"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Minggu, 07 Februari 2016

Kehebatan Tawakkal Rasulullah

Almanhaj. Tawakal adalah akhlak agung yang sangat dibutuhkan seorang hamba dalam menjalankan setiap urusannya, baik urusan agama atau urusan duniawi. Meskipun ia telah dianugerahi kekuatan, kemampuan dan tenaga, akan tetapi sesungguhnya tidak ada daya dan kekuatan bila ia tidak memperoleh taufik dan pertolongan Allah Azza wa Jalla .

Allah Azza wa Jalla memerintahkan bertawakal dalam firman-Nya :
وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Dan bertawakkallah kamu kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman [al-Mâidah/5:23]

Allah Azza wa Jalla juga mengabarkan kecintaan-Nya kepada mutawakkilîn (kaum yang bertawakal) dalam firman-Nya :
 
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal [Ali ‘Imrân/3:159]

Tawakal merupakan bentuk ketergantungan dan kepercayaan yang kuat seorang Muslim kepada Allah Azza wa Jalla bahwa Dia Azza wa Jalla akan memberikan pertolongan dan keselamatan. Orang yang berada dalam kondisi demikian, akan dibantu dan ditolong di saat yang sangat genting dan nyaris tidak ada harapan hidup sekalipun.
Perhatikan kisah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini. Di perang Hunain, perang yang terjadi pasca Fathu Makkah (penaklukan kota Mekah), Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap gigih di medan laga, saat kebanyakan orang yang bersama beliau kocar-kacir oleh sergapan panah musuh.
Dalam Shahîhain, Barâ bin ‘Azib Radhiyallahu anhu menyebutkan bahwa ada seorang lelaki bertanya kepadanya,” Wahai Abu ‘Amarah, apakah kalian melarikan diri di perang Hunain? Jawabnya: (Ya), akan tetapi Rasulullâh tidak. Suku Hawâzin kaum ahli panah. Ketika menghadapi mereka, kami berhasil memukul mundur mereka. Orang-orang pun berpaling menuju harta rampasan perang. Ternyata, mereka (suku Hawâzin), dengan tiba-tiba menghujani kami dengan anak panah sehingga orang-orang (Sahabat) kalah. Aku menyaksikan Rasulullâh dengan Abu Sufyân bin Hârits yang memegang tali kendali keledai putih beliau. Beliau meneriakkan :
أَنَا النَّبِيُّ لاَ كَذِبْ أَنَا ابْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبْ
Aku seorang nabi tidak dusta. Aku putra `Abdul Muththalib [HR al-Bukhâri, Muslim, dan at-Tirmidzi]

Setelah membawakan hadits ini, Imam Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya: “Ini adalah puncak keberanian yang sempurna. Dalam keadaan perang yang sengit, pasukan beliau yang telah terpukul mundur, hanya dengan menunggangi keledai, hewan yang tidak bisa lari kencang, tidak mampu dipakai bergerak maju mundur untuk menyerang atau melarikan diri, beliau menerobos ke tengah mereka sambil meneriakkan nama beliau. Hal itu, agar orang yang tidak mau mengenal beliau sampai hari Kiamat sudah tahu tentang beliau. Ini semua tiada lain karena kepercayaan dan tawakal beliau kepada Allah Azza wa Jalla dan serta karena beliau yakin bahwa Allah Azza wa Jalla akan menolongnya, menyempurnakan risalahnya dan memenangkan agamanya di atas seluruh agama” [Tafsîr Ibnu Katsîr 2/357].

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl9 Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar