Memang perhatian Nabi tertuju ke wilayah Syam dan bagian-bagian utara ini, yaitu setelah di bagian selatan diadakan perjanjian keamanan dengan pihak Quraisy dan setelah penguasa di Yaman bersedia menerirna seruannya. Jalur penyebaran dakwah Islam yang pertama setelah keluar dari semenanjung Arab sudah dibayangkannya. Dilihatnya bahwa Syam dan daerah-daerah di dekatnya itu merupakan pintu pertama jalur dakwah itu. Oleh karena itu beberapa bulan kemudian sekembalinya dari umrah ia telah mengerahkan tiga ribu orang yang kemudian di Mu’ta berhadapan dengan seratus ribu orang pasukan lawan.
EKSPEDISI MU’TA
Ahli-ahli masih berbeda pendapat mengenai sebab-musabab terjadinya ekspedisi Mu’ta itu. Sebagian mengatakan bahwa dibunuhnya sahabat Nabi di Dhat’t-Talh itulah yang menyebabkan adanya penyerbuan sebagai hukuman atas mereka yang telah berkhianat itu, yang lain berpendapat bahwa ketika Nabi mengirim seorang utusan kepada gubernur Heraklius di Bushra (Bostra), utusan itu dibunuh oleh orang badwi, dan Ghassan, atas nama Heraklius. Lalu Muhammad mengirimkan mereka yang sedang berperang di Mu’ta supaya memberi hukuman kepada penguasa itu dan siapa saja yang membantunya.
Kalau Perjanjian Hudaibiya merupakan pendahuluan ‘umrat’l-qadza’, lalu pembebasan Mekah, maka ekspedisi Mu’ta ini juga merupakan pendahuluan Tabuk dan setelah Nabi wafat kemudian terjadi pembebasan Syam. Soalnya akan sama saja; yang menimbulkan ekspedisi Mu’ta itu karena dibunuhnya utusan Nabi kepada penguasa Bushra, atau karena lima belas orang sahabatnya yang juga dibunuh di Dhat’t-Talh.
Dalam bulan Jumadilawal tahun kedelapan Hijrah (tahun 629 M) Nabi a.s. memanggil tiga ribu orang pilihan, dari sahabat-sahabatnya, dengan menyerahkan pimpinannya kepada Zaid bin Haritha dengan mengatakan :
“Kalau Zaid gugur, maka Ja’far bin Abi Thalib yang memegang pimpinan, dan kalau Ja’far gugur, maka Abdullah bin Rawaha yang memegang pimpinan.
Ketika pasukan tentara ini berangkat Khalid bin’l-Walid secara sukarela juga ikut menggabungkan diri. Dengan keikhlasan dan kesanggupannya dalam perang hendak memperlihatkan iktikad baiknya sebagai orang Islam. Masyarakat ramai mengucapkan selamat jalan kepada komandan-komandan beserta pasukannya itu, dan Muhammad juga turut mengantarkan mereka sampai ke luar kota, dengan memberikan pesan kepada mereka : Jangan membunuh wanita, bayi, orang-orang buta atau anak-anak, jangan menghancurkan rumah-rumah atau menebangi pohon-pohon. Nabi a.s. mendoakan dan kaum Muslimin juga turut mendoakan dengan berkata : Tuhan menyertai dan melindungi kamu sekalian. Semoga kembali dengan selamat.
Komandan pasukan itu semua merencanakan hendak menyergap pihak Syam secara tiba-tiba, seperti yang biasa dilakukan dalam ekspedisi-ekspedisi yang sudah-sudah. Dengan demikian kemenangan akan diperoleh lebih cepat dan kembali dengan membawa kemenangan. Mereka berangkat sampai di Ma’an di bilangan Syam dengan tidak mereka ketahui apa yang akan mereka hadapi di sana.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 440-442.
EKSPEDISI MU’TA
Ahli-ahli masih berbeda pendapat mengenai sebab-musabab terjadinya ekspedisi Mu’ta itu. Sebagian mengatakan bahwa dibunuhnya sahabat Nabi di Dhat’t-Talh itulah yang menyebabkan adanya penyerbuan sebagai hukuman atas mereka yang telah berkhianat itu, yang lain berpendapat bahwa ketika Nabi mengirim seorang utusan kepada gubernur Heraklius di Bushra (Bostra), utusan itu dibunuh oleh orang badwi, dan Ghassan, atas nama Heraklius. Lalu Muhammad mengirimkan mereka yang sedang berperang di Mu’ta supaya memberi hukuman kepada penguasa itu dan siapa saja yang membantunya.
Kalau Perjanjian Hudaibiya merupakan pendahuluan ‘umrat’l-qadza’, lalu pembebasan Mekah, maka ekspedisi Mu’ta ini juga merupakan pendahuluan Tabuk dan setelah Nabi wafat kemudian terjadi pembebasan Syam. Soalnya akan sama saja; yang menimbulkan ekspedisi Mu’ta itu karena dibunuhnya utusan Nabi kepada penguasa Bushra, atau karena lima belas orang sahabatnya yang juga dibunuh di Dhat’t-Talh.
Dalam bulan Jumadilawal tahun kedelapan Hijrah (tahun 629 M) Nabi a.s. memanggil tiga ribu orang pilihan, dari sahabat-sahabatnya, dengan menyerahkan pimpinannya kepada Zaid bin Haritha dengan mengatakan :
“Kalau Zaid gugur, maka Ja’far bin Abi Thalib yang memegang pimpinan, dan kalau Ja’far gugur, maka Abdullah bin Rawaha yang memegang pimpinan.
Ketika pasukan tentara ini berangkat Khalid bin’l-Walid secara sukarela juga ikut menggabungkan diri. Dengan keikhlasan dan kesanggupannya dalam perang hendak memperlihatkan iktikad baiknya sebagai orang Islam. Masyarakat ramai mengucapkan selamat jalan kepada komandan-komandan beserta pasukannya itu, dan Muhammad juga turut mengantarkan mereka sampai ke luar kota, dengan memberikan pesan kepada mereka : Jangan membunuh wanita, bayi, orang-orang buta atau anak-anak, jangan menghancurkan rumah-rumah atau menebangi pohon-pohon. Nabi a.s. mendoakan dan kaum Muslimin juga turut mendoakan dengan berkata : Tuhan menyertai dan melindungi kamu sekalian. Semoga kembali dengan selamat.
Komandan pasukan itu semua merencanakan hendak menyergap pihak Syam secara tiba-tiba, seperti yang biasa dilakukan dalam ekspedisi-ekspedisi yang sudah-sudah. Dengan demikian kemenangan akan diperoleh lebih cepat dan kembali dengan membawa kemenangan. Mereka berangkat sampai di Ma’an di bilangan Syam dengan tidak mereka ketahui apa yang akan mereka hadapi di sana.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 440-442.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar