KELAHIRANNYA
Lahir di Madinah, pada tahun 93 H. Namanya sejak kecil, Malik bin Anas, bin Amir, bin ‘Amr, bin Harits.
Beliau keturunan bangsa Arab dari negeri Yaman. Kakeknya Abu ‘Amir berasal dari kota Yaman, pindah ke Madinah di masa Rasulullah s.a.w. dengan tujuan hendak mempelajari Agama Islam langsung dari Nabi. Abu ‘Amir termasuk, Shahabat Nabi yang setia, turut menyumbangkan darma baktinya dalam mempertahankan dan menegakkan Agama, sebagai prajurit gagah berani. Nama Ibunya ‘Aliah binti Syuraik. Konon khabarnya menurut riwayat bahwa, Imam Malik dikandung oleh Ibunya dua tahun lamanya.
PENDIDIKANNYA
Dari kecil sudah nampak kecerdasan fikirannya. Beliau sangat rajin belajar membaca Qur’an dengan lancar, sampai hafal diluar kepala. Setelah dewasa beliau rajin pula mempelajari Ilmu Fiqh dari para Ulama Fiqh di kota Madinah. Dari antara Guru-gurunya yang terkenal ialah : Imam Abdurrahman bin Harmaz. Kepada beliaulah Imam Malik belajar agak lama dan pernah juga tinggal di rumahnya.
Pengetahuannya tentang Agama diperluasnya lagi pada guru besar ahli Fiqh di Madinah yang bernama Raba‘ah Arra’ji. Dipelajarinnya Ilmu Hadits dari Imam Nafi’.
Selain daripada guru-gurunya yang tidak kurang dari 700 orang banyaknya itu, juga beliau bergaul rapat dengan para Shahabat, Tabi’in Anshar dan para cerdik-pandai dalam Ilmu Keagamaan.
KEPRIBADINYA
Perawakannya besar tinggi, rupanya putih kesawo-matangan, kepalanya botak, rambutnya sudah putih beruban, kumis dan janggut tidak dicukur.
Beliau suka memakai baju buatan Adan, Khurasan dan mesir yang bagus dan mahal harganya, suka memakai wangi-wangian. Beliau tidak suka memakai baju yang kumal-kumal atau kotor. Itu dianggapnya cela bagi para ‘Ulama. Beliau berpendapat bahwa para ‘Alim-Ulama seharusnya menghargai ilmunya dengan berpakaian yang baik dan pantas sesuai dengan kedudukannya.
Pada cincinnya terukir suatu ayat Qur’an (Hasbunallahu wani’mal wakil).
BUDI PEKERTINYA
Beliau adalah seorang alim yang budiman, suka menolong orang miskin, menegok orang sakit, mengantarkan jenazah dan bertindak tegas dalam kebenaran. Beliau seorang pendiam, tidak suka mengobrol berbual, apalagi membicarakan oràng lain, dalam hal ini beliau berkata : “Di Madinah ini, ada orang-orang tidak mempunyai noda, tetapi lantaran mereka itu suka membicarakan orang, maka mereka itu sekarang jadi bernoda. Sebaliknya ada lagi orang-orang yang mempunyai noda, tetapi lantaran mereka itu tidak suka membicarakan orang, maka noda merekapun jadi tidak dihiraukan orang”.
MULAI TERNAMA
Dalam usia 17 tahun beliau sudah mulai memberi pelajaran kepada murid-muridnya. Di pintu masuk, orang berjejal-jejal ingin masuk lebih dahulu, sehingga sering terjadi keributan dan tempo-tempo ada yang hendak berkelahi. Tetapi setelah mereka itu mengambil tempatnya masing-masing, maka seluruh majlis menjadi tenang dan tenteram, seorangpun tidak ada yang berbicara. Semua mata dan telinga memperhatikan ceramah Guru Besar Imam Malik bin Anas.
Para Raja dan Sultanpun yang datang ke tempat pengajian itu, sama duduk bersila mendengarkan ceramah sang guru dengan khidmat dan khusyu. Demikian hebat dan agungnya pengajian Imam Malik bin Anas.
Imam Yahya bin Syu’bah menceritakan : “Pada tahun 144 H. saya datang ke Madinah. Waktu itu Imam Malik bin Annas masih muda, masih hitam rambutnya. Waktu beliau memberi ceramah, semua orang yang mendengarkan diam, tidak ada yang berkata seorangpun. Sampai pada masa itu belum ada seorang ‘Ulamapun yang pernah memberi Fatwa di Masjid Rasulullah s.a.w. hanya baru beliau sendiri. Aku duduk di hadapannya, menanyakan sesuatu masalah, oleh beliau dijawabnya : aku meminta penjelasan lebih lanjut, oleh beliau diterangkannya juga. Karena sering bertanya, aku ditegur oleh teman-teman supaya diam. Akupun diam. Demikianlah Imam Malik bin Anas makin masyhur dan terkenal ke seluruh dunia dengan sebutan (Imam besar di Madinah). Dari mana-mana banyak yang datang untuk mendengarkan pengajian Imam Malik, malah dari negeri-negeri yang jauhpun datang, mereka dengan berkendaraan unta atau kuda.
RAMALAN NABI
Menurut pendapat para ‘Ulama Tabi’in, bahwa hadits-hadits yang tercantum di bawah ini, adalah dimaksud dengan pribadi Imam Malik bin Anas.
Lahir di Madinah, pada tahun 93 H. Namanya sejak kecil, Malik bin Anas, bin Amir, bin ‘Amr, bin Harits.
Beliau keturunan bangsa Arab dari negeri Yaman. Kakeknya Abu ‘Amir berasal dari kota Yaman, pindah ke Madinah di masa Rasulullah s.a.w. dengan tujuan hendak mempelajari Agama Islam langsung dari Nabi. Abu ‘Amir termasuk, Shahabat Nabi yang setia, turut menyumbangkan darma baktinya dalam mempertahankan dan menegakkan Agama, sebagai prajurit gagah berani. Nama Ibunya ‘Aliah binti Syuraik. Konon khabarnya menurut riwayat bahwa, Imam Malik dikandung oleh Ibunya dua tahun lamanya.
PENDIDIKANNYA
Dari kecil sudah nampak kecerdasan fikirannya. Beliau sangat rajin belajar membaca Qur’an dengan lancar, sampai hafal diluar kepala. Setelah dewasa beliau rajin pula mempelajari Ilmu Fiqh dari para Ulama Fiqh di kota Madinah. Dari antara Guru-gurunya yang terkenal ialah : Imam Abdurrahman bin Harmaz. Kepada beliaulah Imam Malik belajar agak lama dan pernah juga tinggal di rumahnya.
Pengetahuannya tentang Agama diperluasnya lagi pada guru besar ahli Fiqh di Madinah yang bernama Raba‘ah Arra’ji. Dipelajarinnya Ilmu Hadits dari Imam Nafi’.
Selain daripada guru-gurunya yang tidak kurang dari 700 orang banyaknya itu, juga beliau bergaul rapat dengan para Shahabat, Tabi’in Anshar dan para cerdik-pandai dalam Ilmu Keagamaan.
KEPRIBADINYA
Perawakannya besar tinggi, rupanya putih kesawo-matangan, kepalanya botak, rambutnya sudah putih beruban, kumis dan janggut tidak dicukur.
Beliau suka memakai baju buatan Adan, Khurasan dan mesir yang bagus dan mahal harganya, suka memakai wangi-wangian. Beliau tidak suka memakai baju yang kumal-kumal atau kotor. Itu dianggapnya cela bagi para ‘Ulama. Beliau berpendapat bahwa para ‘Alim-Ulama seharusnya menghargai ilmunya dengan berpakaian yang baik dan pantas sesuai dengan kedudukannya.
Pada cincinnya terukir suatu ayat Qur’an (Hasbunallahu wani’mal wakil).
BUDI PEKERTINYA
Beliau adalah seorang alim yang budiman, suka menolong orang miskin, menegok orang sakit, mengantarkan jenazah dan bertindak tegas dalam kebenaran. Beliau seorang pendiam, tidak suka mengobrol berbual, apalagi membicarakan oràng lain, dalam hal ini beliau berkata : “Di Madinah ini, ada orang-orang tidak mempunyai noda, tetapi lantaran mereka itu suka membicarakan orang, maka mereka itu sekarang jadi bernoda. Sebaliknya ada lagi orang-orang yang mempunyai noda, tetapi lantaran mereka itu tidak suka membicarakan orang, maka noda merekapun jadi tidak dihiraukan orang”.
MULAI TERNAMA
Dalam usia 17 tahun beliau sudah mulai memberi pelajaran kepada murid-muridnya. Di pintu masuk, orang berjejal-jejal ingin masuk lebih dahulu, sehingga sering terjadi keributan dan tempo-tempo ada yang hendak berkelahi. Tetapi setelah mereka itu mengambil tempatnya masing-masing, maka seluruh majlis menjadi tenang dan tenteram, seorangpun tidak ada yang berbicara. Semua mata dan telinga memperhatikan ceramah Guru Besar Imam Malik bin Anas.
Para Raja dan Sultanpun yang datang ke tempat pengajian itu, sama duduk bersila mendengarkan ceramah sang guru dengan khidmat dan khusyu. Demikian hebat dan agungnya pengajian Imam Malik bin Anas.
Imam Yahya bin Syu’bah menceritakan : “Pada tahun 144 H. saya datang ke Madinah. Waktu itu Imam Malik bin Annas masih muda, masih hitam rambutnya. Waktu beliau memberi ceramah, semua orang yang mendengarkan diam, tidak ada yang berkata seorangpun. Sampai pada masa itu belum ada seorang ‘Ulamapun yang pernah memberi Fatwa di Masjid Rasulullah s.a.w. hanya baru beliau sendiri. Aku duduk di hadapannya, menanyakan sesuatu masalah, oleh beliau dijawabnya : aku meminta penjelasan lebih lanjut, oleh beliau diterangkannya juga. Karena sering bertanya, aku ditegur oleh teman-teman supaya diam. Akupun diam. Demikianlah Imam Malik bin Anas makin masyhur dan terkenal ke seluruh dunia dengan sebutan (Imam besar di Madinah). Dari mana-mana banyak yang datang untuk mendengarkan pengajian Imam Malik, malah dari negeri-negeri yang jauhpun datang, mereka dengan berkendaraan unta atau kuda.
RAMALAN NABI
Menurut pendapat para ‘Ulama Tabi’in, bahwa hadits-hadits yang tercantum di bawah ini, adalah dimaksud dengan pribadi Imam Malik bin Anas.
- “Kelak di kemudian hari akan terputuslah ilmu Keagamaan, di mana tidak ada orang Alim yang lebih Alim daripada orang Alim Kota Madinah”.
- “Di muka dunia ini tidak ada orang yang lebih Alim daripada orang itu. Banyak orang datang dari segenap pelosok dengan mengendari unta”.
- Nyaris orang-orang pada pergi dengan menunggang unta hendak mencari di mana ada orang alim, tetapi orang alim tidak ada hanya satu-satunya, yakni orang alim besar di kota Madinah”.
- Dari Timur, dan Barat dan dari mana-mana orang pada pergi mencari ilmu pengetahuan, tetapi mereka tidak bertemu dengan orang alim, yang lebih alim daripada orang alim besar di kota Madinah itu”.
PENGAKUAN PARA ‘ULAMA
Imam Syafi’i :
- Kalau kau dengar sesuatu Hadits dari Imam Malik, ambiliah Hadits itu, percayalah !“
- “Jika ada orang mengucapkan Hadits, maka Imam Malik adalah bintangnya. Untuk saya tidak ada orang yang saya percaya lebih daripada Imam Malik”.
Imam Hammad bin Salamah :
Andaikata aku disuruh memilih seorang Imam bagi Ummat Muhammad s.a.w. sebagai guru, tempat mereka belajar, tentu akan küpilih Imam Malik, karena beliaulah yang lebih tepat dan ahli demi kepentingan bersama”.
Imam Abdullah bin Mubarak :
“Saya tidak pernah melihat seorang yang telah dianugerahi ilmu Hadits Rasulullah s.a.w. yang lebih hebat dalam pandanganku, kecuali Imam Malik bin Anas. Atau yang paling mengagungkan Hadits Rasulullah s.a.w. kecuali Imam Malik. Atau yang paling teguh memegang Agama kecuali Imam Malik. Seandainya aku disuruh memilih seorang Imam bagi ummat Islam, niscaya aku pilih Imam Malik”..
Imam Laits bin Sa’ad :
Ilmu Imam Malik itu, adalah ilmu Ketaqwaan yang dapat dipercaya”.
PENGHIDUPANNYA
Walaupun beliau sejak kecil hidup dalam kemiskinan, namun beliau tidak suka patäh semangat. Bahkan kemiskinannya itu menjadi alat pendorong untuk maju terus mencapai cita-citanya.”
Sebagai seorang Muslim yang berbudi-luhur, sekalipun beliau hidup dalam serba kekurangan. tetapi beliau pantang mengeluh. Beliau penuh percaya kepada Allah, bahwa Tuhan akan mencukupinya segala dan keperluan hidupnya. Hidup itu ada pasang/ surut dan turun/ naik. 1 kehidupan Imam Malik, yang pada mulanya, dalam serba kekurangan, tetapi setelah bintangnya naik dan mulai terkenal sebagai seorang Besar dalam lingkungan kaum Muslimin, maka semakin harum namanya.
Bertubi-tubi diterimanya hadiah-hadiah dari mana-mana, terutama dari Pembesar-pembesar Negeri. diterimanya hadiah dari Khalifah Almahdiy sebesar 2000 dirham uang mas. Pernah juga menerima dari Khalifah Harun Arrasyid hadiah sebanyak dirham uang emas.
Sejak itu maka penghidupan Imam Malik tampaknya lahirnya serba cukup dan semakin mewah. Tetapi kekayaannya itu tidak ditimbun-timbun atau disimpan saja, bahkan dipergunakannya untuk kepentingan umum, terutama untuk biaya siswa yang memerlukan.
DERMAWANANNYA
Di antara para muridnya yang diberi bantuan siswa oleh beliau, ialah Muhammad bin Idris, seorang siswa bintang pelajar yang mempunyai otak kecerdasan luar biasa, yang dikemudian hari menjadi seorang Imam Besar pula, terkenal dengan nama Imam Syafi’i.
Imam Syafi’i menceritakan :
”Saya pernah melihat beberapa ekor kuda yang bagus dari negeri Khurasan dan beberapa ekor dan Mesir kepunyaan Imam Malik. Suatu hari, saya melihat di muka rumahnya ada se’ekor kuda istimewa yang paling bagus benar. Dengan tidak terasa meluncurlah dari mulutku ucapan kekaguman: “Alangkah bagusnya kuda ini !“ Rupanya ucapanku itu didengar juga oleh Imam Malik : Beilau menghampiri aku sambil berkata :
“Kuda inilah yang akan saya berikan kepadamu, hai Abu Abdillah !“
‘Ah, jangan Pa, biarlah kuda ini untuk kendaraan Bapak sendiri”.
“Tidak, demi Allah, saya merasa malu kepada Allah menginjak tanah mi dengan kaki kuda di mana ada terkubur jasad Rasulullah”.
Kuda itu diberikan kepada Imam Syafi’i.
PENGHARGAANNYA TERHADAP HADITS RASULULLAH S.A.W.
Kata Muthrif: “Biasanya kalau datang tamu-tamu, lebih dulu dijemput oleh sahayanya yang menanyakan maksud kedatangan mereka. Jika mereka hendak menanyakan masalah-masalah, ditemuinya mereka itu sebagaimana biasa. Tetapi jika hendak mananyakan Hadits, maka lebih dulu beliau pergi ke kamar mandi.
Sehabis mandi atau wudlu, lalu mengenakan baju dan serbannya yang bagus-bagus dengan memakai wangi-wangian. Lalu duduk di tempat yang disediakan untuk itu dengan tenang dan khusyu’nya. Sudah itu baru membacakan/ menguraikan Hadits Nabi s.a.w. diiringi dengan semerbak wangi kayu gaharu yang mengepul-ngepul asapnya, sengaja dibakar untuk keperluan itu.
PENGHARGAANNYA TERHADAP ILMU PENGETAHUAN
‘Atiq bin Ya’qub : “Suatu waktu Khalifah Harun Arrasyid berkunjung ke Madinah. Didengarnya bahwa Imam Malik sedang membacakan kitabnya Almuwattha’ di muka umum. Baginda memerintahkan Barmaky pergi menjemput Imam Malik, supaya datang menghadap Baginda, dengan membawa kitabnya untuk dibaca di hadapannya. Setelah disampaikan oleh Barmaky amanat Baginda itu, sahut Malik : “Baiklah, pulanglah Saudara dan sampaikan salam saya kepada Baginda dan katakan kepadanya bahwa hendaknya pencinta ilmulah yang harus mencari ilmü, bukan ilmu yang harus mencari peminatnya”
Waktu perkataan Imam Malik disampaikan kepada Baginda, kebetulan ada Imam Abu Yusuf yang turut mendengar laporan itu. Demi mendengar itu berkatalah Imam Abu Yusuf.
”Ya Amirul Mu’minin, saya déngar dari rakvat bahwa Tuanku ada memerintahkan orang memanggil Imam Malik, tetapi permintaan Tuanku ditolaknya. Itu menurut pendapatku, sebaiknya Tuanku bertindaklah sebagaimana mestinya”
Dalam pada itu datanglah Imam Malik menghadap. Setelah duduk. Baginda bertanva :
“Hai Imam Malik. Saya telah memerintahkan orang memanggilmu, tetapi kau tolak permintaanku itu”:
“Ya Amirul Mu’minin. Demi Tuhan yang telah mengangkat kedudukan Tuanku serta telah menganugerahi Tuanku jabatan yang mulia ini, saya harap janganlah hendaknya Tuanku menjadi orang yang pertama-tama kali tidak menghormati pengetahuan, sebah mungkin nanti Tuhan akan merendahkan juga kedudukan Tuanku. Sekali-kali saya tidak menolak permintaan Tuanku, tetapi saya mengharap supaya Tuanku dapat menghargai ilmu pengetahuan, agar Allah menghargai kedudukan Tuanku”.
Maka Baginda Harun Arrasyid berkenan pergi bersama-sama Imam Malik ke rumahnya, untuk mendengarkan isi kitab Almuattha’.
Baginda dipersilahkan duduk di tempat yang telah disediakan. Waktu Imam Malik hendak membacakan, Baginda bertanya :
“Guru hendak membacakan hanya untuk seorang saja”.
Kalau begitu baik keluarkan saja dulu semua orang yang ada di sini, baru aku baca sendiri di muka Guru”.
“Tuanku, kalau umum tidak diperkenankan mendengar maka Allah tidak akan memberikan manfa’at pengetahuan kepada orang itu”.
Lalu Imam Malik menyuruh Ma’an membaca.. Ketika Ma’an hendak membaca, berkata pula Imam Malik : “Ya Amiril Mu’minin, sebagaimana Tuanku tahu bahwa para pencinta ilmu di sini sangat menghargai ilmu ............”
Maka Baginda Harunpun turunlah dari kursinya, lalu duduk bersama-sama Imam Malik di bawah.
KHALIFAH AL-MANSHUR DAN IMAM MALIK
Khalifah Abu Ja’far Almanshur sering mendengar desas-desus bahwa para Ulama banyak yang mengecam sikap dan tindakannya. Suatu waktu pada malam hari Imam Malik dipanggil datang menghadap Baginda. Setelah masuk ke dalam istana, Imam Malik merasa ketakutan, karena dilihatnya dikanan-kirinya berjajar barisan pengawalnya dengan bersenjata lengkap. Setelah sampai dibalairung, dilihatnya Baginda sedang duduk seorang diri dengan tidak berteman seorangpun. Setelah dipersilakannya duduk, maka Bagindapun duduklah didekatnya benar, di hadapan Imam Malik, lalu disuruhnya pula supaya beliau mendekati lagi lebih dekat, sehingga berimpitlah (beradu) lutut dengan lutut.
“Apa gerangan yang menyebabkan para Ulama tidak senang terhadap sikap dan tindakanku selama ini?“ demikian Baginda memulai bertanya. “Cobalah terangkan, karena tuan Guru lebih mengerti dan lebih dekat kepada rakyat serta disegani, supaya tahu bagaimana seharusnya saya sebagai pemimpin Negara bertindak”
”Ya Amirul Mu’minin, bukankah Allah s.w.t. telah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, apabila ada orang fasiq membawa berita, selidikilah dahulu kebenarannya. Sebab jika tidak waspada, mungkin akan membawa keonaran terhadap sesuatu golongan. Ini bisa mendapatkan penyesalan kepadamu sekalian dikemudian hari, (karena tindakanmu yang kurang hati-hati itu)”. Selanjutnya terjadilah percakapan panjang lebar dan pertukaran pikiran antara kedua beliau itu.
”Semula saya kira, bahwa Tuanku memanggil saya datang di malam hari gelap begini ini, saya kira akan membunuh saya”
“Ah, masakan saya hendak membunuh atau merusak kehormatan seorang warga Muslim sebagai Guru yang menjadi sendi ummat. Sekalipun saya bukan sebagai pencipta atau pembinanya masakan saya hendak meruntuhkan sendi itu. Tetapi kalau tuan guru mau dan suka di tempat ini, silakan tuan guru pindah saja ke kota yang aman ini, di sini tidak akan ada orang yang berani mengganggu tuan guru”.
“Kalau demikian kehendak Tuanku, Saya tidak keberatan. Tetapi kalau maksud Tuanku lain lagi, maka saya lebih suka tinggal tetap di Kota Madinah ini, mengingat sabda Rasulullah s.a.w. : Kota Madinah lebih baik untuk tempat tinggal mereka, jika mereka memang tahu”.
“Jika Demikian, saya tidak akan memaksa guru”. Waktu mereka sedang bercakap-cakap itu, masuklah seorang putra Baginda. Demi dilihatnya ada orang sedang duduk bersama-sama ayahnya, terkejutlah anak itu, lalu segera keluar lagi”.
“Tahukah tuan guru, mengapa anak itu keluar lagi, sebagai orang yang ketakutan ?“ “Tidak”. “Dia tidak biasa melihat ada orang yang duduk bersama-samaku, seperti tuan guru sekarang ini”.
Ketika Imam Malik hendak pulang, diberinya hadiah uang 300 dinar emas.
Setelah Imam Malik sudah pulang, anak itu bertanya kepada ayahnya, katanya :
“Siapa gerangan orang tadi itu, yang ayahanda ajak bércakap-cakap dan duduk bersama-sama bukankah dia itu rakyat biasa saja?”
”O, nak, ketahuilah bahwa di dunia ini tidak ada orang yang lebih disegani orang, kecuali orang itu tadilah, namanya Malik bin Anas dan ada satu orang lagi yang bernama Sufyan Attsaury”
KHALIFAH HARUN ARRASYID DAN IMAM MALIK
Waktu Khalifah Harun Arrasyid berkunjung ke Madinah, tidak lupa menjumpai Imam Malik, Baginda bertanya :
”Adakah tuan guru mempunyai rumah ?“ Tidak”. .ah ini, uang, ambillah, 3000 dinar. Belikan rumah untük tempat tinggal tuan guru !“
Uang itu diterimanya, tetapi tidak dibelikannya rumah, sebagaimana diharapkan oleh Khalifah Harun arrasyid, tetapi disimpannya saja.
Ketika Khalifah Harun hendak pulang, Baginda singgah dahulu sebentar kepada Imam Malik, dengan maksud akan mengajak pindah. ”Saya hendak pamitan, dan sebaiknya tuan guru turut serta untuk tinggal bersama-sama di sana, sebab saya bermaksud hendak mengarahkan perhatian masyakat kepada kitab Almuwattha’, sebagaimana ‘Utsman bin ‘Affan telah dapat mengarahkan perhatian masyarakat kepada kitab Qur’an”
”Adapun mengarahkan perhatian masyarakat kepada kitab Al-Muwattha’, itu tidak mungkin. Sebab para shahabat sudah banyak tersebar ke berbagai negeri di tiap-tiap negeri masing-masing memperkembangkan ilmu Haditsnya. Dalam hal ini Rasulullah
pernah bersabda : “Pertikaian antara ummatku itu, adalah pertanda suatu rahmat”. Demikian juga tentang pindah, itupun tidak mungkin. Sebab Rasulullah pernah berkata : “Kota Madinah ini lebih baik untuk tempat tinggal mereka, demikian kalau mereka tahu”. Dan inilah uang yang Tuanku hadiahkan masih utuh, jika Tuanku mau ambil,-ambillah kembali, jika tidak biarlah”.
W A F A T
Sesudah lanjut usia beliau ya’ni sudah mencapai 90 tahun, maka pada tanggal 10 Rabi’ul Awwal tahun 183 H. beliau mangkat pulang ke rahmatullah. Jenazahnya di makamkan di Baqi’ di luar kota Madinah. Atas kemangkatannya itu, maka ummat Islam di seluruh tanah Irak terutama di Madinah sama-sama berkabung menyatakan sedihnya, karena kehilangan seorang tokoh besar pemimpin ummat. Inna lillaahi wainna ilaihi roji’un”.
DAERAH PENGARUHNYA
Pada mulanya Madzhab Maliky itu berkembang Madinah sebagaimana mula tumbuhnya, sampai meliputi seluruh tanah Hijaz. Kemudian berkembang tanah ‘Iraq, Mesir, ‘Afrika, Andalusia, Maroko, Algers, Tunisia, Tripoli, Libia. Sudan dan di Palestina.
----------------------------------------------------------------
Empat Besar Sahabat-sahabat Rasulullah dan Imam Madzhab, M. Said, Penerbit PT. Alma’arif Bandung, cetakan ke-IV, halaman 80-93
Tidak ada komentar:
Posting Komentar