"Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka" (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Berkenaan hadits ini, Ibnu Taimiyah menulis; "Minimal, hadits ini menetapkan adanya keharaman meniru-niru ahlu-kitab (nasrani-yahudi), meskipun pada dzahirnya (dapat) menjadikan kafir orang yang meniru-niru kepada mereka…"
Apa maksudnya ber-tasyabbuh? ialah meniru-niru dan menyerupai baik dalam niat keyakinan ataupun dalam amal perbuatan yang tampak. Menurut Al-Munaawiy dalam kitab Faidlul-Qadiir, meniru-niru ini termasuk keyakinan dan kehendak, mapun ibadah atau kebiasaan. Dalam praktik modern, meniru-niru ini bisa jadi memakai benda khas, atau kebiasaan khas, seperti kalung salib, V-Days, tahun baru, atau dalam bulan-bulan ini, berpakaian ala sinterklas, mengucap selamat natal, dan semisalnya, ini semisal toleransi kebablasan. Padahal toleransi cukup hanya biarkan penganutnya laksanakan ajarannya, bukan malah ikut dan larut dalam keyakinan dan ibadah mereka. Lalu bagaimana bila bekerja diharuskan memakai atribut khusus natal? Dalam kondisi apapun, tidak ada tawar menawar akidah, "yang penting kan hatinya tetap iman, walau luarnya pake topi sinterklas" Meniru-niru bukan hanya urusan hati tapi juga urusan amal.
"Demi cari makan buat anak dan istri", justru itu, memberi makan anak istri harus dengan cara yang baik. "Non-Muslim juga pake peci dan ucap salam pas lebaran" Mereka nggak punya syariat, kita punya, tuntunannya dari Nabi lengkap, "tapi itu kan cuma pakaian, bukan aqidah" Makanya, cuma pakaian kan, kenapa harus dipaksa-paksain ke Muslim untuk pakai? "Tapi itu kan cuma pakaian?!" Kalau pakaian sehari-hari sih ok, ini pakaian sudah khas, khas perayaan natal, maka jelas hukumnya.
Masih nekad juga dan anggap enteng meniru-niru ini (tasyabbuh)? Coba simak hadits berikut ini; "Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya." Para sahabat lantas bertanya, "Apakah yang anda maksud orang-orang Yahudi dan Nasrani, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Siapa lagi (kalau bukan mereka)?" (HR Bukhari).
Yang namanya godaan itu ya dari kecil, nggak langsung gede, penyimpangan itu dari yang kecil yang jadi membesar tanpa sadar. Toleransi itu sederhana, "bagimu agamamu, bagiku agamaku".
(Ustadz Felix Siauw, 8 Desember 2014, pukul 20 : 55 WIB).
Berkenaan hadits ini, Ibnu Taimiyah menulis; "Minimal, hadits ini menetapkan adanya keharaman meniru-niru ahlu-kitab (nasrani-yahudi), meskipun pada dzahirnya (dapat) menjadikan kafir orang yang meniru-niru kepada mereka…"
Apa maksudnya ber-tasyabbuh? ialah meniru-niru dan menyerupai baik dalam niat keyakinan ataupun dalam amal perbuatan yang tampak. Menurut Al-Munaawiy dalam kitab Faidlul-Qadiir, meniru-niru ini termasuk keyakinan dan kehendak, mapun ibadah atau kebiasaan. Dalam praktik modern, meniru-niru ini bisa jadi memakai benda khas, atau kebiasaan khas, seperti kalung salib, V-Days, tahun baru, atau dalam bulan-bulan ini, berpakaian ala sinterklas, mengucap selamat natal, dan semisalnya, ini semisal toleransi kebablasan. Padahal toleransi cukup hanya biarkan penganutnya laksanakan ajarannya, bukan malah ikut dan larut dalam keyakinan dan ibadah mereka. Lalu bagaimana bila bekerja diharuskan memakai atribut khusus natal? Dalam kondisi apapun, tidak ada tawar menawar akidah, "yang penting kan hatinya tetap iman, walau luarnya pake topi sinterklas" Meniru-niru bukan hanya urusan hati tapi juga urusan amal.
"Demi cari makan buat anak dan istri", justru itu, memberi makan anak istri harus dengan cara yang baik. "Non-Muslim juga pake peci dan ucap salam pas lebaran" Mereka nggak punya syariat, kita punya, tuntunannya dari Nabi lengkap, "tapi itu kan cuma pakaian, bukan aqidah" Makanya, cuma pakaian kan, kenapa harus dipaksa-paksain ke Muslim untuk pakai? "Tapi itu kan cuma pakaian?!" Kalau pakaian sehari-hari sih ok, ini pakaian sudah khas, khas perayaan natal, maka jelas hukumnya.
Masih nekad juga dan anggap enteng meniru-niru ini (tasyabbuh)? Coba simak hadits berikut ini; "Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya." Para sahabat lantas bertanya, "Apakah yang anda maksud orang-orang Yahudi dan Nasrani, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Siapa lagi (kalau bukan mereka)?" (HR Bukhari).
Yang namanya godaan itu ya dari kecil, nggak langsung gede, penyimpangan itu dari yang kecil yang jadi membesar tanpa sadar. Toleransi itu sederhana, "bagimu agamamu, bagiku agamaku".
(Ustadz Felix Siauw, 8 Desember 2014, pukul 20 : 55 WIB).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar