mati tiada lebih daripada sekedar ruh meninggalkan alatnya yang berupa anggauta-anggauta tubuh yang secara keseluruhan dinamakan badan jasmani, dan ruh itu sendiri terus hidup dengan kekal. Demikianlah Syeikh Abu ‘Ali Ahmad bin Muhammad yang termasyhur dengan nama Ibnu Maskawaih, mengungkap serta menegaskan bahwa mati adalah soal dan kejadian biasa, tidak perlu ditakuti.
Memang, kebanyakan orang bersalah pengertian tentang mati. Dikiranya mati itu gelap, padahal tidak! Yang mati hanyalah jasad. Ruh masih dapat melihat, mendengar dan merasa serta sadar karena ia hidup terus. Hanya yang dilihat dan didengar bukan sesuatu dari dunia ini tetapi sesuatu dalam alam rohani, justru jauh lebih indah dan mengasyikkan bagi manusia yang nafsnya tenang.
Mati merupakan satu-satunya jalan atau tahap bagi ruh untuk lepas dari kungkungan lalu kembali ke asalnya menghadap Tuhan. Dan mati juga menjadi sarana untuk mengembalikan jasad kepada asalnya pula, yaitu tanah. Jadi mati adalah hal yang wajar, tidak perlu ditakuti, dan cepat atau lambat pasti datang. Dan jika datang, tanpa meminta izin dan tak dapat diketahui lebih dahulu. Mati adalah ibarat pencuri, menyelinap masuk lalu keluar membawa ruh. Seorang penyair telah berkata :
“Tiada lain mati itu banyalah pencuri bertubuh lembut. Merenggut tanpa tangan lalu lari tanpa kaki”.
Allah yang meniupkan ruh ke dalam tubuh, maka Allah pula yang menentukan bila ruh itu harus keluar. Firman Allah dalam Surat Al Munafiqun : “Allah tidak akan menunda kematian seseorang apabila telah tiba sa’at yang ditentukan”.
-------------------------
Menyingkap Tabir Rahasia Maut, Cetakan ke-2, H. Djarnawi Hadikusuma, PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta, halaman 15-16.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar