"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Rabu, 28 Mei 2014

Memasuki Situasi yang Serba Sulit

Oleh Abu Bakr kata-kata terakhir itu diulang-ulang, yang sekaligus ketika pertama kali disampaikan telah memberi kesan dalam hati orang-orang Ansar yang keras, yang merasa khawatir sekali dengan situasi demikian. Maka ketika itu al-Hubab bin al-Munzir bin al-Jamuh berdiri :
“Saudara-saudara Ansar!” katanya. “Hendaklah kita pertahankan hak kita. Orang-orang akan berada di belakang kita. Tak akan ada yang berani menentang kita dan orang tak akan menjalankan suatu keputusan tanpa meminta pendapat kita. Kekayaan dan kehormatan ada pada kita, begitu juga jumlah orang. Kita punya pertahanan dan pengalaman, kekuatan dan kesiagaan. Orang hanya akan melihat apa yang kamu perbuat. Janganlah kamu berselisih, agar pendapat kita tidak terpecah belah, kekuasaan kita tidak pula goyah. Kemauan mereka hanya seperti yang sudah kalian dengar. Sekarang Saudara-saudara, dari kami seorang amir dan dari Tuan-tuan seorang amir.”
Begitu Hubab berhenti bicara Umar bin Khattab segera berdiri yang sejak tadi hanya menahan diri tidak bicara, sebab mematuhi perintah Abu Bakr seraya katanya :
“Bah! Jangan ada dua kemudi dalam satu perahu. Orang-orang Arab tidak akan mau mengangkat kamu sedang nabinya bukan dari kalangan kamu. Tetapi mereka tidak akan keberatan mengangkat seorang pemimpin selama kenabian itu dari kalangan mereka. Alasan dan kewenangan kami sudah jelas buat mereka yang masih menolak semua itu. Siapakah yang mau membantah kewenangan dan kepemimpinan Muhammad sedang kami adalah kawan dan kerabat dekatnya kecuali buat orang yang memang cenderung hendak berbuat batil, berbuat dosa dan gemar mencari-cari malapetaka!”
Ucapan Umar itu dibalas oleh Hubab :
“Saudara-saudara Ansar! Tetaplah kalian bertuhan dan jangan mendengar kata-kata orang ini dan kawan-kawannya, kalian akan kehilangan hak kalian. Kalau mereka menolak tuntutan kita, kita keluarkan mereka dari negeri ini, dan kekuasaan kita ambil dari mereka. Dalam hal ini kalian lebih berhak daripada mereka. Dengan pedang kalianlah orang yang tadinya tak beragama itu telah menerima agama ini. Saya tongkat lagi senjata.*)  Demi Allah, kalau perlu biar kita yang memulai peperangan.”
Mendengar ancaman itu Umar membalas : “Mudah-mudahan Allah memerangi kamu.”
“Bahkan kaulah yang harus diperangi.” kata Hubab lagi.
Kata-kata terakhir ini sudah merupakan ancaman yang sangat berbahaya. Jika di pihak Hubab kaum Ansar cukup banyak jumlahnya tentu akan mudah sekali timbul huru-hara dan mereka cepat-cepat membantunya dan mendukung pengangkatan Sa’d bin Ubadah. Sesudah itu terserah apa yang akan dilakukan oleh pihak Muhajirin. Atau bisa jadi masing-masing pihak ada yang sudah bermain mata atau yang serupa itu sebagai reaksi atas dialog yang begitu keras antara Umar dengan Hubab.

Abu Ubaidah Turun Tangan
At-Tabari malah menyebutkan bahwa sambil berbicara itu Hubab menghunus pedang, tapi tangannya ditepis oleh Umar dan pedang itu jatuh. Diambilnya pedang itu oleh Umar dan ia melompat ke arah Sa’d bin Ubadah. Tetapi dalam menghadapi persoalan ini Abu Ubaidah bin Jarrah segera turun tangan. Selama ini a memang berdiam diri. Sambil ditujukan kepada penduduk Medinah itu ia berkata :
“Saudara-saudara Ansar! Kalian adalah orang yang pertama memberikan bantuan dan dukungan. janganlah sekarang jadi orang yang pertama pula mengadakan perubahan dan perombakan.”

Suara Basyir bin Sa’d
Dalam kesempatan ini Basyir bin Sa’d Abu an-Nu’man bin Basyir, salah seorang pemimpin Khazraj, berdiri menyambut ucapan Abu Ubaidah yang bijaksana itu :
“Kalau kita sudah mendapat tempat pertama dalam perang melawan kaum musyrik dan juga yang mula-mula menyambut agama ini, yang kita tuju hanya ridla Allah serta kepatuhan kita kepada Nabi kita yang sudah bekerja keras untuk kita. Maka tidaklah pada tempatnya kita akan menyombongkan diri kepada orang lain, juga bukan tujuan kita ganjaran duniawi ini sebagai balasan buat kita. Tuhanlah yang akan memberikan ganjaran kepada kita untuk itu semua. Ya. Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam dari Kuraisy, maka kabilah inilah yang lebih berhak atas semua itu. Derni Allah aku bersumpah. janganlah sekali-kali kita disaksikan Allah dalam keadaan bersengketa mengenai hal ini. Takutlah kalian kepada Allah, dan janganlah menentang dan bertengkar dengan mereka.”
Abu Bakr mengitarkan pandangannya kepada Ansar, ingin melihat kesan apa yang timbul dari kata-kata Basyir itu. Dilihatnya Aus seolah mereka saling berbisik dan banyak pula dan pihak Khazraj yang tampaknya merasa puas dengan kata-kata Basyir itu. Ia yakin, bahwa keadaannya sekarang sudah reda dan sudah tiba pula sa’atnya mengambil keputusan. Kesempatan ini tak boleh dibiarkan. Oleh karena waktu itu ia sedang duduk di tengah-tengah. antara Umar dan Abu Ubaidah, maka dipegangnya tangan mereka itu masing-masing dan katanya seraya mengajak Ansar menjaga persatuan dan menghindari perpecahan : “Ini Umar dan ini Abu Ubaidah, berikanlah ikrar Tuan-tuan kepada yang mana saja yang Tuan-tuan sukai.”
Ketika itu timbul pula kegaduhan dan perselisihan pun mulai merebak lagi. Umarkah yang akan dibaiat dengan sikapnya yang begitu keras, tetapi dalam pada itu ia pendamping (wazir) Nabi dan ayah Hafsah Ummulmukminin? Atan Abu Ubaidah yang akan dilantik, yang sampai sa’at itu wibawa dan kedudukannya belum sepert Umar dalam hati kaum Muslimin?!.

Catatan :
*) Harfiah, Saya kayu pasak tempat ternak bergerak dan setandan kurma yang bertopang, yakni saya tempat orang yang mencari pengobatan dengan pendapatnya, seperti unta mengobati sakit gatalnya dengan menggaruk-garukkan badannya ke kayu pasak. Perumpamaan Melayu di atas berarti saya yang memberi dua pertolongan dalam perjalanan.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 41 - 43.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar