Akan tetapi berita keberangkatan mereka sudah lebih dulu sampai. Syurahbil penguasa Heraklius di Syam sudah mengumpulkan kelompok-kelompok kabilah yang ada di sekitarnya. Pasukan tentara yang terdiri dari orang-orang Yunani dan orang-orang Arab sebagai bantuan dari Heraklius didatangkan pula. Beberapa keterangan menyebutkan, bahwa Heraklius sendirilah yang tampil memimpin pasukannya itu sampai bermarkas di Ma’ab di bilangan Balqa’, terdiri dari seratus ribu orang Rumawi, ditambah dengan seratus ribu lagi dari Lakhm, Judham, Qain, Bahra’ dan Bali. Dikatakan juga bahwa Theodore saudara Heraklius itulah yang memimpin pasukan, bukan Heraklius sendiri.
Ketika pihak Muslimin berada di Ma’an, adanya kelompok-kelompok itu mereka ketahui Dua malam mereka berada di tempat itu sambil melihat-lihat api yang harus mereka lakukan berhadapan dengan jumlah yang begitu besar. Salah seorang dari mereka ada yang berkata : Kita menulis surat kepada Rasulullah saw. dengan memberitahukan jumlah pasukan musuh Kita bisa diberi balabantuan atau kita mendapat perintah lain dan kita maju terus. Saran ini hampir saja diterima oleh suara terbanyak kalau tidak Abdullah ibn Rawaha yang dikenal ksatria dan juga penyair, berkata :
“Saudara-saudara, apa yang tidak kita sukai, justru itu yang kita cari sekarang ini, yaitu mati syahid. Kita memerangi musuh itu bukan karena perlengkapan, bukan karena kekuatan juga bukan karena jumlah orang yang besar. Tetapi kita memerangi mereka hanyalah karena agama juga, yang dengan itu Allah telah memuliakan kita. Oleh karena itu marilah kita maju. Kita akan memperoleh satu dari dua pahala ini : menang atau mati syahid.”
Rasa bangga dari penyair pemberani ini segera pula menular kepada anggota-anggota tentara yang lain. Mereka berkata : Ibn Rawaha memang benar!
Mereka lalu maju terus. Ketika sudah sampai di perbatasan Baiqa’, di sebuah desa bernama Masarif, mereka bertemu dengan pasukan Heraklius, yang terdiri dari orang-orang Rumawi dan Arab. Bilamana posisi musuh sudah dekat pihak Muslimin segera mengelak ke Mu’ta, yang dilihatnya sebagai kubu pertahanan akan lebih baik daripada Masyarif. Di Mu’ta inilah pertempuran sengit — antara seratus atau dua ratus ribu tentara Heraklius dengan tiga ribu tentara Muslimin — mulai berkobar.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 442.
Ketika pihak Muslimin berada di Ma’an, adanya kelompok-kelompok itu mereka ketahui Dua malam mereka berada di tempat itu sambil melihat-lihat api yang harus mereka lakukan berhadapan dengan jumlah yang begitu besar. Salah seorang dari mereka ada yang berkata : Kita menulis surat kepada Rasulullah saw. dengan memberitahukan jumlah pasukan musuh Kita bisa diberi balabantuan atau kita mendapat perintah lain dan kita maju terus. Saran ini hampir saja diterima oleh suara terbanyak kalau tidak Abdullah ibn Rawaha yang dikenal ksatria dan juga penyair, berkata :
“Saudara-saudara, apa yang tidak kita sukai, justru itu yang kita cari sekarang ini, yaitu mati syahid. Kita memerangi musuh itu bukan karena perlengkapan, bukan karena kekuatan juga bukan karena jumlah orang yang besar. Tetapi kita memerangi mereka hanyalah karena agama juga, yang dengan itu Allah telah memuliakan kita. Oleh karena itu marilah kita maju. Kita akan memperoleh satu dari dua pahala ini : menang atau mati syahid.”
Rasa bangga dari penyair pemberani ini segera pula menular kepada anggota-anggota tentara yang lain. Mereka berkata : Ibn Rawaha memang benar!
Mereka lalu maju terus. Ketika sudah sampai di perbatasan Baiqa’, di sebuah desa bernama Masarif, mereka bertemu dengan pasukan Heraklius, yang terdiri dari orang-orang Rumawi dan Arab. Bilamana posisi musuh sudah dekat pihak Muslimin segera mengelak ke Mu’ta, yang dilihatnya sebagai kubu pertahanan akan lebih baik daripada Masyarif. Di Mu’ta inilah pertempuran sengit — antara seratus atau dua ratus ribu tentara Heraklius dengan tiga ribu tentara Muslimin — mulai berkobar.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 442.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar