Pada perang Uhud, 600 pasukan kaum Muslimin berhadapan dengan 3000 pasukan kafir dan musyrikin. Ketika Rasulullah s.a.w. telah menyusun barisan dan telah menentukan posisi-posisi mereka, beliau memerintahkan pasukan pemanah agar tidak beranjak dari tempat mereka yang telah ditentukan bagaimana pun keadaan yang mereka lihat, baik pada saat kaum Muslimin mendapat kemenangan total ataupun kekelahan telak, kecuali apabila mereka telah diizinkan untuk bergerak.
Pada tengah hari, kaum Muslimin mendapatkan kemenangan. Sebagian dari pasukan pemanah yang berada pada posisi mereka yang sudah ditentukan itu berkata kepada teman-teman mereka : “Mengapa kamu masih berada di sini tanpa melakukan sesuatu dan tidak mendapatkan apa-apa, sedangkan Allah sudah mengalahkan musuh-musuh kamu?” Teman kamu di bawah sana telah mendapatkan harta rampasan perang. Mari kita turun ke peperangan itu agar kita juga mendapatkan harta rampasan. “Sebagian mereka menjawab : “Bukankah Rasulullah telah memerintahkan agar kita tidak beranjak dari tempat ini, walaupun mereka mengalami kekalahan?” Sebagian mereka menjawab lagi : “Rasulullah s.a.w. tidak bermaksud mengatakan agar kita tetap di sini apabila Allah telah mengalahkan dan menghinakan kaum Musyrikin.” Mereka terus berselisih pendapat sehingga pemimpin mereka Abdullah bin Jubair berpidato di hadapan mereka dan berkata : “Janganlah kamu mengingkari perintah Rasulullah ...“ Akan tetapi, mereka tidak menaatinya kecuali beberapa orang saja. Sebagian besar mereka turun ke medan pertempuran untuk mendapatkan harta rampasan perang.
Melihat posisi pasukan pemanah yang sudah kosong, pasukan kafir Quraisy segera mengambil kesempatan tersebut dan berbalik menyerang kaum Muslimin. Karena melihat keadaan yang sudah berbalik, kaum Muslimin membuang harta rampasan perang dari tangan mereka, lalu segera menghunus pedang dan memasang panah mereka. Akan tetapi, keadaan sudah tidak memungkinkan lagi karena barisan mereka sudah kacau-balau karena para pemanah juga sudah meninggalkan tempat mereka Maka, kekalahan berbalik menimpa kaum muslim. Hal ini tidak mustahil terjadi karena mereka telah mengingkari perintah panglima besar dan pimpinan tertinggi mereka, yaitu orang yang diutus Allah kepada mereka.
Keadaan semakin sulit, Rasulullah terkena sebuah sobekan pada wajahnya dan pecah tulang pahanya, sedangkan besi pelindung mukanya tertusuk ke pipinya dan bahkan beliau jatuh ke dalam sebuah lubang yang dibuat oleh Abu Amir untuk menjebak kaum Muslimin. Maka, musuh semakin dekat kepada Rasulullah s.a.w.
Pada waktu itu, Ummu Imarah ikut bersama kaum Muslimin dalam peperangan untuk memberi air minum kepada tentara kaum Muslimin yang memerlukan air. Ketika melihat keadaan yang berbahaya tersebut, dia membuang air yang ada di tangannya lalu mengambil sebuah pedang dari seorang pejuang yang sudah mati. Kemudian dia berdiri untuk melindungi Rasulullah yang sudah terduduk, sedangkan darahnya yang suci terus mengalir. Kemudian pedang Ummu Imarah itu hancur karena banyak dipukulkan sehingga dia mati syahid dengan terkena tiga belas tusukan di badannya.
Pada waktu itu Abu Dujanah membentengi (memberi tameng) Rasul dengan tangannya sendiri untuk melindunginya dengan mengarahkan punggungnya ke arah musuh dan meng hadapkan dadanya kepada Rasulullah sehingga beliau tidak terkena lemparan yang diarahkan musuh kepadanya, sedangkan Sa’ad bin Abi Waqqash berdiri menghadapi musuh dengan panah dan pedangnya.
Setelah itu kaum kafir berteriak bahwa Muhammad telah mati. Mendengar kematian Nabi s.a.w. ini, keadaan semakin memburuk karena pasukan Muslim tidak tahu apa yang harus diperbuat. Dia membunuh siapa saja yang ada di depannya dalam keadaan putus asa dan kacau. Dia tidak peduli lagi apakah yang dibunuh tersebut orang kafir ataukah orang Muslim sendiri.
Ketika Abu Bakar dan Umar mendengar berita kematian Nabi s.a.w., mereka melemparkan senjata yang ada di tangan mereka. Mereka menjatuhkan diri dan duduk di tepi gunung itu. Mereka tidak mengetahui apa yang harus mereka katakan dan apa yang harus mereka perbuat. Seakan-akan roda kehidupan sudah berhenti dalam kepercayaan mereka. Menyaksikan keadaan tersebut, Anas bin Nadhar, berkata kepada mereka : “Mengapa kalian berdua duduk di sini?” Mereka menjawab : “Rasulullah saw telah terbunuh.” Dia berkata : “Jika, dia telah mati, maka apakah yang akan kalian perbuat setelah kematiannya dalam kehidupan kalian? Berdirilah kalian dan matilah di atas kematiannya!” Kemudian dia berteriak kepada kaum Muslimin dan maju ke depan dengan mengumandangkan takbir dan tahlil setelah itu, pasukan kaum Muslimin kembali tersusun dengan rapi. Sedangkan Anas berperang dengan kekuatan habis-habisan sehingga dia tidak terbunuh kecuali setelah mendapat tujuh puluh tusukan pedang. Tidak seorang pun yang dapat mengenali mayatnya kecuali saudaranya yang dapat mengenalinya dari jari tubuhnya yang telah terpotong-potong sampai kecil sehingga sebesar jari.
Anas mati dalam keadaan bahagia dan tersenyum ketika dia mendengar seseorang menyeru : “Wahai kaum Muslimin, bergembiralah kalian, inilah Rasulullah!”
Setelah mendengar seruan itu dengan kedua telinganya, dia menyaksikan para malaikat turun dari langit untuk menemani rohnya menuju jalan-jalan surga.
----------------------------------------------
MEMPERTAJAM KEPEKAAN SPIRITUAL, Majdi Muhammad Asy-Syahawy, Bina Wawasan Press, Jakarta 2001, halaman 239-241.
Pada tengah hari, kaum Muslimin mendapatkan kemenangan. Sebagian dari pasukan pemanah yang berada pada posisi mereka yang sudah ditentukan itu berkata kepada teman-teman mereka : “Mengapa kamu masih berada di sini tanpa melakukan sesuatu dan tidak mendapatkan apa-apa, sedangkan Allah sudah mengalahkan musuh-musuh kamu?” Teman kamu di bawah sana telah mendapatkan harta rampasan perang. Mari kita turun ke peperangan itu agar kita juga mendapatkan harta rampasan. “Sebagian mereka menjawab : “Bukankah Rasulullah telah memerintahkan agar kita tidak beranjak dari tempat ini, walaupun mereka mengalami kekalahan?” Sebagian mereka menjawab lagi : “Rasulullah s.a.w. tidak bermaksud mengatakan agar kita tetap di sini apabila Allah telah mengalahkan dan menghinakan kaum Musyrikin.” Mereka terus berselisih pendapat sehingga pemimpin mereka Abdullah bin Jubair berpidato di hadapan mereka dan berkata : “Janganlah kamu mengingkari perintah Rasulullah ...“ Akan tetapi, mereka tidak menaatinya kecuali beberapa orang saja. Sebagian besar mereka turun ke medan pertempuran untuk mendapatkan harta rampasan perang.
Melihat posisi pasukan pemanah yang sudah kosong, pasukan kafir Quraisy segera mengambil kesempatan tersebut dan berbalik menyerang kaum Muslimin. Karena melihat keadaan yang sudah berbalik, kaum Muslimin membuang harta rampasan perang dari tangan mereka, lalu segera menghunus pedang dan memasang panah mereka. Akan tetapi, keadaan sudah tidak memungkinkan lagi karena barisan mereka sudah kacau-balau karena para pemanah juga sudah meninggalkan tempat mereka Maka, kekalahan berbalik menimpa kaum muslim. Hal ini tidak mustahil terjadi karena mereka telah mengingkari perintah panglima besar dan pimpinan tertinggi mereka, yaitu orang yang diutus Allah kepada mereka.
Keadaan semakin sulit, Rasulullah terkena sebuah sobekan pada wajahnya dan pecah tulang pahanya, sedangkan besi pelindung mukanya tertusuk ke pipinya dan bahkan beliau jatuh ke dalam sebuah lubang yang dibuat oleh Abu Amir untuk menjebak kaum Muslimin. Maka, musuh semakin dekat kepada Rasulullah s.a.w.
Pada waktu itu, Ummu Imarah ikut bersama kaum Muslimin dalam peperangan untuk memberi air minum kepada tentara kaum Muslimin yang memerlukan air. Ketika melihat keadaan yang berbahaya tersebut, dia membuang air yang ada di tangannya lalu mengambil sebuah pedang dari seorang pejuang yang sudah mati. Kemudian dia berdiri untuk melindungi Rasulullah yang sudah terduduk, sedangkan darahnya yang suci terus mengalir. Kemudian pedang Ummu Imarah itu hancur karena banyak dipukulkan sehingga dia mati syahid dengan terkena tiga belas tusukan di badannya.
Pada waktu itu Abu Dujanah membentengi (memberi tameng) Rasul dengan tangannya sendiri untuk melindunginya dengan mengarahkan punggungnya ke arah musuh dan meng hadapkan dadanya kepada Rasulullah sehingga beliau tidak terkena lemparan yang diarahkan musuh kepadanya, sedangkan Sa’ad bin Abi Waqqash berdiri menghadapi musuh dengan panah dan pedangnya.
Setelah itu kaum kafir berteriak bahwa Muhammad telah mati. Mendengar kematian Nabi s.a.w. ini, keadaan semakin memburuk karena pasukan Muslim tidak tahu apa yang harus diperbuat. Dia membunuh siapa saja yang ada di depannya dalam keadaan putus asa dan kacau. Dia tidak peduli lagi apakah yang dibunuh tersebut orang kafir ataukah orang Muslim sendiri.
Ketika Abu Bakar dan Umar mendengar berita kematian Nabi s.a.w., mereka melemparkan senjata yang ada di tangan mereka. Mereka menjatuhkan diri dan duduk di tepi gunung itu. Mereka tidak mengetahui apa yang harus mereka katakan dan apa yang harus mereka perbuat. Seakan-akan roda kehidupan sudah berhenti dalam kepercayaan mereka. Menyaksikan keadaan tersebut, Anas bin Nadhar, berkata kepada mereka : “Mengapa kalian berdua duduk di sini?” Mereka menjawab : “Rasulullah saw telah terbunuh.” Dia berkata : “Jika, dia telah mati, maka apakah yang akan kalian perbuat setelah kematiannya dalam kehidupan kalian? Berdirilah kalian dan matilah di atas kematiannya!” Kemudian dia berteriak kepada kaum Muslimin dan maju ke depan dengan mengumandangkan takbir dan tahlil setelah itu, pasukan kaum Muslimin kembali tersusun dengan rapi. Sedangkan Anas berperang dengan kekuatan habis-habisan sehingga dia tidak terbunuh kecuali setelah mendapat tujuh puluh tusukan pedang. Tidak seorang pun yang dapat mengenali mayatnya kecuali saudaranya yang dapat mengenalinya dari jari tubuhnya yang telah terpotong-potong sampai kecil sehingga sebesar jari.
Anas mati dalam keadaan bahagia dan tersenyum ketika dia mendengar seseorang menyeru : “Wahai kaum Muslimin, bergembiralah kalian, inilah Rasulullah!”
Setelah mendengar seruan itu dengan kedua telinganya, dia menyaksikan para malaikat turun dari langit untuk menemani rohnya menuju jalan-jalan surga.
----------------------------------------------
MEMPERTAJAM KEPEKAAN SPIRITUAL, Majdi Muhammad Asy-Syahawy, Bina Wawasan Press, Jakarta 2001, halaman 239-241.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar