Hisab dan Mizan
Hisab artinya “perhitungan” yang dilakukan dengan meneliti dan menghitung segala perbuatan manusia selama hidupnya di dunia. Perbuatan dan bahkan perkataan manusia senantiasa dicatat oleh Malaikat dengan pemisahan antara perbuatan baik dan perbuatan jahat.
Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-Qaf ayat 17 dan 18 : “Ingat ketika tiap manusia disambut oleh dua orang Malaikat, dari kanan dan dari kiri dan duduk mengawasi. Tiada satu perkataanpun yang diucapkan manusia melainkan ada pengawas yang siap mencatat.”
Menurut pendapat kebanyakan ulama, dua orang Malaikat tersebut bernama Raqib dan ‘Atid. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa Allah tidak menjelaskan namanya, hanya mensifati pekerjaan mereka yaitu raqib (mengawasi) dan ‘atid (siap untuk mencatat). Sebaiknya kita imankan bahwa setiap perkataan apalagi perbuatan kita tentu dicatat oleh Malaikat, dan siapa nama malaikat itu tidak usah menjadi persoalan. Demikian pula sebaiknya tidak usah dipersoalkan apakah catatan Malaikat tersebut harus dengan buku (kitab) atau tidak. Oleh karena yang dikatakan “mencatat” dapat dilakukan dalam kitab, atau dalam hati atau dalam ingatan.
Catatan itu merupakan laporan atau saksi, dan gunanya adalah untuk diajukan kepada pengadilan Tuhan yang akan menghukumi segala perbuatan manusia. Perbuatan itu dihisab, artinya diteliti serta dihitung, yang baik dan yang buruk, untuk diperlihatkan jumlahnya masing-masing. Kemudian ditimbang atau dipertimbangkan nilai atau bobotnya masing-masing. Pertimbangan ini disebut mizan atau “neraca”. Dosa yang diampun oleh Allah tidak perlu dihisab dan dimizan lagi. Hasil daripada hisab dan mizan ini akan menentukan apakah seseorang akan masuk neraka terus atau langsung masuk Syurga, ataukah dijebloskan ke dalam neraka terlebih dahulu dan setelah habis dosanya baru masuk ke dalam Syurga. Itulah pengadilan Tuhan kelak pada hari Qiyamah. Firman Allah dalam Surat Shad ayat 26 : “Sungguh mereka yang sesat daripada jalan Allah, pasti bagi mereka disediakan siksa yang berat karena mereka telah melupakan akan datangnya hari hisab”.
Demikianlah, setelah terjadi kehancuran alam semesta yang disebut as-sa’ah itu, semua manusia dihidupkan lagi dari matinya dan dikumpulkan dalam satu bumi baru yang udara dan hawanya teramat panas. Mereka tak lagi mengenali satu sama lain karena bentuk dan rupa mereka telah bertukar baru seperti yang difirmankan Allah sebagai tersebut di atas. Semua berada dalam ketakutan. Ini dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya surat Az-Zumar ayat 68 dan 69 : “Dan kelak ketika sangkakala telah ditiup di situlah semua makhluq yang berada di langit dan bumi mati kesemuanya, selain yang dikehendaki Allah. Lalu sangkakala ditiup lagi maka tiba-tiba mereka yang telah mati bangkit hidup melihat dengan ketakutan. Ketika itu bumi telah terang benderang oleh cahaya Tuhannya. Segala catatan perbuatan manusia telah tersedia. Para Nabi serta saksi-saksi lainnya telah didatangkan. Di situlah segala perkara yang menyangkut diri sesama manusia diberi putusan hukum dengan benar, dan mereka tidak teraniaya sedikitpun juga. Dan setiap orang dicukupi balasan bagi setiap perbuatannya. Dan Allah adalah lebih mengetahui tentang apa yang mereka perbuat”.
Kalimat terakhir dalam firman Allah tersebut menegaskan bahwa Allah terlebih mengetahui tentang semua perbuatan manusia. Itu artinya bahwa walaupun tanpa catatan, tanpa hisab, tanpa mizan, dan tanpa saksi; Allah telah mengetahui kesemuanya dan berkuasa sepenuhnya untuk menjatuhkan keputusan hukum. Akan tetapi Allah mengambil kebijaksanaan yang sesuai dan dapat dipahami oleh manusia yang akan dihadapkan kepada pengadilan-Nya. Allah menjalankan proses pengadilan dengan segala. persaratannya yang mudah dipahami, sehingga kelihatan jelas keadilan serta kebenaran jalannya pengadilan itu. Demikianlah Allah jelaskan dengan gamblang hingga mudah dimengerti oleh manusia manapun. Maka tidak perlulah orang membantah seolah-olah tatacara pengadilan di hari Kiyamat itu dongengan yang dibuat-buat. Itu adalah kebijaksanaan Tuhan untuk meyakinkan manusia yang beriman tentang keadilan-Nya.
-------------------------
Menyingkap Tabir Rahasia Maut, Cetakan ke-2, H. Djarnawi Hadikusuma, PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta, halaman 26-28.
Hisab artinya “perhitungan” yang dilakukan dengan meneliti dan menghitung segala perbuatan manusia selama hidupnya di dunia. Perbuatan dan bahkan perkataan manusia senantiasa dicatat oleh Malaikat dengan pemisahan antara perbuatan baik dan perbuatan jahat.
Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-Qaf ayat 17 dan 18 : “Ingat ketika tiap manusia disambut oleh dua orang Malaikat, dari kanan dan dari kiri dan duduk mengawasi. Tiada satu perkataanpun yang diucapkan manusia melainkan ada pengawas yang siap mencatat.”
Menurut pendapat kebanyakan ulama, dua orang Malaikat tersebut bernama Raqib dan ‘Atid. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa Allah tidak menjelaskan namanya, hanya mensifati pekerjaan mereka yaitu raqib (mengawasi) dan ‘atid (siap untuk mencatat). Sebaiknya kita imankan bahwa setiap perkataan apalagi perbuatan kita tentu dicatat oleh Malaikat, dan siapa nama malaikat itu tidak usah menjadi persoalan. Demikian pula sebaiknya tidak usah dipersoalkan apakah catatan Malaikat tersebut harus dengan buku (kitab) atau tidak. Oleh karena yang dikatakan “mencatat” dapat dilakukan dalam kitab, atau dalam hati atau dalam ingatan.
Catatan itu merupakan laporan atau saksi, dan gunanya adalah untuk diajukan kepada pengadilan Tuhan yang akan menghukumi segala perbuatan manusia. Perbuatan itu dihisab, artinya diteliti serta dihitung, yang baik dan yang buruk, untuk diperlihatkan jumlahnya masing-masing. Kemudian ditimbang atau dipertimbangkan nilai atau bobotnya masing-masing. Pertimbangan ini disebut mizan atau “neraca”. Dosa yang diampun oleh Allah tidak perlu dihisab dan dimizan lagi. Hasil daripada hisab dan mizan ini akan menentukan apakah seseorang akan masuk neraka terus atau langsung masuk Syurga, ataukah dijebloskan ke dalam neraka terlebih dahulu dan setelah habis dosanya baru masuk ke dalam Syurga. Itulah pengadilan Tuhan kelak pada hari Qiyamah. Firman Allah dalam Surat Shad ayat 26 : “Sungguh mereka yang sesat daripada jalan Allah, pasti bagi mereka disediakan siksa yang berat karena mereka telah melupakan akan datangnya hari hisab”.
Demikianlah, setelah terjadi kehancuran alam semesta yang disebut as-sa’ah itu, semua manusia dihidupkan lagi dari matinya dan dikumpulkan dalam satu bumi baru yang udara dan hawanya teramat panas. Mereka tak lagi mengenali satu sama lain karena bentuk dan rupa mereka telah bertukar baru seperti yang difirmankan Allah sebagai tersebut di atas. Semua berada dalam ketakutan. Ini dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya surat Az-Zumar ayat 68 dan 69 : “Dan kelak ketika sangkakala telah ditiup di situlah semua makhluq yang berada di langit dan bumi mati kesemuanya, selain yang dikehendaki Allah. Lalu sangkakala ditiup lagi maka tiba-tiba mereka yang telah mati bangkit hidup melihat dengan ketakutan. Ketika itu bumi telah terang benderang oleh cahaya Tuhannya. Segala catatan perbuatan manusia telah tersedia. Para Nabi serta saksi-saksi lainnya telah didatangkan. Di situlah segala perkara yang menyangkut diri sesama manusia diberi putusan hukum dengan benar, dan mereka tidak teraniaya sedikitpun juga. Dan setiap orang dicukupi balasan bagi setiap perbuatannya. Dan Allah adalah lebih mengetahui tentang apa yang mereka perbuat”.
Kalimat terakhir dalam firman Allah tersebut menegaskan bahwa Allah terlebih mengetahui tentang semua perbuatan manusia. Itu artinya bahwa walaupun tanpa catatan, tanpa hisab, tanpa mizan, dan tanpa saksi; Allah telah mengetahui kesemuanya dan berkuasa sepenuhnya untuk menjatuhkan keputusan hukum. Akan tetapi Allah mengambil kebijaksanaan yang sesuai dan dapat dipahami oleh manusia yang akan dihadapkan kepada pengadilan-Nya. Allah menjalankan proses pengadilan dengan segala. persaratannya yang mudah dipahami, sehingga kelihatan jelas keadilan serta kebenaran jalannya pengadilan itu. Demikianlah Allah jelaskan dengan gamblang hingga mudah dimengerti oleh manusia manapun. Maka tidak perlulah orang membantah seolah-olah tatacara pengadilan di hari Kiyamat itu dongengan yang dibuat-buat. Itu adalah kebijaksanaan Tuhan untuk meyakinkan manusia yang beriman tentang keadilan-Nya.
-------------------------
Menyingkap Tabir Rahasia Maut, Cetakan ke-2, H. Djarnawi Hadikusuma, PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta, halaman 26-28.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar