Pembicaraan seperti yang kita kemukakan itu berjalan lama juga. Terpikir oleh Muhammad, mungkin utusan-utusan Quraisy itu tidak berani menyampaikan pendapatnya yang akan dapat meyakinkan pihak Quraisy. Oleh karena itu dari pihaknya ia lalu mengutus orang menyampaikan pendapatnya itu. Akan tetapi di sini unta utusan itu oleh mereka ditikam. Bahkan utusan itu hendak mereka bunuh kalau tidak pihak Ahabisy segera mencegah dan utusan itu dilepaskan. Ini menunjukkan, bahwa dengan tingkah-lakunya ini pihak Mekah memang sudah dikuasai oleh jiwa kebencian dan permusuhan, yang membuat pihak Muslimin gelisah tidak sabar lagi, sampai-sampai ada di antaranya yang sudah berpikir sampai ke soal perang.
Sementara mereka sedang berusaha hendak mencapai persetujuan dengan jalan saling tukar-menukar utusan, beberapa orang yang tidak bertanggung-jawab dari pihak Quraisy malam-malam keluar dan mereka ini melempari kemah Nabi dengan batu. Jumlah mereka ini pada suatu ketika sampai empat puluh atau lima puluh orang, dengan maksud hendak menyerang sahabat-sahabat Nabi. Tetapi mereka ini tertangkap basah lalu dibawa kepada Nabi . Tahukah kita apa yang dilakukannya? Mereka itu dimaafkan semua dan dilepaskan. sebagai suatu tanda ia ingin menempuh jalan damai serta ingin menghormati bulan suci, jangan ada pertumpahan darah di Hudaibiya, yang juga termasuk daerah suci Mekah. Mengetahui hal ini pihak Quraisy terkejut sekali. Segala bukti yang hendak dituduhkan bahwa Muhammad bermaksud memerangi mereka, jadi gugur samasekali. Mereka yakin kini bahwa semua tindakan permusuhan dari pihak mereka terhadap Muhammad, oleh pihak Arab hanya akan dipandang sebagai suatu pengkhianatan kotor saja. Jadi berhak sekalilah Muhammad mempertahankan diri dengan segala kekuatan yang ada.
Kemudian Nabi ‘alaihissalam sekali lagi berusaha hendak menguji kesabaran Quraisy dengan mengirimkan seorang utusan yang akan mengadakan perundingan dengan mereka. Umar bin’l-Khattab dipanggil dan dimintainya menyampaikan maksud kedatangannya itu kepada pemuka-pemuka Quraisy.
“Rasulullah” , kata Umar. “Saya kuatir Quraisy akan mengadakan tindakan terhadap saya, mengingat di Mekah tidak ada pihak Banu ‘Adi bin Ka’b yang akan melindungi saya. Quraisy sudah cukup mengetahui bagaimana permusuhan saya dan tindakan tegas saya terhadap mereka. Saya ingin menyarankan orang yang lebih baik dalam hal ini daripada saya yaitu Usman bin ‘Affan.”
Nabi pun segera memanggil Usman bin ‘Affan —menantunya— dan diutusnya kepada Abu Sufyan dan pemuka-pemuka Quraisy lainnya. Bila Usman berangkat membawa pesan itu, ketika memasuki Mekah terlebih dulu ia menemui Aban bin Sa’id yang kemudian memberikan jiwar (perlindungan) selama ia bertugas membawa tugas itu sampai selesainya. Sekarang Usman berangkat menemui pemimpin-pemimpin Quraisy itu dan menyampaikan pesannya. Tetapi kata mereka kepadanya :
“Usman, kalau engkau mau bertawaf di Ka’bah, bertawaflah.”
“Saya tidak akan melakukan ini sebelum Rasulullah bertawaf”, jawab Usman. “Kedatangan kami kemari hanya akan berziarah ke Rumah Suci, akan memuliakannya, kami ingin menunaikan kewajiban ibadah di tempat ini. Kami telah datang membawa binatang kurban, setelah disembelih kami pun akan kembali pulang dengan aman.”
Quraisy menjawab, bahwa mereka sudah bersumpah Tahun ini Muhammad tidak boleh masuk Mekah dengan kekerasan. Pembicaraan itu jadi lama, dan lama pula Usman menghilang dari Muslimin. Desas desus segera timbul di kalangan mereka bahwa pihak Quraisy telah membunuhnya secara gelap dan dengan tipu-muslihat. Boleh jadi sementara itu pemimpin-pemimpin Ouraisy dan Usman sedang sama-sama mencari suatu rumusan jalan tengah antara sumpah mereka supaya Muhammad jangan datang ke Mekah tahun ini dengan kekerasan dengan keinginan pihak Muslimin yang akan bertawaf di Ka’bah serta, menunaikan kewajiban kepada Tuhan. Boleh jadi juga mereka sudah akrab kepada Usman dan dalam pada itu mereka sama-sarna mencari suatu cara yang akan mengatur hubungan mereka dengan Muhammad dan hubungan Muhammad dengan mereka.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 396-398.
Sementara mereka sedang berusaha hendak mencapai persetujuan dengan jalan saling tukar-menukar utusan, beberapa orang yang tidak bertanggung-jawab dari pihak Quraisy malam-malam keluar dan mereka ini melempari kemah Nabi dengan batu. Jumlah mereka ini pada suatu ketika sampai empat puluh atau lima puluh orang, dengan maksud hendak menyerang sahabat-sahabat Nabi. Tetapi mereka ini tertangkap basah lalu dibawa kepada Nabi . Tahukah kita apa yang dilakukannya? Mereka itu dimaafkan semua dan dilepaskan. sebagai suatu tanda ia ingin menempuh jalan damai serta ingin menghormati bulan suci, jangan ada pertumpahan darah di Hudaibiya, yang juga termasuk daerah suci Mekah. Mengetahui hal ini pihak Quraisy terkejut sekali. Segala bukti yang hendak dituduhkan bahwa Muhammad bermaksud memerangi mereka, jadi gugur samasekali. Mereka yakin kini bahwa semua tindakan permusuhan dari pihak mereka terhadap Muhammad, oleh pihak Arab hanya akan dipandang sebagai suatu pengkhianatan kotor saja. Jadi berhak sekalilah Muhammad mempertahankan diri dengan segala kekuatan yang ada.
Kemudian Nabi ‘alaihissalam sekali lagi berusaha hendak menguji kesabaran Quraisy dengan mengirimkan seorang utusan yang akan mengadakan perundingan dengan mereka. Umar bin’l-Khattab dipanggil dan dimintainya menyampaikan maksud kedatangannya itu kepada pemuka-pemuka Quraisy.
“Rasulullah” , kata Umar. “Saya kuatir Quraisy akan mengadakan tindakan terhadap saya, mengingat di Mekah tidak ada pihak Banu ‘Adi bin Ka’b yang akan melindungi saya. Quraisy sudah cukup mengetahui bagaimana permusuhan saya dan tindakan tegas saya terhadap mereka. Saya ingin menyarankan orang yang lebih baik dalam hal ini daripada saya yaitu Usman bin ‘Affan.”
Nabi pun segera memanggil Usman bin ‘Affan —menantunya— dan diutusnya kepada Abu Sufyan dan pemuka-pemuka Quraisy lainnya. Bila Usman berangkat membawa pesan itu, ketika memasuki Mekah terlebih dulu ia menemui Aban bin Sa’id yang kemudian memberikan jiwar (perlindungan) selama ia bertugas membawa tugas itu sampai selesainya. Sekarang Usman berangkat menemui pemimpin-pemimpin Quraisy itu dan menyampaikan pesannya. Tetapi kata mereka kepadanya :
“Usman, kalau engkau mau bertawaf di Ka’bah, bertawaflah.”
“Saya tidak akan melakukan ini sebelum Rasulullah bertawaf”, jawab Usman. “Kedatangan kami kemari hanya akan berziarah ke Rumah Suci, akan memuliakannya, kami ingin menunaikan kewajiban ibadah di tempat ini. Kami telah datang membawa binatang kurban, setelah disembelih kami pun akan kembali pulang dengan aman.”
Quraisy menjawab, bahwa mereka sudah bersumpah Tahun ini Muhammad tidak boleh masuk Mekah dengan kekerasan. Pembicaraan itu jadi lama, dan lama pula Usman menghilang dari Muslimin. Desas desus segera timbul di kalangan mereka bahwa pihak Quraisy telah membunuhnya secara gelap dan dengan tipu-muslihat. Boleh jadi sementara itu pemimpin-pemimpin Ouraisy dan Usman sedang sama-sama mencari suatu rumusan jalan tengah antara sumpah mereka supaya Muhammad jangan datang ke Mekah tahun ini dengan kekerasan dengan keinginan pihak Muslimin yang akan bertawaf di Ka’bah serta, menunaikan kewajiban kepada Tuhan. Boleh jadi juga mereka sudah akrab kepada Usman dan dalam pada itu mereka sama-sarna mencari suatu cara yang akan mengatur hubungan mereka dengan Muhammad dan hubungan Muhammad dengan mereka.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 396-398.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar