Peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah itu memang membuktikan kebenaran pendapat Muhammad bahkan lebih cepat dari yang diduga sahabat-sahabatnya. Juga ini menunjukkan, bahwa dengan persetujuan Hudaibiya itu Islam telah memperoleh keuntungan besar yang luar biasa, dan dua bulan kemudian sesudah itu telah pula membukakan jalan buat Muhammad memulai mengirimkan surat-surat kepada raja-raja dan kepala-kepala negara asing mengajak mereka masuk Islam.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi itu memang membuktikan kebenaran pendapat Muhammad lebih cepat dari yang diduga sahabat-sahabatnya. Abu Bashir (Nama lengkapnya Abu Bashir ‘Utba bin Usaid (atau bin Asid seperti dalam As-Sirat’n-Nabawiya oleh Ibn Hisyam, jilid tiga. p. 337) dari Thaqif, karena keyakinan agamanya telah dipenjarakan oleh Quraisy di Mekah. Kemudian ia melarikan diri menyusul Nabi ke Medinah) telah datang dari Mekah ke Medinah sebagai seorang Muslim. Sesuai dengan isi persetujuan Ia mesti dikembalikan kepada Quraisy sebab ia pergi tidak seizin tuannya. Untuk itu maka Azhar bin Auf dan Akhnas bin Syariq berkirim surat kepada Nabi supaya orang itu dikembalikan. Surat-surat itu dibawa oleh seorang laki-laki dari Banu ‘Amir yang datang bersama seorang budak.
“Abu Bashir”, kata Nabi. “Kita telah membuat perjanjian dengan pihak mereka. seperti sudah kauketahui. Suatu pengkhianatan menurut agama kita tidak dibenarkan. Semoga Allah membuat engkau dan orang-orang Islam yang ditindas bersama kau merupakan suatu kelapangan dan jalan ke luar. Berangkat sajalah engkau kembali ke dalam lingkungan masyarakatmu.”
“Rasulullah”, kata Ahu Bashir. “Saya akan dikembalikan kepada orang-orang musyrik yang akan menyiksa saya karena agama saya ini.”
Lalu Nabi mengulangi kata-kata tadi. Dan kedua orang itu pun berangkat.
Sesampainya di Dhu’l-Hulaifa dimintanya kepada kawan seperjalanannya dari Banu Amir itu supaya memperlihatkan pedangnya. Setelah digenggamnya erat-erat pedang itu di tangannya, diayunkannya kepada orang dari Banu ‘Amir itu dan dibunuhnya orang itu. Sekarang sang budak lari ke jurusan Medinah, langsung menemui Nabi.
“Orang ini tampaknya dalam ketakutan”, kata Nabi setelah melihat orang itu. Lalu katanya kepada orang tersebut. “He! Ada apa?”
“Teman tuan membunuh teman saya”, kata orang itu.
Tidak lama kemudian Abu Bashir muncul dengan membawa pedang terhunus dan berkata dengan menujukan kata-katanya kepada Muhammad.
“Rasulullah’’, katanya. “Jaminan tuan sudah terpenuhi, dan Tuhan sudah melaksanakan buat tuan. Tuan menyerahkan saya ke tangan mereka dan dengan agama saya itu saya tetap bertahan, supaya jangan saya dianiaya atau dipermainkan karena keyakinan agama saya itu.”
Sebenarnya Rasul tidak dapat menyembunyikan kekagumannnya dan harapannya sekiranya dia punya anak buah.
Sesudah itu Abu Bashir berangkat juga. Ia berhenti di Al-Ish, di pantai laut sepanjang jalur Quraisy ke Syam. Dalam perjanjian Muhammad dengan Quraisy ialah membiarkan jalan ini sebagai lalu lintas perdagangan, yang tidak boleh diganggu olehnya atau oleh Quraisy. Tetapi setelah Abu Bashir pergi ke daerah itu dan hal ini didengar umat Muslimin yang tinggal di Mekah serta tentang kekaguman Rasul kepadanya, sebanyak kira-kira tujuh puluh laki-laki dari mereka ini lari pula menemuinya dan menggabungkan diri di tempat tersebut, lalu dijadikannya dia sebagai pemimpin mereka. Sekarang mereka bersama-sama mencegat Quraisy dalam perjalanan itu. Setiap orang yang berhasil mereka tangkap, mereka bunuh dan setiap ada kafilah dagang tentu mereka rampas. Ketika itulah Quraisy menyadari bahwa hal ini merupakan suatu kerugian besar buat mereka, apabila kaum Muslimin itu masih tetap tinggal di Mekah. Mereka memperhitungkan, bahwa usaha mengurung orang yang benar-benar teguh imannya, lebih berbahaya daripada membebaskannya. Tentu ia akan mencari kesempatan lari. Ia akan melancarkan perang yang tak berkesudahan terhadap mereka yang mengurungnya, dan mereka juga yang akan rugi. Seolah teringat oleh Quraisy ketika Muhammad hijrah ke Medinah. Ia mencegat perjalanan kafilah mereka. Perbuatan semacam itu mereka kuatirkan akan diikuti oleh Abu Bashir.
Sehubungan dengan inilah mereka lalu mengutus orang kepada Nabi. Dimintanya supaya ia mau menampung orang-orang Islam itu, dan supaya membiarkan jalan lalu-lintas itu kembali aman. Dengan demikian Ouraisy telah mundur setapak dari apa yang secara gigih disyaratkan oleh Suhail bin ‘Amr bahwa Muslimin Quraisy yang pergi menyeberang kepada Muhammad tidak seizin walinya harus dikembalikan ke Mekah. Dengan sendirinya syarat itu jadi gugur, yang dulu pernah membuat Umar bin’l Khattab jadi gusar karenanya dan yang telah menyebabkan dia jadi marah-marah kepada Abu Bakr.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 406-408.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi itu memang membuktikan kebenaran pendapat Muhammad lebih cepat dari yang diduga sahabat-sahabatnya. Abu Bashir (Nama lengkapnya Abu Bashir ‘Utba bin Usaid (atau bin Asid seperti dalam As-Sirat’n-Nabawiya oleh Ibn Hisyam, jilid tiga. p. 337) dari Thaqif, karena keyakinan agamanya telah dipenjarakan oleh Quraisy di Mekah. Kemudian ia melarikan diri menyusul Nabi ke Medinah) telah datang dari Mekah ke Medinah sebagai seorang Muslim. Sesuai dengan isi persetujuan Ia mesti dikembalikan kepada Quraisy sebab ia pergi tidak seizin tuannya. Untuk itu maka Azhar bin Auf dan Akhnas bin Syariq berkirim surat kepada Nabi supaya orang itu dikembalikan. Surat-surat itu dibawa oleh seorang laki-laki dari Banu ‘Amir yang datang bersama seorang budak.
“Abu Bashir”, kata Nabi. “Kita telah membuat perjanjian dengan pihak mereka. seperti sudah kauketahui. Suatu pengkhianatan menurut agama kita tidak dibenarkan. Semoga Allah membuat engkau dan orang-orang Islam yang ditindas bersama kau merupakan suatu kelapangan dan jalan ke luar. Berangkat sajalah engkau kembali ke dalam lingkungan masyarakatmu.”
“Rasulullah”, kata Ahu Bashir. “Saya akan dikembalikan kepada orang-orang musyrik yang akan menyiksa saya karena agama saya ini.”
Lalu Nabi mengulangi kata-kata tadi. Dan kedua orang itu pun berangkat.
Sesampainya di Dhu’l-Hulaifa dimintanya kepada kawan seperjalanannya dari Banu Amir itu supaya memperlihatkan pedangnya. Setelah digenggamnya erat-erat pedang itu di tangannya, diayunkannya kepada orang dari Banu ‘Amir itu dan dibunuhnya orang itu. Sekarang sang budak lari ke jurusan Medinah, langsung menemui Nabi.
“Orang ini tampaknya dalam ketakutan”, kata Nabi setelah melihat orang itu. Lalu katanya kepada orang tersebut. “He! Ada apa?”
“Teman tuan membunuh teman saya”, kata orang itu.
Tidak lama kemudian Abu Bashir muncul dengan membawa pedang terhunus dan berkata dengan menujukan kata-katanya kepada Muhammad.
“Rasulullah’’, katanya. “Jaminan tuan sudah terpenuhi, dan Tuhan sudah melaksanakan buat tuan. Tuan menyerahkan saya ke tangan mereka dan dengan agama saya itu saya tetap bertahan, supaya jangan saya dianiaya atau dipermainkan karena keyakinan agama saya itu.”
Sebenarnya Rasul tidak dapat menyembunyikan kekagumannnya dan harapannya sekiranya dia punya anak buah.
Sesudah itu Abu Bashir berangkat juga. Ia berhenti di Al-Ish, di pantai laut sepanjang jalur Quraisy ke Syam. Dalam perjanjian Muhammad dengan Quraisy ialah membiarkan jalan ini sebagai lalu lintas perdagangan, yang tidak boleh diganggu olehnya atau oleh Quraisy. Tetapi setelah Abu Bashir pergi ke daerah itu dan hal ini didengar umat Muslimin yang tinggal di Mekah serta tentang kekaguman Rasul kepadanya, sebanyak kira-kira tujuh puluh laki-laki dari mereka ini lari pula menemuinya dan menggabungkan diri di tempat tersebut, lalu dijadikannya dia sebagai pemimpin mereka. Sekarang mereka bersama-sama mencegat Quraisy dalam perjalanan itu. Setiap orang yang berhasil mereka tangkap, mereka bunuh dan setiap ada kafilah dagang tentu mereka rampas. Ketika itulah Quraisy menyadari bahwa hal ini merupakan suatu kerugian besar buat mereka, apabila kaum Muslimin itu masih tetap tinggal di Mekah. Mereka memperhitungkan, bahwa usaha mengurung orang yang benar-benar teguh imannya, lebih berbahaya daripada membebaskannya. Tentu ia akan mencari kesempatan lari. Ia akan melancarkan perang yang tak berkesudahan terhadap mereka yang mengurungnya, dan mereka juga yang akan rugi. Seolah teringat oleh Quraisy ketika Muhammad hijrah ke Medinah. Ia mencegat perjalanan kafilah mereka. Perbuatan semacam itu mereka kuatirkan akan diikuti oleh Abu Bashir.
Sehubungan dengan inilah mereka lalu mengutus orang kepada Nabi. Dimintanya supaya ia mau menampung orang-orang Islam itu, dan supaya membiarkan jalan lalu-lintas itu kembali aman. Dengan demikian Ouraisy telah mundur setapak dari apa yang secara gigih disyaratkan oleh Suhail bin ‘Amr bahwa Muslimin Quraisy yang pergi menyeberang kepada Muhammad tidak seizin walinya harus dikembalikan ke Mekah. Dengan sendirinya syarat itu jadi gugur, yang dulu pernah membuat Umar bin’l Khattab jadi gusar karenanya dan yang telah menyebabkan dia jadi marah-marah kepada Abu Bakr.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 406-408.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar