Ia menyerahkan masalah ini ke tangan sahabat-sahabat kaum Muslimin. Diajaknya mereka bermusyawarah dan pilihan terserah kepada mereka. Kalangan Muslimin sendiri melihat tawanan-tawanan ini ternyata masih ingin hidup dan akan bersedia membayar tebusan dengan harga tinggi.
“Lebih baik kita mengirim orang kepada Abu Bakar”, kata mereka. “Dari kerabat kita ia orang Quraisy yang pertama, dan yang paling lembut dan banyak punya rasa belas-kasihan. Kita tidak melihat Muhammad menyukai yang lain lebih dari dia.”
Lalu mereka mengutus orang menemui Abu Bakar.
“Abu Bakar”, kata mereka. “Di antara kita ada yang masih pernah ayah, saudara, paman atau mamak kita serta saudara sepupu kita. Orang yang jauh dari kita pun masih kerabat kita. Bicarakanlah dengan shahabatmu itu supaya bermurah hati kepada kami atau menerima penebusan kami.”
Dalam hal ini Abu Bakar berjanji akan berusaha. Tetapi mereka kuatir Umar ibn’l-Khattab akan mempersulit urusan mereka ini. Maka mereka mengutus beberapa orang lagi kepadanya, dengan menyatakan seperti yang dikatakan kepada Abu Bakar. Tetapi Umar menatap mereka penuh curiga. Kemudian kedua sahahat besar Muhammad ini berangkat menemuinya. Abu Bakar berusaha melunakkan dan meredakan kemarahannya.
“Rasulullah”, katanya. “Demi ayah dan ibuku. Mereka itu masih keluarga kita; ada ayah, ada anak atau paman, ada sepupu atau saudara-saudara. Orang yang jauh dari kita pun masih kerabat kita. Bermurah hatilah kita kepada mereka itu. Semoga Tuhan memberi kemurahan kepada kita. Atau kita terimalah tebusan dari mereka, semoga Tuhan akan menyelamatkan mereka dari api neraka. Maka apa yang kita ambil dari mereka akan memperkuat kaum Muslimin juga. Semoga Allah kelak membalikkan hati mereka.”
Muhammad diam, tidak menjawab. Kemudian ia berdiri dan pergi menyendiri. Oleh Umar ia didekati dan duduk di sebelahnya.
“Rasulullah”, katanya. “Mereka itu musuh-musuh Tuhan. Mendustakan tuan, memerangi tuan dan mengusir tuan. Penggal sajalah leher mereka. Mereka inilah kepala-kepala orang kafir, pemuka-pemuka orang yang sesat. Orang-orang musyrik itu adalah orang-orang yang sudah dihinakan Tuhan.”
Juga Muhammad tidak menjawab.
Sekarang Abu Bakar kembali ke tempat duduknya semula. Begitu lemah-lembut ia bersikap sambil mengharapkan sikap yang lebih lunak. Disebutnya adanya pertalian famili dan kerabat, dan kalau para tawanan itu masih hidup, diharapkannya akan mendapat petunjuk Tuhan. Sedang Umar kembali memperlihatkan sikapnya yang adil dan keras. Baginya lemah-lembut atau kasihan tidak ada.
Selesai Abu Bakar dan Umar bicara, Muhammad berdiri. Ia kembali ke kamarnya. Ia tinggal sejenak di sana. Kemudian ia kembali keluar. Orang ramai segera melibatkan diri dalam persoalan ini. Satu pihak mendukung pendapat Abu Bakar, yang lain memihak kepada Umar. Nabi mengajak mereka berunding, apa yang harus dilakukan. Lalu dibuatnya suatu perumpamaan tentang Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar adalah seperti Mikail, diturunkan Tuhan dengan membawa sifat pemaaf kepada hamba-Nya. Dan dari kalangan nabi-nabi seperti Ibrahim. Ia sangat lemah-lembut terhadap masyarakatnya. Oleh masyarakatnya sendiri ia dibawa dan dicampakkan ke dalam api. Tapi tidak lebih, ia hanya berkata :
“Cih! Kenapa kamu menyembah sesuatu selain, Allah? Tidakkah kamu berakal?” (QS 21 : 67)
“Lebih baik kita mengirim orang kepada Abu Bakar”, kata mereka. “Dari kerabat kita ia orang Quraisy yang pertama, dan yang paling lembut dan banyak punya rasa belas-kasihan. Kita tidak melihat Muhammad menyukai yang lain lebih dari dia.”
Lalu mereka mengutus orang menemui Abu Bakar.
“Abu Bakar”, kata mereka. “Di antara kita ada yang masih pernah ayah, saudara, paman atau mamak kita serta saudara sepupu kita. Orang yang jauh dari kita pun masih kerabat kita. Bicarakanlah dengan shahabatmu itu supaya bermurah hati kepada kami atau menerima penebusan kami.”
Dalam hal ini Abu Bakar berjanji akan berusaha. Tetapi mereka kuatir Umar ibn’l-Khattab akan mempersulit urusan mereka ini. Maka mereka mengutus beberapa orang lagi kepadanya, dengan menyatakan seperti yang dikatakan kepada Abu Bakar. Tetapi Umar menatap mereka penuh curiga. Kemudian kedua sahahat besar Muhammad ini berangkat menemuinya. Abu Bakar berusaha melunakkan dan meredakan kemarahannya.
“Rasulullah”, katanya. “Demi ayah dan ibuku. Mereka itu masih keluarga kita; ada ayah, ada anak atau paman, ada sepupu atau saudara-saudara. Orang yang jauh dari kita pun masih kerabat kita. Bermurah hatilah kita kepada mereka itu. Semoga Tuhan memberi kemurahan kepada kita. Atau kita terimalah tebusan dari mereka, semoga Tuhan akan menyelamatkan mereka dari api neraka. Maka apa yang kita ambil dari mereka akan memperkuat kaum Muslimin juga. Semoga Allah kelak membalikkan hati mereka.”
Muhammad diam, tidak menjawab. Kemudian ia berdiri dan pergi menyendiri. Oleh Umar ia didekati dan duduk di sebelahnya.
“Rasulullah”, katanya. “Mereka itu musuh-musuh Tuhan. Mendustakan tuan, memerangi tuan dan mengusir tuan. Penggal sajalah leher mereka. Mereka inilah kepala-kepala orang kafir, pemuka-pemuka orang yang sesat. Orang-orang musyrik itu adalah orang-orang yang sudah dihinakan Tuhan.”
Juga Muhammad tidak menjawab.
Sekarang Abu Bakar kembali ke tempat duduknya semula. Begitu lemah-lembut ia bersikap sambil mengharapkan sikap yang lebih lunak. Disebutnya adanya pertalian famili dan kerabat, dan kalau para tawanan itu masih hidup, diharapkannya akan mendapat petunjuk Tuhan. Sedang Umar kembali memperlihatkan sikapnya yang adil dan keras. Baginya lemah-lembut atau kasihan tidak ada.
Selesai Abu Bakar dan Umar bicara, Muhammad berdiri. Ia kembali ke kamarnya. Ia tinggal sejenak di sana. Kemudian ia kembali keluar. Orang ramai segera melibatkan diri dalam persoalan ini. Satu pihak mendukung pendapat Abu Bakar, yang lain memihak kepada Umar. Nabi mengajak mereka berunding, apa yang harus dilakukan. Lalu dibuatnya suatu perumpamaan tentang Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar adalah seperti Mikail, diturunkan Tuhan dengan membawa sifat pemaaf kepada hamba-Nya. Dan dari kalangan nabi-nabi seperti Ibrahim. Ia sangat lemah-lembut terhadap masyarakatnya. Oleh masyarakatnya sendiri ia dibawa dan dicampakkan ke dalam api. Tapi tidak lebih, ia hanya berkata :
“Cih! Kenapa kamu menyembah sesuatu selain, Allah? Tidakkah kamu berakal?” (QS 21 : 67)
Atau seperti katanya :
“Yang ikut aku, dia itulah yang di pihakku. Tapi terhadap yang membangkang kepadaku, Engkau Maha Pengampun dan Penyayang.” (QS 14 : 36)
Contohnya lagi di kalangan para nabi seperti Isa tatkala ia berkata :
“Kalaupun mereka Engkau siksa, mereka itu semua hamba-Mu, dan kalau Engkau ampuni, Engkau Mahakuasa dan Bijaksana.” (QS 5 : 118)
Sedang Umar, dalam malaikat contohnya seperti Jibril, diturunkan, membawa kemurkaan dari Tuhan dan bencana terhadap musuh-musuh-Nya. Di lingkungan para nabi ia seperti Nuh tatkala berkata :
“Tuhan, jangan biarkan orang-orang yang ingkar itu punya tempat tinggal di muka bumi ini. “ (QS 71 : 26)
Atau seperti Musa bila ia berkata :
“O Tuhan! Binasakanlah harta-benda mereka itu, dan tutuplah hati mereka. Mereka takkan percaya sebelum siksa yang pedih mereka, rasakan.” (QS 10 : 88)
Kemudian katanya :
“Kamu semua mempunyai tanggungan. Jangan ada yang lolos mereka itu, harus dengan ditebus atau dipenggal lehernya.”
Lalu mereka berunding lagi dengan sesamanya. Di antara mereka itu ada seorang penyair, yaitu Abu ‘Azza ‘Amr bin Abdullah bin ‘Umair al-Jumahi. Melihat adanya pertentangan pendapat itu cepat-cepat ia mau menyelamatkan diri.
“Muhammad”, katanya. “Saya punya lima anak perempuan dan mereka tidak punya apa-apa. Maka sedekahkan sajalah aku ini kepada mereka. Aku berjanji dan memberikan jaminan, bahwa aku tidak akan memerangi kau lagi, juga samasekali aku tidak akan memaki-maki kau lagi.”
Orang ini mendapat jaminan Nabi dan dibebaskan tanpa membagi uang tebusan. Hanya dialah satu-satunya tawanan yang berhasil mendapat jaminan demikian. Tetapi kemudian ia memungkiri janjinya, dan kembali ia setahun kemudian ikut berperang di Uhud. Ia kena tawan lagi lalu terbunuh.
Pihak Muslimin, sesudah lama berunding akhirnya memutuskan, bahwa mereka dapat mengabulkan cara penebusan itu. Dengan dikabulkannya itu ayat ini turun.
“Tidak sepatutnya seorang nabi itu akan mempunyai tawanan-tawanan perang, sebelum ia selesai berjuang di dunia. Kamu menghendaki harta-benda dunia, sedang Allah menghendaki akhirat. Allah Maha Kuasa dan Bijaksana.“ (QS 8 : 67)
-------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 264-267.
“Yang ikut aku, dia itulah yang di pihakku. Tapi terhadap yang membangkang kepadaku, Engkau Maha Pengampun dan Penyayang.” (QS 14 : 36)
Contohnya lagi di kalangan para nabi seperti Isa tatkala ia berkata :
“Kalaupun mereka Engkau siksa, mereka itu semua hamba-Mu, dan kalau Engkau ampuni, Engkau Mahakuasa dan Bijaksana.” (QS 5 : 118)
Sedang Umar, dalam malaikat contohnya seperti Jibril, diturunkan, membawa kemurkaan dari Tuhan dan bencana terhadap musuh-musuh-Nya. Di lingkungan para nabi ia seperti Nuh tatkala berkata :
“Tuhan, jangan biarkan orang-orang yang ingkar itu punya tempat tinggal di muka bumi ini. “ (QS 71 : 26)
Atau seperti Musa bila ia berkata :
“O Tuhan! Binasakanlah harta-benda mereka itu, dan tutuplah hati mereka. Mereka takkan percaya sebelum siksa yang pedih mereka, rasakan.” (QS 10 : 88)
Kemudian katanya :
“Kamu semua mempunyai tanggungan. Jangan ada yang lolos mereka itu, harus dengan ditebus atau dipenggal lehernya.”
Lalu mereka berunding lagi dengan sesamanya. Di antara mereka itu ada seorang penyair, yaitu Abu ‘Azza ‘Amr bin Abdullah bin ‘Umair al-Jumahi. Melihat adanya pertentangan pendapat itu cepat-cepat ia mau menyelamatkan diri.
“Muhammad”, katanya. “Saya punya lima anak perempuan dan mereka tidak punya apa-apa. Maka sedekahkan sajalah aku ini kepada mereka. Aku berjanji dan memberikan jaminan, bahwa aku tidak akan memerangi kau lagi, juga samasekali aku tidak akan memaki-maki kau lagi.”
Orang ini mendapat jaminan Nabi dan dibebaskan tanpa membagi uang tebusan. Hanya dialah satu-satunya tawanan yang berhasil mendapat jaminan demikian. Tetapi kemudian ia memungkiri janjinya, dan kembali ia setahun kemudian ikut berperang di Uhud. Ia kena tawan lagi lalu terbunuh.
Pihak Muslimin, sesudah lama berunding akhirnya memutuskan, bahwa mereka dapat mengabulkan cara penebusan itu. Dengan dikabulkannya itu ayat ini turun.
“Tidak sepatutnya seorang nabi itu akan mempunyai tawanan-tawanan perang, sebelum ia selesai berjuang di dunia. Kamu menghendaki harta-benda dunia, sedang Allah menghendaki akhirat. Allah Maha Kuasa dan Bijaksana.“ (QS 8 : 67)
-------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 264-267.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar