Tindakan ini tidak disadari oleh pihak Muslimin. Mereka sangat sibuk untuk memperhatikan soal itu atau soal apa pun, karena sedang menghadapi harta rampasan perang yang mereka keduk hahis-hahisan itu, sehingga tiada seorang pun yang membiarkan apa saja yang dapat mereka ambil. Sementara mereka sedang dalam keadaan serupa itu, tiba-tiba Khalid bin’l-Walid berseru sekuat-kuatnya, dan sekaligus pihak Quraisy pun mengerti, bahwa ia telah dapat membalikkan anak buahnya ke belakang tentara Muslimin. Mereka yang tadinya sudah terpukul mundur sekarang kembali lagi maju dan mendera Muslimin dengan pukulan maut yang hebat sekali. Di sinilah giliran bencana itu berbalik. Setiap Muslim telah melemparkan kembali hasil renggutan yang sudah ada di tangan itu dan kembali pula mereka mencabut pedang hendak bertempur lagi.
Tetapi sayang, sayang sekali! Barisan sudah centang-perenang, persatuan sudah pecah-belah, pahlawan-pahlawan teladan dari kalangan Muslimin telah dihantam oleh pihak Quraisy. Mereka yang tadinya berjuang dengan perintah Tuhan hendak mempertahankan iman, sekarang berjuang hendak menyelamatkan diri dari cengkaman maut, dan lembah kehinaan. Mereka yang tadinya berjuang dengan bersatu-padu, sekarang mereka berjuang dengan bercerai-berai. Tak tahu lagi haluan hendak ke mana. Tadinya mereka berjuang di bawah satu pimpinan yang kuat dan teguh, sekarang berjuang tanpa pimpinan lagi.
Jadi tidak heran, apabila ada seorang Muslim menghantamkan pedangnya kepada sesama Muslim dengan tiada disadarinya.
Dalam pada itu terdengar pula ada suara orang berteriak-teriak, bahwa Muhammad sudah terbunuh. Keadaan makin panik, makin kacau balau. Kaum Muslimin jadi berselisih, jadi saling bunuh-membunuh, satu sama lain saling hantam-menghantam, dengan tiada mereka sadari lagi karena mereka sudah tergopoh-gopoh, sudah kebingungan. Kaum Muslimin telah membunuh sesama Muslim, Husail bin Jabir membunuh Abu Hudhaifa karena sudah tidak diketahuinya lagi. Yang paling penting bagi seliap Muslim ialah menyelamatkan diri; kecuali mereka yang telah mendapat perlindungan Tuhan, seperti Ali bin Abi Talib misalnya.
YANG MENIMPA RASULULLAH
Akan tetapi begitu, Quraisy mendengar Muhammad telah terbunuh, seperti banjir mereka terjun mengalir ke jurusan tempat dia tadinya berada. Masing-masing ingin supaya dialah yang membunuhnya atau ikut memegang peranan di dalamnya, suatu hal yang akan dibanggakan oleh generasi kemudian. Ketika itulah Muslimin yang dekat sekali dengan Nabi bertindak mengelilinginya, menjaga dan melindunginya. Iman mereka telah tergugah kembali memenuhi jiwa, mereka kembali mendambakan mati, dan hidup duniawi ini dirasanya sudah tak ada arti lagi. Iman mereka makin besar, keberanian mereka makin bertambah bilamana mereka melihat batu yang dilemparkan Quraisy itu telah mengenai diri Nabi. Gigi gerahamnya yang sebelah terkena, wajahnya pecah-pecah dan bibirnya luka-luka. Dua keping lingkaran rantai topi besi yang menutupi wajahnya, telah menusuk pula menembusi pipinya. Batu-batu yang menimpanya itu dilemparkan oleh ‘Utba bin Abi Waqqash.
Sekanang Rasul dapat menguasai diri. Ia berjalan sambil dikelilingi oleh sahabat-sahabatnya. Tetapi tiba-tiba ia terperosok ke dalam sebuah lubang yang sengaja digali oleh Abu ‘Amir guna menjerumuskan kaum Muslimin. Cepat-cepat Ali bin Abi Talib menghampirinya, dipegangnya tangannya, dan Talha bin ‘Ubaidillah mengangkatnya hingga ia bendiri kembali. Ia meneruskan perjalanan dengan sahabat-sahabatnya itu, terus mendaki Gunung Uhud, dan dengan demikian dapat menyelamatkan diri dari kejaran musuh.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 300-301.
Tetapi sayang, sayang sekali! Barisan sudah centang-perenang, persatuan sudah pecah-belah, pahlawan-pahlawan teladan dari kalangan Muslimin telah dihantam oleh pihak Quraisy. Mereka yang tadinya berjuang dengan perintah Tuhan hendak mempertahankan iman, sekarang berjuang hendak menyelamatkan diri dari cengkaman maut, dan lembah kehinaan. Mereka yang tadinya berjuang dengan bersatu-padu, sekarang mereka berjuang dengan bercerai-berai. Tak tahu lagi haluan hendak ke mana. Tadinya mereka berjuang di bawah satu pimpinan yang kuat dan teguh, sekarang berjuang tanpa pimpinan lagi.
Jadi tidak heran, apabila ada seorang Muslim menghantamkan pedangnya kepada sesama Muslim dengan tiada disadarinya.
Dalam pada itu terdengar pula ada suara orang berteriak-teriak, bahwa Muhammad sudah terbunuh. Keadaan makin panik, makin kacau balau. Kaum Muslimin jadi berselisih, jadi saling bunuh-membunuh, satu sama lain saling hantam-menghantam, dengan tiada mereka sadari lagi karena mereka sudah tergopoh-gopoh, sudah kebingungan. Kaum Muslimin telah membunuh sesama Muslim, Husail bin Jabir membunuh Abu Hudhaifa karena sudah tidak diketahuinya lagi. Yang paling penting bagi seliap Muslim ialah menyelamatkan diri; kecuali mereka yang telah mendapat perlindungan Tuhan, seperti Ali bin Abi Talib misalnya.
YANG MENIMPA RASULULLAH
Akan tetapi begitu, Quraisy mendengar Muhammad telah terbunuh, seperti banjir mereka terjun mengalir ke jurusan tempat dia tadinya berada. Masing-masing ingin supaya dialah yang membunuhnya atau ikut memegang peranan di dalamnya, suatu hal yang akan dibanggakan oleh generasi kemudian. Ketika itulah Muslimin yang dekat sekali dengan Nabi bertindak mengelilinginya, menjaga dan melindunginya. Iman mereka telah tergugah kembali memenuhi jiwa, mereka kembali mendambakan mati, dan hidup duniawi ini dirasanya sudah tak ada arti lagi. Iman mereka makin besar, keberanian mereka makin bertambah bilamana mereka melihat batu yang dilemparkan Quraisy itu telah mengenai diri Nabi. Gigi gerahamnya yang sebelah terkena, wajahnya pecah-pecah dan bibirnya luka-luka. Dua keping lingkaran rantai topi besi yang menutupi wajahnya, telah menusuk pula menembusi pipinya. Batu-batu yang menimpanya itu dilemparkan oleh ‘Utba bin Abi Waqqash.
Sekanang Rasul dapat menguasai diri. Ia berjalan sambil dikelilingi oleh sahabat-sahabatnya. Tetapi tiba-tiba ia terperosok ke dalam sebuah lubang yang sengaja digali oleh Abu ‘Amir guna menjerumuskan kaum Muslimin. Cepat-cepat Ali bin Abi Talib menghampirinya, dipegangnya tangannya, dan Talha bin ‘Ubaidillah mengangkatnya hingga ia bendiri kembali. Ia meneruskan perjalanan dengan sahabat-sahabatnya itu, terus mendaki Gunung Uhud, dan dengan demikian dapat menyelamatkan diri dari kejaran musuh.
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 300-301.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar