Berita-berita demikian itu tentu sampai juga ke Mekah, dan ini tidak menutup pikiran Kuraisy hendak membalas dendam atas kekalahan meraka di Badr itu. Dalam upaya mereka hendak menuntut balas itu mereka akan berhadapan dengan pihak Muslimin di Uhud. Di sinilah terjadi pertempuran hebat. Tetapi hari itu kamum Muslimin mengalami bencana tatkala pasukan pemanah melanggar perintah Nabi. Mereka meninggalkan posnya, pergi memperebutkan harta rampasan perang. Saat itu Khalid bin Walid mengambil kesempatan, Kuraisy segera mengadakan serangan dan kaum Muslimin mengalami kekacauan. Waktu itulah Nabi terkena lemparan batu yang dilakukan oleh kaum Musyrik. Lemparan itu mengenai pipi dan wajahnya, sehingga Kuraisy berteriak-teriak mengatakan Nabi sudah meninggal. Kalau tidak karena pahlawan-pahlawan Islam ketika itu segera mengelilinginya, dengan mengorbankan diri dan nyawa mereka, tentu Allah waktu itu sudah akan menentukan nasib lain terhadap mereka.
Sejak itu Abu Bakr lebih sering lagi mendampingi Nabi, baik dalam peperangan maupun ketika di dalam kota di Medinah.
Orang masih ingat sejarah Muslimin —sampai keadaan jadi stabil sesudah pembebasan Mekah dan masuknya Banu Saqif di Ta’if ke dalam pangkuan Islam— penuh tantangan berupa peristiwa-peristiwa perang, atau dalam usaha mencegah perang atau untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Belum lagi peristiwa-peristiwa kecil lainnya dalam bentuk ekspedisi-ekspedisi atau patroli. Waktu itu orang-orang Yahudi —dipimpin oleh Huyai bin Akhtab— tak henti-hentinya menghasut kaum Muslimin. Begitu juga Kuraisy, mereka berusaha mati-matian mau melemahkan dan menghancurkan kekuatan Islam. Terjadinya perang Banu Nadir, Khandaq dan Banu Quraizah dan diselang seling dengan bentrokan-bentrokan lain, semua itu akibat politik Yahudi dan kedengkian Kuraisy.
Dalam semua peristiwa dan kegiatan itu Abu Bakr lebih banyak mendampingi Nabi. Dialah yang paling kuat kepercayaannya pada ajaran Nabi.
Setelah Rasulullah merasa aman melihat ketahanan Medinah, dan tiba waktunya untuk mengarahkan langkah kea rah yang baru —semoga Allah membukakan jalannya untuk menyempurnakan agama-Nya— maka peranan yang dipegang Abu Bakar itu telah menambah keyakinan kaum Muslimin bahwa sesudah Rasulullah, dialah orang yang punya tempat dalam hati mereka, orang yang sangat mereka hargai.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 22 - 23.
Sejak itu Abu Bakr lebih sering lagi mendampingi Nabi, baik dalam peperangan maupun ketika di dalam kota di Medinah.
Orang masih ingat sejarah Muslimin —sampai keadaan jadi stabil sesudah pembebasan Mekah dan masuknya Banu Saqif di Ta’if ke dalam pangkuan Islam— penuh tantangan berupa peristiwa-peristiwa perang, atau dalam usaha mencegah perang atau untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Belum lagi peristiwa-peristiwa kecil lainnya dalam bentuk ekspedisi-ekspedisi atau patroli. Waktu itu orang-orang Yahudi —dipimpin oleh Huyai bin Akhtab— tak henti-hentinya menghasut kaum Muslimin. Begitu juga Kuraisy, mereka berusaha mati-matian mau melemahkan dan menghancurkan kekuatan Islam. Terjadinya perang Banu Nadir, Khandaq dan Banu Quraizah dan diselang seling dengan bentrokan-bentrokan lain, semua itu akibat politik Yahudi dan kedengkian Kuraisy.
Dalam semua peristiwa dan kegiatan itu Abu Bakr lebih banyak mendampingi Nabi. Dialah yang paling kuat kepercayaannya pada ajaran Nabi.
Setelah Rasulullah merasa aman melihat ketahanan Medinah, dan tiba waktunya untuk mengarahkan langkah kea rah yang baru —semoga Allah membukakan jalannya untuk menyempurnakan agama-Nya— maka peranan yang dipegang Abu Bakar itu telah menambah keyakinan kaum Muslimin bahwa sesudah Rasulullah, dialah orang yang punya tempat dalam hati mereka, orang yang sangat mereka hargai.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 22 - 23.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar