Aku hanya ingin menasehati diriku sendiri, jika ada kebaikan ambillah, jika tidak ada bersandarlah pada Qur'an dan Sunnah Rasulullah ﷺ.
Dulu sa'at usiaku sangat belia, ketika baru tertatih belajar Islam, semangat mempelajari Islam terinspirasi dari perjuangan para sunan yang tergabung dalam Walisongo, mungkin hanya literatur itu yang mudah ku dapatkan dari buku dan cerita sesepuh saat itu. Pada masa transisi akidah, buah pikiran Sunan Giri (Syekh Maulana Ishak) menggantikan hati pemujaan kepada dewa pada waktu kematian keluarga dengan tahlil dan dzikir menjadi perdebatan diantara para wali kala itu. Dan akhirnya dengan kebijaksanaan Sunan Kudus ditetapkanlah tahlilan untuk menggantikan mantra-mantra budha pada hari yang ditentukan setelah penguburan jenasah; 3 hari, 7 hari, 40 hari dan seterusnya hingga mengakar dalam adat budaya sampai sekarang.
Dengan semangat tertatihku, semoga Allah terus sandarkan, condongkan dan istiqomahkan aku pada Qur'an dan Sunnah Rasulullah ﷺ agar bisa terus ber-Islam seperti yang Allah mau dan Rasulullah ﷺ contohkan. Dari sejarah perjalanan hidup Rasulullah ﷺ hingga para sahabat yang di jamin syurga tak ku temukan mereka melakukan tahlil dan dzikir seperti yang dilakukan oleh adat budaya lingkunganku. Ku putuskan untuk tidak meniru-niru, karena tak ada yang ingin aku ikuti selain meniru generasi terbaik.
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku ( para sahabat ) kemudian generasi berikutnya (tabi’in) kemudian generasi berikutnya ( tabiu’t tabi’in )” (Hadits Bukhari dan Muslim)
--------------------
Inspirasi : Ringkasan Sedjarah Masuknja Islam di Djawa, RHM Danuwijoto, B.A., Kepala Penelitian Aliran dan Gerakan Kebathinan, Djawatan Urusan Agama Propinsi Djateng, untuk Up Grading Kepala Kantor Urusan Agama Ketjamatan / Ketua P3A Ketjamatan Se Djawa Tengah, Semarang 10 Maret 1969.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar